A. DEFINISI Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon 2010). Fraktur femur adala hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dam fraktur femur tertutup yang disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2013).
B. ETIOLOGI 1. Peristiwa Trauma Tunggal Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan seperti : a. pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral b. penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang dapat menyebabkan fraktur melintang c. penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah d. kombinasi dari pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek e. penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah (Helmi, 2012 ).
2. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya : pada penyakit paget) (Helmi, 2012). C. KLASIFIKASI
1. Fraktur intertrokhanter femur Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur.Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis.Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan dengan fraktur intrakapsular, dimana resiko nekrosis avascular lebih rendah. Pada riwayat umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor.Pada beberapa kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter. Pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan diagnosis fraktur intertrokhanter .pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan diagnosis fraktur intertrokhanter stabil atau tidak stabil. 2. Fraktur Subtrokhanter Femur Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrokhanter femur berada 5 cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi fielding & Magliato, yaitu sebagai berikut : a. Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor. b. Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor. c. Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas trochanterminor
3. Fraktur suprakondiler femur Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior. Hal ini biasanya disebabkan adanya tarikan otot-otot gastroknemius. Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus, dan disertai gaya rotasi. 4. Fraktur Kondiler Femur Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas. Tandanya didapatkan adanya pembengkakan pada lutut, hematrosis, dan deformitas pada ekstremitas
bawah.Penderita juga mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi neurologis-vaskular harus selalu diperiksa adanya tanda dan gejala sindrom kompartemen pada bagian distal. (Helmi,2012). D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak. 2. Nyeri pembengkakan. 3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olah raga). 4. Gangguan fungsio anggota gerak. 5. Deformitas. 6. Kelainan gerak. (Nurarif, 2013)
E. PATOFISILOGI Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femor individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan keendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengami trauma multipel yang menyertainya.
Secara klinis, fraktur femur terbuka serinh menyebabkan kerusakan neurovaskuler yang menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilngan darah ( pada siap patah satu tulang femur, diperdiksi hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler ) maupun syok neorogenik karna nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan dibawah tulang femur.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sidrom kompartemen. Sindrom konpartemen adalah suatu keadaan otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu kopar temen / ruang lokal dengan manisfestasi gejala yang has, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT ( capillary refill time ) lebih dari 3 detik pada sisi distal pembengkakan, penuruna denyut nadi pada sisi distal pembengkakan. Konplikasi
yang terjadi akibat situasi ini adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi pada peran perawat dalam kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat ada klien fraktur femur. Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan mebilitas fisik dan diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan defomitas khas pada paha, yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang femor.
Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada fase awal menyababkan berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan veskuler dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kopartemen yang sering terjadi pada fraktur suprakondilus, kondisi syok hopovolemik sekunder akibat cereda vaskuler dengan pendarahan yang hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang, dan resiko tinggi infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur femur terbuka menyebabkan kondisi malunion, non-union, dan delayed union akibat cara mobilisasi yang salah. Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fikasi eksterna memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi infeksi. ( Muttaqin, 2011)
F. PATH WAY
Trauma langsung
Trauma tidak langsung
Kondisi patologis
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Pergeseran frakmen tulang
Perubahan jaringan sekitar
Nyeri Akut
Kerusakan frakmen tulang Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler
Pergeseran fragmen tulang
Spasme otot
Deformitas
Peningkatan tekanan kapiler
Gangguan fungsi ekstremitas
Pelepasan histamin
Metabolisme asam lemak
Protein plasma hilang
Bergabung dengan trombosit
Hambatan mobilitas Fisik
Melepaskan katekolamin
Edema Emboli Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah
Putus vena / arteri
Kerusakan integritas kulit
Perdarahan
Resiko infeksi
Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur. 2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. 4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,menurun pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan. 5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera hati (Wijaya & Putri,2013 ).
H. PENATALAKSANAAN 1. Pada fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari ada tidaknya : a. Kehilangan kulit b. Kontaminasi luka c. Iskemia otot d. Cedera pada pembuluh darah dan saraf Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Profilaksis antibiotic b. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus dilakuakn dengan sesedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan atau kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan debridemen terbatas saja. c. Stabilisasi, Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi. d. Penundaan penutupan. e. Penundaan rehabilitasi. f. Fiksasi eksterna.
2. Penatalaksanaan fraktur batang femur tertutup adalah sebagai berikut. a. Terapi Konservatif
b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitive untuk mengurangi spasme otot. c. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental. Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis. d. Terapi operatif e. Pemasangan plate dan screw (Helmi, 2012).
I. KOMPLIKASI 1. Komplikasi awal fraktur a. Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur, pada kondisi tertentu terjadi syok neurogenic pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien b. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai oleh; tidak adanya nadi; CRT (Capillary Refill Time) menurun; sianosis distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian; perubahan posisi pada yang sakit; tindakan reduksi dan pembedahan c. Sindrom kompartemen Adalah suatu kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau hematoma yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5 P (pain/ nyeri local, pallor/ pucat, parestesi/tidak ada sensasi, pulslessness/ tidak ada denyut nadi , perubahan nadi , perfusi yang kurang baik pada bagian distal, CRT > 3 detik pada bagian distal kaki, paralysis/kelumpuhan tungkai)
d. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi karena kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat. e. Avaskular Nekrosis Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmanns ischemia. f. Sindrom emboli lemak Adalah suatu komplikasi serius yang sering terjadi pada fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel –sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk pada aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipneu, dan demam. 2. Komplikasi lama a. Delayed union Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyatu kembali / tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3- 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah b. Non union Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga dapat pseudoartrosis . pseudoartrosis dapat terjadi dengan infeksi maupun tidak dengan infeksi. c. Mal union Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang misalnya fraktur radius ulna. ( Helmi, 2012 )
DAFTAR INI 1. Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Aplikasi AsuhanKeperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika. 2. Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya Medika. 3. Helmi, N.Z. 2012. Buku Ajar : Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika. 4. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC