Cinderellas_scandal.pdf

  • Uploaded by: Yudi Afrianto
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cinderellas_scandal.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 61,517
  • Pages: 252
Novel

Cinderella’s Scandal karya Phoebe Thanks to baca-online.pun.bz E-Book by Ratu-buku-blogspot.com

Sinopsis: Daliah, kepala pelayan Rumah Ouray mengalami kejadian tragis yang menimpa dirinya. Tanpa sadar, ia diperkosa di malam pesta pernikahan Rex Cutrberth dan Daisy Melville. Kehamilannya yang mengejutkan membuat Daisy membawanya ke New Zealand untuk melindunginya dari ketentuan hukum di keluarga Ouray. Kehadiran dua saudara yang sama-sama menginginkannya sempat membuat Daliah bingung dengan perasaannya. Hingga akhirnya kebenaran terkuak, Daliah tahu siapa ayah dari bayinya! ®LoveReads

1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

Bab 1

Mungkin ini adalah waktu terindah dalam beberapa tahun belakangan ini. Setelah sekian lama Rumah Ouray berduka karena keluarga itu kehilangan penghuni termuda mereka yang merupakan putri bungsu keluarga Ouray bernama Lavender, pada akhirnya mereka menemukan penggantinya. Rex Cutrberth menemukan kembali istrinya yang sudah meninggalkannya dalam diri seorang gadis bernama Daisy Melville yang sejak malam ini sudah menjadi Daisy Curthberth. Gadis itu benar-benar mirip dengan Lavender, segala yang ada pada dirinya benar-benar membuat Daisy seolah-olah dilahirkan untuk menggantikan Lavender di rumah tersebut. Tapi walau bagaimanapun bagi Deliah, Lavender tetaplah sahabat yang tidak bisa digantikan. Lavender memperlakukan Deliah yang hanya seorang pelayan sebagai saudara kandungnya sendiri. Karena itulah Deliah sangat bersedih. Mungkin hanya dirinyalah satu-satunya orang yang bersedih dalam pesta pernikahan yang membuat rumah Ouray begitu semarak seperti saat ini. Ruang tengah rumah Ouray mendadak disulap sebagai lantai dansa dengan banyak lampu yang membuat suasana berbeda dengan biasanya. Lampu-lampu itu juga memenuhi kebun karena rumah saja sama sekali tidak cukup untuk pesta sebesar ini. Bunyi dentuman kembang api di angkasa semakin membuat suasana menjadi ramai dan untuk itu, Deliah hanya termenung melihatnya. Saat ini, perpustakaan rumah yang sepi jauh lebih menarik baginya bila dibandingkan dengan keramaian di luar sana. Pendaran cahaya kembang api yang timbul dan menghilang tiba-tiba saja digantikan oleh cahaya yang terang benderang. Daliah menatap ke arah lampu perpustakaan yang menyala tiba-tiba lalu beralih kepada seseorang yang menyalakan lampunya. 2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

Gadis itu, Daisy mendekatinya dengan senyum mengembang sambil mendorong troli berisi dua buah gelas Kristal dan sebotol Sampanye dingin. Daisy mendaratkan pinggulnya di lantai, tepat di sebelah Daliah dan ikut memandangi Jendela yang memperlihatkan kembang api. Daliah memandanginya sebentar dan kecewa, Daisy memakai gaun pernikahan Lavender saat menikah dengan Rex sebelum akhirnya nyawa Lavender direnggut oleh penyakitnya. "Nyonya, sedang apa disini?" Daliah berujar dengan sopan. Ia sedikit kikuk menghadapi orang yang berwajah mirip dengan sahabatnya tapi sebagai orang asing. Daisy benar-benar mirip dengan Lavender, hanya saja Daisy terlihat lebih dewasa dan gemuk. "Kenapa kau memanggilku nyonya? Panggil aku Daisy saja meskipun aku lebih suka dipanggil Lav seperti Suamiku memanggilku!" "Lav? Itu adalah panggilan untuk Lavender di rumah ini. Kau tidak merasa kecewa karena di samakan dengan orang yang sudah tidak ada? Bukankah itu artinya mereka menganggapmu sebagai se seorang yang bukan dirimu?" "Memangnya kenapa? Kau keberatan?" "Tidak, aku hanya heran dengan sikapmu!" Daisy tersenyum ringkas. "Kalau kau tidak bersedia memanggilku dengan nama itu, kau boleh memanggilku dengan apa saja selain dengan sebutan terhormat manapun!" "Mana boleh aku bersikap tidak sopan dengan memanggilmu sesuka ku!" "Bukankah kau sahabat Lavender? Berarti kau juga sahabatku. Kau tidak keberatan menjadi sahabatku, kan? Setelah ini mungkin aku akan sering menghubungimu untuk bertukar cerita!" Daliah memaksakan sebuah senyum. Daisy Melville sudah menunjukkan sikap yang sangat persis dengan yang Lavender miliki. 3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

"Kau seharusnya berbaur dengan banyak orang diluar sana!" "Dan membiarkanmu sendirian disini? Aku rasa, disini bersamamu lebih menyenangkan bila dibandingkan dengan berada di keramaian itu. Kau mau Sampanye? Aku membawakannya untukmu." "Tapi aku tidak bisa minum-minuman keras!" "Benarkah? Kau terlihat seperti seseorang yang berpengalaman!" Daliah tersenyum lagi. Ia memang selalu mengesankan kepada banyak orang kalau dirinya adalah orang yang berpengalaman. Tapi pada kenyataannya Daliah tidak tau apa-apa. Sejak kecil ia dibesarkan di rumah ini, mendapat pendidikan khusus dari keluarga Ouray tentang ilmu pengetahuan, cara bersikap dan tata krama. Ia bahkan bukan orang yang tau dengan dunia luar. Aktingnya sudah menipu banyak orang termasuk Lavender semasa hidupnya. "Kau sedang memikirkan apa sendirian disini? Pacarmu?" Daisy menyapanya lagi dengan sebuah pertanyaan telak. Pacar? Daliah tidak pernah memiliki pacar seumur hidupnya. Bagai-mana mungkin ia bisa memiliki kekasih jika di rumah ini jumlah laki-laki sangat sedikit? Semua laki-laki di rumah ini, usianya jauh di atas Daliah, hanya Bethoven yang merupakan majikannya yang memiliki usia terdekat dengan Daliah. Tapi ia tidak mungkin berpacaran dengan Bethoven. Mereka sudah seperti keluarga. "Aku hanya merindukan Lavender. Maaf kalau menyinggungmu!" Daisy menggeleng cepat. "Tidak, bukan masalah. Kau sahabatnya, tentu saja boleh merindukannya kapanpun yang kau suka." "Terimakasih." "Kenapa kau tidak keluar?" "Aku rasa lebih baik disini. Aku tidak cocok dengan pesta. Seharusnya aku melayani tamu, tapi tuan Fabian Ouray melarangku melakukan itu." 4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

"Tentu saja, Rex bilang kau sudah seperti keluarga di rumah ini." Daisy lalu meraih dua gelas sampanye-nya dan menuangkan cairan berwarna keemasan itu ke dalamnya. Selang beberapa saat, Daisy sudah menyodorkan salah satu dari kedua gelasnya kepada Daliah. Semula Daliah merasa ragu, namun dengan berat hati ia meneguk isinya dengan perlahan. Lalu menjadi lebih intens sehingga tanpa disadarinya, ia hampir menghabiskan sebotol Sampanye seorang diri. Ia kembali menghabiskan isi gelasnya yang terakhir dan tersenyum kepada Daisy. "Ternyata minuman mahal sangat enak!" Kata-katanya itu spontan membuat Daisy tertawa nyaring. "Kau masih mau? Kalau begitu kita keluar saja. Ikutlah berpesta. Kau sudah mengenakan gaun yang sangat indah. Tidak adil kalau kau menyembunyikan keindahannya disini." "Tapi aku tidak terbiasa bergaul dengan orang-orang penting di luar sana!" "Kenapa kau terlihat sangat putus asa sekali? Kau tidak seperti yang orang-orang ceritakan kepadaku. Kau cukup terus berada di sampingku sampai kau terbiasa. Itu jauh lebih baik dari pada mengurung diri di dalam sini sendirian. Ayolah!" Daliah terkikik. Ia dan Daisy tidak henti-hentinya tertawa karena cerita-cerita gadis itu tentang daerah asalnya di New Zealand. Juga tentang cerita lucu seluruh keluarganya. Daisy bahkan memperkenalkan Daliah kepada ibu dan kakaknya sebagai sahabatnya. Gadis itu sudah berhasil mengobati kehilangan Daisy akan Lavender dan sekarang ia mengerti mengapa Rex memilih Daisy untuk menggantikan Lavender. Mereka bukan hanya mirip secara fisik tapi juga sikap. Tapi Daisy tidak semanja Lavender. Ia lebih dewasa. "Kakakku akan kembali ke Sidney besok pagi. Aku memesan banyak barang untuk dikirimkan kemari. Kau mau? Aku akan memintanya mengirimkan apapun yang kau mau!" Daliah tertawa senang lalu menenggak gelas sampanye yang ke sekian kalinya sampai habis. 5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

Kepalanya sudah mulai pusing, tapi ia tidak bisa berhenti. Daliah menyesal tidak terjun ke pesta sejak awal. Tidak, semua ini berkat Daisy. Jika tidak ada gadis itu, ia tidak yakin akan bisa menikmati pestanya sebaik kali ini. "Aku ingin banyak hal!" "Kalau begitu katakanlah, aku akan memintanya mencarikan apapun yang kau inginkan." "Kau terlalu memanjakanku, Daisy!" "Demi sahabatku, apapun akan kuberikan." Daliah terkikik lalu sesuatu mendesak. Ia memuntahkan kembali minumannya dengan tiba-tiba. Beruntung Daliah tidak mengganggu seorangpun. Daisy Melville mengurut punggungnya perlahan dan itu membuat Daliah merasa lebih baik. "Terimakasih." "Kau mau kuantarkan ke kamar?" "Tidak, aku akan kembali sendirian lewat halaman belakang. Kau pergilah bersama suamimu. Dia pasti sangat ingin bersamamu!" Daliah bergumam lemah sambil mendorong tubuh Daisy untuk menjauh darinya. "Pergilah!" "Kau yakin kalau dirimu tidak apa-apa? Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian..." "Pergilah. Aku sangat hapal dengan rumah ini, bahkan di saat aku tidur. Jadi kau tidak perlu merasa khawatir." "Kau yakin?" "Ya, sana pergilah..." "Baiklah, aku akan pergi. Jika terjadi sesuatu berteriaklah. Buat keributan dan aku akan tau kalau itu darimu!" Daisy terkikik lalu beranjak setelah melambaikan tangan kembali masuk ke keramaian pesta menyusul Rex, suaminya. Daliah memegangi kepalanya sejenak. Ia merasa sangat pusing dan mengantuk. Dengan tergopoh6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

gopoh Daliah bangkit dari tempat duduknya dan tenggelam di ketemaraman halaman belakang. Gegap gempita pesta masih saja terdengar nyaring seolah-olah tidak akan pernah berakhir. Mungkin semua orang akan berpesta sampai pagi. Daliah menghembuskan sebuah senyum dan merasakan kepalanya sakit lagi. Ia mengusahakan langkahnya untuk melangkah lebih cepat agar bisa segera berbaring di atas tempat tidurnya. Hingga tiba-tiba ia menabrak seseorang. Sayangnya pandangan Daliah begitu kabur sehingga tidak bisa menangkap seperti apa wajah orang yang berada di hadapanya. Ia menundukkan wajahnya sambil menggumamkan permintaan maaf. Tapi sebuah ciuman panas mengejutkannya. Tubuh Daliah bergetar hebat, ia memang mabuk, tapi dirinya sangat bisa merasakan setiap getarang yang sampai di sekujur tubuhnya. Orang itu menciumnya, entah siapa. Dan Daliah sangat menikmatinya. Ini adalah ciuman pertamanya. Ia tidak bisa mendengarkan gegap gempita lagi. Yang diketahuinya, tubuhnya bersandar ke tembok dan tersembunyi apik oleh tanaman rambat yang menyusuri tembok rumah Ouray. Ciuman yang didapatnya berpindah ke leher dan Daliah mulai mendengar desahan dari mulutnya saat tubuhnya di sentuh. Laki-laki itu mengangkat sebelah kakinya, mencondongkan tubuhnya lalu menyentuh daerah sensitifnya dengan sesuatu. Sesaat kemudian Daliah mendengarkan teriakan keluar dari mulutnya. Ia merasakan sakit menyerangnya. Ada sesuatu yang keras masuk kedalam tubuhnya melalui bagian yang berada dipangkal paha. Apa ini? Perih sekali... Fikirnya. Airmatanya merembes setiap kali ia merasakan gesekan kasar di daerah penting tubuhnya. Tapi ia tidak bisa melawan. Daliah tidak mengerti apa yang terjadi padanya, ia tidak bisa melawan sama sekali dan perlahan-lahan ia mulai bisa menikmatinya. Kedua lengannya merangkul orang yang tengah menyetubuhinya dengan sangat erat. Ia tidak ingin terjatuh, tidak ingin terlepas, ini pertama kalinya Daliah merasakan sesuatu yang luar biasa seumur hidupnya. ®LoveReads 7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

Bab 2

"Apakah kau tidak merasa aneh?" Noah menepuk bahu Seth saudaranya sambil terus menyodorkan Handycam untuk merekam pesta. Ia terus berusaha untuk mengajak Seth bicara karena mungkin Seth adalah satu-satunya orang yang tidak menikmati pestanya. Noah tau kalau Seth sangat menderita karena baru saja patah hati. Masalah klise, tapi menjadi neraka bagi pria itu karena wanita itu adalah orang pertama yang disukainya setelah Seth merubah fikirannya dari tidak menikah seumur hidupnya menjadi salah seorang yang terus memimpikan pernikahan. Sayangnya, setelah pemikirannya tentang pernikahan berubah, Gadis itu malah memilih orang yang baru dikenalnya untuk menikah dan saat ini, Seth harus berusaha keras untuk menikmati pestanya. Ia tidak bisa. Seth malah mengalihkan seluruh perhatiannya kepada wine dan dia sudah hampir mabuk. Daisy Melville seharusnya bukan sepupunya. Seharusnya Daisy Melville adalah orang lain yang bisa dinikahinya di saat Seth menginginkannya. Tapi hubungan persaudaraan sudah menghalanghalangi cintanya. Seth menuang Wine lagi untuk memenuhi gelasnya yang sudah kosong, lalu meminumnya dan menuang lagi lalu meminumnya lagi, terus berulang-ulang. "Kau tidak dengar kata-kataku?" Noah menggeram. Seth menghentikan ucapannya lalu memandang Noah heran. "Apanya yang aneh?" "Pelayan di rumah ini, kau lihat mereka?" "Tidak ada yang aneh!" "Ada. Mereka semua cantik-cantik!" Lalu Noah tertawa dengan segala leluconnya. "Aku serius, mereka bahkan terlihat seperti nona besar di rumah ini. Kulit mereka halus dan semuanya bertubuh indah." 8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

"Aku tidak pernah memperhatikan itu! Aku juga tidak bisa membedakan yang mana pelayan dan yang mana yang bukan. Semua orang di pesta menggunakan gaun!" "Gaun biru gelap. Semua pelayan menggunakan gaun berwarna biru gelap, yang rambutnya digulung ke belakang adalah pelayan. Bethoven yang memberi tahuku!" "Aku tidak perduli!" "Sebaiknya kau perduli." Noah menggeram lagi. Ia memandangi Seth dengan perasaan iba. Noah tau betul bagaimana perasaan kakaknya terhadap Daisy. Semenjak gadis itu berubah, Seth selalu memperhatikannya. Sayangnya, Seth tidak bisa memperhatikan Daisy sesukanya karena terhalang oleh Gallion Melville, kakak laki-laki Daisy. Sekarang ia hanya bisa menatap kakak sulungnya itu dengan perasaan yang tak menentu. Noah menepuk bahu Seth lagi lalu berbicara di dekat telinganya. "Mereka tidak kalah cantik dengan Daisy. Kau bisa merayu salah seorang dari mereka dan membawanya ke kamarmu malam ini. Aku tidak suka melihatmu terus bersedih." "Aku tidak bersedih Noah! Aku menikmati pestanya." "Kalau begitu buktikan padaku. Rayulah salah seorang wanita di pesta ini seperti yang selalu kau lakukan dulu sebelum jatuh cinta pada Daisy." "Aku tidak jatuh cinta pada Daisy! Kenapa kau mengatakan hal itu terus?" Cih. Noah berdesis kesal. Seth masih saja terus berusaha untuk mengingkari kenyataan. "Kalau begitu buktikan!" "Baik. Aku akan mencari wanita tercantik di pesta ini untukmu!" Seth bergumam kesal sambil beranjak untuk berkeliling mencari wanita yang dikatakannya. Sayangnya menurutnya tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Daisy. Daisy sangat cantik dan ceria. Bagaimana mungkin ada seseorang yang bisa dibandingkan 9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com

dengannya? Seth mengeluh, hatinya tidak ingin untuk mencari wanita lain, matanya mencari-cari dimana Daisy berada dan tubuhnya bergerak mengikuti kehendak hatinya. Seth tertegun saat menemukannya. Daisy terlihat sangat anggun dengan gaun pernikahan sederhananya. Ia sedang berbincang dengan seorang gadis yang memakai gaun biru. Seorang pelayan? Ciri-cirinya persis dengan yang Noah ungkapkan tadi dan Noah benar, ia tidak terlihat seperti seorang pelayan. Seth mendekati mereka, ia ingin mengobrol dengan Daisy. Sayangnya sebelum Seth sempat menyapanya, ia sudah mendengarkan hal yang mengecewakan, pelayan itu memaksa Daisy untuk menemani Rex, suami yang baru saja dinikahinya. Pelayan itu membuatnya kecewa. Seharusnya kau tidak beranjak secepat ini, Daisy. Aku belum menyapamu! Seth membatin. Melihat Daisy menyongsong Rex lalu menggenggam tangan suaminya membuat hati Seth meneteskan darah. Ia kembali menoleh kepada pelayan itu dengan perasaan kesal dan benci. Kenapa harus ada permintaan konyol dari mulut pelayan itu? Dia sudah membuat Seth gagal untuk berbicara dengan Daisy. Perasaannya semakin luka. Kau harus menggantikan Daisy untukku! Gadis pelayan itu bangkit dengan langkah sempoyongan menuju pekarangan sepi di halaman belakang. Ia kelihatannya sangat mabuk. Dengan tangkas Seth segera melangkah untuk mengikutinya hingga ia mendapat kesempatan untuk mendahului gadis itu di sebuah tempat yang sepi. Gadis itu menabraknya, lalu menunduk penuh rasa bersalah dan mengucapkan sesuatu. "Maafkan saya, tuan! Saya tidak sengaja, sungguh. Maafkan saya!" Kata-kata itu terus diucapkannya berulang kali. Seth meneliti setiap inci tubuhnya yang diterangi cahaya lampu dari jendela rumah yang menerpanya. Gadis itu tepat berdiri di tengah satu-satunya wilayah terang di halaman belakang. Gaun biru yang sangat gelap itu membuat kulitnya tampak terang. Ia memiliki rambut hitam dan 10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

tebal yang terlepas dari gulungannya saat menabrak Seth tadi. Sekarang dengan rambut terurai seperti itu, Seth tidak bisa memungkiri kalau gadis itu tampak sangat menggoda dengan wajah halus dan bibir yang penuh, mengundang Seth untuk menciumnya. Seth merangkul tubuhnya seketika, memegangi lehernya dan mencium bibirnya. Terasa sangat hangat. Ia merasa dirasuki oleh sesuatu sehingga cumbuannya semakin panas dan terus mendaki hingga Seth mendidih. Ia sudah mulai menginginkan gadis itu sepenuhnya. Masih dengan tanpa suara, Seth memegangi lengan gadis itu kuat-kuat dan menyeretnya ke sebuah dinding rumah berbentuk ceruk dan ditutupi tanaman rambat. Cahaya remang-remang milik bulan purnama membuat suasana semakin menggila. Seth mencumbunya lagi, lebih panas dari yang sebelumnya. Ia berpindah ke leher dan menghisapnya beberapa lama hingga akhirnya Seth mendengar desahan kenikmatan dari mulut gadis itu. Ia memberanikan diri untuk menyentuh bagian tubuh yang lain. Payudaranya, sangat kenyal membuat Seth bertahan lama untuk meremasnya hingga ia mulai merasa meledak dan memutuskan untuk segera mengakhirinya secepat mungkin. Seth berusaha keras untuk mengatur posisi yang mengutungkannya. Ia merapatkan tubuhnya lalu segera menyatukan dirinya dan gadis itu dengan segera. Sesuatu hal yang tidak di sangka-sangka membuat Seth gamang. Gadis itu berteriak kesakitan dan ia sedikit menjauhkan tubuhnya untuk melihat gadis itu lagi di bawah cahaya purnama. Masih cantik, masih menggairahkan tapi... Astaga, dia masih perawan? Seth menyesal. Sangat menyesal melakukan ini kepada gadis pelayan itu. Tapi bukankah ia sedang berusaha menjadikan gadis itu sebagai pengganti Daisy? Dia tidak perduli. Seth melanjutkan hasratnya, terus memacu hingga ia terpuaskan, tidak hanya sekali, tidak juga cukup dengan satu kali klimaks di satu posisi. Ia sudah membuat gadis itu berbaring di atas rumput dalam keadaan tak sadarkan diri dan Seth masih berusaha menikmatinya. Dia tau kalau dirinya mulai menggila. Mulai kejam, mulai jahat... 11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Sebuah lenguhan panjang membuat Seth menghela nafas lega. Ia sudah memuaskan hasratnya kepada gadis itu untuk kesekian kalinya malam ini. Nafasnya yang terengah-engah membuat Seth menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh gadis pelayan itu dan merasakan kelelahan yang luar biasa. Seth memejamkan matanya untuk membayangkan Daisy, tapi dia tidak bisa. Isi otaknya sudah berganti dengan wajah gadis ini, segala ekspresinya, suara desahannya, rintihan, bahkan teriakan, juga kata maafnya. Seth menghela nafas dan membuka matanya lalu memandangi gadis itu sekali lagi. Ia menatap wajahnya dalam lalu menyeka sejumput rambut yang melekat di wajah gadis itu karena keringat. Gadis itu pasti juga merasa sangat lelah. "Kau hebat. Aku sudah percaya sekarang!" Seth berdelik saat mendengar suara Noah yang sangat dekat dengannya. Saat ia menoleh, ternyata Noah berdiri di tempat yang agak tersembunyi dan sudah merekam segalanya. "Apa yang kau lakukan? Kau merekam semua ini?" "Ini hanya untuk koleksi pribadiku! Aku akan menyimpannya sendiri, jangan takut! Sekarang ayo menjauh darinya. Sudah hampir pagi dan orang-orang bisa saja datang kemari!" "Lalu meninggalkannya sendirian disini dalam keadaan yang seperti itu?" "Lalu kau ingin membawanya ke kamar? Di kamar kita juga ada Gallion. Bukankah dia masih perawan? Dia berteriak tadi." "Kau merekam semuanya dari awal?" "Bukan itu yang perlu dibahas. Masalahnya, kau sudah salah memilih wanita. Dia bernama Daliah, kau tau siapa dia?" "Dia pelayan, dia menggunakan pakaian yang sama dengan yang pelayan wanita lain gunakan!" 12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, tapi dia adalah satu-satunya dari enam orang pelayan muda di rumah ini yang diperlakukan seperti keluarga oleh keluarga besar Ouray. Lawrence, pewaris tunggal seluruh harta Ouray bahkan menganggap gadis ini sebagai pengganti adiknya Lavender yang sudah meninggal dunia -istri Rex sebelum Daisy- dan kau tau apa yang akan mereka lakukan jika gadis ini menuntutmu? Kau beruntung karena dia dalam keadaan mabuk dan bisa saja dia tidak mengingatmu. Tapi untuk jaga-jaga jangan sampai ada orang lain yang melihatmu bersamanya selain aku, kau harus pergi sekarang juga. Kau beruntung punya adik sepertiku!" Seth memijat kepalanya bingung. Di satu sisi ia sangat berterima kasih kepada gadis itu karena sudah membuatnya melupakan Daisy untuk sementara, di sisi lain ia tidak bisa mengungkapkan rasa terimakasih itu secara langsung dan harus meninggalkannya dalam keadaan mengenaskan seperti sekarang. Noah benar, Seth tidak mungkin bisa membawa gadis itu ke kamarnya. Ia bisa mati karena ini dan mustahil bagi Seth untuk menikah dengan seorang pelayan jika gadis itu menuntutnya untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya. Seth mendesah galau. "Biarkan aku memindahkannya ke tempat yang sedikit tersembunyi. Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja disini!" ®LoveReads

13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 3

Daliah terbangun di pagi hari dengan kepala yang sangat pusing. Ia tau kalau ini semua diakibatkan oleh dirinya yang terlalu banyak minum. Jika saja dia tidak menuruti nafsunya untuk meminum sampanye sebanyak yang dia bisa pada pesta tadi malam, Daliah meyakinkan kalau dirinya sudah bangun lebih pagi dari pada yang dilakukannya hari ini. Jam di dinding menunjukkan pukul enam pagi. Masih belum terlambat untuknya menyiapkan sarapan seluruh anggota keluarga di rumah ini. Ia yakin, meskipun dirinya tidak ada, pelayan lain sudah melakukannya dengan sangat baik, meskipun begitu Daliah masih tidak yakin jika ia tidak mengawasi semuanya sendiri. Bunyi pintu diketuk dengan sangat teratur membuat Daliah menatap pintu dengan dahi berkerut. Tapi begitu mendengar suara yang mengiringi ketukan pintu itu, kerutan di dahinya mulai sirna. Daisy memanggil-manggilnya dengan suara yang agak berbisik. Mungkin Daisy masih kurang nyaman untuk berteriak-teriak di rumah ini. Dengan bermalas-malasan Daliah bangkit dari ranjangnya dan menyadari bahawa dirinya masih mengenakan gaun pesta semalam. Bagian bawah perutnya sedikit sakit sehingga Daliah mengerenyit. Tapi ia masih berusaha untuk mendekati pintu dan membukanya dengan perlahan. "Bagaimana keadaanmu?" Daisy bertanya dengan ekspresi yang sangat cemas. "Bolehkah aku masuk ke kamarmu?" Daliah memandanginya sejenak lalu mengangguk. Dengan tangkas Daisy masuk ke dalam kamar itu dan mengambil posisi di atas ranjang. Daliah segera menutup pintu rapat-rapat dan mengikuti Daisy mengambil posisi disana. "Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana dengan keadaanmu?" Daisy mengulangi pertanyaannya sekali lagi sambil menatap 14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah dengan sorot mata penuh selidik. "Apa yang terjadi semalam? Aku menemukanmu di halaman belakang berbaring di atas rumput dalam keadaan yang sangat kacau. Apakah sudah terjadi sesuatu? Kau terjatuh? Atau..." "Aku tidak yakin." Daliah memotong. "Aku tidak bisa mengingat apa-apa. Yang ku ingat…" Daliah terdiam lama. Ia berusaha mengingat-ingat apaa yang terjadi pada dirinya semalam dan ia tidak berhasil mengingat apa-apa selain. "Sebuah ciuman?" Ciuman? "Entahlah, Ada seseorang yang menciumku disana. Tapi aku terlalu mabuk untuk mengingatnya." "Hanya itu?" Daliah mengangguk. "Kau yakin tidak apa-apa?" "Aku sangat berterima kasih karena kau masih bersedia memperdulikanku. Tapi aku benar-benar tidak apa-apa. Sedang apa kau di halaman belakang? Kenapa bisa sampai disana?" "Aku juga tidak tau kenapa bisa kesana. Aku mendengar sesuatu malam tadi sehingga aku berfikir untuk menyelidikinya. Kau yakin tidak apa-apa?" "Hentikanlah, sikap khawatirmu sangat berlebihan. Kau mengingatkanku pada Lavender!" Daisy menyeringai mendengar ucapan Daliah tentangnya. Tapi Daisy yakin ia mendengar sesuatu semalam. Ia mendengar suara teriakan dari dalam kamarnya di lantai dua saat Daisy berusaha membuka jendela kamar pengantinnya. Karena itu Daisy sangat khawatir pada Daliah karena setelah ia menyelidikinya, Daisy 15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

menemukan Daliah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia segera memanggil suaminya malam itu dan Rex-pun membantu Daisy memindahkan Daliah ke kamarnya. Ia sangat tenang karena tidak terjadi satu hal-pun yang menakutkan kepada gadis itu. "Maaf Daisy, kau bisa keluar? Bukan maksudku mengusirmu tapi aku masih harus menyiapkan sarapan dan..." "Ya, aku mengerti." Jawab Daisy sambil bersiap-siap untuk pergi dari kamar pelayan utama itu sekali lagi ia menatap Daliah dengan pandangan penuh selidik. "Kau benar-benar tidak apa-apa?" "Sejauh ingatanku, semuanya baik-baik saja." "Kalau begitu katakan padaku jika terjadi sesuatu padamu, mengerti?" Daliah mengangguk lalu tersenyum. "Apakah aku harus membereskan kamarmu setelah sarapan?" ®LoveReads

16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 4

"Aku sudah mengatakan kepada kakakku untuk tinggal. Tapi dia berkeras untuk ke Sydney. Aku rasa ada seseorang disana sehingga Gale selalu ingin kembali ke Sydney. Kau tau? Tingkahnya seperti orang yang sedang jatuh cinta!" Daliah tersenyum mendengar ucapan Daisy tentang Gallion, kakaknya. Ia bisa mengingat saat Daisy memperkenalkan Daliah dengan Gallion dan Daliah sempat terperangah. Gallion sangat mirip dengan Nick Sherwood, mantan suami Lawrence sebelum ia menikah dengan Bethoven. Tapi mereka bukan orang yang sama. Gallion lebih angkuh dan terlihat kurang bersahabat sedangkan mendiang Nick sangat ramah dan baik hati. Tapi tidak bisa di pungkiri bahwa mereka memiliki kemiripan itu. "Dia mirip seseorang yang kukenal." "Nick?" Daisy bertanya nyaring. "Banyak orang yang mengatakan itu. Nick itu siapa? Kau punya fotonya? Apa benar dia mirip dengan kakakku?" "Ya, hanya saja tubuh Nick lebih jangkung. Dia adalah mantan suami Lawrence, anak sulung di keluarga ini. Semenjak mereka berpisah, Lawrence menyembunyikan semua foto-foto Nick di suatu tempat dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Tapi kakakmu sangat menyeramkan, kau tau? Sepertinya kakakmu perlu mengambil kelas di akademi tertawa Eropa." Daisy tertawa geli. Ia setuju dengan pendapat Daliah tentang hal itu. "Dia memang terlahir sebagai orang yang galak dan sombong. Aku tidak bisa berbuat banyak. Ah, ya! Kau tau Noah yang tinggal di kamar sebrang?" "Sepupumu?" "Ya, dia mungkin akan tinggal disini. Beth menawarkannya sebuah posisi di kantornya. Ku harap kau bisa berteman baik dengannya. Dia 17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

adalah penghuni lain di rumah ini yang harus kau layani dengan baik. Jadi bersabarlah dengan sikapnya..." "Aku mengerti!" "Daliah, bagaimana anggapanmu tentangku?" "Teman. Bukankah semalam kau mengatakan itu." "Ya, aku bisa tenang jika begitu. Tapi hari ini kau terlihat agak pendiam." Daliah menghela nafas. "Mungkin karena aku datang bulan. Pagi tadi sewaktu mandi aku menyadarinya dan ternyata gaunku juga terkontaminasi noda darah. Aku terlalu mabuk untuk mengingat apakah aku sedang datang bulan atau tidak." Lalu ia berdiri dengan rapi setelah menyelesaikan semua pekerjaannya. "Sekarang bolehkah aku ke bawah? Aku harus menyelesaikan beberapa buah pekerjaan lagi sebelum memiliki banyak waktu untuk bermain denganmu!" "Tapi, kau benar-benar akan kemari setelah semua pekerjaanmu selesai?" "Tentu saja. Selagi Lavender masih hidup, aku selalu melakukan hal itu." "Baiklah, cepatlah kembali kemari!" "Nikmati saja peranmu sebagai seorang istri sebelum bermain-main denganku! Harusnya kau lebih banyak menghabiskan waktu bersama suamimu!" Daliah menggerutu sambil melangkah menuju keluar rumah. Ia meninggalkan Daisy seorang diri dan berjalan mendekati tangga. Tubuhnya memang terasa sangat lelah, seharusnya Daliah lebih banyak istirahat. "Daliah!" Suara lantang itu memanggil namanya. Daliah langsung menoleh dan melihat Noah melambaikan tangannya dari pintu kamarnya. 18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Itu namamu, kan?" lanjut Noah. Daliah mengagguk. "Kau kepala pelayan disini, kan?" "Ya, Tuan muda!" "Kemarilah, aku ingin protes dengan pelayanan di rumah ini!" Daliah berbalik lalu mendekati Noah dengan langkah kaki yang berketuk-ketuk teratur. Ia berdiri dengan tegap saat sudah berada di hadapan Noah dan bergumam dengan suara yang berat. "Protes mengenai apa, Tuan muda?" "Kau bisa melihat jam tanganmu, kan? Ini sudah hampir siang. Bagaimana mungkin tidak ada seorang pelayan pun yang masuk untuk membersihkan kamarku?" "Pelayan muda di rumah ini tidak akan berani membersihkan kamar jika masih ada penghuninya. Mereka akan bergerak setelah anda keluar dari dalam kamar anda. Kami tidak mungkin membiarkan anda melihat kamar anda dibersihkan dan ikut menikmati debu yang kotor." "Aku juga tidak suka meninggalkan pelayan di kamarku seorang diri tapa pengawasan. Bagaimana jika mereka menyentuh barang pribadiku? Aku bukanlah orang yang suka jika barang-barang milikku dipindahkan tanpa izin." "Maaf, Tuan muda. Kami tidak tau mengenai itu." "Ya, sekarang kau sudah tau, kan? Apa yang akan kau lakukan untuk bertanggung jawab mengenai hal ini?" Daliah melirik ke kiri dan ke kanan ruangan, tidak ada seorang pelayanpun di lantai atas. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Seharusnya para pelayan yang bertugas menunggui Noah Wyndham keluar dari kamarnya. Tapi mereka meninggalkan kamar Noah 19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

terlewati begitu saja? "Aku akan memanggilkan seorang pelayan untuk membersihkan kamarmu." "Kenapa tidak kau saja yang melakukannya?" "Ya?" "Kenapa tidak kau saja yang membersihkan kamarku sekarang? Apakah karena kau seorang kepala pelayan jadi kau tidak lagi mengerjakan pekerjaan seperti ini? Aku tidak bisa menunggu lagi jika kau harus memanggil pelayan untukku. Itu akan sangat membuang-buang waktu. Aku harus mengantarkan kakakku ke Bandara sebelum makan siang." "Baiklah," Daliah mendesis. "Sekarang bolehkah aku memulainya?" Noah mengangguk lalu tersenyum. Gadis itu masuk ke kamar Noah, dan Noah segera menutup pintu. Ia memulai dari ranjang. Daliah memunguti satu persatu bantal yang berserakan di ranjang dengan sangat hati-hati dan menepuk-nepuknya dengan cukup bertenaga. Noah menggeleng-gelengkan kepala, Daliah sangat tangkas dalam mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga. "Katakan padaku, berapa usiamu?" Noah bergumam pelan. Tapi ia tau kalau Daliah mendengarnya. Gadis itu menoleh kepada Noah sejenak, mungkin karena Noah menanyakan hal yang sangat sensitif. Tapi sepertinya Daliah lebih memilih untuk menjawabnya. "Aku hanya lebih tua tiga tahun dibandingkan dengan Sepupumu." "Daisy? Berarti usiamu dua puluh tiga tahun?" "Ya, tapi sebentar lagi akan dua puluh empat." Daliah membungkuk untuk membuka sepatu high heelsnya dan mulai merangkak di atas ranjang. Jantung Noah berdegub tiba-tiba. Betapa ia tergoda melihat Daliah bersikap seperti itu. Seharusnya hal itu adalah hal yang biasa. Tapi Noah tidak bisa memungkiri kalau ingatan tentang apa yang di20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

lihatnya semalam menyerang. Saat merekam tindakan Seth kepada Daliah tadi malam, Noah juga sangat tergoda mendengar rintihannya. Sekarang, gadis yang menggoda hasratnya semalam merangkak di atas ranjangnya dengan sikap yang sangat mempengaruhinya. Noah menelan ludahnya. Sebisa mungkin ia mengalihkan pandangannya tapi Noah tidak bisa. Ia duduk di atas sofa dengan lebih tenang dan menyilangkan kedua belah tangannya di depan dada sambil terus memandangi semua sikap Daliah yang membersihkan tempat tidurnya. Ia tidak ingin Daliah mengira apa yang ada di fikirannya. Ia harus segera bicara, Diam bisa saja membuat Daliah mencurigainya. Tapi mengatakan hal seperti apa? Otaknya lumpuh. "Berapa lama kau akan tinggal disini?" Daliah bersuara tanpa memandangnya. Gadis itu masih mengerjakan pekerjaannya dengan sikap yang cepat. Noah bersyukur dengan sikap Daliah yang tidak pendiam. Dia cukup crewet untuk tidak membiarkan sesuatu hal mengganjal di hatinya. "Aku juga tidak tau. Tergantung kontrak kerjaku dengan Beth. Mungkin dua tahun? Kau sendiri, bagaimana mungkin bisa jadi kepala pelayan di rumah ini dalam usia muda? Biasanya kepala pelayan adalah orang yang dituakan." "Bagaimana kau bisa mengira kalau aku adalah kepala pelayan, Tuan muda?" "Karena kau tidak memakai pakaian seperti pelayan lainnya. Kau terlihat lebih bebas dibandingkan dengan teman-temanmu." "Aku dilahirkan untuk itu, dibesarkan dan dididik sebagai pelayan di rumah ini untuk menggantikan Olive, kepala pelayan yang lama. Seharusnya aku menggantikannya setelah usia pensiunnya tiba. Saat itu usiaku harusnya tiga puluh lima tahun. Tapi sayangnya Olive meninggal lebih dulu sehingga aku harus menggantikannya lebih cepat." Daliah kemudian mendekat ke meja telpon dan menekan 21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

beberapa nomor tanpa mengangkat telponnya sama sekali. Tidak lama kemudian terdengar suara yang sangat sopan menyapa dan Daliah berujar tegas. "Panggilkan Janette. Katakan padanya kalau aku butuh Vacum cleaner di kamar tamu lantai atas, bawakan juga selimut yang baru!" Dan Daliah segera mengerjakan pekerjaan yang lain lagi setelah memutuskan sambungan telepon. Ia membuka tirai yang sejak tadi tertutup rapat dan memadamkan pendingin ruangan. Sejenak kemudian kamar sudah kembali terang benderang saat Daliah membuka lebar jendela kamar sehingga pemandangan di halaman belakang terlihat jelas. "Siapa Janette?" Noah bergumam pelan. Daliah berdiri tegak dan memandangnya. "Dia calon kepala pelayan yang baru. Begitu aku menjabat sebagai kepala pelayan, aku harus mencari calon yang bisa menggantikanku jika terjadi sesuatu padaku kelak. Itu sudah aturannya." Dan bunyi pintu diketuk menyela obrolan mereka. Daliah segera melangkah dan membukakan pintu lalu memerintahkan gadis kecil bernama Janette itu untuk masuk. Usia gadis itu mungkin masih dua atau tiga belas tahun, tapi terlihat sama tangkasnya dengan Daliah. Noah harus kecewa kali ini karena ia tidak merasa bebas lagi berbincang-bincang dengan Daliah. Saat ini, ada dua orang wanita yang membersihkan kamarnya dan Noah hanya bisa menyimak setiap perintah yang Daliah ucapkan untuk Janette, termasuk mengganti selimut di atas ranjang. Noah menghela nafas berat saat semua pekerjaan selesai dengan cepat. Janette segera keluar setelah permisi dengan sikap yang lemah lembut sedangkan Daliah masih berdiri di dalam kamar Noah untuk kembali menutup jendela dan menyalakan pendingin ruangan. Setelah yakin semua pekerjaannya selesai, Daliah sedikit merendahkan tubuhnya dan meminta izin untuk meninggalkan kamar itu. 22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Pekerjaanku sudah selesai, Tuan Muda. Sekarang aku permisi dulu." "Biarkan aku menilai pekerjaanmu dulu!" Daliah mengangguk setuju. Ia membiarkan Noah Wyndham meneliti setiap inci kamarnya dengan sangat teliti lalu menoleh kepada Daliah dengan wajah puas. Daliah tau kalau pekerjaannya sangat sempurna. Ia tidak pernah melakukan kecerobohan untuk yang satu ini. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga adalah keahliannya dan itu tidak bisa diragukan lagi. "Bagaimana tuan muda?" Noah berdehem lalu tersenyum menatap Daliah. "Sempurna." "Terimakasih." "Aku harap kau turun tangan langsung untuk merapikan kamarku setiap pagi seperti hari ini. Aku tidak bisa percaya kepada pelayan yang lain." "Bukan masalah." Noah tersenyum lagi. Entah mengapa Daliah terlihat sangat menarik, terlalu memikat. Apakah karena kejadian semalam? Bukankah semalam Daliah bahkan tidak sadarkan diri. Hari ini dia terlihat sangat baik seperti biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Noah tau hal itu disebabkan karena semalam Daliah sangat mabuk. Ia menghela nafas tak percaya pada perasaan dan apapun yang di fikirkannya sekarang tentang Daliah. Benarkah Daliah baik-baik saja seperti kelihatannya? "Kau baik-baik saja?" Daliah memiringkan kepalanya sejenak. "Maksud anda?" "Wajahmu terlihat pucat!" "Tidak, aku baik-baik saja. Anda tidak perlu khawatir!" ®LoveReads

23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 5

Daisy menguap dengan mudahnya sore ini. Padahal pesta itu sudah berlalu beberapa hari tapi perasaan lelahnya masih terus menggelayuti. Ia duduk di pinggir jendela kamarnya dengan penuh ketenangan sambil meneguk teh hangat yang Daliah bawakan untuknya. Gadis itu sekarang tengah menatap antusias foto-foto pesta yang sudah tersusun dalam sebuah Album. Daliah menyayangkan kalau foto dirinya tidak ada satupun yang bagus. Itu semua karena Daliah terlalu mabuk saat pesta berlangsung. Tapi Daisy mengatakan bahwa semua foto Daliah disana sangat bagus. Daliah tampak sangat bahagia dan Daisy senang saat orang berbahagia di pesta pernikahannya. Dua hari Sudah cukup untuk Daliah melunak. Baginya saat ini, Daisy sama sekali bukan orang asing dan dia sudah semakin dekat dengan Daisy sama halnya saat mendiang Lavender masih hidup. Melihat Daisy duduk di jendela kamar itu membuat Daliah mengenang kembali Lavender yang sudah meninggalkannya untuk selamanya. "Astaga, aku melakukan hal konyol seperti ini?" Daliah menggerutu sambil memandangi foto anehnya di pesta. "Sepertinya aku sangat memalukan saat mabuk." "Kau menyenangkan saat mabuk. Lebih menyenangkan dengan saat dirimu tidak mabuk. Kau lihat foto di bawahnya?" Daliah mengangguk. Daisy berfoto dengan memangku si kecil Finnegan yang baru berusia satu tahun lebih. Daisy adalah orang asing pertama yang diperbolehkan Lawrence untuk menyentuh putranya. "Kau sangat manis, terlihat seperti seorang ibu muda." "Aku ingin benar-benar menjadi ibu muda. Aku ingin segera punya anak dari Rex!" 24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau baru menikah, nikmati saja pernikahanmu dulu sebelum kita memastikan dirimu benar-benar hamil. Kau akan menyesal jika terlalu cepat memiliki anak!" "Lalu bagaimana jika aku mati sebelum memiliki anak?" Daliah terdiam sebentar. Daisy benar-benar mirip dengan Lavender, selalu mengatakan kata-kata seandainya yang sangat mengerikan. "Kau tidak punya penyakit, kan?" Daisy menggeleng. "Aku sangat bahagia menjadi orang yang sehat. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa hamil dengan mudahnya?" "Bagaimana jika mengatur posisi yang menguntungkan saat berhubungan seks? Tapi hal seperti itu Cuma mitos. Lebih baik nikmati saja. Konon kebahagiaan itu bisa membuatmu mudah hamil." "Kebahagiaan?" "Kebahagiaan untuk menikah dengan orang yang dicintai." Daisy tersenyum. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" "Entahlah, sedikit lesu. Mungkin karena bulan ini menstruasiku terlalu sedikit. Saat malam pesta itu aku mengeluarkan banyak darah, tapi setelah itu tidak ada lagi. Tubuhku jadi sangat lemas karena itu. Harusnya mensturasi bisa membuatku lebih segar." "Apa yang terjadi sehingga kau sampai begitu?" "Mungkin Stress. Terlalu banyak fikiran tentang rumah ini. Aku bersumpah aku sering seperti ini karena terlalu banyak fikiran. Aku masih terlalu muda untuk menggantikan tugas Olive. Semula kukira, menjadi kepala pelayan sangat enak. Tinggal perintah dan marahmarah. Mendapat akses khusus dari majikan dan kehormatan yang luar biasa. Tapi ternyata menggantikan Olive membuat bobot tubuhku berkurang dan rambutku rontok..." Daisy memotong ucapan Daliah dengan tawa. 25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ia membuat Daliah tersenyum bahagia. "Kau harus menjadikan Janette kepala pelayan jika kau ingin pensiun." "Usianya baru tiga belas tahun. Ia akan lebih terbebani bila dibandingkan dengan aku!" "Ya, tapi sikap Janette selalu terlihat lebih siap bila dibandingkan denganmu!" "Benarkah? Dia memang sudah menguasai banyak hal. Anak itu terlalu cerdas, mirip dengan Olive. Keturunan Olive memang sangat berbakat." "Daliah, bagaimana dengan ciuman waktu itu?" Daliah mengecilkan pupil matanya saat menatap Daisy yang mengeluarkan kalimat diluar konteks pembicaraan. Tapi ia memutuskan untuk menjawab dengan terbuka, karena Daisy sudah menjadi sahabatnya. "Aku mengingat ciumannya, sangat jelas." "Siapa orangnya?" Daliah menggeleng tidak yakin. "Dia bahkan tidak bersuara, bagaimana mungkin ia berbicara saat menciumku? Yang pasti dia terlihat sangat tinggi. Saat itu aku menabraknya sehingga pakaiannya kotor. Aku sudah minta maaf." "Dan dia tidak terima? Dia menghukummu dengan ciuman?" "Aku tidak tau apakah itu hukuman atau tidak." "Apa yang kau rasakan saat dia menciummu?" "Emosional." Daliah menjawab dengan pasti. Ia bisa mengingat perasaan yang orang itu salurkan kepadanya lewat cumbuannya. Laki-laki itu mencumbunya dalam waktu yang sangat lama. Terlalu lama sehingga Daliah sulit mengingat kejadian lain yang terjadi setelah itu. Ia hanya mengingat ciuman itu dan bagaimana rasanya. 26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Orang yang menciumnya itu adalah salah seorang dari tamu-tamu di pesta. Tapi Daliah sama sekali tidak bisa menebak siapa orangnya. Laki-laki, sangat tinggi seperti Gallion kakak sulung Daisy. Tapi laki-laki itu mengenakan pakaian yang berbeda, rambutnya juga lebih panjang dibandingkan dengan Gallion yang mencukur habis rambutnya. Laki-laki yang mencumbunya sudah pasti bukan Gallion atau Gallion yang mengenakan wig. Daliah masih bisa mengingat saat ia meremas rambutnya dan rambut itu tertancap kuat. Tapi siapa lagi orang yang seperti Gallion? Daliah tidak ingin mengingatnya. Kejadian itu hanya hadiah peri untuknya sebelum jam dua belas malam seperti ciuman yang Cinderella dapatkan dari pangeran. Tapi ia tidak meninggalkan sepatu kaca saat itu, lalu bagaimana mungkin Daliah bisa berharap sang pangeran mencarinya? Ia tidak pernah punya harapan seperti itu. Tidak boleh. ®LoveReads

27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 6

"Aku akan mulai bekerja besok." Noah Wyndham bercerita kepada Daliah saat gadis itu membersihkan kamarnya seperti biasa. Di rumah ini sedikit banyak Noah merasa sangat kesepian. Biasanya ia selalu bersama dengan keluarganya yang sangat ramai dan suka bercerita. Tapi di rumah Ouray, ia nyaris tidak berbicara kecuali saat bersama Daliah. Mau tidak mau Noah menyadari kalau Daliah adalah satu-satunya orang di rumah Ouray yang bisa dijadikan teman. Pelayan lain sama sekali menghindar untuk berbicara dengannya. Fabian Ouray tengah sakit dan Lawrence tidak pernah keluar dari kamarnya saat Bethoven bekerja. Seharusnya Noah bisa bergaul dengan Daisy dan Rex. Tapi apa yang bisa diharapkan dari sepasang pengantin baru? Mereka ke Canada untuk bulan madu dan tentunya tidak suka bila diganggu terlalu sering. Beberapa hari ini Noah selalu mengajak Daliah berbicara dalam berbagai topik pembahasan dan Daliah cukup tau banyak serta berfikiran terbuka. Karena itu ia sangat senang menceritakan kabar baik ini kepada Daliah. Karena itu juga Noah memutuskan untuk mengangkat handycam-nya dan menyoroti Daliah yang sedang membersihkan ranjangnya. "Aku turut senang mendengarnya." Gumam Daliah. "Bisakah kau berhenti merekam, Tuan muda?" "Tidak bisa. Ini hobiku! Kau lanjutkan saja pekerjaanmu dan biarkan aku merekammu hari ini." Daliah mendesah keras lalu melanjutkan pekerjaannya dengan tangkas. Noah tersenyum melihat gambar-gambar Daliah yang direkamnya dengan sempurna. Ia selalu berfantasi seharian setelah Daliah keluar dari kamarnya. Berfantasi tentang bagaimana Daliah merangkak di 28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

atas ranjangnya dan Noah selalu ingin melihat hal itu. Sekarang, jika ia memiliki rekamannya maka Noah tidak perlu berfantasi lagi. Ia cukup memutar videonya dan menikmati kecantikan Daliah dari balik handycam-nya. "Aku sudah selesai, Tuan Muda. Aku permisi." "Duduklah dulu disana!" Noah memotong ucapan Daliah, ia tidak ingin Daliah pergi secepat ini. Setiap kali gadis itu mengatakan kalau dirinya sudah selesai dengan segala pekerjaannya, Daliah akan membuat suasana hati Noah semakin buruk. Noah tidak mengerti apa yang sudah terjadi padanya tapi ia selalu menikmatinya. Handycam-nya masih merekam potongan-potongan gambar dengan sangat jelas, ia masih merekam Daliah yang perlahan duduk di atas ranjangnya, tepat dari posisi depan. "Apa yang harus aku lakukan?" "Diam saja disana sebentar!" Daliah menurut. Noah merekam tingkah Daliah yang tegas dengan senang hati dan cukup lama. Dua puluh menit kemudian Daliah mulai gelisah, gadis itu menggigit bibirnya galau. Lima menit kemudian kaki-kaki Daliah terus bergerak dengan tidak nyaman dan semenit kemudian Daliah memberanikan diri untuk protes. "Aku sudah lelah!" "Kau hanya berdiam diri saja sudah merasa lelah?" "Apa yang anda inginkan sebenarnya?" "Bisakah kau membuka pakaianmu?" Daliah mendengus sejenak lalu tertawa tak habis fikir. Ia menatap lensa dengan pandangan tak percaya. "Aku bercanda!" Gumam Noah diiringi dengan senyum jenakanya. "Aku akan mewawancaraimu. Kau siap? Kau akan menjawab, kan?" 29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya. Jika ada jawabannya!" "Satu pertanyaan saja. Laki-laki seperti apa yang kau inginkan untuk ada di dalam hidupmu?" "Tidak pernah terfikirkan tentang itu!" "Kenapa?" "Karena pelayan wanita di rumah ini tidak diizinkan untuk menikah. Jika mereka melakukan itu, maka mereka harus keluar dari rumah ini. Kebanyakan pelayan memilih untuk bercerai dari suaminya begitu mereka mengandung, tapi tidak sedikit juga yang keluar dari rumah ini lalu di gantikan dengan pelayan baru." "Lalu bagaimana dengan kehidupan kalian jika ada peraturan konyol seperti itu. Itu artinya kalian tidak boleh mencintai laki-laki manapun? Tidak ingin menikah? Tidak ingin punya anak." "Kami bahkan tidak pernah terfikirkan untuk seperti itu." "Lalu bagaimana dengan seks? Itu kebutuhan yang tidak bisa terelakkan, kan?" "Pertanyaan yang itu belum ada jawabannya. Anda bilang hanya satu pertanyaan, tapi anda menanyakan lebih dari satu pertanyaan." "Berhentilah berbicara dengan nada sopan kepadaku. Bagiku kau sudah seperti teman di rumah ini. Satu-satunya teman yang ku punya!" Daliah tersenyum kepada Noah. Entah mengapa Noah merasa sangat bahagia. "Kau mau jadi temanku?" "Aku sangat beruntung karena semua majikanku menginginkanku menjadi teman mereka." "Jadi kau mau?" Daliah tersenyum lagi lalu mengangguk. 30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kalau begitu kau mau menemaniku membeli pakaian kerja pertamaku?" "Haruskah aku?" Kali ini Noah yang mengangguk. "Untuk terlihat keren di depan wanita aku memerlukan selera wanita. Kau pasti tau pakaian seperti apa yang cocok untukku. Kau juga tau seperti apa perusahaan milik keluarga Ouray dan penampilan seperti apa yang cocok untuk ku bawa kesana. Jadi?" "Baiklah, tapi setelah semua pekerjaanku selesai. Aku akan menemanimu begitu waktu istirahat tiba." "Jam berapa?" "Sehabis makan siang, dan aku harus pulang sebelum makan malam. Aku harus menyiapkan makan malam untuk seluruh keluarga ini, Tuan Muda." "Panggil aku Noah! Kita teman, bukan?" ®LoveReads

31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 7

Noah banyak tertawa hari ini. Ia tau kalau Daliah adalah sosok yang menyenangkan, tapi Noah tidak pernah menyangka bahwa gadis itu semenyenangkan ini. Daliah memiliki banyak lelucon jika dia tidak sedang berada di rumah. Saat ini Daliah tidak terlihat seperti seorang pelayan, ia sama seperi gadis lainnya yang menarik dan menyenangkan. Noah suka melihat Daliah, menatapnya berlama-lama menyegarkan otaknya yang buntu karena terus berada di rumah selama seminggu ini. "Kau terlihat sangat kikuk!" Noah protes. Ia memandangi Daliah dari balik Handycam-nya. Gadis itu tersenyum tidak enak. Tapi bukan masalah yang besar, semua orang yang jarang bermain-main dengan kamera akan terlihat kikuk seperti dirinya. "Sebaiknya kau bertanya seperti saat itu. Jika kau memintaku berbicara sendiri, aku sama sekali tidak tau apa yang harus ku bicarakan!" "Tentangmu?" "Bukankah aku sudah menceritakannya saat pertama kali aku masuk ke kamarmu?" Noah tertawa dan tawanya terekam jelas. Ia baru berhenti setelah puas dan tidak mendengar sepatah katapun dari Daliah. Taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah butik pakaian laki-laki. Bruno Pattielli terlihat sepi. Tapi ini adalah butik pilihan Daliah karena gadis itu suka dengan pakaian-pakaian Bethoven yang pada umumnya dibeli disini. Daliah turun lebih dulu disusul oleh Noah kemudian. Seorang pramuniaga tersenyum dan mengucapkan selamat datang dengan ramah. Dengan segera Noah bertanya pada gadis itu apakah 32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

mereka boleh merekam di dalam? Pramuniaga itu terlihat bingung lalu bertanya pada seseorang yang mungkin berada dibalik semua pakaian mahal itu. Tidak lama karena gadis itu segera kembali dengan anggukan yang membuat Noah senang. "Dia sangat baik mengizinkanmu merekam. Seharusnya kau tidak melakukan itu. Bagaimana jika ada orang yang melihat videomu dan berfikir untuk meniru pakaian yang terekam disana?" Daliah bergumam dengan nada berbisik. Noah tersenyum simpul. "Tidak ada seorangpun yang menonton Video rekamanku selain diriku sendiri. Untuk menonton rekamanku perlu melalui perizinan yang sangat ketat. Mengerti? Aku tidak akan membiarkan orang lain melihat video-video tentang dirimu!" Daliah mendesah, mungkin ia memilih untuk menyerah berdebat dengan Noah. Sebagai seorang gadis Daliah cukup keras kepala dan cerewet. Tapi semua sikapnya itu teredam dengan baik karena status pelayan yang dimilikinya. Ia terbiasa mengalah pada perintah meskipun hatinya berontak. Daliah juga tidak pernah berkeras untuk menekankan pendapatnya pada seseorang. Ia memilah-milah pakaian yang tersampir dengan rapi lalu mengeluarkan sebuah kemeja kerja berlengan panjang dengan motif garis-garis vertikal berwarna hitam, merah dan abu-abu. Daliah menyukai itu pada pandangan pertama dan sekarang ia menyodorkannya kepada Noah. "Bagaimana dengan ini? Kau agak kurus, pakaian ini bisa membuat tubuhmu tampak lebih berisi." "Kalau begitu ambil saja!" "Tidak ingin kau coba?" "Tidak usah, kau tau ukuran yang cocok untukku, kan? Jika tidak, tanya saja kepada pramuniaganya!" "Berapa buah kemeja yang kau butuhkan?" 33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Dua lagi, bagaimana?" "Perlu Jas?" "Aku tidak suka memakai jas." "Kalau begitu aku ambil yang ini dan yang ini!" Daliah mengambil dua potong kemeja lagi. Sebuah kemeja putih polos dan kemeja yang berwarna hijau Zaitun dengan dua buah garis vertikal berwarna putih yang dimulai dari bahu sebelah kanan hingga ke bawah. Ia menyerahkan ketiga potong pakaian pilihannya kepada pramuniaga dan mengikutinya ke kasir. Dengan sigap Daliah membayar semuanya sehingga Noah berdelik. Kartu kredit dari dompet Noah gagal keluar. "Kau tidak harus melakukan itu!" Noah menggeram. Ia masih merekam wajah Daliah yang tersenyum dengan ekspresi yang sangat disukainya. "Apa kata orang jika kau yang membayar pakaianku?" "Ini hadiah, ucapan selamat karena mulai bekerja besok!" "Tapi pakaian-pakaian ini sangat mahal." "Aku punya uang yang cukup. Selama bekerja di rumah Ouray, kami mendapatkan gaji yang lebih dari cukup. Tapi selama ini aku kebingungan untuk menggunakan uang-uang itu. Rumah itu sudah seperti rumahku dan aku digaji saat bekerja di rumahku sendiri." "Kau bisa membeli pakaian untukmu sendiri..." "Lawrence selalu membelikannya untukku. Jadi jangan khawatir. Sekarang ayo, pulang!" Daliah beranjak lebih dulu setelah memberikan senyum yang ramah kepada kasir yang melayaninya. Ia melangkah keluar dari butik itu dan berjalan dengan sangat santai di pinggir jalan. Noah masih mengikutinya. Saat Daliah melambaikan tangan untuk memanggil taksi, Noah segera memegangi tangannya sehingga lambaiannya ter34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

sembunyi. Daliah menatap Noah dengan ekspresi heran. Seharusnya mereka pulang karena semuanya sudah selesai. Mereka sudah mendapatkan semua kebutuhan Noah untuk bekerja, kan? "Aku tidak mungkin ke kantor hanya dengan kemeja, kan?" Desis Noah. "Aku masih butuh celana, sepatu, dasi, kaos kaki, pakaian dalam yang baru." "Kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi? Seharusnya kita bisa membelinya sekalian disana, tadi!" "Dan membiarkanmu membayar semuanya? Tidak! Aku akan sangat berhutang budi karena itu!" "Tunggu dulu, pakaian dalam baru? Aku juga harus memilihkannya? Tidak ada yang tau pakaian dalammu baru atau tidak kecuali kau memamerkannya di kantor dan jika itu terjadi, maka kau akan segera di seret ke rumah sakit jiwa. Kau tidak harus membuang-buang uang untuk hal yang belum penting, Noah!" "Tapi ini memang sudah saatnya aku mengganti pakaian dalamku dengan yang baru." Desis Noah. Kali ini dia sedikit berbohong. Ia sudah memiliki semua barang yang dibutuhkannya. Noah hanya tidak ingin kebersamaannya dengan Daliah berlalu dengan sangat cepat. Ia ingin mengulur waktu lebih banyak lagi hingga batas waktu kebersamaan mereka hari ini tiba. Noah tidak bisa berpisah dengan Daliah saat ini, ia merasa terikat, sangat kuat oleh pesona sang pelayan utama yang melayani keluarga Ouray seumur hidupnya hingga kini. ®LoveReads

35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 8

Detakan halus dan teratur mengiringi kekesalan Daliah tentang bisik-bisik yang terjadi di belakangnya. Ia tengah memasak bubur untuk Daisy sekarang dan harus mendengar dua orang pelayan muda berbisik di belakangnya. Topik yang mereka perbincangkan, tak lain dan tak bukan adalah dirinya. Topik yang seharusnya bisa saja dianggap wajar karena Daliah memang mendapat perlakukan istimewa di rumah ini, tidak seperti pelayan yang lainnya. Daliah menyelesaikan irisan kentangnya dan memasukkan potonganpotongan itu ke dalam bubur untuk memberi tekstur yang berbeda. Janette segera datang setelah mengambil susu murni di dalam kulkas dan ikut menumpahkannya disana. "Mereka menggosipkanmu!" Bisik Janette sambil menuang susu sedikit demi sedikit untuk mengulur waktu. "Aku tau!" "Mereka selalu begitu. Seharusnya kau memberi pelajaran kepada mereka berdua. Mereka sama sekali tidak hormat kepadamu sebagai kepala pelayan. Meskipun kedua pelayan itu adalah orang baru di rumah ini, seharusnya mereka belajar sebagaimana pelayan yang terlahir di rumah ini pelajari." "Aku sedang berusaha menahan diri." Daliah lalu mengambil alih botol susu yang berada di genggaman Janette dan meletakkannya di lemari es. Kedua pelayan itu berhenti berbicara sejenak dan berpurapura tidak menyadari segala tindakan Daliah saat itu. Daliah kembali ke dekat panci dan mengaduk-aduk buburnya yang hampir matang. "Kalau begitu aku pergi dulu." Gumam Janette. "Aku harus memandikan Finnegan!" "Baiklah, terimakasih!" 36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Janette tersenyum sejenak lalu merendahkan tubuhnya untuk menunjukkan kalau dirinya menyambut dengan baik ucapan terima kasih dari mulut Daliah itu. Dengan langkah tegas yang sama persis dengan yang Daliah miliki, Janette meninggalkan dapur setelah melirik tajam kepada kedua pelayan yang masih bergosip dengan bisikan-bisikan yang mengganggu. Daliah memejamkan matanya untuk menyimak lebih dalam sambil berfikir tentang apa yang harus dilakukannya kepada kedua gadis itu. "Tuan Muda Noah yang selalu memanggilnya, kan? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?" "Tetap saja dia sangat menikmatinya, mereka seperti sepasang kekasih saja, selalu keluar rumah setiap kali jam istirahat. Dia juga suka menghabiskan waktu di kamar atas berlama-lama. Enak sekali jadi dia, semua orang ingin berdekatan dengannya." "Seandainya aku bisa jadi kepala pelayan juga." "Kita tidak dilahirkan di rumah ini, sayang. Adalah mimpi jika kita berharap bisa menjadi kepala pelayan di rumah ini." "Ya, Bagaimana dengan Nyonya Daisy? Wanita itu juga sama, bertindak seolah-olah rumah ini adalah rumahnya. Padahal dia hanya istri kedua dari menantu di rumah ini." "Kau benar, dia memerintah sesukanya seolah-olah dia putri Ouray. Seharusnya dia sadar akan dirinya. Semua orang boleh saja berfikir kalau dia adalah pengganti Lavender, tapi dia tetap bukan putri Ouray seperti Lavender..." Pembicaraan itu akan terus mengarah ke seluruh anggota keluarga jika dibiarkan. Bukankah sifat gossip memang seperti itu? Spontan Daliah menghempas pisau yang ada di genggamannya keras-keras lalu menoleh kepada kedua pelayan muda itu dengan tatapan galak. Kedua gadis itu segera melarikan diri sebelum Daliah sempat mengeluarkan kata-kata kasar untuk memarahi mereka. 37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah mendengus. Ia kembali berbalik untuk memindahkan bubur ke dalam mangkuk lalu beranjak menuju lantai atas. Dalam waktu singkat Daliah sudah berhasil menghidangkan makanan untuk Daisy dan Daisy sangat menikmati bubur buatan Daliah sambil duduk di atas ranjang. Daliah tidak bergumam mengenai apapun, ia masih membayangkan ekspresi kedua gadis tadi saat membicarakannya. Bagaimana mungkin mereka bergosip tentang dirinya sedangkan ia masih berada di ruangan yang sama dengan mereka. "Mereka sengaja untuk membuatku marah!" Daliah berdeis. Daisy Melville segera meliriknya sambil memiringkan kepalanya beberapa waktu. Tidak lama kemudian Daisy kembali menikmati buburnya setelah bergumam. "Ada apa?" "Para pelayan itu membicarakanku dan Noah, mereka mengatakan hal-hal yang tidak senonoh." "Karena sepupuku sangat tampan. Mereka hanya iri -kurasa! Tapi mereka benar. Kebersamaanmu dengan Noah lebih banyak bila dibandingkan dengan waktumu bersamaku. Aku sempat cemburu, tapi aku juga bersuami dan tidak mungkin menghabiskan banyak waktu bersamamu. Kau dan Noah, ada hubungan apa?" "Tidak ada. Hanya berteman, sama sepertimu." "Tidak ada kata 'teman' antara laki-laki dan perempuan. Pasti akan ada perasaan nantinya. Aku mempelajari itu selama aku hidup di New Zealand. Gallion juga sering mengatakan hal seperti itu agar aku lebih berhati-hati dengan tipu muslihat laki-laki yang mengajak perempuan berteman padahal mereka hanya mencari-cari alasan untuk berdekatan dengannya secara bebas." "Berarti aku harus menjauh darinya?" "Tidak, jangan perdulikan kata orang. Bukankah kau selalu mengatakan hal seperti itu? Nikmati saja hubunganmu dengan Noah. Anggap saja seperti pacar-pacarmu yang lain." 38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Pacar yang mana?" "Kau tidak pernah pacaran?" Daliah menggeleng. "Tidak ada yang bisa menjadi kekasihku di rumah ini. Aku memang selalu bertindak sok tau kepada mendiang Lavender semasa hidupnya, tapi sebenarnya aku juga tidak tau banyak. Aku hanya mendengar cerita-cerita seperti itu dari pelayanpelayan sebelumku dan aku merekamnya baik-baik." Daisy menghentikan gerakannya dan menatap Daliah dengan pandangan tak menyangka. "Kau tidak terlihat sepolos dirimu yang sebenarnya. Aku bersumpah, kau lebih myakinkan jika memperlihatkan dirimu sebagai orang yang berpengalaman tentang cinta!" Daliah tertawa halus lalu mengibaskan tangannya, "Sepertinya banyak orang yang tertipu dengan sikapku!" "Begitulah, kurasa. Jadi kau tidak pernah merasakan cinta sama sekali?" "Sepertinya belum. Aku juga menginginkannya, tapi aku cukup tau diri. Rumah ini masih membutuhkan hatiku. Aku tidak bisa memberikan hatiku kepada orang lain sebelum tugasku di rumah ini berakhir. Dan tugas itu mungkin tidak akan pernah berakhir. Aku sudah mencintai rumah ini dan berharap untuk berada disini selamanya." "Lalu bagaimana jika orang yang kau cintai ada di rumah ini? Lebih baik, kan?" "Maksudmu Noah?" Daliah menggeleng tidak yakin. "Aku hanya pelayan, aku tau kalau kami seringkali menjadi bulanbulanan majikan seperti Olive yang sudah pensiun menjadi bulanbulanan Seks paman mendiang Lavender selagi dia masih cantik dan muda. Kami tau suatu saat itu akan menimpa kami, tapi tidak ada satupun dari kami yang boleh berharap untuk mendapatkan cinta 39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

dari majikan, kecuali jika kami keluar dari rumah ini. Dan kau tau? Aku sudah sangat mencintai rumah ini dan segala isinya sehingga ku fikir, aku tidak akan pernah bersedia meninggalkan rumah ini untuk selamanya." Lagi-lagi Daisy terperangah. "Benarkah Olive begitu? Kau tau cerita ini dari mana?" "Aku pernah melihatnya tanpa sengaja. Laki-laki itu mendatangi kamar kami dan memaksanya bercinta pada waktu itu. Aku pernah bertanya pada Olive mengenai itu dan Olive mengatakan kalau itu akan jadi hiburan jika saja ia tidak hamil. Olive juga mengatakan kalau itu bisa saja terjadi pada semua pelayan di dunia, tergantung bagaimana mereka menyikapinya..." "Ceritakan padaku lebih banyak lagi." "Sejak kapan kau jadi suka gossip?" ®LoveReads

40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 9

Finnegan ouray bermanja kepada Daliah dengan sikap jenakanya. Ia tertawa senang saat berada dalam gendongan Daliah yang mengajaknya berkeliling rumah hari ini. Finnegan sedikit berontak saat ibunya berusaha mengambil bocah itu dari dalam gendongan Daliah. Ia tidak ingin lepas dari dalam gendongan gadis itu sama sekali. "Dia masih ingin bermain!" Gumam Daliah untuk menenangkan Lawrence yang kelihatannya cemburu. Lawrence mengangguk mengerti. Daliah bukanlah orang yang dekat dengan Finnegan, bocah berusia satu setengah tahun itu sebenarnya lebih dekat dengan Janette. Jika saja Janette tidak sedang flu, Daliah pasti tidak akan datang ke kamar Lawrence untuk menggantikan Janette. "Kalian jangan terlalu memanjakannya!" "Aku mengerti. Aku tidak akan melakukannya!" "Dia harus mandi dulu, baru boleh bermain lagi." "Bolehkah aku mengajaknya berkeliling rumah lagi sebelum dia mandi? Finnegan seharusnya tidur setelah dia mandi." "Tapi dia sangat kotor!" "Dia tidak akan sakit hanya karena menunda mandi. Boleh, ya? Kurasa Finnegan belum puas dengan jalan-jalan tadi. Kau boleh bilang tidak untuk memanjakannya, tapi kau juga jangan terlalu keras pada anakmu nyonya!" "Astaga, kenapa kau mengatakan hal seperti itu. Kau tau kalau aku selalu kesulitan berkelit melawan kata-katamu!" Lawrence berdesis lalu menghela nafas penuh kekalahan. "Pergilah, bawa dia. Tapi jangan terlalu lama." "Terimakasih, nyonya!" Daliah tersenyum senang lalu memandangi Finnegan yang menatapnya. Bocah itu memperlihatkan segelintir 41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

gigi susunya yang baru tumbuh sehingga membuatnya terlihat sangat ceria. "Kita pergi sekarang tuan kecil?" Daliah membimbing tangan kecil Finnegan untuk melambai kepada ibunya lalu keluar dari kamar itu menuju lantai bawah. Daliah ingin mengajak Finnegan ke halaman untuk berjalan-jalan sejenak. Setelah sampai di halaman, Finnegan lebih aktif dari yang semula Daliah duga. Anak itu mencondongkan tubuhnya agar ia turun menyentuh rumput. Tapi Daliah tidak mengizinkannya. Finnegan mulai rewel karena keinginannya tidak dituruti. Dengan berat hati Daliah duduk di rumput dengan Finnegan di pangkuannya. Bocah itu boleh menyentuh rerumputan, tapi Daliah terus mengawasinya jika Finnegan mulai mendekatkan rerumputan yang dicabut dengan tenaga kecilnya ke mulut. Finnegan sedang dalam usia memakan apa saja yang menarik menurutnya. Daliah tersenyum sipul setiap kali melihat tawa Finnegan hadir. Selama ini ia banyak melewatkan tawa itu, selama ini hanya Janette yang menikmatinya. Daliah sangat menyayangkannya. Bunyi Klik yang samar membuat Daliah mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Spontan, tapi intuisinya benar. Noah sedang mengambil fotonya dengan ponsel lalu memamerkan hasilnya setelah laki-laki itu mendekat. Noah duduk disebelah Daliah, memindahkan Finnegan ke pangkuannya dan membelai kepalanya. Bocah itu tidak menolak. Laki-laki itu terlihat senang saat Finnegan menggenggam telunjuknya. Ia terus tersenyum hingga akhirnya sebuah teriakan keras mengagetkannya. Dengan gigi susu barunya, Finnegan meng-gigit jari telunjuk Noah dengan keras. Noah benar-benar kesakitan tapi Daliah menertawakannya. "Astaga, giginya sangat tajam!" Noah menggerutu sambil memegangi telunjuknya. Ia memandangi Finnegan yang kembali memamerkan giginya. "Kau beri makan apa dia sehingga memiliki gigi setajam hiu?" "Gigi anak kecil memang tajam. Gigi mereka lebih pipih dibandingkan dengan gigi orang dewasa. Jangan berlebihan!" Gumam Daliah 42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

sambil kembali memperhatikan ponsel Noah yang berada dalam genggamannya. Ia mendapati semua gambarnya di dalam ponsel itu, baik di ambil dengan meminta izin maupun diam-diam. "Foto yang ini, kapan kau ambil?" Noah mendekatkan tubuhnya untuk melihat Foto yang ditunjuk oleh Daliah. Foto saat Daliah menaiki tangga menuju lantai atas. Saat itu ia memanggil Daliah dari puncak tangga dan memotretnya tanpa izin begitu Daliah menoleh kepadanya. "Aku juga sudah lupa." "Untuk apa kau mengkoleksi semua fotoku? Memangnya kau suka padaku?" "Kalau iya, bagaimana?" Daliah tertawa halus sambil memandang Noah dengan tatapan yang sudah menduga. Belakangan ini Noah memang terlalu menunjukkan perasaannya dan Daliah tidak bisa menolak. Ia hanya ingin menikmatinya. "Terserah padamu, tuan muda. Seorang pelayan tidak bisa mengatur perasaan majikannya. Kami hanya bisa menyaksikan, mendengarkan dan menikmati. Tidak untuk melarang! Tapi berhatihatilah jika kau tidak ingin nama baikmu tercemar karena berkencan dengan seorang pelayan!" "Memangnya kita sedang berkencan?" "Tidak-Tapi pelayan yang lain mengira seperti itu. Bahkan Bethoven dan Lawrence. Semua orang di rumah ini menduga kalau kita memiliki hubungan khusus." "Lalu kau mengatakan apa untuk membela diri?" Daliah menggeleng. Ia tidak mengatakan apa-apa karena tidak ada seorangpun yang bertanya langsung mengenai hal itu kepadanya. "Kau keberatan jika aku menyukaimu?" "Aku tidak punya alasan untuk keberatan sebagai..." 43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Sebaga seorang pelayan?" Noah menatap Daliah penuh harap. Ia meminta kepada Tuhan agar Daliah mengatakan bahwa dia tidak punya alasan untuk menolak karena Daliah seorang wanita yang membutuhkan cinta. Tapi anggukan Daliah membenarkan kalau dirinya masih memberi batas antara mereka berdua. Seorang pelayan dan majikan meskipun mereka sudah berteman. Noah menghela nafas kecewa, terlebih saat Daliah berdiri meninggalkannya dan menyongsong Bethoven yang berjalan menuju ke arahnya. Dengan perasaan linglung Noah mendekat dan memandangi mereka. Bethoven menyapa Finnegan, putranya lalu menyentuh puncak kepala Daliah untuk mengucapkan terimakasih karena sudah menjaga anaknya hari ini. Bocah itu mengulurkan tangan kepada ayahnya untuk digendong dan Daliah memberikan Finnegan kepada Ayahnya.Seharusnya Bethoven segera pergi setelah mendapatkan anaknya. Tapi laki-laki itu mengajak Daliah mengobrol tanpa mengikut-serta-kannya seolah-olah mereka sedang membicarakan urusan keluarga. Padahal Noah tau benar bahwa yang mereka bicarakan adalah urusan kantor. Mengapa Bethoven membicarakan hal seperti itu kepada Daliah? Mengapa tidak kepada istrinya? "Ah, ya. Sangat banyak teman-teman di kantor yang menanyakan dirimu." Bethoven bergumam sambil menimang-nimang Finnegan yang berada dalam pelukannya. "Di pesta itu kau cukup menonjol. Semua laki-laki normal yang belum menikah menanyakanmu beserta kemungkinan untuk membawamu keluar dari rumah ini." "Aku tidak akan keluar dari rumah ini!" "Berarti kau tidak mau menikah? Seharusnya kau mencari kehidupan yang baik dan menyenangkan. Di keluarga ini, hanya kau yang belum menikah." "Aku bukan keluarga di rumah ini, Beth!" "Kau dan Lavender dibesarkan bersama, saat Lavender tidak ada lagi di dunia ini maka kau yang mengambil alih tempatnya di hati semua 44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

orang. Baik ayah maupun Lawrence mulai mengistimewakanmu. Sekarang bagaimana bisa kau mengatakan bahwa dirimu bukan keluarga di rumah ini?" "Tapi aku tidak mungkin menikah dengan teman sekantormu. Kau sedang berusaha menjadi Mak comblang, ya?" "Tidak, bukankah kau sudah memiliki hubungan dengan salah seorang teman sekantorku?" Bethoven mengelak sambil melirik Noah yang berdiri di dekat mereka. Noah tidak menyangka kalau Bethoven akan mengatakan itu. Ia menoleh kepada Daliah yang juga memandangnya dengan tatapan heran. Saat mata mereka saling beradu, jantung Noah hampir saja melompat keluar. Ia menghirup udara sebanyak yang dia bisa. Apa ini? Mengapa dunia berhenti berputar tiba-tiba? Kami sudah berpandangan terlalu lama, kan? Gumam Noah dalam hati. ®LoveReads

Noah memegangi kepalanya dengan geram. Ia tidak mengerti mengapa dirinya sangat ingin menyaksikan video itu sekali lagi setelah sekian lama benda itu tidak di sentuh olehnya. Semenjak Noah menyadari kalau hatinya sangat membutuhkan Daliah, Noah tidak pernah lagi memutar video tentang perlakuan Seth pada gadis itu. Tapi entah mengapa ia ingin menyaksikannya lagi. Daliah memang sangat menggairahkan dan Noah tidak bisa memungkiri kalau gairahnya terpacu mendengar rintihan kenikmatan dari mulut-nya. Tapi bukan hanya itu, Noah juga bersumpah kalau saat ini ia sangat ingin mendatangi Seth di New Zeeland dan membunuhnya karena laki-laki itu telah menyetubuhi wanita pujaannya.

45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Noah sangat membenci Seth tapi Seth tidak bisa dipersalahkan. Ia juga memprovokasi Seth malam itu dan sekarang Noah sangat menyesalinya. Dengan gusar Noah mengambil remote televisi dan membuat Home Video yang membakar amarah serta gairahnya secara bersamaan berhenti menyala. Ia ingin berada di sisi Daliah hari ini. Ingin Daliah berada dalam dekapannya, ingin gadis itu meritih hanya untuknya. Tapi ia sama sekali tidak memiliki alasan untuk itu. Sepertinya Noah harus berusaha keras mencari alasan agar Daliah bisa berlama-lama di kamarnya. Tapi hal apa yang bisa menjadi alasan yang tepat? ®LoveReads

46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 10

"Kurasa kau harus memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasti sesuatu telah terjadi padamu. Kau tau tidak kalau wajahmu sangat pucat. Aku sangat khawatir!" Daisy bergumam lemah saat ia menemani Daliah di dapur. Gadis itu sedang memerintah para pelayan muda untuk segera menyiapkan makan siang karena waktunya sudah semakin tipis. Lima orang pelayan lain selain dirinya sibuk mengerjakan semua perintahnya dengan terburu-buru dan berhasil menyelesaikan tugas mereka dengan cepat. Setelah itu Daliah memerintahkan mereka semua untuk menghidangkan makanan-makanan itu ke ruang makan sebelum ia berpindah ke ruang tengah untuk menjawab pertanyaan Daisy yang terus mengikuti langkahnya. Daliah memandang Daisy yang duduk di sampingnya lalu menggenggam tangannya. "Aku juga berfikir begitu. Aku belum datang bulan lagi. Padahal sudah lewat dua minggu dari jadwal yang seharusnya." "Karena Stress?" "Mungkin, bulan lalu aku hanya datang bulan dalam semalam. Sekarang malah tidak sama sekali. Tapi apa hal yang bisa membuatku tertekan? Rumah ini baik-baik saja, kan?" "Mungkin Gosip para pelayan itu tentangmu dan Noah!" Daliah menggeleng. Hal itu tidak akan membuatnya terlalu stress untuk mengacaukan siklus datang bulannya. "Setelah makan siang hari ini aku akan ke rumah sakit. Kau mau ikut? Sekalian kita memeriksakan dirimu." "Boleh, kurasa sekarang memang saatnya. Aku tidak bisa menundanunda keanehan ini lebih lama lagi. Aku takut mengidap penyakit parah." 47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Dally!" Janette dengan anggunnya menyapa Daliah lalu merendahkan tubuhnya memberi hormat kepada Daisy. Setelah segala sikap hormatnya selesai, Janette kembali berbicara kepada Daliah dengan nada suara yang sopan. "Aku sudah memanggil semua anggota keluarga untuk makan siang, semuanya akan segera berkumpul. Tapi, Tuan Muda Noah memintamu mengantarkan makan siang ke kamarnya. Hanya itu." "Terimakasih, Jane! Kau punya pekerjaan lain?" "Seharusnya aku mengajak Finnegan bermain, tapi sepertinya dia sedang tidur." "Kalau begitu kau bisa bantu aku menyiapkan makan siang untuk Tuan Muda itu?" "Ya, aku akan segera menyiapkannya dan membawanya kemari!" Janette lalu kembali mengundurkan diri dengan lagak yang sangat terhormat lalu menghilang. Daliah menghela nafas bingung. Ini pertama kalinya Noah tidak makan siang di meja makan. Apa yang terjadi padanya? Dia sedang sakit? Tapi pagi ini saat Daliah membersihkan kamarnya mereka mengobrol seperti biasa. Daliah sedikit terganggu dengan perasaan khawatir yang entah datang dari mana. "Tenanglah, dia akan baik-baik saja." Daisy mulai menggoda. "Kau sangat khawatir?" "Tidak." "Jangan membohongiku. Aku juga pernah jatuh cinta." "Ah, ya. Aku menyerah jika sudah menyangkut pengalaman cintamu yang tidak ku tau." "Bagaimana perasaanmu padannya?" Daliah angkat bahu lalu berdiam diri beberapa lama. Ia sedang memikirkan jawabannya. 48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Lalu, "Aku simpati. Mungkin seperti itu. Dia menyenangkan dan aku merasa nyaman saat bersamanya. Tapi aku belum sampai di taraf merelakan hidupku untuknya seperti yang mendiang Lavender pernah lakukan untuk suaminya yang sekarang menjadi suamimu." "Ya, tapi untuk mencintai juga butuh hidup. Kau ingin menikah dengannya? Jika menikah dengannya kau akan tetap berada di rumah ini. Ku rasa tidak akan ada seorangpun yang tidak menyetujuinya." "Aku juga berfikir begitu. Aku sedang mencoba..." Dan kata-kata Daliah terputus begitu melihat Janette sudah siap dengan nampan yang penuh dengan makanan yang diletakkannya di atas meja. Ia memandangi Janette sejenak lalu meminta gadis itu kembali ke dapur. Daliah bangkit setelah mengambil alih nampan yang berada di atas meja dan tersenyum kepada Daisy sejenak. "Sekarang pergilah ke ruang makan. Aku akan mengantarkan ini dulu." Daliah tidak butuh jawaban dari ungkapannya itu. Ia melangkah menuju kamar atas dengan langkah cepat yang cukup penuh perhitungan. Begitu sampai di depan pintu, Daliah baru sadar akan sesuatu. Kedua tangannya tidak bisa di gunakan untuk mengetuk pintu. Terlalu penuh. Harusnya ia mengajak Janette untuk mengantarkan makanan ini tadi. Daliah mendengus, ia harus bersikap tidak sopan dengan menendang pintu kamar Noah beberapa kali. Tidak perlu waktu lama karena Noah segera membukakan pintu untuknya. "Masuklah!" Daliah mengangguk mendengar perintah itu.Ia meletakkan makanan di atas meja kaca yang berhadapan dengan sofa dan Home Theatre lalu berdiri tegak. "Ada lagi yang perlu kulakukan untukmu?" "Temani aku makan." Daliah menghela nafas penuh pengertian. 49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ia mempersilahkan Noah untuk duduk lebih dulu sebelum Daliah berakhir di sebelah Noah. Laki-laki itu mulai menyuap makanannya dengan cepat, ia terlihat sangat terburu-buru untuk beberapa saat lalu menoleh kepada Daliah secara tiba-tiba. "Kau sudah makan?" "Kami makan setelah semua majikan selesai makan!" "Kalau begitu makanlah bersamaku!" "Aku hanya membawakan satu porsi makanan untukmu. Makanlah, Aku akan duduk tenang disini." "Aku tidak akan tenang jika kau hanya berdiam diri." Noah kembali menyuap makanannya dalam suapan-suapan besar dan menyelesaikan makan siangnya dengan sangat cepat. Dalam waktu singkat Noah sudah mendorong piringnya untuk menjauh sebagai pertanda kalau perutnya sudah penuh. Ia memandangi Daliah sejenak, tangan Daliah sedang memperhatikan sebuah kotak video yang terbuat dari plastik berwarna hitam. Video itu... "Dark Heaven? Ini Video apa? Film?" Dengan cepat Noah mengambil Kotak Video itu dan menggantikannya dengan tangannya. Noah segera menyembunyikan benda itu di bawah meja lalu menggenggam tangan Daliah dengan kedua tangannya. Daliah menatapnya tak percaya. "Aku sudah pernah bilang, kan? Tidak ada seorangpun yang boleh menyentuh barang pribadiku tanpa izin harusnya kau meminta izin dulu padaku." "Maaf. Aku tidak tau kalau itu termasuk ke dalam barang pribadi. Apa isinya?" "Film seks!" Pipi Daliah memerah, ia menyentuh pipinya dengan satu-satunya tangan yang bebas dari genggaman Noah. "Kalau begitu jauhkan dariku!" 50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kenapa? Kau tidak suka dengan Seks?" "Kita tidak akan membahas tentang Seks, kan?" Noah tersenyum, ia sedang berusaha menggoda Daliah saat ini dan sepertinya Daliah mulai terpengaruh hanya karena Noah mengatakan dalam jenis apa isi dari benda itu. "Aku bercanda, itu bukan film Seks seperti yang kau fikirkan. Hanya salah satu rekamanku saja. Kau belum pernah..." "Kau sedang memancingku? Aku tidak akan memaafkanmu bila..." Daliah membeku. Tanpa ragu Noah mengulum bibirnya dan menjejalkan lidah ke dalam mulunya. Daliah benar-benar terpaku tidak mengerti harus melakukan apa-apa. Ia bahkan tidak tau bagaimana cara menikmatinya. Butuh waktu lama bagi Daliah menyadari kembali bahwa ia akan menyesal jika membiarkan Noah melakukan hal yang lebih dari itu. Noah sudah menunjukkan ciri-cirinya, tangan-tangan Noah sedang menjelajahi setiap ruas tubuhnya dan Daliah bisa merasakan tubuhnya yang mulai panas. Ini belum waktunya Daliah menyerahkan dirinya untuk seseorang. Daliah segera menggeliat, berusa melepaskan diri dan ia berhasil. Dengan sedikit keras Daliah berdiri dan menjauh dari Noah, ia mendekati pintu lalu memandang Noah dengan tatapan penuh permintaan maaf. "Aku belum siap dengan itu. Aku minta maaf!" Dan Daliah segera pergi. Ia menuruni tangga dengan cepat dan kembali ke kamarnya. Perasaannya pedih, entah mengapa. Karena membiarkan seorang laki-laki menjamah tubuhnya? Daliah berusaha menghapus airmatanya. Ia tidak sanggup untuk melakukan itu hari ini, ia tidak siap untuk menjadi pemuas nafsu majikan seperti Olive meskipun Daliah tau dirinya tidak biasa berbuat apa-apa untuk menolak. ®LoveReads

51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 11

"Aku kira tidak akan jadi!" Daisy menggerutu di dalam taksi saat mereka sedang melaju menuju suatu tempat. Daliah terlalu memakan banyak waktu untuk berdiam diri di kamarnya. "Apa yang terjadi padamu? Apa yang Noah lakukan?" "Tidak, bukan apa-apa. Aku hanya terlalu sensitif hari ini. Kita akan kemana? Sepertinya bukan ke rumah sakit, Rumah sakit tidak lewat sini." "Kita ke dokter praktek. Ke rumah sakit akan memakan waktu karena kita akan diperiksa oleh dokter yang berbeda. Kau ke spesialis penyakit dalam dan aku ke kandungan. Lebih baik kalau kita ke dokter praktek saja. Kita akan ke klinik kecil dan..." Taksi berhenti. Setelah memakan waktu cukup singkat di jalanan pada akhirnya mereka sampai ke sebuah klinik kecil yang cukup ramai. "Kita sudah sampai." "Ternyata dekat dengan rumah!" "Karena itu aku lebih memilih datang kemari. Rex yang memberi tahuku. Rumah sakit sangat jauh dari rumah. Lagi pula antrian di rumah sakit akan lebih panjang dari di klinik ini. Sekarang ayo turun!" Daliah mengangguk, mereka memasuki klinik setelah membayar taksi dan Daisy mendaftarkan nama mereka bersamaan. Tidak butuh waktu lama untuk mengantri, giliran mereka akhirnya tiba. Daisy masuk lebih dulu dan di periksa lebih dulu. Setelah itu barulah giliran Daliah tiba. Daliah merasa sangat gugup, entah mengapa. Ia tidak mengerti dengan apa yang dirasakannya saat itu kecuali rasa takut akan mendapat hasil yang buruk. Ia merasa semakin buruk begitu melihat perawat berbisik kepada dokter wanita yang menangani mereka. Dengan senyum sang dokter mengungkapkan 52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

berbagai kemungkinan penyakit yang bisa saja Daliah idap, termasuk kemungkinan jika Daliah mengandung. Daliah diminta untuk tes berkali-kali, dengan berbagai alat, ia bahkan juga melakukan tes urine demi mengetahui hasilnya sekarang juga. Mereka tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui hasilnya. Dengan perasaan galau Daliah menyimak segala ucapan dokter. "Hasilnya positif, anda sedang mengandung janin berusia lima minggu, sedang memasuki minggu ke enam." Dan untuk ungkapan itu Daliah hanya bisa termenung. Tapi dia masih perawan, bagaimana mungkin dia bisa mengandung. Apa yang harus dilakukannya? Daliah menoleh kepada Daisy yang tampak sa ma terkejutnya. Daisy pasti mengerti dengan apa yang ada di fikiran Daliah saat ini. Kemungkinan kehamilannya sama sekali tidak mungkin terjadi, sangat mustahil. "Dokter, bagaimana mungkin temanku bisa mengandung sedangkan dia masih perawan?" Daisy bertanya dengan nada lembut. "Memang mustahil untukmu mengandung tanpa kehilangan keperawanan sama sekali kecuali melalui Tekhnologi canggih yang sedang banyak digandrungi saat ini. Bagaimana jika kita periksa sekali lagi?" Daliah menghela nafas berat. Ia menjalani segala pemeriksaan ulang itu dengan perasaan hampa. Kali ini Dokter tidak langsung mengumumkan hasilnya. Ia meminta Daliah dan Daisy menunggu di luar. Mungkin ia sedang mendiskusikan sesuatu, atau Dokter sedang mendahulukan pasien lain yang sudah lama menunggu. Karena itu Daisy dan Daliah memutuskan untuk kembali duduk di bangku tunggu. Keduanya termenung. Daisy menoleh kepada Daliah yang pucat pasi beberapa waktu. Dengan lembut Daisy menyentuh tangannya dan menggenggamnya erat demi menghilangkan ketakutan Daliah. Daliah menghela nafas lagi. "Kau tidak usah khawatir." Gumam Daisy menenangkan. 53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Bagaimana mungkin aku bisa hamil? Aku bahkan tidak ingat pernah melakukan sesuatu! Aku hanya pernah berciuman, ciuman saja tidak akan menyebabkan kehamilan, kan?" "Yah, itu! Ciuman itu. Apa benar laki-laki di pesta itu hanya menciummu?" "Seingatku iya. Aku tidak bisa mengingat apa-apa. Aku bahkan tidak lagi mengingatnya jika bukan karena kejadian hari ini." Daliah menahan ringisannya. Ia hampir menangis, tapi masih berusaha ditahannya dengan sekuat tenaga. "Bukankah malam itu kau sangat mabuk? Bagaimana jika dia melakukan sesuatu padamu tanpa kau menyadarinya. Kau tau kenapa aku berada di halaman belakang waktu itu? Karena aku mendengar teriakanmu. Aku menyesal memerlukan waktu lama untuk meyakinkan diri kalau aku harus ke halaman belakang untuk melihat apa yang terjadi. Jika saja aku tidak berfikir terlalu lama, aku pasti bisa menyelamatkanmu, kan?" "Kau yakin? Malam itu telah terjadi sesuatu kepadaku?" "Aku rasa itu saat yang tepat. Jika benar usia kandunganmu enam minggu, maka kau bisa menghitung ke belakang, enam minggu yang lalu pesta pernikahanku diadakan. Hanya saat itu kau tidak sadarkan diri, kan? Kau tidak pernah bertindak tidak sadar setelah pesta itu, bukan?" Daliah merasa sesak. Daisy benar dengan logika-logika yang disampaikannya. Dengan kegugupan yang semakin memberat Daliah menggenggam tangan Daisy erat. Ia memejamkan mata berharap hasilnya tidak benar. Dia tidak sedang mengandung seperti diagnose dokter. Semoga saja dokter itu salah. "Nyonya Daisy Curthberth. Anda diperkenankan masuk ke ruangan dokter." 54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Panggilang dari perawat itu membuat Daliah menggigit bibirnya kuat. Ia kembali memasuki ruangan dokter dengan langkah yang sangat pelahan. Saat Daliah menatap Wajah dokter beserta dengan pandangannya, Ketakutan Daliah semakin bertambah. Ia akan mendengarkan kabar buruk. Itu firasat yang dirasakannya saat ini. "Hasilnya tetap sama. Anda positif mengandung janin berusia enam minggu!" ®LoveReads

Daliah menyuap sarapannya dengan perasaan galau ia sudah banyak menangis kemarin sore. Sekarang yang tersisa hanya perasaan tidak menyangka yang berlipat ganda. Ia sedang mengandung. Itu nyata dan dokter sudah memeriksanya berkali-kali. Hasilnya tetap sama. Daisy bahkan membawanya kepada dokter lain untuk memeriksakan kehamilan Daliah. Hasilnya positif. Daliah menyentuh perutnya. "Sayang sekali, Nona. Tidak seperti dugaan anda. Selaput dara anda sudah robek dan..." Air mata itu menetes dalam. Daliah merasa sakit saat menyadari bahwa ia kehilangan keperawanannya tanpa diketahuinya. Ia bahkan tidak bisa mengingat apa-apa selain sebuah ciuman. Daliah juga tidak mungkin berharap untuk menemukan ayah dari bayi yang dikandungnya dan meminta laki-laki itu menikahinya. Kehamilannya juga membuatnya kehilangan banyak harapan. Harapan untuk tinggal selamanya di rumah ini. Tidak akan ada yang memaafkan kehamilannya, Ouray berisi orang-orang taat yang mengharamkan perzinahan. Ia pasti akan segera diusir jika orang-orang tau kalau ia mengandung tanpa tau siapa yang menghamilinya. Daliah menyeka air matanya dan meminum air putih sebanyak-banyaknya. Daliah ingin tenang, ia tidak ingin merasa galau seperti yang dirasakannya sejak kemarin. 55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kenapa kau menyuruh Janette yang membereskan kamarku?" Noah tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya. Daliah menengadah menatap Noah yang bertolak pinggang di hadapannya. Laki-laki itu segera duduk di kursi terdekat dengan Daliah lalu mengenggam tangannya. Daliah segera menarik tangannya dari genggaman Noah, dia sudah membuat Noah kecewa. "Kau marah padaku karena kelakuanku kemarin siang? Aku minta maaf, Aku memang terbawa suasana karena aku menginginkanmu. Kau tidak pernah menolak perasaanku karena itu aku berani melakukannya." "Aku sudah kehilangan harapan untuk mencintaimu!" bisik Daliah. Ya, dia kehilangan harapan untuk mencintai Noah. Ia fikir, perasaan itu akan segera timbul, tapi kehamilannya menghancurkan harapannya. Ia tidak mungkin meminta Noah bertanggung jawab akan kehamilannya, kan? Jika Noah tau, laki-laki itu tidak akan sudi meliriknya lagi. "Aku bersalah, aku tidak akan melakukannya lagi jika kau tidak menginginkannya." Daliah mendengus, Noah masih mengira kalau dirinyalah penyebab perasaan kacau yang Daliah miliki saat ini. Noah tidak ada sangkut pautnya dengan ini dan Daliah tidak akan sanggup melihat Noah terus menyalahkan dirinya sendiri. "Ini hari libur, kan? Sebaiknya kau berjalan-jalan saja keluar rumah!" "Kau tidak bisa memaafkanku?" Daliah tidak berkata apa-apa. Ia memang tidak tau harus mengata-kan apa tidak ada yang perlu dimaafkan, sekali lagi ia meyakini kalau Noah tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan yang dialaminya. "Aku tidak bisa kehilanganmu dengan cara seperti ini!" "Pergilah, Tuan Muda. Maaf kalau saya bertindak kasar, tapi hal ini sangat sulit untuk..." "Baik, aku akan menunggumu di kamarku. Aku bersumpah tidak akan keluar dari sana jika kau tidak datang dan mengatakan kalau 56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

kau memaafkanku!" Noah melangkah kesal secepat mungkin menuju ke lantai atas. Ia terlihat sangat emosional dan berhasil membuat Daliah menyesal. Daliah berdiam diri di sana dengan tatapan kosong. Noah sepertinya sangat mencintai Daliah dan itu terlihat sangat tulus. Apa yang harus Daliah lakukan setelah ini? Ia tidak bisa merahasiakan kehamilan ini selamanya. Itu artinya Daliah harus segera keluar diri rumah ini. "Dally, benarkah kau akan ke New Zealand?" Janette membuyarkan lamunannya. Daliah menoleh kepada Janette sejenak, ia tidak mengerti dengan apa yang Janette katakan. Daliah tidak pernah berencana untuk pergi ke New Zeeland. Tapi begitu melihat Daisy yang berdiri di belakang Janette memberikan isyarat agar ia menjawab pertanyaan itu dengan anggukan, Daliah menyentuh kepala Janette dengan sedih. "Ya, sayang. Aku akan kesana sementara." "Itu artinya aku harus menggantikanmu selama kau berada disana?" "Sepertinya begitu." "Mereka tidak akan menurut padaku, aku masih terlalu muda untuk menggantikan posisimu!" "Tapi kau lebih tegas bila dibandingkan denganku. Kau pasti bisa, percayalah!" Janette menatap Daliah dengan pandangan Sedih. Gadis kecil itu takut kehilangan Daliah yang merupakan satu-satunya orang yang paling dekat dengannya. Saat itu mata Janette berkaca-kaca, ia hampir menangis di hadapan Daliah jika saja Janette tidak segera minta izin untuk mengurusi Finnegan. Daliah tau itu hanya alasan. Janette mungkin sedang mencari tempat ternyaman untuknya menangisi rencana kepergian Daliah yang Daliah sendiri tidak tau. ®LoveReads 57 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 12

"Benarkah aku akan ke New Zeeland?" Daliah bertanya kepada Daisy yang mengajak Daliah berbincang-bincang di kamarnya. Sepertinya pembicaraan tentang kepindahannya kali ini akan dibicarakan dengan serius. Daisy bahkan membawa Rex ikut serta untuk berbagi perbincangan dengan mereka. Daisy merangkul bahunya lalu tersenyum. "Itu cara teraman untukmu menyembunyikan kandunganmu. Aku tau kalau kau sangat mencintai rumah ini. Jika kau terusir karena ketahuan mengandung, maka kau tidak akan pernah kembali lagi kesini, kan? Aku sudah mendiskusikannya dengan suamiku. Dan dia memutuskan agar kau dan aku bisa ikut ke New Zeeland. Kau akan mengalami masa-masa kehamilan yang nyaman disana. Setelah bayimu lahir, kau bisa kembali lagi kemari. Dan bayimu bisa saja kita titipkan di panti asuhan untuk sementara waktu." Daliah menoleh kepada Rex yang sejak tadi berusaha untuk tidak memandangnya dengan sorot penuh rasa kasihan. "Panti asuhan?" "Kami bisa mengambilnya kalau kau tidak tega meninggalkan bayimu di panti asuhan." Rex mengucapkan kata-kata itu sambil tersenyum. Kemudian Rex menoleh kepada Istrinya meminta persetujuan. Daisy mengangguk dengan semangat. "Aku juga ingin punya anak. Kami akan mengadopsinya setelah dia lahir. Karena itu, sebaiknya kau ikut kami ke New Zeeland." "Walau bagaimanapun akhirnya tetap sama? Aku harus pergi. Apakah aku tidak memiliki pilihan lain selain pergi? Aku tidak bisa meninggalkan rumah ini." "Mencarikanmu suamipun akan tetap mengeluarkanmu dari rumah ini." 58 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, suamiku benar! Kecuali bila kau menikah dengan orang yang berada di rumah ini." "Mana mungkin." Rex terdengar tidak setuju dengan pendapat istrinya. "Tidak ada seorangpun yang bisa menikahinya di rumah ini. Semua laki-laki di rumah ini sudah menikah." "Ada satu orang yang belum." Daisy berdesis Licik. "Noah!" "Noah? Kau ingin sepupumu menikah dengan Daliah?" "Kenapa? Noah terlihat sangat mencintai Daliah. Kita semua tau itu." "Dia tidak akan menerima kehamilanku." Daliah melemah. Noah tidak mungkin bisa menerima anak yang berada di dalam kandungannya. "Kalau begitu jangan katakan padanya kalau kau sedang mengandung saat ini. Kau bisa saja tidur dengannya dan mengatakan kalau yang berada dalam kandunganmu adalah anakknya. Dia pasti akan menikahimu dan kau bisa hidup tenang..." "Sayang," Rex memotong ucapan Daisy dengan cepat. "Ini keterlaluan, menipu Noah sama saja dengan menjerumuskannya. Aku rasa Daliah tidak akan mau berbuat seperti itu!" Daisy menghela nafas berat lalu menoleh kepada Daliah dengan diiringi tatapan yang sangat dalam. "Itu terserah padamu. Kau hanya perlu mendatangi Noah di kamarnya malam ini atau berangkat dengan kami ke New Zeeland besok pagi. Aku sudah menyiapkan semuanya hari ini juga dan ku harap kau bisa mengambil keputusan yang tepat." ®LoveReads

Noah termenung dalam menatap jendela kamarnya dari tempat tidur. Ini adalah hari keduanya mengurung diri di kamar dan besok akan 59 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

jadi yang ketiga. Noah sudah mengorbankan banyak hal untuk mendapatkan maaf dari Daliah, menarik perhatiannya dengan berbagai cara dengan memanfaatkan pelayan lain, bahkan memanggil Daliah secara langsung untuk membersihkan kamarnya. Gadis itu tetap tidak perduli dan Noah sangat kecewa. Padahal Noah berfikir bahwa upayanya untuk mengambil hati Daliah sudah diambang pintu, tapi ternyata dia sudah salah. Mendapatkan Daliah tidak semudah mendapatkan gadis lainnya. Helaan nafas putus asa menutup harinya malam ini. Meskipun baru jam delapan malam, Noah sudah tidak ingin membuka mata lagi. Tidak mengantuk, dan tidak juga bisa tidur, Noah hanya ingin memaksakan dirinya memejamkan mata saja. Seandainya Daliah datang ke kemarnya malam ini dan, Noah tidak akan mengharapkan interaksi yang lebih. Cukup Daliah datang untuk membersihkan kamarnya seperti biasa. Tapi pagi ini dia menyuruh Janette lagi dan gadis kecil itu sangat pendiam. Ia mengerjakan tugasnya tanpa bicara, tidak seperti yang seringkali Daliah lakukan. Bunyi ketukan pintu membuat Noah bermalas-malasan beringsut mendekat ke pintu. Noah tidak membukanya langsung. Ia bertanya tentang siapa yang mengetuk pintu kamarnya dengan suara lantang. Tidak ada jawaban. Dengan perasaan geram Noah membuka pintu, agak sedikit kasar dan menyesal. Karena ternyata yang berdiri di depan pintu kamarnya adalah Daliah. Gadis itu menatapnya sejenak lalu menunduk. Sangat kikuk. "Kau." Noah disesaki perasaan senang. Daliah datang untuknya? "Kau datang untuk memaafkanku, kan?" Daliah mengangguk. "Aku sudah cukup dengan itu. Aku sangat senang, kau tau?" "Boleh aku masuk?" Noah menelan ludahnya. 60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Suara Daliah terdengar parau, meresahkan hatinya. Ia kembali digelayuti perasaan heran. Tapi Noah tidak mungkin membiarkan Daliah berdiri terlalu lama di depan pintu. Gadis itu tidak boleh lelah, atau ia tidak akan memaafkan dirinya jika kaki Daliah kejang karena berdiri terlalu lama. "Ya, masuklah!" Daliah melangkah ragu ke dalam kamar. Ia duduk di atas ranjang dengan sangat kikuk. Kepalanya masih menunduk. Daliah membuat Noah menahan nafas, biasanya ia tidak akan mendekat ke ranjang kecuali untuk membersihkannya. Tapi hari ini gadis itu menjadikan ranjang sebagai sasaran utamanya? Noah segera mendekat, duduk di samping Daliah dan memandangnya. Gadis itu terlihat murung. "Ada apa? Apa yang terjadi? Kau tidak tulus memaafkanku?" Daliah menghela nafas dan mengangkat wajahnya. Menatap Noah adalah pilihan selanjutnya yang sangat berat. Daliah sangat ingin membuang wajahnya ke arah lain, tapi ia harus menahan diri untuk terus menatap wajah Noah yang juga sedang menatapnya "Kau serius dengan cintamu padaku?" "Sangat. Aku sangat serius. Tapi jika kau tidak suka, kau boleh mengatakannya." "Aku tidak suka!" Noah menggigit bibirnya kecewa. "Berhentilah menyukaiku, Noah." Daliah berdiam diri sejenak karena kebungkaman Noah yang tidak berakhir. Ia akan menipu Noah dan untuk itu Daliah tidak ingin membiarkan Noah terus menyukainya. Dia tidak berhak mendapatkan perasaan tulus itu sama sekali. Dengan berat hati Daliah menanggalkan kemejanya dan membuat Noah terperangah. Gadis itu pada akhirnya membuat seluruh tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun. Noah tidak mengerti dengan pemikiran Daliah. Dia melarang Noah menyukainya tapi Daliah menggodanya dengan cara ini? Atau Daliah menginginkan Noah 61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

mengubah perasaan sukanya menjadi cinta? Noah menatap wajah Daliah dengan ekspresi tak percaya. Jelas-jelas Daliah terlihat sangat malu. Wajahnya memerah dan ia berusaha menahannya. Gadis itu duduk di sebelah Noah masih dengan perasaan kikuk. Ia melipat tubuhnya secara apik sehingga beberapa bagian penting di tubuhnya tidak terlihat dengan jelas. Tidak pernah terdengar ucapan apapun lagi, karena memang tidak ada seorangpun diantara mereka yang berbicara. Noah hanya mengikuti Naluri saat ia mencium Daliah dengan sangat perlahan, mencoba untuk tidak terburu-buru hingga akhirnya mereka benar-benar terkapar. Noah sudah menakhlukkan Daliah dan ia hampir gila mendengar rintihannya. Tapi suara-suara Daliah terdengar sangat sedih. Di tengah kenikmatan yang Noah dapatkan dari Daliah juga diiringi perasaan yang disayat-sayat karena rintihan yang menyedihkan itu. Daliah sendiri juga terluka. Terluka karena ia sudah berfikir untuk memanfaatkan Noah demi mempertahankan keberadaannya di rumah itu. Ia mengikuti ide Daisy untuk mendatangi kamar Noah dan bercinta dengannya malam ini. Daliah tidak bisa membohongi diri kalau ini adalah saat pertamanya ia merasakan kenikmatan meskipun bukan kali pertamanya Daliah membiarkan seorang laki-laki menyetubuhinya. Tapi perasaan yang pertama ini sangat membuat hatinya pedih, ia berusaha menahan taingisannya agar tidak keluar, namun buliran air mata itu sama sekali tidak bisa dicegah. Daliah merasakan jemari Noah menyeka air matanya. Laki-laki itu tersenyum berusaha menenangkannya dengan sebuah belaian lembut di kepalanya. Daliah benar-benar merasa dikasihi, merasa diperdulikan. Perlahan-lahan rasa perih di hatinya berkurang dan ia mulai bisa menikmati semuanya. Daliah tidak percaya karena pada akhirnya ia berubah menjadi jenis pelayan yang sangat dihindarinya seumur hidupnya. 62 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Pelayan yang memuaskan nafsu majikannya. Tapi kali ini Daliah mengerti bagaimana perasaan Olive yang mengasuhnya waktu itu. Di saat-saat seperti inilah, orang-orang seperti mereka merasa dicintai seumur hidupnya. Meskipun perasaan seperti itu semu dan mereka tidak pantas mendapatkannya. Mereka bergelut cukup lama, hingga akhirnya Noah tertidur karena lelah. Daliah membekap mulutnya kuat-kuat agar tangisannya tidak mengganggu tidur Noah sama sekali. Sepertinya Daliah tidak akan sanggup menipu Noah untuk menikahinya dan bertanggung jawab pada bayi yang bukan darah dagingnya. Sepertinya Daliah akan pergi ke New Zeeland mengikuti Daisy. Menghilang dan memulai kehidupan lain lebih baik bila dibandingkan dengan menjalani kehidupan yang sama tapi penuh dengan tekanan. "Malam ini biarkan saja menjadi hadiah, karena kita tidak akan bertemu dalam waktu yang sangat lama. Saat aku kembali, mungkin kau sudah memilih wanita lain sebagai pendamping hidupmu." Bisik Daliah kepada Noah yang terlelap. Laki-laki itu tersenyum dalam tidurnya. Sangat damai. ®LoveReads

63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 13

Satu buah koper nyaris penuh. Daliah masih berusaha menjejalkan pakaiannya disana dengan lemah. Tapi ia harus bergerak cepat karena masih banyak pekerjaan lain yang menunggunya. Daliah menarik keluar satu buah koper lagi untuk barang-barangnya yang lain. Selama tinggal di rumah ini, Daliah memang tidak begitu suka mengoleksi banyak benda yang tidak berguna. Ia hanya membeli barang-barang yang sesuai dengan kebutuhannya. Jam Sembilan keberangkatannya ke new Zeeland. Ia harus mengejar waktu secepat mungkin. Tertidur di kamar Noah membuatnya bangun kesiangan dan Daliah yakin ia akan segera menjadi gossip hangat diantara para pelayan yang melihatnya keluar dari kamar Noah dalam keadaan kusut. Seharusnya Daliah tidak perlu memperdulikan ucapan orang lagi. Bukankah ia akan segera pergi? "New Zeeland?" Suara lantang diiringi bunyi pintu yang dibuka dengan paksa mengejutkan Daliah. Ia menoleh ke pintu kamar kecilnya dan mendapati Noah berdiri disana dengan tatapan tak menyangka. Noah sudah tau, pagi ini dia mengikuti sarapan bersama anggota keluarga lain seperti biasa dan kepindahan Daliah pasti menjadi bahasan disana. "Kau tidak mengatakan kepadaku akan pegi ke New Zeeland!" Noah semakin berang. Ia mendekati Daliah hingga jarak diantara mereka sangat dekat. Noah sangat tidak menyangka dengan keputusan ini, ia ingin memeluk Daliah dan memintanya jangan pergi, tapi keingintahuannya mengalahkan segalanya. Noah ingin mendengar jawaban langsung dari mulut Daliah tentang kepergiaanya ke New Zeeland yang menjadi bahasan hangat di meja makan. "Maaf, keputusan itu mendadak!" 64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Lalu kau sebut apa kejadian tadi malam? Aku kira itu permulaan, tapi kau menjadikannya sebagai akhir dari semuanya." "Anggap saja salam perpisahan..." "Kau sangat jahat. Aku mulai berharap dan kau akan meninggalkanku disini? Aku sendirian dan hanya kau yang menemaniku selama sebulan ini. Jika kau pergi aku bersama dengan siapa? Aku akan sangat kesepian." "Ini hak ku, kan? Aku bisa pergi kemana saja yang aku inginkan." Noah berdiam lama, masih menatap Daliah tak percaya. "Apa yang mengganggumu? Kau tidak menyukaiku? Apakah segala tindakanku membuatmu merasa risih sehingga kau memutuskan untuk pergi? Aku sudah benar-benar mengikat diriku di Canada agar bisa bersamamu dan sekarang, saat aku tidak bisa melarikan diri kemanamana kau malah memutuskan untuk pergi?" "Aku punya alasan kuat untuk itu." "Kau sangat dingin. Seharusnya aku merasakannya sejak semalam kalau dirimu tidak sehangat bisanya. Apa yang terjadi padamu? Tidak bisakah berbagi denganku?" "Aku tidak punya masalah, tidak terjadi apa-apa padaku. Semalam bagiku adalah yang pertama kalinnya. Jadi seharusnya kau memaklumi sikapku!" Dan Daliah mendapatkan ciuman itu lagi. Noah menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dan mereka menyatu lagi tanpa melepaskan pakaiannya. Kali ini Daliah berusaha untuk bersikap tenang, berusaha untuk terlihat hangat dan bergairah meskipun tindakan Noah kali ini sangat menyakitinya. Ia hanya tidak ingin ada orang lain yang tau mengenai masalahnya selain Rex dan Daisy. Ia hanya ingin memberikan Noah ketenangan untuk ditinggalkan. Daliah mencoba mengganti rintihannya dengan desahan. Ia menggigit bibirnya berkali-kali agar tidak bersuara. Kamarnya dan dapur bersebelahan. 65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Akan banyak pelayan di dapur dan bisa saja saat ini semua orang disana sedang menyimak mereka. Ini yang kedua, lebih menyakitkan dari yang semalam, terlebih Daliah harus memaksakan diri untuk terlihat sama menginginkannya. Ia tersiksa. "Dally?" Daliah menoleh ke pintu. Janette menatapnya dengan pandangan heran dan Daliah merasa bersalah membiarkan Noah menyerangnya secara tiba-tiba. Ia bahkan belum menutup pintu dan sekarang Janette sedang melihatnya di setubuhi oleh Noah. Daliah menatap Noah dan memohon agar Noah berhenti sejenak. Laki-laki itu melakukannya tapi tidak mengubah posisinya sama sekali. Bagi Daliah itu sudah cukup asalkan ia bisa tenang berbicara. "Sedang apa kau disini, Jane?" "Aku kira kau butuh bantuanku untuk berkemas-kemas." Gadis itu masih terperangah, mengingatkan Daliah pada kejadian di masa kecil, saat ia melihat Olive dalam keadaan sama seperti dirinya. "Pergilah, Aku bisa melakukannya sendiri." "Semua pelayan sedang menguping dari dapur." Janette lalu memandang Noah sejenak dengan perasaan takut lalu kembali kepada Daliah. "Kau butuh bantuan? Perlukah aku memanggil seseorang untuk menyelamatkanmu?" "Tidak, aku bisa menanganinya sendiri. Pergilah dan tutup pintu itu!" Janette tidak menunggu lebih lama lagi. Sebelum gadis itu pergi Daliah bisa melihat airmatanya. Janette benar-benar sudah seperti adiknya, bahkan seperti anaknya. Ia pasti merasa kesakitan melihat Daliah diperlakukan seperti ini. Daliah tidak bisa menahan diri lagi. Ia menangis sedih, kembali mengeluarkan rintihan kesakitan yang sedang disembunyikannya. 66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Dengan berat hati Daliah berusaha menghapus airmatanya lalu kembali menggigit bibirnya agar tidak bersuara. Ia membiarkan Noah kembali menakhlukkannya hingga laki-laki itu selesai dan berbaring di sebelahnya tanpa melepaskan penyatuannya. Daliah merasa sangat lemah, ia memandang Noah sejenak dan melihat mata yang berkaca-kaca. Dengan perlahan Daliah menyentuh pipi Noah lembut. Laki-laki itu juga bersedih? "Aku tidak ingin seperti ini." Desisnya. Daliah mengangguk mengerti, ini diluar kendali. "Kami memang di takdirkan untuk ini." "Tidak, semua manusia ditakdirkan untuk dicintai. Tidak bisakah kau menerima cintaku? Tidak bisakah kau membatalkan keinginanmu untuk pergi?" "Aku akan kembali. Kau tidak perlu bertindak seolah-olah kita tidak akan bertemu lagi. Kita masih teman, kan?" Daliah menyentuh dada Noah lalu mendorongnya perlahan-lahan hingga laki-laki itu benarbenar terlepas dari dirinya. Dengan gerakan yang sangat cepat Daliah kembali memperbaiki pakaiannya dan tanpa memandang Noah, ia mengunci rapat kopernya. Setelah selesai, Daliah menoleh kepada Noah sejenak lalu tersenyum. "Aku pergi, selamat tinggal." Noah terpaku. Kata-kata selamat tinggal itu, benarkah Daliah akan kembali? Mengapa ia mengatakan salam perpisahan yang membuatnya merasa kalau mereka akan berpisah selamanya? Ini pertama kalinya Noah merasa luka dalam hidupnya. Luka yang berbeda yang lebih menyakitkan dari apapun. Ia mendapatkan raga gadis itu, tapi tidak bisa menjamah hatinya. ®LoveReads

67 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 14

Wellington, New Zeeland. Daliah masih terperangah melihat pemandangan di balik apartemen di lantai lima ini. Sebuah kota pelabuhan yang mewah dan cantik. Lautnya benar-benar berwarna biru dan menggemaskan. Melihat pemandangan itu membuat Daliah melupakan segala kesedihan yang dialaminya. Ia tersenyum terkesima dan mulai mengerti mengapa Daisy tidak suka berlama-lama di Canada. "Kalian menyewa apartemen mewah dengan pemandangan luar biasa!" Daisy yang sedang menyiapkan kamar itu untuk Daliah tersenyum simpul. "Kami tidak menyewa, ini hadiah kesembuhan dari pamanku. Sudah sangat lama, aku mengalami kecelakaan lalu lintas dan koma dalam waktu yang lama. Setelah bangun, semua orang menuruti keinginanku. Aku benar-benar merasa istimewa. Beberapa anggota keluargaku juga menyewa tempat lain di apartemen ini. Jadi kau jangan heran jika nantinya akan ada anggota keluargaku yang lain menumpang saat makan siang." "Ini cantik sekali." "Sayangnya ini lantai lima. Kau bisa saja melihat pemandangan yang lebih indah dari lantai teratas. Tapi kau harus meminta izin dulu pada penyewanya." Daisy berujar jenaka lalu duduk di atas ranjang dengan tenang. "Kamarmu sudah selesai dibersihkan. Mulai sekarang, kau tinggal disini." Daliah meninggalkan pemandangan tentang pelabuhannya untuk menoleh kepada Daisy. "Kamar ini untukku? Seharusnya kalian yang memiliki kamar dengan pemandangan indah ini." "Kau akan lebih menikmatinya, tidak seperti kami. Kami sudah bosan dengan pemandangan itu. Rex bahkan membuka cafe di dekat pantai. Dia pasti sedang sibuk melayani mahasiswa dari Victoria saat ini. 68 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Cafenya terkenal di kalangan mahasiswa dengan menunya yang murah meriah!" "Kau sangat beruntung, kehidupanmu sangat tenang dan nyaman." "Kau juga akan tenang dan nyaman disini. Nikmatilah." Daisy lalu berdiri tegak dan tersenyum lagi. "Aku juga sudah menyiapakan makan siang di atas meja makan. Sekarang beristirahatlah, aku harus ke cafe untuk membantu Rex!" "Terimakasih, Daisy!" "Kau temanku, seharusnya tidak perlu berterima kasih sama sekali!" Daisy berpura-pura marah lalu meninggalkan Daliah seorang diri setelah menutup pintu. Daliah mendaki ranjangnya dan duduk di tengah-tengah. Ia memandangi kamarnya yang sangat teduh dengan nuansa Biru langit. Terlihat sangat bersemangat. Kaca anti pecah yang sangat besar membuat Daliah merasa kalau di sana seperti tidak ada kaca sama sekali dan ia bisa melompat kapan saja untuk terbang menuju laut. Sebagian kamarnya diterangi cahaya matahari yang terik, tapi ranjangnya sama sekali terlindungi dari udara panas itu. Ia bisa melihat matahari seolah-olah melayang disamping kamarnya. Daliah tersenyum senang. Kesan pertamanya tentang New Zeeland adalah 'luar biasa' ini termasuk salah satu tempat terindah di dunia. Daliah berbaring dengan nyaman di atas ranjangnya. Ia tidak perlu selimut karena udara di dalam kamarnya teramat sejuk. Desiran angin dari kipas besi di salah satu sudut ruangan membuatnya merasa sedang berada di pantai. Sepertinya rumah ini tidak menggunakan AC, menggunakan kipas angin adalah pilihan yang tepat untuk memberikan efek angin yang nyata dan menyenangkan. Daliah melupakan makan siangnya. Ia merasa lelah dan ingin memejamkan matanya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk terlelap hingga tiba-tiba panggilan untuknya membangunkannya. 69 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah membuka matanya dan kembali mendapati bahwa kamar itu sama sekali bukan mimpi. Ia merasa sangat lega karena terbangun dalam keadaan yang baik. Lebih lega lagi karena mendengarkan suara yang dikenalnya memanggil namanya dari balik pintu. Daisy. Daliah berusaha menyingkirkan rasa kantuknya dan membukakan pintu. Daisy segera masuk ke dalam kamar Daliah dan Daliah sama sekali tidak keberatan. Ini rumahnya, bukan? "Kau baru pulang? Cepat sekali." Daliah bergumam dengan suara lemah, ia masih merasa lelah. "Ini sudah sangat sore, sebentar lagi makan malam dan kau tidak makan siang?" "Aku melupakannya. Mungkin karena hasrat untuk beristirahat lebih besar." Daisy mendengus, sepetinya ia tidak menyukai alasan Daliah karena melewatkan makan siang. "Kau sedang hamil, seharusnya tidak melewatkan makan sama sekali." Daliah kembali mengingatnya. Kehamilan yang sempat dilupakan kembali merasuk ke dalam dirinya. Tapi ia berusaha menyembunyikannya secara apik dan tersenyum. "Aku mengerti, nyonya!" "Jangan mengatakan kata-kata itu. Disini kau tamuku dan aku tidak akan suka jika kau memanggilku dengan sebutan nyonya. Sekarang bersiap-siaplah, Ibuku akan datang malam ini dan kita akan makan malam bersama-tanpa Rex karena cafenya sangat ramai. Dia tidak bisa meninggalkannya." ®LoveReads

70 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 15

Seth Wyndham berjalan tegap dengan langkah yang agak terburuburu. Hari ini ia harus mampir ke apartemen Daisy untuk mengucapkan selamat kembali ke rumah. Jika saja bukan karena bibinya yang mengundang Seth untuk makan malam disana, maka Seth mungkin tidak akan pernah datang. Ia tidak bisa tenang jika melihat Daisy lagi. Tapi ia tidak akan bersikap acuh, mungkin Seth akan bersandiwara sehangat biasanya. Ia tidak akan pernah menunjukkan perasaan cintanya kepada Daisy yang pernah ada untuk seumur hidupnya. Pintu apartemen di lantai lima itu sudah berada di dalam jarak pandang Seth, sangat dekat. Seth menekan bel dengan ragu-ragu lalu terdengar bunyi Klik sebagai pertanda kalau pintu sudah terbuka. Sesorang yang tidak di kenalnya membuka pintu dan menunduk hormat. Wajah yang tidak asing, tapi Seth masih belum bisa mengingatnya. "Selamat datang, senang bertemu denganmu lagi, Tuan muda!" "Sudah ku bilang, hentikan kebiasaanmu itu. Ini rumahku, bukan rumah Ouray!" Teriakan Daisy dari ruang makan membuat Seth bisa kembali mengingat siapa gadis yang berada di hadapannya. Gadis ini adalah pelayan itu, pelayan berbaju biru yang berada di pesta Canada. Pelayan yang mabuk lalu menabraknya dan pada akhirnya bercinta dengannya. Ia mengingat Seth? Apakah ia menyadari kejadian malam itu? "Kau siapa?" Seth memberanikan diri untuk bertanya. Ia akan mendapat jawaban dengan pertannyaan sederhana itu. Apakah gadis itu mengingat penyatuan mereka malam itu atau tidak. "Aku tidak bisa mengingatmu, maaf!" "Aku mengerti. Kita memang tidak terlalu banyak berinteraksi. Aku mengingat siapapun tamu yang pernah datang ke rumah Ouray dan 71 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

memaklumi jika tamu-tamu itu tidak bisa mengingaku. Lagi pula kita hanya berbicara sekali saat pertama kali kau datang ke rumah itu. Saat itu Daisy memperkenalkan kau dan Noah, dan kami mengucapkan selamat datang. Hanya itu." "Ah, ya. Maafkan aku. Aku sangat pelupa. Dan siapa namamu?" "Daliah." "Hanya itu?" Daliah mengangguk. "Silahkan masuk!" Seth menghela nafas lega karena Daliah tidak mengingatnya. Ia masuk dan langsung menuju ruang makan setelah mengganggu Daisy di ruang tengah seperti yang biasa seorang sepupu lakukan kepada sepupu lainnya. Sandiwara yang menyakitkan. Seth tidak tau berapa lama ia sanggup bersandiwara seperti ini. Meja makan sudah sangat penuh. Sepertinya Daisy membawa makanan dari cafe suaminya. Bukan hanya itu, bibinya mungkin juga memasak untuk menyambut kedatangan putrinya. Rossy Melville menyambut kedatangan Seth dengan wajah ceria. Seth langsung dipersilahkan untuk mengambil tempat dan pada akhirnya ia duduk berhadapan dengan Daisy. Lagi-lagi dadanya merasa sesak. Tanpa sengaja Seth menoleh kepada gadis itu dan ia terpesona. Kejadian malam itu sama sekali tidak bisa dilupakannya. Ia bahkan memimpikannya setiap malam meskipun wajah Daliah kurang jelas disana. Ia bisa mengingat kejadiannya secara runut, tapi nyaris melupakan Daliah. Ritual makan malam dimulai dengan obrolan ringan seputar bulan madu Daisy dan Rex selama di Canada, lalu beralih ke gossip tentang keluarga. Mereka membicarakan banyak hal dan Seth terpaksa berpura-pura menikmatinya. Ia berharap makan malam kali ini segera berakhir. 72 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau punya pantangan, sayang?" Rossy Melville bertanya kepada Daliah, membuat perhatian seluruh orang beralih kepadanya. "Daisy bilang kau sedang mengandung..." Jantung Seth tiba-tiba saja berdegup kencang. Sedang mengandung? Ia menatap Daliah lebih serius, meneliti setiap ekspresinya tapi gadis itu bertindak dengan sangat tenang seolah-olah kehamilannya bukan terjadi karena sebuah kesalahan. "Tidak," Jawab Daliah. "Aku rasa tidak ada satupun makanan yang perlu dihindari karena kehamilanku, kecuali makanan-makanan yang berbahaya untuk kelangsungan hidup calon bayiku." "Ah, sayang sekali Daisy belum mengandung juga sepertimu. Aku sangat mengharapkannya." Daliah tersenyum. Seth mengunyah makanannya dengan cepat untuk melarung rasa penasarannya. Anak siapa yang dikandung oleh Daliah, dia sudah menikah? "Kemana suamimu? Kenapa kau bisa bepergian sendiri?" Daliah memandang Daisy berharap ada bantuan yang datang. Tibatiba saja telpon rumah itu berdering dan Daisy segera memerintahkan Daliah untuk mengangkatnya. Seth melirik Daisy penasaran sambil berbisik. "Dimana suaminya?" "Suaminya bekerja di luar Canada, seorang pilot yang bepergian kemana-mana. Mereka baru menikah dan Daliah mengandung dengan sangat cepat. Sekarang ia harus ditemani oleh seseorang selagi suaminya bertugas. Aku memutuskan untuk mengajaknya ke sini, siapa tau aku bisa tertular jika sering bersama dengan wanita hamil." Seth berdecak, Jadi benar dia sudah menikah? Apakah saat ia memanfaatkan kemabukan Daliah gadis itu sudah menikah? Tidak mungkin, Saat itu Daliah masih perawan, mungkin setelahnya. Fikir Seth. Ia masih digelayuti rasa penasaran hingga Daliah kembali dan 73 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

mengatakan kalau telpon itu dari Rex yang mengatakan akan pulang lebih cepat. Seth membatalkan keinginannya untuk bertanya lebih lanjut, ia takut di curigai. "Kau ingin melihat pemandangan pelabuhan dari lantai tertinggi tidak?" Daisy kembali membuka Obrolan baru. "Sekarang pemilik apartemen dan lantai atas ada di hadapanmu." Lalu Daisy menoleh kepada Seth. "Dia mengatakan itu tadi siang. Kau mengizinkannya tidak? Mungkin itu adalah kata-kata mengidamnya yang pertama." Seth memandang Daliah lagi lalu mengangguk. "Tentu saja. Tapi telpon dulu, aku jarang berada di apartemenku bahkan pada hari libur." "Terimakasih!" Gumam Daliah lembut. Suaranya kembali mengingatkan Seth pada desahannya malam itu. Daliah membangkitkan kembali gairahnya. Gadis yang selalu berada dalam ingatannya itu sekarang berada di dekatnya. Mungkin Seth harus waspada. Ia bisa saja segera ketahuan, tapi setiap kali melihat Daliah, hatinya menolak untuk menghindar. Apa ini? Apakah ini sebuah penyakit? Menyukai wanita yang sudah menjadi milik orang lain? Tunggu dulu, aku tidak mencintainya. Hanya saja aku tidak bisa melupakannya. Itu tidak berarti ada rasa lebih di hatiku, kan? Iya, kan? ®LoveReads

74 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 16

Hampir sebulan dan Seth sama sekali tidak bisa menghidari segala praduganya. Ia juga selalu berusaha menghindari Daliah dan semakin jarang pergi ke rumah Daisy seperti yang dulu selalu dilakukannya. Tapi hari ini Daisy Melville berdiri dihadapannya, tepat di ambang pintu apartemennya dengan wajah memelas. Seth tidak pernah bisa menolak Daisy jika dia menggunakan wajah itu sebagai senjatanya. Tapi permintaan Daisy yang sulit diterima. "Aku akan sangat sibuk hari ini, sedangkan dia harus memeriksakan kandungannya di klinik. Kau bisa membantuku, kan? Cukup antarkan dia saja!" Permintaan yang sangat tidak Seth harapkan untuk hadir. Ia ingin menolak, tapi bukankah ini hari kamis? Ia punya waktu libur penuh hari ini dan Daisy tau betul mengenai itu. Seth merasa kesal karena klinik yang Daisy sebutkan itu buka pada hari liburnya. Ia juga merasa kesal karena rencananya untuk bebas berlibur pada hari dimana seharusnya semua orang bekerja sudah gagal total karena permintaan Daisy. "Kau membawanya kemari tapi meminta orang lain mengurusinya. Lebih baik pulangkan saja dia ke suaminya!" "Astaga, Seth! Ucapanmu kejam sekali. Aku tidak mungkin membiarkannya sendirian tanpa ada yang memperdulikan." "Rumah Ouray kurasa cukup ramai untuk dikatakan 'kau meninggalkannya sendirian'. Ada banyak orang disana, kan?" "Dia akan bekerja bila terus berada disana. Liburan ini demi kebaikannya juga. Ini kehamilan pertama dan kau tau tidak kalau kehamilan pertama itu sangat rawan?" "Kau akan merusak rencana liburanku. Aku seharusnya berangkat ke South island siang ini!" 75 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Mengantarnya ke klinik tidak akan memakan waktu lama. Kau hanya mengantarnya saja dan aku yang akan menjemputnya. Jadi kau tidak perlu membatalkan rencana keberangkatanmu ke South Island sama sekali. Ayolah, Seth. Apakah kau tidak pernah menimbang bagaimana jika hal ini terjadi pada dirimu? Bagaimana jika wanita yang mengandung anakmu berada dalam posisi Daliah, ia butuh bantuan tapi tidak ada seorangpun yang mau membantunya." "Aku tidak akan membiarkan wanita yang mengandung anakku berlibur bersama dengan sepupu yang selalu membuat masalah sepertimu." Potong Seth galak. "Kenapa kau selalu merepotkanku?" "Aku juga tidak tau mengapa kau terlalu baik dan selalu bersedia untuk kurepotkan!" Seth terdiam sejenak, menatap Daisy dengan pandangan yang berbeda, Karena selama ini aku menyukaimu. Gumamnya dalam hati. Seth takut terlena. Secepat mungkin ia berusaha membuang wajahnya menjauh dari pandangan Daisy, tapi ia kembali lagi kepada Daisy dan mengangguk tidak rela. "Baiklah, aku hanya perlu mengantarnya saja, kan?" "Ya, aku tunggu di bawah. Terimakasih, Seth!" Seth menyesali keputusannya. Ia kalah lagi. Dan akan menuruti kehendak Daisy seperti bisa. Kali ini ia akan mengabulkan permintaan Daisy, tapi untuk yang terakhir kali karena Seth tidak ingin terus menerus melunak kepada wanita yang sudah menjadi milik orang lain. Persetan dengan perasaan cintanya, Seth sudah bertekad melupakan Daisy dan ia nyaris bisa melakukannya. Seth kembali ke dalam apartemennya dan mengambil kunci mobil. Ia tidak perlu ganti baju, tidak perlu menggunakan parfum dan tidak perlu berusaha untuk terlihat sempurna. Hari ini ia hanya akan jadi supir, kan? Ia hanya akan mengantar Daliah dan segera pulang lalu melarikan diri untuk mengelilingi South Island beberapa hari. 76 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Di sepanjang perjalanan Seth berusaha untuk tidak memandang Daliah meskipun Daliah terus mengajaknya bicara. Ternyata Daliah memiliki banyak topik pembicaraan untuk ukuran orang-orang yang baru berkenalan, atau baru bertemu beberapa hari. Suaranya membuat Seth frustasi, Setiap kali melihat Daliah meskipun tanpa sengaja Seth akan mendapati bayangan Daliah di dalam kepalanya. Ia tidak pernah mengerti mengapa itu bisa terjadi, rasa bersalah atau menyesalkah yang menjadi penyebabnya? Ia tidak yakin. Seth tidak pernah merasakan perasaan bersalah itu. Mungkin hatinya sudah sangat beku. "Terimakasih kau sudah mau mengantarkanku." "Aku tidak akan melakukannya jika Daisy tidak memaksa!" ujar Seth, ia tidak bermaksud mengatakan itu keras-keras. Ia hanya ingin tersenyum dan mengucapkan kata 'sama-sama'. Tapi mulutnya berujar tanpa kendali. Ia sudah berhasil membuat Daliah diam dan memandangnya dengan tatapan penuh penyesalan. "Maafkan aku karena merepotkanmu!" Seth hanya bisa menghela nafas. Ia tidak akan mengatakan kata-kata kasar apapun lagi. "Kau sangat sibuk hari ini?" "Aku seharusnya bersiap-siap. Siang ini aku akan berangkat ke South Island. Tapi aku bisa menundanya. Kau tidak perlu khawatir. Berkemas-kemas tidak akan memakan banyak waktu." "Kalau begitu berhentilah. Aku bisa pergi dengan Trans metro. Kau bisa kembali ke apartemenmu!" Seth terdiam sejenak. Apakah ia menyinggung perasaan Daliah? Ia menoleh untuk memandang Daliah, tapi wanita itu menatap ke luar jendela mobil, memandangi gedung-gedung dan setiap ruas pertokoan di pinggir jalan. Seth rasa Daliah tidak marah, ia hanya mengerti kalau Seth tidak suka diganggu. 77 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau serius? Aku bisa mengantarmu, hanya mengantar saja, kan?" "Aku baik-baik saja. Aku sudah pernah kesana bersama Daisy untuk mendaftar." Seth benar-benar menghentikan mobilnya dan membiarkan Daliah turun di pinggir jalan. Daliah berusaha tersenyum dan melambaikan tangannya dengan ramah, selang beberapa saat wanita itu sudah berjalan menuju sebuah arah yang Seth tau adalah arah menuju stasiun. Tapi Seth belum tenang jika belum memastikan Daliah benar-benar aman menaiki trans Metro. Ia mengikuti setiap langkah Daliah dengan pandangannya. Gadis itu menoleh secara mendadak ke arahnya dan Seth melihat sesuatu yang lain. Daliah menangis, dan Seth mendapati sebuah luka di hatinya saat melihat airmata itu. Jadi dia tersinggung? Aku sudah menyinggungnya? ®LoveReads

"Kau mengantarnya ke klinik itu, kan? Aku tidak bisa menemukannya dimana-mana!" Daisy Melville berteriak-teriak di telpon. Seth sekarang tengah menunggu pesawatnya menuju South Island tinggal landas. Ia sudah berada di dalam pesawat saat ini dan pramugari berkali-kali memintanya menonaktifkan telpon genggamnya. "Dia berkeras untuk naik Trans metro, katanya kalian sudah pernah kesana dan dia mengingat jalannya." "Dan kau membiarkannya pergi dengan Trans metro? Kau keterlaluan sekali. Dia baru di Negara ini, bagaimana bila ia dibawa trans metro ke suatu tempat yang tidak dikenalnya? Aku bersumpah tidak akan meminta bantuanmu lagi." Daisy terdengar seperti orang yang sedang menahan tangisanya. Sebuah bunyi gebrakan kuat mengakhiri bunyi telpon. Daisy sudah memutuskan telponnya, mungkin dengan membanting ponsel di lantai? 78 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Tolong matikan ponsel anda, pak. Kita akan segera berangkat menuju Caterburry dan anda tidak diizinkan menggunakan ponsel selama penerbangan!" Seth menggenggam ponselnya erat-erat. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Karena Daisy marah padanya atau karena membuat Daliah menghilang? Seth bisa menghadirkan kembali pemandangan memilukan tadi siang saat Daliah menoleh ke arah mobilnya dan Seth melihat wajah sedihnya. Ia gelisah, sangat gelisah. "Pak, sekali lagi saya peringatkan untuk mematikan pon..." Seth berdiri seketika dan keluar dari dalam pesawat. Ia tidak bisa pergi jika digelayuti dengan beban seperti ini. Mungkin ia harus menemukan Daliah, barulah kembali melanjutkan rencananya ke South Island. Ya, harus begitu. Seth tidak bisa pergi begitu saja jika Daliah masih tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang. Dalam waktu singkat Seth sudah berkeliling Wellington demi mencari Daliah, Ia juga sempat bertemu dengan Daisy dan Rex, Daisy benar-benar tidak bisa membenci orang dalam waktu yang lama. Sepupunya itu sudah menyapanya, mengeluh tentang betapa takutnya ia jika terjadi sesuatu pada Daliah dan seterusnya. Rex juga terpaksa menutup cafenya lebih awal demi pencarian ini. Pada akhirnya mereka benar-benar melakukan segala pencarian itu bersama-sama dan tidak mendapatkan apa-apa. Seth semakin merasa bersalah, emosinya meluap-luap setelah mengelilingi Lambton, Cuba, Cortenay bahkan menelusuri waterfront demi Daliah. Wanita itu tidak ditemukan juga. Daliah menghilang seolah-olah ditelan bumi begitu saja. Atau dia terbawa ombak? Tidak mungkin, kan? Seth akan membenci dirinya jika terjadi sesuatu pada Daliah karena ulahnya. Ia selalu memberi masalah pada wanita itu. ®LoveReads 79 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 17

Setelah menghilang selama nyaris seminggu, beberapa buah jejak Daliah terbaca. Ia sempat berangkat dengan kereta api menuju Waikato. Seth mengerti mengapa ia bisa tidak menemukan Daliah di wellingthon. Wanita itu ternyata sudah tidak berada di dalam kota wellington lagi. Sayangnya, dengan cepat jejaknya di Waikato menghilang lagi dan pada akhirnya, kantor polisi memanglah satusatunya tempat terbaik untuk mendapatkan informasi. Seth mendapatkan jejak Daliah melalui penelusuran dari satu kantor polisi ke kantor polisi lain. Gadis itu sudah berada di sebuah klinik kepolisian di wilayah Rotorua. Tidak perduli jika itu sudah malam, Seth tetap berangkat kesana untuk menjemput Daliah. Ia sangat khawatir dan selalu dirongrong perasaan seperti itu selama Daliah belum ditemukan. Seth merasa kalau dirinya tidak akan pernah bisa hidup tenang, kecuali bila ia bisa melihat Daliah lagi. "Dia di temukan sedang pingsan di jalan. Saya rasa karena kelaparan. Kami kesulitan mencari informasi tentangnya karena ia hanya membawa kartu identitas dari Canada. Kami bisa tenang jika anda memang keluarganya." Seth mengerang. Wanita bodoh itu, bagaimana mungkin ia bisa bepergian tanpa membawa identitas lengkapnya. Jika saja Seth tidak mencarinya, mungkin Daliah sudah dalam masalah sekarang. Ia bisa saja dianggap sebagai imigran gelap dan dihukum karena itu, atau mungkin orang-orang akan memanfaatkannya. Jika saja Seth tidak berinisiatif mencari dengan bantuan polisi, ia tidak yakin akan menemukan Daliah. Klinik kepolisian itu tidak begitu penuh. Hanya terdapat beberapa orang yang mengisi ranjang khas militer untuk diobati. Di salah satu ranjang kecil itu, Seth mendapati Daliah yang duduk bersandar dengan sangat lemah. Ia memandangi semangkuk bubur yang berada 80 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

dalam pangkuannya dengan tatapan iba. Airmata itu terjatuh lagi. Seth semakin marah, entah pada siapa. Dengan cepat ia menyongsong Daliah dan duduk di dekat kaki-kakinya. Pada saat itu Daliah menatapnya. "Kau baik-baik saja?" Seth berusaha untuk tidak marah. Daliah mengangguk sambil menghapus air matanya. "Kenapa bisa begini? Kau sadar sudah berapa hari dirimu menghilang? Daisy dan Rex sangat mengkhawatirkanmu. Dan lihat kau sekarang, berada disini dengan alasan kelaparan? Kau tidak punya uang?" "Aku kerampokan. Saat di stasiun, beberapa orang membawaku pergi dan aku bersama mereka untuk beberapa lama agar mereka bisa mengambil semua uang tabunganku secara bertahap. Setelah semua tabunganku habis, mereka meninggalkanku disini... aku berusaha mencari jalan pulang tapi aku tidak tau dimana aku berada sekarang" "Kau tidak berusaha bertanya?" "Sudah, semua orang yang kutanyai hanya mengatakan kalau Wellingthon sangat jauh." Daliah mulai terisak. Ia kesal pada keadaan yang menimpa dirinya. Seolah-olah hidupnya hanya berisi kesialan saja. Seth memeluknya secara spontan dan membiarkan Daliah bersandar padanya. Ia harap Daliah berhenti menangis, Seth semakin merasa bersalah. "Tidak seharusnya aku percaya untuk membiarkanmu pergi dengan Trans metro seorang diri." "Meskipun kau memaksa aku tidak akan naik ke mobilmu saat itu. Aku cukup keras hati jika sudah merasa tersinggung!" Sebuah tawa kecil meledak dari bibir Seth, ia teringat lagi dengan pandangan Daliah saat itu. Jadi Daliah benar-benar tersinggung pada kata-katanya? 81 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Seharusnya kau marah, itu lebih baik daripada menyembunyikan kemarahanmu." "Aku tidak pernah dididik untuk itu. Sebagai pelayan kami terbiasa untuk menyimpan rasa kesal itu sendiri. Jadi ku fikir..." "Kau bukan pelayan siapa-siapa di New Zeeland." Seth melepaskan Daliah dari rangkulannya dan Daliah sudah terlihat lebih tenang. "Bagaimana kandunganmu? Mereka tidak melakukan apa-apa pada kandunganmu, kan?" Daliah menggeleng tidak tau. "Aku akan memeriksanya setelah kembali ke wellington." "Aku akan mengantarmu dan tidak akan membiarkanmu naik Trans metro seorang diri lagi. Tentang perampokan itu sudah kau laporkan kepada polisi?" "Sudah, tapi sepertinya tidak begitu ditanggapi karena aku bukan warga Negara disini. Aku perlu datang ke kedutaan besar untuk mengadu." "Yah, sekarang mereka tidak punya alasan lagi untuk menolak pemrosesan laporan ini. Aku akan membuat para perampok itu jera. Sekarang masih lapar?" Daliah mengangguk. "Aku punya semangkuk bubur dari rumah sakit." Seth memandang mangkuk bubur yang berada di tangan Daliah, hanya berwarna putih, sangat sedikit dan mungkin tidak mengandung susu. Seth tidak mencium aroma susu di sana. "Makanan apa ini? Ini tidak baik bagi kandunganmu. Kau harus makanmakanan yang lebih bergizi lagi." Seth melepaskan selimut yang menutupi kaki Daliah lalu mengangkat tubuh lemahnya menuju mobil. Daliah sempat mengeluh dan meminta Seth menurunkannya. Ia masih bisa berjalan sendiri. Tapi 82 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth menolak karena bila melihat keadaannya sekarang, Daliah pasti masih sangat lemah dan berjalan lebih lambat. Itu akan menunda waktu makannya lebih lama. Pada akhirnya Daliah menyerah, ia membiarkan Seth menggendongnya dan mendaratkan tubuhnya di bangku depan dengan mulus. Ini kedua kalinya Daliah merasakan kenyamanan saat duduk di bangku itu. Semula Daliah menduga kalau Seth akan membawanya ke rumah makan terdekat, tapi sayangnya tidak ada satupun rumah makan yang buka dalam hujan lebat di tengah malam seperti ini. Daliah terpaksa menunda laparnya lebih lama. Ia memegangi perutnya, bayinya pasti juga sudah merasa lapar. Satu jam perjalanan membawa Seth beserta Daliah dan mobilnya mendarat mulus di sebuah rumah yang dekat dengan danau Taupo. Melihat danau itu dari kejauhan membuat Daliah merasa kedinginan, tapi jika menatap rumah sederhana itu, ia merasa sangat hangat. "Ini rumah nenekku, dia masih hidup." Gumam Seth jenaka dan candaannya membuat Daliah tersenyum. "Ku rasa dia satu-satunya orang yang punya banyak makanan pada tengah malam seperti ini. Nenekku suka sekali menjamu tamu, setidaknya dia punya corn flakes untukmu." Daliah kembali menoleh kepada rumah yang hangat itu, cahaya yang keluar dari sana adalah cahaya kekuningan yang terang, sepertinya penghuni rumah itu sama sekali belum tidur. Seth turun dari mobil lebih dulu lalu membukakan pintu untuk Daliah. Kali ini Seth membiarkan Daliah berjalan sendiri menuju rumah, tanah yang licin membuatnya hampir terpeleset beberapa kali jika saja Seth tidak memeganginya. Daliah merasa aman. Begitu sampai di depan pintu, untuk pertama kalinya Daliah mendengar Seth berteriak seolah-olah penghuni rumah itu sudah tuli. Selang beberapa saat pintu terbuka dan Daliah melihat seorang wanita tua yang masih segar bugar memandang Seth dengan kesal. Ia lebih terlihat seperti ibu Seth bila dibandingkan dengan neneknya, masih terlihat muda. 83 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau! aku bisa mendengar panggilanmu. Jadi tidak perlu berteriak!" Gumamnya keras. "Aku hanya takut suaraku ditelan hujan." "Anak nakal, kau sudah lama tidak datang kemari dan sekarang datang kemari tengah malam begini. Ada apa?" "Adakah sedikit makanan? Kami kehujanan, kelaparan, dan kemalaman untuk kembali ke Wellington malam ini juga." "Kau juga tidak akan bisa kembali ke Wellington malam ini karena ada badai di dekat Tongariro. Sebaiknya kau memasang televisi di mobilmu agar bisa tau informasi dengan cepat." Lalu menoleh kepada Daliah dan nada suaranya berubah menjadi lebih lembut. "Astaga sayang, sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu. Kau basah sekali, masuklah. Aku punya pakaian ganti untukmu." Daliah melirik Seth sejenak, ia pernah bertemu dengan wanita itu? Kapan? "Bagaimana dengan perutmu?" Wanita itu menyentuh perut Daliah yang terlihat jelas sudah membesar. Jika saja bajunya tidak basah, Daliah yakin bahwa ukuran perutnya tidak semudah itu terlihat. "Calon bayimu bisa masuk angin kalau terus berada di luar. Ayo masuk!" Daliah tidak bisa lagi melirik Seth karena Wanita itu sudah menyeretnya menuju ruang tengah dan memberinya handuk. Barulah Daliah bisa melihat jelas keadaan dirinya di cermin besar yang menempel di ruang tengah itu. Ternyata dirinya sangat kacau, beberapa hari mengalami penculikan dan dirampok membuat Daliah nyaris tak berbentuk. Wajahnya sangat pucat, ada sebuah lingkaran hitam di matanya yang menandakan kalau dirinya sangat lelah. Daliah menghela nafas berat, ia lega karena sudah selamat dari bencana. ®LoveReads 84 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 18

"Namanya Alana, panggil saja begitu. Keluargaku tidak biasa berbasa-basi dengan sebutan nenek!" Bisik Seth pelan kepada Daliah di meja makan. Daliah mengangguk mengerti lalu kembali memandangi pintu dapur. Tidak lama kemudian Alana keluar dari sana membawa beberapa potong Roti dan juga bubur yang sarat dengan aroma vanilla, asap yang mengepul di permukaan bubur itu membuat Perut Daliah semakin terasa lapar. Ia sudah sangat ingin makan. Dengan sigap Daliah berdiri dan mengambil alih nampan yang Alana bawa lalu meletakkannya di meja makan. Wanita itu kembali ke dapur untuk membawa menu lain, dua cangkir coklat panas. Daliah tidak bisa membiarkan orang yang lebih tua darinya kerepotan, setidaknya sopan santun yang seperti itulah yang didapatnya dari keluarga Ouray selama ini. Hal itu jugalah yang membuat Daliah segera mengambil alih nampan kedua Alana dan membantunya meletakkan cangkir-cangikir itu di atas meja. Alana tersenyum melihat tingkah Daliah sambil duduk tenang di hadapan Daliah dan Seth yang berdampingan di meja makan. Ia memandangi Daliah lebih dalam lagi dengan tatapan bahagia. "Istrimu sangat baik, Seth." Daliah melirik Seth dan berdelik. Istri? Jadi wanita itu mengira kalau Daliah istrinya? Daliah segera menoleh kepada Alana lalu menggeleng. "Aku bukan" Tangan Seth menyelubungi tangannya seketika membuat ucapan Daliah berhenti. Ia menatap Seth sekali lagi dan mendapati laki-laki itu menggeleng, melarangnya untuk melanjutkan ucapannya. Daliah segera menarik tangannya dan menunduk. "Terimakasih." "Anakmu, pasti perempuan!" Alana berbicara lagi. 85 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau terlihat sangat cantik. Untuk ukuran wanita yang sedang hamil, kau cukup ramping." "Benarkah? Aku akan memiliki anak perempuan?" "Aku rasa begitu. Kau bisa lihat nanti saat anakmu lahir. Dia akan mirip dengan ayahnya, Seth!" Daliah menggigit bibirnya. Tidak tau harus mengatakan apa. "Sekarang makanlah. Kau sangat lapar, kan? Jangan malu-malu, ini rumahmu juga!" "Terimakasih, aku memang sudah sangat lapar. Jadi maaf jika nanti aku makan dengan sedikit memalukan." Daliah melirik Seth sekali lagi, entah untuk apa. Sepertinya Alana sudah mulai pikun. Wanita tua itu sudah menunjukkannya sejak awal. Ia mengatakan kalau sebelumnya Daliah dan dirinya sudah pernah berjumpa, lalu mengatakan kalau Daliah adalah istri Seth dan meramalkan kalau bayi yang ada di kandungannya adalah perempuan. Apakah ia lupa kalau Seth belum menikah. Daliah tidak mau memikirkan hal itu dulu saat ini. Sekarang yang terpenting baginya adalah mengisi perutnya. Ia memang sangat kelaparan, tapi ternyata semua makanan yang dibawakan Alana dengan cepat bisa memenuhi perutnya. Ternyata Daliah tidak perlu makan tanpa terkendali. Setelah kenyang, Daliah bersandar di kursinya dan meneguk coklat yang sudah menjadi hangat itu pelan-pelan, ia melirik Seth sekali lagi dan Seth sudah menyelesaikan ritual makannya. "Kalian pulang ke wellington lusa saja! Badai itu akan merusak jalan dan mereka butuh waktu seharian untuk membersihkannya!" Seth menggeleng. "Kita lihat besok saja. Kau punya baju ganti? Daliah sepertinya sudah kedinginan. Baju itu bahkan sudah hampir mengering di tubuhnya." 86 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Bawa saja dia ke kamar mendiang ibumu. Pakaian ibumu masih banyak dan belum kusimpan sampai sekarang. Kau juga bisa mengganti pakaianmu dengan pakaian ayahmu." "Kalau begitu kami permisi. Boleh, kan?" Alana mengangguk. "Ya, istrimu terlihat sangat lelah. Ia harus beristirahat secepatnya." Seth bangkit dari kursinya dan mengajak Daliah beranjak. Daliah dengan patuh mengikutinya dan ketika ia kesulitan menaiki tangga, Seth membimbingnya. Dalam beberapa menit mereka sudah tiba di sebuah kamar yang kecil. Saat Seth membuka pintunya, bunyi deritan membahana membuat Daliah yakin bahwa usia pintu itu mungkin sama tuanya dengan usia rumah ini dan bisa jadi lebih tua dari usia Alana. Seth membimbing Daliah untuk duduk di ranjang lalu berjalan ke lemari untuk mencarikan pakaian ganti yang pas untuknya dan Daliah. "Kenapa kau melarangku mengatakan kalau aku bukan istrimu?" Daliah bertanya dengan nada heran yang sangat jelas. Seth berdehem sejenak lalu berujar. "Percuma, ia akan berkeras kalau kau adalah istriku lalu akan mengajakmu berkelahi. Dia sangat keras kepala. Jadi sebaiknya kau iya-kan saja apapun katanya. Dia sudah tua, jadi kelakuannya kembali seperti anak-anak lagi." "Tapi dia tidak pantas menjadi nenekmu, Seth. Dia terlihat seperti ibumu. Masih sangat muda." "Dia bukan nenek kandungku, usianya memang berbeda sedikit dengan ibuku. Istri kakekku yang baru setelah nenek kandungku meninggal dunia. Tapi sikapnya tetap saja seperti nenek-nenek. Kau lihat tadi, kan?" Seth lalu menyodorkan sebuah blouse katun berwarna hitam kepada Daliah. "Ini akan cocok untukmu" Daliah mengangguk lalu mengambil pakaian itu dari tangan Seth, ia memperhatikan setiap jengkal blouse itu dengan seksama. Modelnya 87 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

memang sudah tua, tapi masih sangat cantik. Blouse itu mungkin berakhir di lututnya dengan lengan sesiku dan renda di bagian leher berpotongan rendah. Sebuah tali di bagian kiri dan kanan seharusnya diikat jika Daliah memakainya nanti. "Ibumu pasti sangat cantik, seleranya bagus. Lalu dimana aku harus mengganti pakaian?" "Disini saja, di balik sana!" Seth menujuk sebuah bilik kecil di sebelah lemari yang terbuat dari tirai. Sejenis ruang ganti pribadi yang memang disiapkan untuk itu. "Kita tidak bisa keluar, pintu itu akan berderit dan akan membuat Alana sibuk, kecuali bila dia yang membuka pintu itu dengan tangannya sendiri." "Baiklah, aku akan kesana." "Dan kau jangan keluar jika aku belum memerintahkan, aku juga akan mengganti pakaian di kamar ini. Kau tidak ingin melihatku tanpa pakaian, kan?" Pipi Daliah memanas mendengar kata-kata itu. Ia menunduk dalam dan berjalan menuju balik tirai. Dengan perasaan yang bercampur aduk Daliah membuka pakaian basahnya, menggantinya dengan yang baru lalu kesulitan untuk mengaitkan kancing klasiknya yang tenyata berada di bagian belakang. Daliah selalu berusaha tapi tubuhnya sempoyongan, ia hampir jatuh. Mungkin karena terlalu lelah dan masih butuh istirahat. Daliah menanti Seth selesai mengganti pakaiannya, ia akan meminta bantuan Seth untuk mengaitkan besi-besi kecil itu. Seth pasti tidak akan memanfaatkannya. Daliah yakin kalau Seth adalah orang yang baik. "Aku sudah selesai. Kalau kau juga sudah selesai kau boleh keluar sekarang!" Suara Seth terdengar cukup lantang. Daliah menggeser tirai itu sedikit lalu menyembulkan kepalanya. "Maukah kau membantuku? Aku tidak bisa mengaitkan kancingnya sendiri. Berada di punggung dan terlalu banyak. Aku sangat kesulitan." 88 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Jantung Seth berdegup kencang mendengar itu. Haruskah ia membantu Daliah. Ia bisa saja menawarkan Daliah untuk mengganti pakaiannya dengan yang lain. Tapi entah mengapa Seth tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Hasratnya terbangun lagi, tapi Seth tidak ingin Daliah menyadarinya. Ia berusaha keras untuk tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, kemari!" Daliah berjalan perlahan mendekatinya lalu menunjukkan punggungnya kepada Seth. Seth harus menahan nafas saat ia melihat punggung yang terbuka hingga ke pinggul. Seth memulainya dari bawah, jarinya menyentuh pinggul Daliah dan Daliah merinding. Semakin ke atas keduanya semakin merasa kikuk. Seth merasakan sensasi yang luar biasa saat menyentuh kulitnya, nafasnya mulai terengah-engah dan Seth berusaha menahannya agar tidak terdengar terlalu keras. Daliah menggosok tengkuknya dengan resah, beberapa kali ia berdesah setiap kali jari Seth menyentuh kulitnya, membuat Seth bergerak semakin cepat. Seth tidak ingin lepas kendali lebih jauh. Ini sudah cukup dan sudah mampu untuk membuatnya frustasi semalaman. Ia menyelesaikan semuanya dalam sekejab lalu melangkah mundur menjauhi tubuh Daliah. "Sudah!" Gumamnya. Daliah berbalik dan memandangnya. "Terimakasih." "Sama-sama!" Kebisuan mengganggu mereka untuk beberapa lama hingga Daliah memulai percakapan lagi. "Maafkan aku tentang yang tadi, aku terlalu sensitif karena mengandung. Jadi..." "Maksudmu saat kau berdesah?" Daliah mengangguk malu. "Bukan masalah, aku tidak akan tergoda pada perempuan yang perutnya besar!" Seth berusaha untuk mengubah nada suaranya menjadi jenaka. Ia takut Daliah tersinggung lagi dan memaksa pergi 89 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

dari rumah malam ini juga. "Apakah saat tersinggung di dekat stasiun trans metro waktu itu juga karena kehamilanmu?" Daliah angkat bahu. "Aku juga tidak tau. Tapi itu pertama kalinya aku merasa seperti itu karena ucapan seseorang. Aku belum minta maaf untuk yang itu, kan?" Seth menggeleng untuk mengatakan bahwa meminta maaf bukanlah hal yang perlu dilakukan saat ini. Ia lebih memilih memandangi Daliah untuk memantau kepantasannya memakai pakaian itu. "Pakaiannya cocok untukmu. Ibuku masih punya beberapa lagi jika kau tidak keberatan memakai pakaian bekas. Maksudku..." "Tidak, aku tidak keberatan karena itu pakaian bekas ibumu. Aku lebih keberatan karena itu kenangan mendiang ibumu, kan?" "Ibuku sudah meninggal dunia sangat lama. Ayahku sekarang tinggal di Wellington bersama istri barunya. Jika tidak kau gunakanpun pakaian itu bisa habis dimakan rayap. Jika kau bersedia menerimanya aku akan sangat senang." Daliah berfikir sejenak. "Apakah tidak apa-apa?" "Tidak, kau bisa memakainya sampai usia kandunganmu lima atau enam bulan. Jadi kau tidak perlu menggunakan pakaian ketatmu lagi. Kau sepertinya tidak siap mengandung, kau juga tidak menyiapkan pakaian-pakaian yang pantas untuk wanita hamil." "Kehamilan ini memang sangat tiba-tiba. Aku berencana akan membeli pakaian itu setelah pulang dari klinik waktu itu. Tapi uangku habis. Semua pakaian lamaku sepertinya sudah mulai menekan perutku. Yah, aku tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran baju bekasmu." Seth merasa lega, terlebih setelah melihat senyum Daliah untuknya. Ia mendekat lagi ke lemari dan mencari pakaian lain milik ibunya yang sesuai sedangkan Daliah mengemasi pakaian mereka yang basah dan meletakkannya di pinggir pintu. 90 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth menemukan lima potong pakaian lagi. Tidak, ia bahkan mendapatkan enam potong dan yang ke tujuh, lalu ke delapan. Setidaknya seluruh pakaian itu cukup untuk Daliah gilir setiap hari selama berminggu-minggu ke depan. Seth berbalik dan melihat Daliah mengemasi tempat tidur. Ia kembali diganggu oleh hasratnya, tapi gangguan itu segera pergi karena Daliah mengerjakan semuanya dengan sangat cepat. "Sekarang ranjangnya sudah siap untuk ditiduri." Seth menggeleng lalu menyerahkan pakaian-pakaian itu kepada Daliah. "Ini untukmu, besok kau bisa meminjam setrika milik Alana untuk membuatnya terlihat lebih rapi dan baru. Aku tidak akan tidur di kamar ini. Kau saja yang tidur disini." "Tapi tadi kau bilang kalau pintu itu tidak boleh dibuka karena akan berderit dan..." "Aku tidak keluar dari pintu!" Potong Seth. "Aku akan pindah ke kamar sebelah lewat jendela. Kamar sebelah, jendelanya selalu terbuka dan tidak bisa di kunci, karena itulah Alana selalu mengunci pintunya dari luar. Aku akan pindah kesana dan kau seharusnya mengunci pintu kamar ini dari dalam. Meskipun kau bangun sangat pagi besok, jangan pernah membukakan pintu jika aku belum kembali ke kamar ini lagi. Mengerti?" ®LoveReads

91 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 19

Bunyi kaca jendela yang diketuk-ketuk membangunkan Daliah dari tidurnya yang nyaman. Ia segera bangkit mengingat kalau Seth mungkin lelah bergelantungan disana demi bisa masuk pagi ini. Saat membuka tirai jendela, Daliah bisa melihat kalau langit masih berwarna biru, fajar baru saja menyingsing. Ia membuka jendela dengan sangat perlahan dan membiarkan Seth masuk. Setelah Daliah mengunci pintu, ia menatap Seth yang sudah berbaring di atas ranjang. "Aku susah tidur semalam, di kamar sebelah tidak ada lampu dan aku tidak bisa tidur dalam gelap. Aku tidur sebentar disini, boleh? Menjelang kita pergi siang ini!" "Kau Nictophobia?" Seth menggeleng. "Aku hanya tidak suka, bukan tidak bisa. Selamat pagi Daliah!" Dan Seth memeluk guling seerat mungkin lalu tertidur dengan cepat. Ia pasti juga sangat lelah. Daliah berbaring di sebelahnya, berharap kalau ia bisa melanjutkan tidurnya, sayangnya Daliah tidak bisa melakukannya. Matanya terus terbuka karena menurut kebiasaannya, Daliah tidak bisa tidur lagi jika sudah terbangun. Bunyi suara sibuk di dapur membuat Daliah memutuskan untuk beranjak kesana. Ia membuka pintu dan mengusahakan agar bunyi deritannya tidak panjang. dengan cepat Daliah menyisipkan tubuhnya dan berjalan menuruni tangga secepat yang dia bisa. Tapi kecepatannya mungkin menyamai gerakan tercepat kura-kura. Daliah masih belum bisa bergerak dengan normal seperti yang biasa dilakukannya. Ia berjalan ke dapur sambil memegangi tembok dan melihat Alana sudah sibuk di dapur. Wanita itu memegangi sapu untuk menyapu genangan air yang memenuhi dapurnya. Hujan masih belum berhenti. Tinggal gerimis saja tapi cukup untuk membuat pagi terlambat datang. 92 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Saat Daliah memandangi jam di dinding, ternyata sudah pukul enam pagi. Ini adalah ukuran kesiangan untuknya. "Ada yang bisa ku bantu?" Desisnya saat melihat Alana kerepotan. Alana menoleh kepadanya sejenak lalu menggeleng. "Kau duduk saja. Masih merasa lelah, kan? Aku sudah biasa melakukan ini. Bertahuntahun aku tinggal sendirian dan selalu kerepotan jika hujan. Tapi aku tidak mau pindah saat Seth mengajakku. Aku mencintai tempat ini, sebuah rumah di pinggir danau peninggalan suamiku tidak bisa kutinggalkan begitu saja. Bisa digusur oleh pihak yang mencari celah untuk membangun tempat wisata. Aku harap jika suatu saat nanti Seth sudah cukup mapan untuk mengendalikan segala usahanya dari jauh, kalian berdua bisa pindah kemari dan menjaga rumah ini untukku, aku tidak tau akan hidup berapa lama lagi." Daliah mendesah halus. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa tentang ocehan Alana itu. Bagaimana mungkin Daliah dan Seth bisa pindah kemari sedangkan mereka sama sekali tidak memiliki hubungan apapun. "...bagaimana suamimu? Dia sudah bangun?" "Tadi Seth bangun sebentar, tapi segera tidur lagi. Mungkin masih lelah!" "Dia memang pemalas. Selalu bangun siang!" Alana menggeram lalu memandangi Daliah sekali lagi. "Pakaian itu sangat pas denganmu." "Terimakasih." "Kalau begitu bawa pulang saja semua pakaian di lemari." "Seth sudah memilihkan beberapa potong untukku, aku tidak bisa membawa pakaian selemari karena tidak akan bisa di muat di mobil Seth." "Hari ini kau mau sarapan apa?" "Roti panggang saja, kau punya pemanggang roti, kan? Aku akan membuatnya untukmu." 93 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Yah, kau sangat pengertian sekali, tapi biarkan aku yang melakukannya. Seth pasti sudah memperlakukanmu dengan buruk! Kau bisa memaafkannya kan?" Dahi Daliah berkerut. Alana mulai lagi, Seth sangat baik kepada Daliah tadi malam, juga hari ini. Ia sudah memaafkan kejadian di stasiun dan mereka sudah berteman baik. Apa lagi yang perlu dimaafkan? Daliah tersenyum, hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun. ®LoveReads

Seth turun dari lantai atas dengan gusar lalu mencari gelas untuk segelas air putih, beberapa saat kemudian ia kembali lagi ke atas dan turun membawa semua pakaian yang dipilihkannya untuk Daliah. Seth meletakannya di dalam keranjang lalu menyiapkan setrika uap yang ada di dapur. Dengan sigap Daliah berdiri dan berusaha mengambil setrika uap itu dari tangan Seth. Sayangnya Seth lebih tangkas, ia menolak dengan menjauhkan benda itu dari gapaian Daliah. "Kenapa kau yang melakukannya? Biarkan aku melakukan itu sendiri!" Daliah menggerutu. "Kau tidak bisa berdiri terlalu lama. Hanya beberapa potong, aku biasa melakukannya sendiri di apartemen. Jadi diam dan duduklah!" Daliah menghela nafas, "Mengapa tidak ada satupun dari kalian yang membiarkanku melakukan sesuatu. Aku terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal seperti itu bukanlah pekerjaan berat untukku!" Alana menggeleng lalu tertawa. "Karena kau sedang mengandung. Kau masih butuh istirahat. Kalau ingin mengerjakan sesuatu, nyalakan televisi saja!" 94 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah menggigit bibirnya. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa karena semua orang melakukan hal itu demi kebaikannya. Daliah menyalakan televisi dan menonton berita pagi. Ada satu hal yang membuatnya tercengang. Sepertinya ramalan Alana benar tentang jalan yang rusak akibat badai. Ada beberapa pohon tumbang di dekat pegunungan dan itu adalah jalan satu-satunya menuju rumah. Daliah dan Seth saling pandang, sepertinya mereka memang harus pulang besok, mereka tidak bisa bergerak kemana-mana hari ini. "Apakah ramalan nenekmu tentang anakku juga benar?" Seth menoleh kepada Daliah yang duduk di sebelahnya. Mereka berdiam diri di balkon lantai atas untuk memandangi pemandangan danau Taupo yang sudah bercampur dengan atap-atap rumah lainnya. Gerimis masih terus berlangsung, belum mau berhenti. Langit mendung masih menggelayuti. Sepertinya malam ini akan turun hujan lanjutan. "Ramalan yang mana?" "Tentang anakku yang berjenis kelamin perempuan." "Memangnya kenapa? Kau tidak suka pada anak-anak?" "Aku suka pada anak-anak, aku hanya takut bila anakku benar-benar terlahir sebagai perempuan." "Astaga, bukankah wanita lebih suka bila anak yang dikandungnya perempuan? Kenapa kau berbeda? Ayahnya ingin kau melahirkan seorang putra?" Daliah menggeleng. Ia bahkan tidak tau apakah ayah dari bayinya menginginkan anak itu atau tidak. "Perempuan sangat lemah, mereka hanya bisa menerima saja jika diperlakukan buruk oleh lakilaki. Aku akan sangat sedih bila anakku seperti itu. Jika dia lahir sebagai laki-laki, ia tidak mungkin seperti itu, kan?" Seth membeku. Kata-kata Daliah sudah membuat dirinya terasa hidup tanpa jiwa. Ia mengerjapkan matanya dan kembali menatap Danau Taupo dengan seksama. Tapi Seth bersumpah, ia sendiri tidak 95 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

tau matanya melihat apa. Ia memikirkan kata-kata Daliah tadi, "Jika anakmu terlahir sebagai perempuan apa yang kau lakukan? Kau tidak akan menyia-yiakannya hanya karena ia bukan laki-laki seperti yang kau inginkan, bukan?" "Tidak, aku akan tetap menjaganya. Aku malah akan lebih gigih untuk melindunginya bila dibandingkan dengan ia terlahir sebagai laki-laki. Aku hanya takut anakku seperti aku." "Sepertimu? Maksudmu?" Daliah menggeleng, lalu tersenyum. "Bukan apa-apa. Kurasa ini hanya syndrome pasca kehamilan. Aku benar-benar Shock saat tau aku mengandung sedangkan aku sama sekali belum siap untuk itu. Belum lagi karena aku harus menjalaninya sendirian. Aku takut lelah, siapa yang akan membantuku saat kandunganku semakin berat? Aku tidak mungkin merepotkan Daisy selamanya." Yah, bukankah Daisy bilang bahwa Daliah menikah dengan pilot. Mungkin suaminya terlalu sibuk menerbangkan pesawat tanpa memiliki waktu untuk berhenti. Daliah pantas bersedih jika ia mencintainya. Usia pernikahannya bisa terbilang baru, Daliah masih perawan di malam itu, lalu menikah dan mengandung dengan sangat cepat. Wajar kalau dirinya serba ketakutan dengan apa yang terjadi padanya saat ini. "Besok kita pulang jam berapa?" Daliah memecah lamunan Seth. Seth menghela nafas lalu memandanginya. "Kau masih sangat lelah? Aku berencana pulang sore ini. Besok aku harus bekerja dan tidak bisa menunggu sampai pagi. Jika kau cukup kuat kita akan bersiapsiap sekarang juga untuk pulang." "Tidak, bukan masalah. Aku juga sudah merindukan kamarku. Disana tentu saja adalah tempat ternyaman bila dibandingkan dengan tempat seperti apapun!" ®LoveReads 96 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 20

Bisakah hubungan mereka disebut sebagai hubungan persahabatan? Daliah dan Seth sudah begitu dekat semenjak kejadian itu, Daliah bahkan bisa membuat Seth merasa nyaman untuk berlama-lama di apartemen Daisy setelah sekian lama ia tidak merasakan kenyamanan itu lagi. Tidak bisa dipungkiri bahwa perasaan kehilangan sudah membuat Seth mengerti betapa sesungguhnya Daliah memegang peranan yang cukup penting dalam hidupnya. Tapi Seth benar-benar tidak bisa melanjutkan perasaannya ke jenjang yang lebih jauh. Walau bagaimanapun Daliah sudah bersuami, dan Seth tidak mungkin bisa mencintai wanita yang sudah bersuami. Tapi Seth sendiri menolak untuk menghindar dari Daliah, ia lebih suka memutuskan untuk menemani Daliah menjadi pengganti dari suaminya selagi Daliah berada di New Zeeland bersama mereka. Menggantikan suaminya untuk menjaganya dan menemaninya, tidak lebih. Kandungan Daliah sudah sebulan yang lalu memasuki trimester ketiga, tinggal hitungan munggu dan ia akan segera melahirkan. Tapi hari ini adalah hari pertama Daliah memeriksakan kandungannya lagi setelah yang terakhir saat wanita itu kembali ke wellington. Ia sangat takut dengan rumah sakit, takut dengan ramalan tentang jenis kelamin anaknya. "Lalu apa yang memutuskanmu untuk USG sekarang? Bukankah kau takut jika anakmu berjenis kelamin perempuan?" Tanya Seth saat mereka berdua berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Daliah melangkah dengan sangat pelan seolah-olah ia tengah berjalan menuju kematian. "Aku hanya ingin mempersiapkan diri. Jika dia adalah seorang perempuan setidaknya aku sudah mempersiapkan hatiku lebih lama lagi. Aku tidak ingin menjauhinya karena ia seorang perempuan saat bayiku lahir nanti." 97 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, sebaiknya begitu. Jika saja bayimu perempuan, kau harus bisa membuat anakmu menjadi perempuan yang hebat, perempuan yang tidak bisa ditindas ataupun dimanfaatkan oleh laki-laki. Kau tidak boleh kecewa dengan kelahirannya. Bisa saja dia akan menjadi wanita perkasa yang akan memberikan pelajaran pada banyak laki-laki hidung belang!" Seth tertawa karena ucapannya, ia senang saat Daliah merespon kata-katanya dengan tawa juga. "Sepertinya kata-katamu benar. Aku tidak perlu takut jika anakku seorang perempuan. Dia harus terlahir dengan sehat dan kuat, dia tidak bisa ditindas oleh siapapun." "Karena itu, berjuanglah. Aku akan mendukungmu dengan sepenuh hati." Daliah mengangguk, semangat itu mulai merasukinya dan membuat langkahnya melaju semakin cepat. Ia menyenangi keberadaan Seth di sampingnya, Seth adalah sahabat yang baik yang membuatnya merasa tidak sedang hidup sendirian di dunia ini. Pintu ruangan Dokter spesialis kandungan sudah di depan mata. Daliah senang karena tidak ada Antrian di pagi hari seperti sekarang, ia bisa masuk dengan mengetuk pintu saja dan sang dokter akan menyambutnya dengan senyuman. Daliah memeriksakan kandungannya seperti biasa dan dokter sangat senang saat Daliah mengajukkan permintaan untuk USG. Sebenarnya dokter sudah sangat lama ingin melakukan itu untuk memantau perkembangan bayinya, tapi sayangnya selama ini Daliah tidak mengizinkannya meskipun dokter mengatakan kalau Daliah tidak perlu melihat dan mengetahui apa jenis kelamin dari anaknya. Daliah menanti segalanya dipersiapkan, jantungnya berdebar-debar menanti saat-saat ia bisa melihat anaknya. Berkali-kali Daliah mengeluh karena degupan jantungnya yang terlalu kuat, ia juga duduk dengan sangat gelisah dan meminum air mineral yang di98 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

berikan dokter dengan jumlah yang banyak. Karena itu Daliah berkali-kali bolak-balik ke kamar mandi, ia membuat Seth tertawa. "Hentikanlah, kau baru akan melakukan USG, bukan melahirkan. Tidak perlu terlalu gugup!" "Aku juga tidak mengerti mengapa bisa begini," Gumam Daliah dengan wajah kesal. Seth tertawa lagi dan berusaha menyembunyikan tawanya. Ia baru berhenti ketika Dokter mengatakan kalau semua perlengkapan sudah siap. Ada sebuah keinginan yang datang tiba-tiba di benak Seth untuk melihat bayi itu juga. Keinginan yang begitu membuncah yang menurutnya hanya berasal dari rasa penasaran saja. Tapi Seth tidak berani mengajukkan keinginannya kepada Daliah. Beruntung dokter mengajaknya ikut serta dan Daliah mengizinkannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya Seth merasa sangat bahagia. Daliah berbaring di sebuah ranjang rumah sakit, Dokter membuka bagian perutnya dan mengolesinya dengan sebuah Gel dingin. Daliah bergindik saat itu, juga saat sebuah alat menempel di perutnya. Tidak butuh waktu lama Daliah bisa melihat bayinya. Bergerakgerak dalam gambar hitam putih, bentuknya sudah sangat jelas, ia sudah besar. Sudah sangat berkembang dan siap lahir ke dunia. "Bayinya perempuan." Gumam Dokter. Daliah menghela nafas, ramalan Alana benar tentang jenis kelamin bayinya. Anak itu adalah seorang perempuan. Tapi bukan masalah. Bukankah Daliah akan mendidik putrinya untuk menjadi seorang gadis yang kuat? Ia tidak akan kalah dengan laki-laki, tidak akan ditindas, tidak akan dijadikan pemuas nafsu belaka seperti dirinya. "Bayimu besar sekali." Desis Seth. "Ya, sepertinya kau harus operasi." Dokter juga ikut berbicara lagi. "Kondisi tubuhmu selama ini kurang bagus, dengan bayi sebesar ini, aku fikir kau akan kesulitan untuk melahirkan secara normal." 99 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah memandang Seth murung, ia mengingat uangnya yang habis di tabungan. Beberapa bulan lalu Noah mengirimnya uang untuk membeli ponsel agar dia bisa menghubungi Daliah saat Noah menginginkannya. Noah juga mengirimkan uang dengan berbagai alasan, tapi Daliah tidak pernah menggunakannya. Ia tidak ingin menggunakan sepeserpun uang Noah untuk dirinya. Dengan gamang Daliah menoleh kepada Dokter, "Mengenai biayanya…." "Kau tidak perlu memikirkan itu!" Seth memotong, ia mendekat untuk menggenggam tangan Daliah erat. "Aku akan meminjamimu uang untuk biaya operasi. Aku hanya akan memberikanmu bunga setengah persen perbulannya. Tapi jika kau tidak mengembalikan uangku dalam lima tahun, aku akan menaikkan bunganya-mengerti?" "Terimakasih Seth, kau memang teman yang sangat bisa diandalkan" Seth mengangguk mengerti, ia menatap monitor itu lagi dengan kagum. Melihat bayi Daliah membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ia seperti diganggu oleh emosi yang sangat tidak bisa dimengerti, bahagia karena bisa melihat bayi itu hari ini, sedih karena anak itu bukan miliknya dan marah karena Daliah yang sudah disakitinya ternyata dimiliki oleh orang lain sebelum Seth bisa menebus kesalahannya. ®LoveReads

100 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 21

"Aku ingin membeli ponsel, tapi uangku sangat sedikit. Kau bisa membantuku?" Daliah bergumam di telpon kepada Seth. Ia baru saja meminjam uang dari Daisy demi ponsel itu. Noah harus segera dihubungi karena laki-laki itu selalu menelpon ke ponsel Daisy atau Rex jika ingin berbicara padanya. Daliah sudah mulai merasa tidak enak, ia akan mengganggu Daisy dan Rex jika Noah menelponnya di tengah malam seperti yang beberapa kali dilakukannya. "Apa yang perlu kubantu?" "Carikan aku ponsel yang sesuai dengan uangku, ponsel bekas juga tidak masalah, aku akan sangat berterimakasih jika kau bisa membelikan benda itu untukku hari ini juga. Ada banyak orang yang ingin ku hubungi. Orang-orang di Canada juga selalu menanyakan nomor ponselku." "Baiklah, aku akan mengantarkan ponsel yang sesuai dengan uangmu. Sekarang aku harus menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu sebelum keluar lebih cepat untuk mencari ponsel." "Terimakasih, Seth. Kau selalu bisa diandalkan!" "Sama-sama. Kita teman, kan?" Daliah tersenyum senang sebelum memutuskan sambungannya. Saat ia menyodorkan ponsel milik Daisy kepada pemiliknya yg sejak tadi berada bersamanya, Daliah mendapatkan tatapan penuh kebanggaan dari Daisy. "Seth selalu bisa diandalkan? Ya, memang begitu. Selama ini Seth juga selalu membantuku!" Ujar Daisy dengan ekspresi gembiranya. "Tidak salah bila aku merekomendasikannya untuk membantumu mencari ponsel." "Ya, dia juga banyak membantuku. Semula kukira Seth sama sekali 101 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

tidak menyenangkan. Saat pertama kali bertemu di apartemen ini, dia sangat dingin." "Dia memang sedikit kaku pada orang yang tidak dikenal, tapi setelah dekat, Seth tetaplah orang yang menyenangkan. Ah, ya. Bagaimana dengan Noah? Kalian berbincang-bincang di telpon semalaman, bukan?" Daliah mengangguk. "Aku ingin menolaknya, tapi tidak bisa." "Kenapa ingin menolaknya?" "Aku tidak merasa pantas untuk mendampinginya. Dulu aku boleh saja memiliki harapan itu, tapi mengingat kehamilanku, sangat tidak adil baginya bila harus menerimaku dan anakku sekaligus. Seperti memaksakan dua beban sekaligus untuk ditanggungnya." "Dia masih menunggumu. Kau boleh pulang setelah pulih dari melahirkan nanti." "Aku harus menunggu anakku cukup kuat untuk kembali. Dia harus sudah berhenti menyusu saat itu. Bukankah kau akan mengakui anakku di Canada besok? Jika anakmu menyusu kepadaku, semua orang akan curiga!" "Kasihan Noah, dia pasti gila karena harus menunggumu dalam waktu yang lama. Aku akan berkonsultasi kepada dokter, kita bisa saja membawa anakmu meskipun dia masih dalam keadaan menyusu. Kau bisa memeras susumu dan menyimpannya di dalam botol. Asalkan selama bayimu masih menyusui kau harus mengindari seks bersama Noah." "Apa yang kau katakan itu?" "Astaga, Aku tau apa yang sudah kau lakukan dengan Noah sebelum pergi. Gossip itu benar-benar menggemparkan. Janette bahkan menangis memelukku karena melihat Noah dan dirimu saat itu. Makanya kukatakan kau harus menghindar untuk bercinta dengan 102 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Noah, dia bisa curiga jika melihat air susu di saat kalian bercinta." "Jangan berkata seolah-olah aku menginginkannya." "Kau tidak menginginkannya?" "Aku terpaksa mendatanginya malam itu karena mengikuti rencanamu untuk menjadikannya ayah dari anakku, jadi malam itu aku benar-benar mempermalukan diriku sendiri dan aku sangat tersiksa. Noah benar-benar menunjukkan kasih sayangnya sehingga aku tidak tega membohonginya, karena itu akhirya aku memutuskan untuk mengikutimu ke New Zeeland." "Dan kalian mengulanginya lagi pagi itu?" "Aku juga tidak menginginkan yang itu. Noah mengetahui keberangkatanku. Dia masuk ke kamarku dan menuntut. Menurutnya aku sudah memberinya harapan dan malah ingin meninggalkannya. Aku bersumpah tidak tau harus mengatakan apa. Dia nyaris membuatku mengatakan padanya kalau aku sedang mengandung. Untungnya Noah lebih tertarik untuk bercinta bila dibandingkan berdebat tentang motivasiku untuk mengikutimu ke New Zeeland. Aku sudah menekankan padanya kalau kami hanya teman. Sampai matipun aku tidak bisa menikah dengannya." "Lalu kau akan sendirian seumur hidupmu seperti Olive?" "Kami menikah untuk punya anak, kan? Olive sudah cukup bahagia dengan Janette. Aku juga sudah memiliki anak yang sebentar lagi akan lahir ini. Itu sudah cukup menghibur, lalu aku akan mendidik anakku menjadi kuat seperti Janette. Tidak, anakku harus lebih kuat bila dibandingkan dengan Janette. Gadis itu akan membantuku mendidik anakku seperti aku mendidik Janette." "Seperti simbiosis yang tidak pernah putus. Olive mendidik putri ibumu, kau mendidik putri Olive, lalu putri Olive mendidik putrimu. Kau tidak ingin menghentikan hubungan seperti ini? Kau, Janette, Olive. Kalian semua bisa jadi memiliki hubungan darah dengan 103 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

keluarga Ouray. Kalian adalah putri majikan kalian, entah majikan yang mana. Atau putri kerabat majikan, atau sahabat, relasi, atau orang kaya manapun yang pernah menginap di rumah Ouray" "Ku rasa itu sudah menjadi Tradisi. Itu juga sudah menjadi rahasia umum. Karena itu kepala pelayan selalu diambil dari keturunan yang sama." Daisy mengangguk-angguk. Ini memang bukan rahasia dan ia sudah mengetahui semuanya. Karena itu Daisy tidak perlu merasa heran jika kepala pelayan benar-benar diperlakukan seperti keluarga meskipun keluarga yang satu ini harus berkata-kata penuh dengan kesopan santunan. Tapi mereka mendapat pendidikan sekelas dengan majikan mereka, mereka juga cantik, karena semua kepala pelayan berasal dari keturunan yang terpercaya meskipun mungkin ayah mereka tidak mau mengakui mereka, atau mungkin tidak tau tentang keturunan mereka yang tertinggal di rumah Ouray. Para pelayan yang menjadi korban, selalu punya cara untuk melahir-kan putrinya dengan aman dan tinggal di rumah Ouray seumur hidupnya. Mereka akan tega menjebak laki-laki lain untuk ber-tanggung jawab pada kehamilan mereka. Sayangnya Daliah tidak seperti pendahulunya. Ia tidak bisa berkeras hati untuk membujuk Noah. Akibatnya, Daliah terancam kehilangan putrinya. "Jika anakku lahir, benarkah kau akan mengakuinya sebagai anakmu, Daisy? Tidak bisakah dia tetap menjadi anakku saja?" Daisy memandang Daliah dengan seksama lalu menyentuh tangannya. "Aku berjanji itu hanya untuk sementara, hingga aku memiliki anakku sendiri. Aku akan mengatakan kepada semua orang kalau anak cantik itu sebenarnya adalah putrimu. Atau, jika aku tidak bisa memiliki anak, aku akan mendiskusikannya dengan Lawrence terlebih dahulu. Tapi Bethoven pasti akan mengamuk jika tau kau hamil tanpa mengetahui siapa ayah dari anakmu. Kita harus pelan-pelan dan lebih hati-hati. Jika tidak, bisa terjadi keributan di rumah Ouray karenamu!" 104 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah memandangi ponsel berukuran mini itu dengan seksama. Ia tau kalau ponsel itu adalah ponsel mahal keluaran terbaru. Padahal Daliah tau kalau uangnya hanya cukup untuk membeli ponsel bekas dengan tipe terlama. Tapi Seth memberikannya ponsel mahal ini dan membuat Daliah gelisah, uangnya sama sekali tidak cukup untuk mengganti uang Seth sesuai dengan harga ponsel itu. Daliah menghela nafas kesal, Seth sedang mempermainkannya? "Lebih baik kau bawa saja ponsel ini. Uangku tidak cukup untuk membayarnya. Bagaimana aku bisa mengembalikan uangmu kalau begini?" "Ini ponsel murah. Aku pilih sesuai dengan uangmu." "Kau berbohong, kan? Aku tau kau berbohong. Kau ingin aku berhutang terus padamu, ya? Ponsel ini bahkan iklannya masih terus ditayangkan di televisi." "Aku bersumpah kalau harga ponsel ini memang murah!" Seth mulai geram karena Daliah tidak percaya pada ucapannya. Ponsel itu memang bukan ponsel murah. Ia tidak akan tega membiarkan Daliah menggunakan ponsel bekas. Seth sengaja membelikan ponsel itu demi Daliah karena ia tau kalau Daliah menginginkannya. Seth pernah melihat Daliah mengagumi Ponsel itu saat iklannya ditayangkan di televisi. Tapi menghadiahkannya secara langsung tentu saja membuat Seth akan malu karena Daliah tidak akan mau menerima pemberian mahal. Karena itu Seth lebih memilih untuk sedikit menipu dengan cara ini saat kebetulan Daliah minta dicarikan ponsel. "Seth, aku tidak bisa menerima ini dengan cuma-cuma, kau tau? Berapa banyak uangmu yang kau gunakan untuk menambahinya?" "Ini sesuai dengan jumlah uang yang kau sebutkan padaku. Kenapa kau masih tdak percaya? Aku punya teman di Cuba yang menjual ponsel dengan harga murah. Lagi pula ini juga bukan ponsel baru. 105 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ini ponsel bekas. Pemilik lama baru menggunakannya beberapa minggu sebelum dia bosan dan menggantinya lagi dengan tipe yang lebih baru. Percayalah, aku cukup pintar tentang hal ini. Kau cukup memberikan uang yang kau miliki padaku. Tidak perlu berfikir aku membelikanmu ponsel keluaran terbaru lalu memaksakan diri untuk menolaknya." "Ya, terimalah! Aku juga pernah dicarikan ponsel bagus dengan harga murah. Seth tidak akan berbohong!" Daisy berkata lantang sambil berjalan mendekati pintu. "Aku pergi dulu menyusul Rex ke Cafe. Akan pulang sedikit lebih malam karena ini malam minggu. Cafe pasti sangat ramai. Sampai jumpa." Lalu Daisy menghilang. Daliah termenung memandangi ponsel itu beberapa saat. Hatinya masih ragu, tapi ucapan Daisy cukup mampu untuk melenyapkan sebagian besar keraguannya dan membuatnya menggenggam ponsel itu erat-erat. Daliah mengangkat wajahnya untuk menatap Seth dengan pandangan yang sangat tulus. "Terimakasih, Seth. Maaf karena aku tidak percaya padamu!" "Ya, aku mengerti. Kau sensitif karena kandunganmu, kan?" Daliah mengangguk lalu tersenyum. "Mudah-mudahan saja iya!" Seth mengambil lagi ponsel yang berada di dalam genggaman Daliah dan mengajarkan Daliah cara menggunakannya. Ia menekan berbagai tombol untuk menguji coba. Seth bahkan sempat memotret ruang tengah dan menjadikannya sebagai wallpaper. Jaringan internet juga membuat Seth mampu mendownload berbagai informasi tentang kehamilan yang membuat Daliah merasa senang. "Ini adalah ponsel yang sangat fit. Kau bisa melakukan apapun dengan ini. Aku sudah mengisi nomor ponselku, Daisy, Rex dan ibunya. Selebihnya kau bisa saja menyimpan nomor siapapun yang kau suka." "Kalau mengirim pesan ke luar negri bagaimana?" 106 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth terpaku sejenak, Daliah ingin mengirim pesan pada suaminya, entah mengapa ia memikirkan hal itu dan membuatnya cemburu. Seth menghela nafas berat lalu berusaha untuk memberikan senyum terbaiknya. "Kau bisa ikuti petunjuknya di buku ini!" Sebuah buku kecil yang di sertakan bersama ponselnya membuat Daliah merasa lega. Sekarang ia memiliki ponsel dengan fitur yang lengkap. "Kau juga bisa menggunakan ponsel ini di Canada nanti tanpa mengganti nomornya. Ini nomor internasional yang bisa kau gunakan dimanapun, tinggal ganti kode Negara saja." "Sangat praktis sekali. Terimakasih Seth." "Aku tidak butuh kata-kata. Aku butuh makanan." "Kau belum makan?" Seth menggeleng. "Aku berkeliling mencari temanku itu, kiosnya berpindah dan itu membuatku lelah, belum lagi aku melewatkan kesempatan untuk makan. Karena itulah aku minta makan disini. Aku sudah menghabiskan banyak energi." "Baiklah, aku akan membuatkan makanan untukmu. Kau mau makan apa?" "Yang praktis saja. Yang tidak membuatmu sibuk dan memakan banyak waktu. Kau mau menemaniku makan, kan?" Daliah mengangguk. Seth membantunya lagi. Laki-laki ini benarbenar membuat Daliah ketergantungan dengan segala pertolongannya selama ia tinggal di New Zeeland. Seth benar-benar seorang sahabat yang baik dan menyenangkan. Sayang sekali Daliah tidak akan tinggal terlalu lama di New Zeeland. Ia akan segera pergi meninggalkan New Zeeland dalam beberapa bulan lagi. Segala kebaikan Seth padanya selama ini akan disimpannya baik-baik di dalam hati. ®LoveReads

107 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 22

Seth membeli semua pakaian bayi berwarna pink. Dia sudah menghabiskan banyak uangnya untuk itu dan Daliah tidak bisa menolak. Seth jauh lebih pandai dalam berkelit. Karena itu Daliah berhenti protes dan berusaha untuk mengikuti kemana saja Seth pergi. Ia sudah mendatangi banyak toko perlengkapan bayi, membeli berbagai selimut bahkan nyaris saja memesan ranjang ayun jika saja Daliah tidak mengancam akan marah padanya seandainya Seth membeli benda itu. Itu terlalu mahal dan Daliah tidak bisa menyimpannya lama. Ia akan segera kembali ke Canada dan tidak mungkin membawa benda itu. Semua pakaian berkualitas tinggi yang Seth beli segera disulam dengan inisial D. Semua perlengkapan bayipun berubah menjadi barang-barang berinisial D akibat keantusiasan Seth. "Kenapa harus D?" "Karena kau harus memberikan nama anakmu Debby! Aku suka dengan nama Debby. Itu nama mantan pacarku saat masih di sekolah menengah." Seth melirik Daliah yang mulai kelihatan kesal lalu tertawa. "Aku berbohong. Debby nama yang cantik, kan? Tapi kalau kau tidak suka, anggap saja Inisial D ini di ambil dari namamu!" "Kau ingin menamai anakku?" "Ini pengalaman pertama untukku mencari nama bayi. Nama Debby kupilih melalui pemikiran yang sangat panjang dan rumit. Tapi aku tidak bisa memkasakan kehendakku jika kau tidak menyukainya. Kau lebih berhak untuk menamai anakmu dengan nama apa saja." "Aku akan menamainya Debby kalau begitu. Aku juga belum terfikir untuk menamainya dengan sesuatu. Selama ini aku hanya memanggilnya dengan kata anakku. Tapi kau terlalu antusias menyambut kelahiran anakku, Seth. Kekasihmu bisa mengira kalau aku sedang mengandung anakmu!" 108 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ayolah, kau yang paling tau kalau aku tidak punya kekasih sama sekali!" Seth mengeluh. Daliah memberikan senyumnya lagi. Ia tau tentang yang satu itu. "Mengapa kau tidak mau mendekati seorang gadispun?" "Tidak punya waktu." "Dan kau punya waktu untuk menemaniku?" "Waktu menemanimu tidak mengandung paksaan. Aku pernah mencoba berpacaran beberapa kali, para wanita itu memaksaku untuk selalu bersamanya. Mereka bahkan sampai mengikutiku ke kantor hanya untuk melihatku bekerja. Memalukan! Saat aku menemukan wanita yang tepat, cintaku malah bertepuk sebelah tangan." Seth tiba-tiba saja bersedih, tapi untungnya Daliah tidak sempat memperhatikannya. "Kita sudah sampai!" Langkah Daliah berhenti begitu sampai di pintu apartemen milik Daisy. Ia mencoba menekan bel berkali-kali dan sepertinya apaertemen itu kosong. "Tidak ada orang di rumah. Daisy pasti sedang berada di cafe." "Kalau begitu kuantar ke cafe untuk mengambil kuncinya?" Daliah menggeleng sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Tidak usah. Aku sangat lelah, rasanya tidak akan mampu berjalan lagi. Biar aku menelponnya saja dan menunggunya disini," Daliah mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya setelah meletakkan belanjaannya yang sangat banyak. Usahnya untuk menghubungi Daisy berkali-kali kelihatannya sia-sia, ia sudah mengulanginya dan sepertinya tidak mendapatkan jawaban. Daliah merasa sangat lelah, ia duduk dengan perlahan di lantai. Seth juga melakukan hal yang sama. "Bagaimana?" Tanya Seth. "Dia tidak mengangkatnya. Pasti sangat sibuk." "Ini kan Weekend. Cafe pasti sangat ramai. Apalagi malam minggu." 109 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah mendesah, "Sepertinya aku harus menunggu lama disini!" "Dan duduk di lantai seperti ini? Kau bisa masuk angin! Bagaimana kalau menunggu di apartemenku saja." "Masih jauh, kan? Apartemenmu di lantai paling atas, itu bisa membunuhku!" "Atau perlu kugendong?" "Perutku sudah besar, Seth. Kau tidak akan bisa menggendongku!" "Kau bisa melanjutkan duduk di dalam lift, jadi kau tidak akan duduk dengan sia-sia. Begitu sampai di atas, kau akan langsung masuk ke apartemenku. Karena disana hanya ada satu apartemen. Spesial, kau tau?" "Benarkah?" "Tentu saja. Aku membayar mahal untuk itu. Aku tidak suka punya tetangga! Sekarang ayo berdiri, menuju ke apartemenku dan menunggu disana sambil beristirahat lebih baik." Seth lalu mengulurkan tangannya. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu sendirian, aku tidak ingin menyesalinya seperti saat aku menemukanmu dalam keadaan mengenaskan di Rotorua!" Daliah tertawa lalu menyambut uluran tangan Seth untuk mem-bantunya berdiri. Dengan susah payah ia mengambil belanjaannya lagi dan berjalan lambat bersama Seth menuju Lift. Di Lift Daliah sama sekali tidak duduk, ia lebih memilih untuk bertahan menjelang mereka sampai ke lantai puncak. Seth benar, di lantai atas hanya ada satu apartemen. Begitu keluar dari Lift Daliah tidak menemukan koridor, hanya sebuah balkon di dalam ruangan menuju ke sebuah pintu besar. Seth membukanya dengan cepat dan mempersilahkan Daliah masuk. Daliah terperangah, apartemen itu benar-benar luas. Ruang tamu, ruang tengah, kamar dan dapur berada dalam satu ruangan tanpa sekat. Ia bisa langsung menembus ke ranjang Seth yang menghadap ke dinding kaca dengan tirai besar yang terbuat dari sutra berwarna 110 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

hitam pekat. Rumah ini juga berwarna laki-laki, Putih gading dan hitam adalah warna yang bisa Daliah lihat dimana-mana. Lantainya bermotif papan catur dengan sofa kayu berbentuk kepala bidak. Berwarna putih. Ia juga melihat catur itu di meja makan, tapi dapur milik Seth benar-benar polos dengan warna putih gading. Terlihat seperti sisi terang dari rumah yang kelihatannya gelap itu. "Wah, rumahmu seperti rumah seniman!" Seth tersenyum mendengaar ucapan kekaguman Daliah tentang apartemennya. "Kau menyukainya?" "Iya, ini pemandangan baru untukku. Karena ini hanya satu-satunya apartemen di lantai atas, apartemenmu pastilah yang paling luas. Lalu kau membuat rumah tanpa sekat sehingga rumahmu menjadi semakin terlihat megah. Ini cantik sekali. Kau kemanakan temboktembok yang seharusnya membatasi ruangan-ruangan di rumahmu?" "Aku meruntuhkannya, menggantikannya dengan tiang-tiang itu." Seth menunjuk enam buah tiang besar yang menopang atap rumahnya. Warna putih gading dan terbuat dari marmer, ia sudah menciptakan istana di dalam sebuah apartemen. "Sekarang, kau boleh duduk dimana saja. Kau sudah lelah, kan? Aku akan mengambilkan minuman dingin untukmu." Daliah duduk di sofa yang paling dekat dengannya, sofa ruang tamu. Tapi Seth memintanya untuk pindah ke tempat yang lebih nyaman lagi, yaitu ruang tengah. Sofa di ruang tengah lebih luas dan lebih empuk. Persis ranjang yang bisa dimuati dua orang dengan busa yang sangat tebal. Daliah duduk di sana dengan nyaman sambil menonton televisi. Seth meninggalkannya dan mencari apapun yang bisa dihidangkan di kulkas, sirup? Atau eskrim? Musim panas dan cuaca cukup panas meskipun orang bilang New Zeeland memiliki udara yang cukup sejuk. Ia ingin membuat Daliah nyaman di rumahnya. Seth kembali ke ruang tengah untuk bertanya apa yang Daliah inginkan untuk menghilangkan rasa hausnya. Ia mendapat-kan kejutan, Daliah sudah terlelap disana. ®LoveReads 111 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 23

Daliah bermimpi indah, sayangnya ia terbangun sebelum mimpi itu selesai. Ia bermimpi kalau putrinya digendong oleh seorang laki-laki yang mengaku sebagai ayah kandungnya. Meskipun wajahnya tidak jelas, Daliah merasa sangat mengenal orangnya. Sayangnya ia belum sempat untuk melihat wajahnya. Begitu ia membuka mata, Daliah melihat wajah Seth sangat dekat dengan wajahnya. Seth tersenyum setelah terlihat gelagapan beberapa saat. Mungkin Seth tidak menduga kalau Daliah akan terbangun dengan cepat. "Sedang apa, kau?" "Memperhatikan wanita hamil tidur." Daliah menggelengkan kepalanya dan melihat cahaya lampu tanpa sadar. Cahaya kekuning-kuningan membuat rumah itu terkesan sangat mewah, pendaran Kristal dari lampu gantung benar-benar sangat cantik. Sebelum tidur Daliah tidak melihat ada satupun lampu yang menyala. Jika Seth menyalakan lampu berarti sekarang… "Astaga, sudah jam berapa sekarang?" Seth melirik jam besar yang berdiri kokoh menyamai lemari di sudut ruangan. "Sepuluh malam." "Seharusnya aku sudah pulang." Daliah berusaha bangkit dan berdiri tapi Seth memaksanya duduk lagi. "Aku sudah memberi tau Daisy kalau kau kelelahan dan tertidur di apartemenku. Jadi tidak pulang juga tidak apa-apa. Biarkan Rex dan Daisy menikmati apartemen itu untuk pertama kalinya setelah menikah. Mereka harusnya berduaan, kan?" Seth tidak percaya ia sudah mengatakan hal itu. Mungkin dirinya sudah benar-benar bisa melupakan Daisy? Daliah sudah menggantikannya. "Kau benar, seharusnya aku tidak mengganggu mereka." 112 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kalau kau mau melanjutkan tidurmu silahkan. Kau bisa memakai ranjangku, aku yang akan tidur disini." "Aku tidak mengantuk. Bagaimana ini. Kau saja yang tidur di ranjang." "Ingin makan?" Daliah menggeleng, "tidak juga. Aku hanya sedikit haus." "Kau masih ingin melihat pelabuhan dari puncak apartemen ini? Kau harus melakukannya sebelum anakmu lahir. Kau mau?" "Benarkah aku bisa melakukannya?" Seth mengangguk. "Kalau begitu aku tunggu disini. Kau bisa mengambilkan minuman dari dalam kulkas, pilih sesukamu." Daliah tersenyum penuh terimakasih. Seth meninggalkannya dan mulai sibuk diantara sebuah ruangan sempit yang berada di tepi dapurnya. Daliah tau kalau disana ada sebuah tangga, ia mendengar bunyi langkah Seth yang perkasa menapakinya. Dengan sangat hatihati Daliah berusaha mencapai dapur lalu memilih minuman yang cocok untuknya. Hanya susu, ia tidak lapar tapi bayinya perlu gizi. Daliah menghabiskan segelas susu yang dihangatkan dengan microwave. Dalam sekejap ia sudah merasa kenyang dan meneguk air putih untuk menetralkan rasa di lidahnya. Seth sepertinya sudah selesai menyiapkan segalanya. Ia mendekati Daliah dan mengajaknya menuju lantai atas. Daliah mengikutinya dengan patuh dan perlahan. Saat menaiki tangga, Daliah membutuhkan waktu empat sampai lima detik untuk menaiki satu buah anak tangga, ia harus hati-hati karena kelahiran bayinya tinggal menghitung hari. Begitu sampai di puncak apartemen itu lagi-lagi ungkapan kekaguman muncul dari mulutnya. Daliah benar-benar merasa langit sangat dekat dengan kepalanya. Seth membimbingnya menuju tepi gedung dan Daliah bisa melihat pemandangan pelabuhan di saat malam secara bertahap saat ia menaiki sebuah 113 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

ayunan Rotan yang menghadap kesana. Ayunan itu berupa sebuah kapsul yang sangat besar degan lubang yang membuat Daliah merasa seperti sedang diselubungi sesuatu. Busa yang sangat empuk menjadi alasnya dan ia merasa hangat di dalamnya. "Kau punya yang seperti ini?" Daliah menoleh kepada Seth yang duduk di sebelahnya. Lalu memandangi kerlip lampu di bawah sana, sangat indah. "Aku sudah punya lama, hanya saja tidak pernah kumanfaatkan. Ini hadiah dari desainer interior yang mengurusi apartemenku." "Dia seorang wanita?" "Bagaimana kau tau?" "Hanya wanita yang menginginkan ini. Kau memiliki taman mini dengan ayunan di tengahnya. Kau sangat curang menikmati keindahan seperti ini sendirian. Seharusnya kau berbagi dengan banyak orang." "Ini pertama kalinya aku menikmatinya. Aku bersumpah. Aku terlalu sibuk untuk menikmati pemandangan pelabuhan dari dalam ayunan seperti ini. Ini semua karena anakmu." Seth lalu berjungkat mendekati Daliah sehingga mereka duduk berdekatan. "Boleh aku menyentuhnya?" Daliah mengangguk ragu. Ia tidak bisa menolak permintaan Seth untuk menyentuh perutnya, entah mengapa. Seth meletakkan telapak tangannya disana lalu tertawa jenaka. Ia bergumam lembut kepada bayi yang bergerak di dalam perut Daliah, Seth merasakan tendangannya. "Astaga, kau belum tidur Debby? Ini sudah malam, kan?" lalu memandang Daliah. "Dia sangat aktif." Daliah hanya mengangguk sekali lagi. Ia bingung mengatakan apa. "Apakah kau selalu merasakan tendangannya setiap waktu?" "Ya, begitulah!" 114 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Sakit tidak?" "Kadang-kadang terasa agak nyeri, tapi dia memberikan perasaan lain setiap kali dia mendang perutku seperti sekarang. Aku sangat menyayangi bayiku, aku ingin segera menggendongnya." "Aku juga, aku akan jadi orang kedua yang menggendongnya setelahmu." "Orang pertama yang menggendongnya tentu saja bukan aku, Seth. Dokterlah orang yang menggendongnya untuk pertama kali." "Kalau begitu aku akan jadi orang ketiga." "Setelah perawat?" "Kau tidak akan jadi orang kedua?" "Jika aku jadi dioperasi, sepertinya tidak!" "Kalau begitu aku harusnya lebih dulu menggendong Debby setelah dokter. Aku tidak akan membiarkan perawat menggendongya sebelum aku. Boleh, kan?" "Jika Dokter mengizinkan, mengapa tidak." Seth membelai perut Daliah dan merasakan tendangan itu lagi. Ia terlihat sangat senang setiap kali merasakan gerakan bayi dalam kandungan Daliah. Tapi Daliah tidak bisa merasa senang setiap kali Bayi itu bergerak. Ia akan merasakan perasaan yang sangat tidak bisa dihindarinya, perasaan yang membuat Daliah mencari wajah Seth lalu mencium bibirnya dengan mesra. Seth merasa terkejut dan melepaskan ciuman Daliah darinya. "Kau kenapa?" Seth berbisik di atas bibir Daliah, menghembuskan udara hangat di bibirnya yang basah, ia berhasil membuat hasrat Daliah menjadi berlipat-lipat. "Maafkan aku. Aku selalu merasa begini. Setiap kali bayi ini bergerak membentur rahimku, ia memberikan stimulan yang merangsang 115 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

gairahku, aku tidak tau bagaimana cara melarungnya. Aku selalu salah tingkah setiap kali merasa seperti ini." "Jika ini karena bayimu, aku akan memaafkannya." Seth tersenyum sebelum mencium Daliah lebih dulu. Mereka berpangutan lagi, lebih mesra, lebih dalam dan lebih berhasrat. Daliah tidak bisa menahan desahannya di kedalaman ciuman Seth, ia membuat Set semakin liar, semakin menginginkannya. Dengan cepat suasana berubah menjadi panas, nafas mereka tersengal-sengal dan Daliah harus memasrahkan diri saat Seth menghisap telinganya, menjilati lehernya, ia nyaris gila. Tapi Daliah tau kalau mereka tidak akan melakukan hal yang lebih jauh dari itu. Ia benar-benar menginginkan Seth, untuk pertama kali dalam hidupnya Daliah menginginkan seorang laki-laki untuk bercinta denganya meskipun ia tau ini semua karena rangsangan yang diberikan bayinya. Bocah itu bergerak semakin intents dalam perutnya, membuat Daliah merintih beberapa kali sambil memegangi perutnya. Seth juga sama liarnya, tangan-tangannya mulai menenyusup ke dalam pakaian Daliah untuk meremas payudaranya. Seth tau ia tidak akan mendapatkan kepuasan itu malam ini, tapi dia akan membuat Daliah puas padanya. Astaga, apa yang akan suamimu katakan jika dia melihat ini? Aku jadi ingin melihat orang bodoh seperti apa yang menikah denganmu? Ia membiarkan istrinya yang sangat menarik seorang diri di New Zealand? Daliah, mengapa kau sangat menarik? Bahkan dengan perut besarmu ini kau masih saja terlihat menggairahkan. Aku tidak pernah bisa melupakanmu, tidak pernah bisa semenjak malam itu. ®LoveReads

116 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 24

Daliah merasakan bibirnya disentuh dengan lembut membuatnya enggan memuka mata. Tapi cahaya terang matahari jelas-jelas sudah memintanya untuk segera bangun. Daliah masih enggan membuka mata. Bukan karena ia mengantuk, tapi karena kejadian semalam. Ia dan Seth bemesraan cukup lama hingga Daliah sendiri tidak bisa mengingat berapa jam ia tidur. Jika ia membuka mata sekarang, apakah Seth akan ada di depan matanya? Ia pasti akan sangat malu. Meskipun kejadian tadi malam terjadi karena stimulan dari bayi di dalam rahimnya, Daliah tetap saja merasa tidak enak, dia yang memulainya dan sekarang, bisa saja persahabatan antara dirinya dan Seth terganggu karena ulahnya. Angin pagi membuat Daliah merinding, ini memang sudah saatnya untuk membuka mata. Ia melakukannya dengan sangat perlahan dan kemudian semakin nyalang saat menyadari bahwa dirinya tengah tertidur sendiri di dalam ayunan itu. Daliah menyentuh perut besarnya dan bisa langsung menyentuh kulitnya. Bayinya bergerak lagi, sepertinya sudah terbangun lebih pagi dibandingkan dengan ibunya. Daliah tidak tau apakah harus merasa sedih atau lega, Seth telah lenyap entah kemana. Ia menggapai pakaiannya dan mengenakannya kembali lalu duduk tenang memandangi pelabuhan di pagi hari. Ponselnya berbunyi, Daliah sempat kebingungan mencari ponsel miliknya dan menemukan benda itu terselip di tepi busa tempat duduknya. Ia bahkan melupakan ponsel itu semalam dan sama sekali belum mengamankannya. Untung saja ponsel itu tidak terjatuh ke bawah, benda itu pasti hancur jika hal itu sampai terjadi. Di layar ponsel Daliah menemukan sebuah nomor yang tidak dikenalnya, lebih tepatnya tidak dikenal oleh ponselnya, tapi Daliah tau kalau itu dari Noah. Daisy pasti sudah memberi tahukan nomor ponsel Daliah yang baru kepada Noah. Seharusnya bukan masalah, bukankah Daliah membeli ponsel juga karena Noah? 117 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Selamat pagi," "Disana masih pagi?" Noah bergumam penuh tanya dari sebrang sana. "Kau baru bangun tidur? Apakah tidurmu nyenyak?" "Ya, sangat nyenyak, bagaimana denganmu?" "Aku tidak pernah bisa tidur karena memikirkanmu. Apakah kau tidak pernah memikirkanku?" "Aku membeli ponsel ini karena memikirkanmu." "Bagaimana keadaanmu sekarang?" "Baik-baik saja." "Lalu, kapan kau akan pulang?" Daliah membelai perutnya sejenak, ia akan kembali ke Canada sebentar lagi setelah baynya lahir dan ia mulai pulih. "Segera, kita akan bertemu segera..." ®LoveReads

Seth mencium Daliah lagi pagi ini dan wajahnya memerah karena itu. Itu jugalah yang menyebabkan dirinya segera melarikan diri ke dalam apartemennya untuk menghindari dirinya kehilangan kendali. Melihat Daliah pagi ini membuat Seth ingin bercinta dengannya lagi seperti yang dilakukannya saat pertama kali mereka bertemu. Seth menggigit bibirnya geram lalu tersenyum dengan perasaan tak menentu. Sepertinya ia sudah jatuh cinta. Secangkir kopi untuknya sudah habis, dan Seth baru teringat kalau ia meninggalkan Daliah sendirian di balkon atas dalam keadaan telanjang tanpa selimut sama sekali. Daliah pasti kedinginan. Seharusnya ia mencari selimut dulu untuk Daliah, baru melarikan diri. Seth membuat secangkir kopi lagi, untuk Daliah. Tapi ia mengingat kehamilan itu dan segera menggantinya dengan susu panas. 118 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Wanita hamil tidak boleh minum kopi. Setelah semuanya selesai, Seth mencari selimut di dalam lemari dan membawanya dengan hatihati menaiki tangga menuju lantai atas. Ia melihat ayunan itu, dan mengetahui perlu waktu lama untuknya bisa mencapainya. Langkahdemi langkah Seth semakin cepat untuk melihat wajah Daliah, tapi bunyi dering telpon kemudian membuat Seth berhenti. Tinggal selangkah lagi. Ia kini berada di balik punggung wanita itu dan menyimak pembicaraannya di telpon. "Selamat pagi … Ya, sangat nyenyak, bagaimana denganmu? … Aku membeli ponsel ini karena memikirkanmu…" Seth nyaris saja melepaskan segelas susu yang dibawanya. Mungkinkah suaminya yang menelpon? Daliah membeli ponsel itu karena memikirkan orang yang berada di telpon itu. Tapi belum jelas, kan? Bisa saja Lawrence Ouray yang menelpon. Bukankah Daliah cukup dekat dengan Lawrence? Seth ingin menghampirinya, duduk di sebelahnya dan menyimak telponnya secara wajar, tapi ia sendiri tidak mengerti mengapa tubuhnya tidak bisa bergerak. "Baik-baik saja." Daliah menyentuh perutnya, orang itu pasti menanyakan kehamilannya. Seth mendengar ucapan berikutnya dan ia semakin merasa terluka. "Segera, kita akan bertemu segera. Karena itu bersabarlah. Kau tidak perlu menyusulku kemari, aku akan kembali ke Canada dalam keadaan sehat. Jangan khawatir." Lalu Daliah terdiam lama sebelum mengatakan kata-kata terakhirnya. "Terimakasih karena masih mencintaiku hingga kini!" Perasaannya menjadi Bodoh. Seth tau itu. Daliah dan dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Seth bahkan tidak tau apakah ada seorang wanita lajang yang ditakdirkan untuk bersamanya. Ia selalu mencintai wanita yang bersuami. Tindakan bodoh yang membuatnya menyesal dan membenci dirinya sendiri. Seharusnya Seth menghindari Daliah sejak awal, menjauh. Sekarangpun belum terlambat untuknya pergi menjauh dari wanita itu. Tapi Seth tau dirinya tidak sanggup. Ia hanya ingin menemani Daliah saja hingga 119 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

waktu kepergiannya tiba. Seth akan menikmati kebersamaannya dengan Daliah sebagai seorang sahabat. "Ya, kau harus berterimakasih karena dia terus mencintaimu!" Seth berusaha menghandirkan candaan dalam setiap nada katanya kepada Daliah. Ia duduk di sebelah Daliah dan memandangi wanita itu saat menenggelamkan ponsel ke dalam pangkuannya. "Kau tau siapa yang menelponku?" "Tidak, tapi aku tau kalau dia pasti orang yang sangat sepesial. Ayah Debby?" Daliah hanya tersenyum kecut, ia nyaris saja berdiri jika Seth tidak segera menarik tangannya sehingga Daliah kembali duduk di sebelahnya. Daliah memandangi Seth dengan tatapan heran. "Aku harus kembali ke apartemen Daisy, kan?" "Apakah kata-kataku terdengar seperti mengusir? Aku sudah membawakanmu susu dan kau mau pergi sebelum menghabiskannya? Ini, ambillah." Seth menyodorkan gelas yang dipegangnya sejak tadi dan merasa senang saat Daliah menghela nafas dan mengambil benda itu dari tangannya. Seth juga melakukan hal lain. Ia menyelimuti Daliah dengan selimut yang dibawanya dari dalam apartemen. Wanita itu menatapnya sejenak lalu mengucapkan terimakasih. Seth hanya menyambutnya dengan senyum. "Hari ini hari libur. Untuk apa kau kembali ke apartemen Daisy cepat-cepat? Dia pasti sudah berangkat ke cafe. Sebaiknya kau beristirahat disini saja sampai dia datang menjemputmu!" Daliah meneguk susunya sekali lalu mengangguk. "Mungkin kau benar. Tapi, apakah aku tidak merepotkanmu?" "Aku senang karena tidak sendirian hari ini. Kau mau berjalan-jalan di sepanjang waterfront? Aku ingin mengajakmu melihat pemandangan bagus. Ada banyak itik beterbangan di pinggir pantai. Pasti pemandangan yang indah buatmu." 120 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Aku ingin sekali, tapi aku masih sangat lelah. Kita tunda saja bagaimana?" "Sabtu depan kalau begitu." Daliah mengangguk lagi, ia setuju. Matanya mencari jauh ke pelabuhan dan bisa melihat watrfront dari atas sini. Sayangnya Daliah tidak bisa melihat itik seperti yang Seth katakan. Daliah menghela nafas berat, ingin menoleh untuk memandang Seth. Tapi kebisuan diantara mereka berdua sangat mengganggu. Kebisuan yang membuat keduanya beku, karena tadi malam? Daliah tidak ingin mengungkitnya. Tapi sepertinya kejadian tadi malam memang lah sumber dari kekakuan ini. Ia ingin kembali berbicara dengan Seth seperti biasa. Bisakah? "Seth," Seth menoleh lalu mengangkat alisnya. "Soal tadi malam, apakah mengganggumu? Aku minta maaf sudah memulainya. Itu benar-benar di luar kendali." "Tidak perlu difikirkan. Aku tidak pernah menganggap itu mengganggu. Satu-satunya yang menggangguku hanyalah aku mungkin berfikir untuk melakukannya lagi." Seth tersenyum geli. Ia tau ucapannya sama sekali tidak mungkin. "Aku bercanda!" "Aku lega mendengarnya. Jadi bisakah kita kembali seperti biasa?" "Seperti biasa? Memangnya ada yang tidak biasa diantara kita?" "Kita lebih banyak diam." "Mungkin karena kikuk," "Ya, mungkin karena kikuk." Seth diam lagi, membuat kebisuan itu hadir lagi. Lalu, "Kapan kau akan kembali ke Canada?" "Karena hari kelahiranku sudah dekat, aku mungkin akan melahirkan disini. Jadi aku akan kembali ke Canada setelah pulih pasca melahir121 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

kan. Mungkin tiga atau empat bulan lagi. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan di Canada. Aku juga harus mendidik Janette untuk menggantikanku. Setelah anakku lahir, mungkin gerakanku tidak akan sekuat dulu lagi, apalagi jika aku benar-benar harus menjalani operasi. Aku akan pensiun dengan cepat." "Dan keluar dari rumah Ouray?" "Aku perlu alasan kuat untuk keluar dari sana. Sepertinya alasan itu belum datang, rumah itu adalah tempat aku dilahirkan, sejarah hidupku dan satu-satunya tempat dimana aku bisa bertemu dengan ayahku meskipun dia tidak mengenaliku sebagai anaknya." Daliah tersenyum getir. Ia harus melihat kekacauan keluarga itu sebagai penyebab kelahirannya. Jika saja skandal antara pelayan dan majikan itu tidak pernah terjadi, Daliah mungkin tidak akan pernah bersedih seperti ini. Dia bahkan tidak perlu menderita karena harus memanggil ayahnya dengan sebutan tuan besar hingga maut menjemputnya. Lalu bagaimana dengan anaknya nanti? Siapa yang harus Daliah tunjuk sebagai ayahnya? Meskipun begitu, yang ada di fikirannya hanya pulang. "Aku merindukan rumah itu." "Dan aku akan sendirian lagi!" Seth bergumam sedih lalu menoleh kepada Daliah tanpa sengaja. Daliah menatapnya lama. ®LoveReads

122 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 25

"Bagaimana dengan apartemen Seth? Kau menyukainya?" "Khas laki-laki. Interiornya terkesan sangat mahal dan dia cukup cerdas mengelola rumahnya sendiri agar tidak memuat terlalu banyak barang namun tetap terlihat mewah." Daisy Melville berdecak mendengar penjelasan Daliah tentang rumah Seth. Ia meninggalkan Daliah di rumah dalam beberapa hari tanpa banyak bicara padanya. Semua itu karena Rex benar-benar membutuhkan banyak bantuan. Mereka mempersiapkan kepindahan mereka ke Canada dan Rex sibuk mencari orang yang siap mengelola cafe yang dibangunnya dengan susah payah selama mereka di Canada. Mereka hanya akan tinggal di Canada sementara sampai Daliah siap menjelaskan kepada Fabian Ouray kejadian sebenarnya. Saat Fabian Ouray tau, Daliah harus siap berpisah dengan anaknya dan menyerahkan putrinya kepada Janette untuk dididik sebagai kepala pelayan berikutnya sedangkan Daliah harus terusir dalam waktu yang lama. Hukum yang selalu berjalan dari masa ke masa itu seperti rantai yang terus berkaitan dan tidak bisa diputuskan. Tapi Daisy sempat berfikir, jika Daliah benar-benar terusir nanti, ia akan membawa Daliah kembali ke New Zeeland. "Lalu malam itu kau tidur dimana?" Daliah menelan ludah. Ia tidak mungkin menceritakan kejadian yang hanya menjadi rahasianya dan Seth itu kepada Daisy. "Aku tidur di sebuah ayunan besar di balkon atas. Dia mengajakku melihat pemandangan pelabuhan malam hari dari sana." "Wah, aku sangat iri." "Kau tidak pernah melakukannya?" "Dia bahkan tidak pernah mengizinkanku masuk ke rumahnya. Jika 123 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

aku ingin berbicara dengannya, Seth yang akan segera datang kemari. Hari ini kau dan Seth akan pergi lagi?" "Dia mengajakku melihat itik di Harbour sore ini!" "Sepertinya dia sudah datang. Berhati-hatilah di jalan. Kau akan menjalani operasi pada hari rabu. Jadi langkahmu harus diawasi dengan sungguh-sungguh, mengerti?" Daisy membukakan pintu untuk sepupunya, Seth Wyndham yang masuk setelah Daisy mempersilahkannya. Seth mendekati Daliah tanpa basa-basi, duduk di hadapannya di ruang tengah dan mengatakan satu hal yang sangat vital. "Sudah siap?" Daliah tersenyum lalu mengangguk. "Kalau begitu ayo, pergi." Lalu menoleh kepada Daisy yang sibuk di dapur. "Sepupuku yang cantik, temanmu kubawa pergi dulu." "Baiklah, hati-hati Seth. Kandungannya sudah sangat besar." "Aku mengerti!" Seth dan Daliahpun pergi. Hari ini semua perjalanan yang mereka lalui terasa begitu singkat. Seth yang merasa seperti itu, waktu terasa begitu cepat dan mereka sudah sampai di Waterfront tanpa terasa. Entah mengapa Seth menyesali perjalanan waktu, seandainya ia bisa membuat waktu bergerak lamban, ia bahkan menginginkan yang lebih lagi, bisa membuat waktu berhenti untuknya. Di pelabuhan, Daliah benar-benar tampak tenang, ia duduk di pasir saat itik-itik itu menyerbunya. Daliah hanya memandangi saja tanpa ingin menyentuhnya. Tapi sekali-kali senyum bahagia hadir di wajahnya. Ia memberikan semangat baru bagi Seth hari ini. Tanpa ragu Seth duduk di samping Daliah, menangkap seekor itik terdekat dan membawanya ke pangkuannya sejenak. Hanya beberapa detik lalu Seth kembali melepasnya dan itik itupun langsung berlarian menuju air. 124 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau senang dengan hari ini?" Daliah tersenyum kepada Seth lalu mengangguk. "Mungkin aku tidak akan pernah bisa merasakan hal seperti ini lagi. Setelah kembali ke Canada, aku akan sangat sibuk mengurusi rumah Ouray dan membesarkan anakku." "Aku dengar Dari Daisy, waktu operasimu sudah ditentukan." Daliah mengangguk lagi. "Seharusnya anakku sudah lahir. Tapi dia tidak mengeluarkan tanda-tanda akan lahir sama sekali. Mungkin dia masih betah dalam perut ibunya." "Aku juga ingin kembali dalam perut ibuku jika bisa!" "Aku juga ingin, jika bisa. Kadang-kadang masalahku selama hidup membuatku menyerah, menyesal sudah dilahirkan dan ingin segera mati. Sayangnya aku terlalu takut untuk bunuh diri. Menyakitkan." "Masalah seperti apa yang membuatmu merasa ingin mati?" "Aku tidak bisa menceritakannya padamu! Ah, Ya. Seth! Kau masih ingin menjadi orang kedua yang menggendong bayiku?" "Tentu saja jika kau mengizinkannya." "Kalau begitu, bisakah kau menungguiku saat dioperasi? Aku akan sangat senang bila kau bisa datang saat aku dioperasi nanti." "Dan aku, akan dengan senang hati melakukannya." Daliah mendapati wajah riang Seth yang hadir begitu saja memenuhi rongga dadanya. Seth adalah salah satu orang yang menyambut baik kelahiran bayinya selain Daisy dan Rex. Daliah merasa tenang karena ia mendapati seorang lagi yang mendukungnya hari ini, bersama Seth, ia benar-benar tidak merasa sendirian. ®LoveReads

125 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 26

Seth Wyndham duduk gelisah di ruang tunggu. Meskipun operasi baru dimulai, ia sudah mulai ketakutan karena tidak bisa melihat Daliah saat pertama kali datang. Ia sedikit terlambat karena Daliah sudah dibawa ke ruang operasi dan Seth menyesal karena tidak sempat memberi tau Daliah tenang kehadirannya. Tapi ia harap Daliah percaya kalau Seth menepati janji. Entah mengapa Seth merasa kehadirannya sangat Daliah butuhkan. Kegelisahan Seth sudah tidak bisa dibendung lagi, ia berdiri lalu berjalan bolak-balik demi melarung kegelisahannya. Selang beberapa saat, ia kembali duduk di sebelah Daisy dan menatapnya sesekali. Tapi pintu ruang operasi lebih menarik dibandingkan Daisy. Ia ingin segera men-dengar kabar dari sana, segera. "Kau aneh!" Daisy Melville mengucapkan kata itu secara mendadak. "Apanya yang aneh." "Kekhawatiranmu itu." "Aku hanya takut terjadi apa-apa dengannya di dalam. Bagaimana bila terjadi apa-apa padanya?" "Dia dioperasi, Seth! Daliah akan baik-baik saja. Kau bersikap seolaholah yang akan lahir ke dunia adalah anakmu. Kau sangat menyayangi anak yang berada di dalam kandungan Daliah? Ku dengar kau malah menamainya." "Bagaimana mungkin aku tidak menyayanginya. Aku membantu Daliah merawatnya seolah-olah itu adalah anakku sendiri. Seharusnya ayah kandungnya yang berada dalam posisiku selama ini, kan? Ngomong-ngomong apa yang terjadi dengan suami Daliah, dia meninggal karena kecelakaan pesawat? Pesawatnya kenapa? Menabrak

126 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

gunung sehingga menyebabkan ledakan besar lalu gempa bumi dan banjir lahar?" "Apa yang sedang kau katakan? Mengarang sebuah cerita?" "Laki-laki bodoh seperti apa yang tidak datang disaat istrinya akan melahirkan? Apakah dia tidak ingin menjadi orang pertama yang menggendong bayinya setelah dokter dan perawat? Sepertinya dia tidak mengaharapkan anaknya. Benarkan begitu? Setiap kali aku mengungkit tentang itu, Daliah selalu kelihatan sedih." Daisy menatap Seth lalu menghela nafas. "Dia hanya tidak bisa libur sampai akhir februari. Saat ini sedang musim panas dan semua orang sedang sibuk menikmatinya. Tapi di Canada sedang musim dingin sekarang. Kau bisa banyangkan betapa banyak orang yang akan bepergian karena natal?" "Jadi dia tidak bisa cuti. Begitu maksudmu?" "Yah, begitulah." "Dia akan menyesal jika aku menjadi laki-laki pertama yang menyentuh putrinya!" Mendengar itu Daisy tertawa ringan. Seth benar-benar kelihatan berbeda dengan yang selama ini dikenalnya. Ia terlalu banyak bicara karena Daliah. "Kau menyukai Daliah, Seth?" "Apa?" "Kau menyukai Daliah? Mengakulah. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda denganmu semenjak kalian dekat. Sudah terjadi sesuatu di antara kalian?" "Hei, apanya yang aneh denganku. Aku dan Daliah adalah sahabat, bukan yang aneh kan, jika..." Kata-kata Seth terhenti saat pintu ruang operasi dibuka. Dokter kandungan yang selalu Seth temui saat menemani Daliah memeriksakan kandungannya keluar sambil menyingkirkan masker dari wajahnya. Ia mengenali Seth dan langusng 127 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

menyongsongnya. Seth tau kalau dokter itu ingin bicara dengannya. Ia mempercepat langkahnya agar bisa segera berdekatan dengan dokter dan men-dengar ucapannya tentang Daliah. "Senang bertemu anda lagi, pak! Putri anda sudah lahir, sangat cantik. Ibunya masih tidak sadarkan diri dan masih harus menunggu beberapa jam untuk pulih. Anda bisa melihatnya sekarang dan menggendongnya." Seth menghela nafas lega. Tapi kata-kata dokter tentang 'putrinya' entah mengapa membuat Seth berbunga-bunga. Pantaskah ia menjadi ayah si kecil? Ya, tentu saja. Meskipun bukan ayah kandungnya, Seth merasa bayi itu adalah miliknya. Ia selalu menjaga Daliah agar Daliah bisa menjaga bayinya. Seth bahkan menamai anak itu dengan nama Debby. Ia memandangi ruang operasi berharap bisa melihat si kecil yang baru saja hadir ke dunia ini, mendengar tangisannya membuat Seth ingin segera menggendongnya. Dalam waktu singkat Seth sudah berhasil masuk dan menggendong bayi cantik itu dan menatap wajahnya. Selamat datang Debby. Ini dunia dimana kau akan disayangi banyak orang. Kau sudah sangat di nantikan oleh ibumu. Tapi kau belum bisa bertemu dengannya sekarang, ia harus pulih dulu. Astaga, aku juga ingin menemui ibumu. Aku merindukannya, tiba-tiba saja. Gumam Seth gembira di dalam hatinya. ®LoveReads

Bayi itu menyejukkan mata Daliah setiap hari. Ia akan senang memandangi Debby berlama-lama, melihatnya tertidur dan kebingungan dengan semua hal baru yang ada di sekitarnya. Daliah selalu mengajari Debby memanggilnya ibu, ia ingin Debby segera bisa berbicara dan memanggilnya dengan sebutan ibu. Operasi membuat Daliah tidak bisa banyak bergerak, tidak bisa tertawa dan ia sangat menderita karenanya. Tapi setiap kali melihat Debby, penderitaan128 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

nya sirna. Seth juga sangat menyambut Debby dengan segenap jiwa raganya. Ia seringkali menggendong Debby dan menimang-nimangnya seperti yang Seth lakukan di dalam kamar Daliah hari ini. Seth bahkan sampai bolos bekerja karena ia merindukan Debby. "Putrimu sangat cantik, aku selalu memikirkannya di kantor dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk melupakannya. Sepertinya aku sudah jatuh cinta. Haruskah aku memanggilmu ibu mertua?" Daliah tertawa kecil, rasa nyilu yang merebak dari bekas jahitannya membuatnya berusaha keras untuk menutup mulut dan menenangkan diri. Ia menatap Seth dengan pandangan kesal lalu bergumam. "Hentikan, Seth. Jangan membuat lelucon apapun di depanku. Aku sedang tidak bisa tertawa." "Kau sepertinya sangat menderita. Butuh berapa lama pemulihannya agar aku bisa melihatmu tertawa?" "Satu bulan ini aku belum akan pulih. Kuharap secepatnya." "Seharusnya kau masih di rumah sakit. Jangan pulang dulu!" "Atmosfir rumah sakit tidak baik bagi bayiku. Lebih baik dia di kamar ini dan melihat pemandangan segar pelabuhan dari jendela kamarku." "Aku harap kau segera pulih." "Aku juga berharap begitu. Aku ingin segera kembali ke Canada." Kata-kata yang membuat Seth bersedih. Seth menghela nafas galau karena ucapan Daliah tentang Canada. Ia menyadari waktunya bersama Daliah tidak akan lama lagi. "Alana menelpon, ia sepertinya tau kalau bayimu sudah lahir. Instingnya tajam sekali. Dia ingin agar kau membawa Debby ke rumahnya setelah kau pulih. Apakah kau akan sempat melakukannya?" "Jika menurut dokter Debby bisa melakukan perjalanan jauh, aku akan mengunjunginya sebelum kembali ke Canada." 129 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau selalu mengatakan tentang Canada seolah-olah tidak ingin aku berlama-lama bersama Debby. Kau…" Seth menggigit bibirnya. Debby tiba-tiba saja menangis seolah-olah tidak rela jika ibunya membawanya ke Canada. Debby mungkin juga sudah jatuh cinta kepada Seth seperti Seth jatuh cinta kepadanya. Tangisannya melengking membuat Seth kerepotan menimangnya dengan lebih intents. Tapi Debby tidak mau diam begitu saja. "Astaga, ada apa dengan bayimu?" "Bawa dia kemari, Seth!" Seth mengangguk lalu mendekati Daliah di ranjang. Ia menyerahkan Debby ke gendongan Daliah dan duduk di dekatnya. Daliah menimang-nimangnya dengan sangat lembut. Ia berdendang, tapi Debby masih terus berteriak. "Diamlah sayang!" bisik Daliah sambil mendekatkan telunjukknya ke mulut Debby. Mulut kecil itu mengejar jari ibunya. Debby kelaparan. Seth harus menelan ludah saat Daliah menyusui anaknya. Debby benar-benar kehausan karena tangisannya yang sangat keras pasti membuang-buang energi. Tapi bukan itu yang membuat Seth menahan nafas. Ia mendengar desah nafas Daliah sesekali meskipun Daliah berusaha menahannya. "Kau sangat menikmatinya?" Daliah menggigit bibirnya. "Aku seringkali klimaks hanya karena menyusui." "Aku sangat iri pada Debby!" "Apa maksudmu?" "Kau jangan salah sangka dulu. Aku iri karena ia berdekatan dengan ibunya. Aku merindukan ibuku setiap kali melihat dirimu menggendongnya." 130 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah tersenyum lalu menggigit bibirnya lagi. Isapan Debby semakin keras, ia bisa merasakannya. "Seth, bisakah kau keluar? Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini," Seth menghela nafas, ia tidak rela melewatkan kesempatan ini. Tapi Seth tetap akan memenuhi permintaan Daliah untuk pergi. Ia juga tidak ingin lepas kendali karena itu. Daliah dengan mudah bisa menggugah hasratnya. Tapi walau bagaimanapun Seth tetap tidak bisa melakukan hal seperti itu di saat Daliah tidak menginginkannya. Cukup sekali dan Seth menyesalinya. Tidak, ia bahkan tidak merasa-kan penyesalan itu hingga kini. Seth merasa beruntung karena pernah mengecap Daliah sebelum akhirnya ia dimiliki oleh orang lain. ®LoveReads

131 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 27

Beberapa buah Tiket menuju Canada sudah terbeli. Daliah sudah melihat kertas-kertas itu tadi pagi dan mereka bersiap akan berangkat besok. Tapi hari ini Daliah sedang pergi bersama Seth membawa anaknya ke Rotorua. Alana ingin melihat putrinya dan Daliah rasa, ia harus menuruti kehendak wanita tua itu sebagai ungkapan perpisahan. Perjalanan panjang menuju Rotorua sudah mereka lalui tanpa banyak bicara. Daliah enggan membuat keributan karena ia menginginkan bayinya tertidur dengan tenang. Hari ini beberapa kali mereka saling pandang membuat Daliah merasakan perasaan aneh setiap kali hal itu terjadi. Apa yang terjadi dengannya? Apa yang membuat Seth terus memandangnya? Tapi Daliah tidak ingin menanyakannya. Ia hanya memutuskan untuk menikmatinya. Mungkin Daliah dan Seth tidak akan bertemu lagi setelah ini. Pemandangan danau Taupo sudah terlihat. Perlu waktu kurang dari semenit hingga Seth memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah yang terlihat berbeda jika dilihat pada siang hari. Saat malam hari, rumah Alana terlihat sangat hangat, tapi pada siang hari yang panas seperti ini, rumah itu terlihat sangat sejuk. Seth mengulurkan tangannya meminta Debby dari Daliah begitu mereka keluar dari mobil. Daliah mengizinkannya. Ia tau kalau Debby bisa tenang berada di dalam gendongan Seth setenang saat bayi itu bersamanya. "Aku sudah bilang, kan? Bayimu mirip dengan Seth?" Alana berkata antusias saat mereka mengobrol di ruang tengah dengan jendela terbuka dan menyumbangkan udara segar khas pegunungan. Daliah hanya tersenyum mendengar ucapan Alana. Bukan hal yang aneh jika Alana mengatakan kalau bayinya mirip dengan Seth karena Debby memiliki kemiripan dengan banyak orang. Dia juga mirip 132 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

dengan Daisy dan Rex. Bahkan beberapa pelayan cafe milik Rex mengatakan kalau Debby mirip dengan mereka. Debby masih bayi dan wajahnya masih akan berubah. "Ah, ya! Kalian akan menginap disini?" "Tidak!" Jawab Seth. "Kami hanya akan disini selama beberapa jam sampai Daliah rasa Debby sudah cukup beristirahat" "Cepat sekali. Aku masih ingin menimang cicitku. Boleh aku membawanya keluar?" Daliah memandang Seth sejenak lalu menoleh kepada Alana, dia seorang ibu rumah tangga dan selama Daliah tinggal di rumahnya beberapa waktu lalu, Alana sama sekali tidak pernah menunjukkan kecerobohannya. "Ya, tapi jangan sampai dia terbangun, ya?" "Tenang saja!" Alana berdiri dengan susah payah lalu melangkah keluar untuk mengajak Debby mengamati danau Taupo. Ia meninggalkan Seth dan Daliah berdua di ruang tengah dalam keadaan membisu. Tidak ada seorangpun dari mereka berdua yang memulai pembicaraan. Daliah sangat pendiam hari ini, Seth juga sama. Perasaan mereka tiba-tiba saja menjadi aneh karena akan segera berpisah. Seth melirik Daliah, lalu menoleh dan memandangnya dengan jelas. Daliah menunduk memandangi ujung kakinya. Entah apa yang difikirkannya. "Jam berapa kau akan berangkat besok?" Akhirnya Seth bicara. Daliah menjawab tanpa mengangkat wajahnya. "Jam Sembilan sudah harus Check in!" "Kau akan memisahkanku dari Debby? Aku sedih sekali. Selama kau mengandung, aku selalu bersamamu dan sudah terlanjur menganggap Debby sebagai milikku. Setelah dia lahir, aku malah tidak bisa lebih sering bersamanya. Aku tau ada orang yang lebih berhak 133 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

untuk memeluknya dibandingkan aku. Seandainya saja Debby bisa kau tinggalkan disini bersamaku!" "Mana mungkin itu terjadi, Seth. Aku tidak akan meninggalkan bayiku apalagi dalam keadaan yang masih lemah seperti itu. Usianya baru empat bulan." "Kalau begitu tidurlah bersamaku!" Daliah mengangkat wajahnya lalu menatap Seth dengan pandangan tak percaya. Seth meminta Daliah tidur dengannya? Apa maksudnya? "Kita pulangnya nanti saja. Aku pastikan sebelum jam Sembilan besok pagi kau sudah berada di bandara. Biarkan aku tidur bersamamu dan Debby di kamar atas. Sebenarnya aku hanya ingin bersama Debby. Tapi Debby tidak mungkin berpisah dari ibunya, kan? Biarkan aku tidur dengan memeluknya beberapa jam saja!" "Astaga, Kau hampir membuatku salah sangka!" Seth tersenyum ramah lalu bersandar dengan lebih nyaman di sofa. Mereka berdiam beberapa lama sebelum akhirnya Alana membawa masuk Debby lagi karena bayinya menangis. Dengan respon yang cepat Daliah meraih kembali Debby untuk dipeluk. Ia meminta izin untuk memakai kamar atas dan menyusui Debby. Alana mempersilahkannya dan Seth menyusulnya. Sayangnya Debby sepertinya tidak lapar. Ia hanya bosan tertidur. Daliah berbaring di atas ranjang bersama Seth dengan putrinya ditengah-tengah mereka. Seth lalu menghujani Debby dengan ciuman hingga Daliah perlu memukul kepalanya agar Seth berhenti. Seth mengaduh dan memandanginya dengan kesal. "Kulit Debby jadi memerah karenamu. Dia bisa iritasi!" "Aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan." Seth bersungutsungut. 134 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Selanjutnya ia hanya memandangi Debby dengan penuh kasih. Bayi itu menggenggam telunjuknya dengan erat lalu tertawa setiap kali Seth mengajaknya bermain. Dua puluh menit kemudian Daliah tertidur, Seth baru menyadarinya saat ia melirik Daliah tanpa sengaja. "Lihat Debby, ibumu sepertinya lelah!" Seth berbisik dan ia melihat Debby menyeringai. Dengan berat hati Seth mendesah, hatinya begitu sesak, ia begitu menyayangi Debby dan tidak ingin berpisah dengannya. Memandangi si kecil yang terus tersenyum padanya membuat mata Seth berkaca-kaca. Ia mengambil ponselnya lalu memotret bayi mungil itu bersama ibunya yang terlelap. Seth kecewa karena akan berpisah dari bayi mungilnya, ia mencium kening Debby sekali lagi, lalu menyentuh kepalanya. Seandainya kau putriku. ®LoveReads

135 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 28

Begitu tiba di Canada, Daliah berfikir bahwa ia harus berusaha keras untuk menjauh dari Noah. Ia seharusnya sadar kalau dirinya dan Noah tidak memiliki harapan lagi. Tapi sayangnya Noah sama sekali sulit dihindari. Sejak pertama kali Daliah memasuki gerbang rumah Ouray, Ia sudah berhadapan dengan Noah dan Handycamnya. Lakilaki itu sangat antusias dengan kedatangannya dan selalu mengikutinya kemana-mana. Ia bahkan dengan berani masuk ke kamar Daliah dan Daliah tidak bisa melawan kekeras-kepalaannya saat Daliah berusaha menolaknya. Daliah hanya bisa menghela nafas lalu membiarkan putrinya, Debby berbaring di atas ranjang selagi dirinya menyusun pakaiannya ke lemari. "Aku sangat senang saat kau pulang, tapi sepertinya dirimu tidak begitu senang!" Ucapan Noah yang ketus itu membuat Daliah bergerak semakin cepat sehingga dalam sekejap pekerjaannya selesai. Daliah segera duduk di dekat Noah sambil memandangi Debby dengan penuh kasih. Bayi kecilnya pasti kelelahan. "Tidak bisakah kita bicara nanti? Aku takut obrolan kita membangunkannya!" "Kalau begitu bawa dia ke kamar Daisy. Bukankah Daisy ibunya? Kau tidak harus mengurusinya setiap waktu seperti ini!" Daliah melirik Noah sebentar lalu menghela nafas penuh penyerahan. Ia nyaris saja lupa bahwa di rumah ini semua orang mengira bahwa Debby adalah putri Daisy. Tapi walau bagaimanapun Debby hanya miliknya. Daliah tidak akan pernah membiarkan orang lain yang mengurusi anaknya. Ia ingin agar Debby selalu bersamanya setiap saat. "Ini kewajibanku." Daliah membela tindakannya. Debby adalah anaknya, merawat Debby tentu adalah kewajibannya. 136 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Yah, aku tau kalau kau adalah orang yang sangat patuh pada tugas. Tapi kau bisa saja mengurangi waktu kita untuk berdua, kan?" "Noah, berhentilah. Aku tidak ingin memikirkan itu sekarang. Aku perlu mencurahkan seluruh perhatianku pada Debby. Aku harap kau mengerti." "Aku cemburu pada anak itu. Dan dia akan ada di kamar ini? Ku dengar Rex bahkan membelikan ranjang bayi untuk diletakkan di sini. Bukankah lebih baik jika ia bersama dengan Daisy saja?" "Jika dia di kamar atas, maka saat Debby terbangun pada malam hari kau akan melihat semua orang di rumah ini ikut terbangun. Kaulah yang paling tau bagaimana sikap sepupumu jika sesuatu menimpanya. Semua orang akan terlibat. Lagipula Daisy masih muda dan belum tau banyak mengenai bayi. Sedangkan aku sudah berpengalaman mengurusi Finnegan sebelum Janette mengambil alih tugasku itu." "Itu artinya kita tidak mungkin bercinta di kamar ini, kan?" "Kita tidak akan pernah bercinta lagi. Aku bersumpah akan hal itu!" Noah mendesah kecewa, Daliah sudah menolaknya dengan sangat halus karena bayi itu. Entah mengapa Noah tidak begitu menyukai Debby. Ia selalu merasa tidak nyaman setiap kali melihat bayi itu seolah-olah Debby bisa memisahkan dirinya dan Daliah untuk selama-lamanya. Tapi Daliah tampak begitu menyayangi Debby sehingga Noah tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba untuk menyukai anak itu juga. Hanya sementara sampai Debby lebih besar dan bisa ditangani sendiri oleh Daisy. Noah harus bisa bertahan. "Aku menunggumu sangat lama, kau malah mengatakan hal yang menyakitkan seperti itu. Bukankah aku selalu mengatakan kepadamu kalau aku sangat mencintaimu?" 137 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Cinta bukan berarti harus bercinta, kan? Aku tidak melarang perasaanmu itu, aku hanya tidak ingin bercinta lagi. Aku harap kau tidak pernah memaksaku, Noah. Setidaknya sampai Debby cukup besar untuk berpisah denganku!" "Aku sudah menduganya. Pasti karena anak itu!" Daliah menggigit bibirnya saat melihat Noah semakin kecewa. Ia tau kalau Noah sangat tergangu. Tapi Daisy benar, dia tidak boleh bercinta selagi Debby masih menyusu. Noah bisa saja tau kalau Debby adalah putri Daliah dan ia belum tentu bisa menerimanya. Daliah berusaha menghadirkan senyum untuk Noah sehingga ia bisa melihat kalau Noah bisa lebih tenang karena senyuman itu. "Tidakkah kau menyayangi Debby? Dia keponakanmu, kan?" "Aku menyayanginya. Tapi jika dia akan terus merepotkanmu..." "Aku menyayanginya melebihi apapun. Kau bisa tidak menyukainya padahal Debby adalah keponakanmu. Lalu bagaimana jika ternyata Debby adalah anakku?" "Jika dia adalah anakmu dan aku, tentu saja aku akan menyayanginya. Tapi aku juga tidak ingin diganggu dengan itu terus menerus, kan? Aku juga membutuhkanmu." "Dan kau akan tega meninggalkan Debby sendiri hanya untuk berduaan denganku?" "Maksudku bukan itu..." "Ya, aku harap kau tidak bermaksud seperti itu. Karena aku akan meninggalkan apapun demi bersama dengan anakku." Ucapan Daliah sangat serius dan tajam. Ia melihat Noah menatapnya waspada. "Jika Debby adalah anakku, maksudku!" ®LoveReads

138 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 29

"Coba kau bawa Debby ke kamarku. Aku ingin memperkenalkan Finnegan kepada adiknya!" Bethoven berbicara di telpon. Hari ini adalah hari libur dan seperti biasa, Bethoven banyak menghabiskan waktu di rumah. Hari libur seperti ini, semua pelayan akan bekerja lebih keras karena nyaris tidak ada waktu istirahat jika majikan mereka tidak bepergian kemana-mana. Akan ada banyak hal yang harus dikerjakan dan itu akan membuat pelayan pada umumnya membenci hari libur. Tapi Daliah tidak merasa seperti itu lagi. Sejak ia kembali ke rumah ini, Daliah sama sekali tidak tau apa posisinya. Ia hanya merawat Debby tanpa mengerjakan hal yang lain. Daliah merasa seperti tamu. Di saat ia ingin kembali mengerjakan tugasnya, Daliah mendapat larangan keras dari Lawrence. Hal itu membuat Daliah merasa sedikit tidak berguna dan hidup seperti benalu, hanya menumpang hidup di rumah ini tanpa melakukan satu halpun yang berguna. Si kecil Debby menggeliat tenang setelah ia merasa kenyang. Seharusnya Debby mengantuk dan tidur. tapi bocah itu sepertinya mengerti bahwa Bethoven sedang memerintahkannya bermain dengan Finnegan. Daliah menatap Debby lekat-lekat, akankah anaknya bernasib sama seperti dirinya dan Kepala pelayan sebelumnya? Mungkin saja semua itu bisa terjadi jika semua orang tau kalau Debby adalah putrinya. Daliah tau kalau posisi Debby sebagai putri Daisy adalah posisi teraman anak itu untuk berada di rumah ini. Tapi Daisy tidak akan mengakui Debby sebagai anaknya untuk selamanya. Tidak boleh, Daliah tidak sanggup bila suatu saat nanti Daisy lebih dekat dengan putrinya atau anaknya mengira Daliah hanya pengasuh saja. Suatu saat nanti ia akan memberi tau semua orang kalau Debby adalah putrinya. 139 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Dengan sikap yang sangat cepat Daliah mengganti pakaian Debby yang sedikit basah karena susu. Setelah itu Daliah segera merapikan pakaiannya sendiri dan membawa Daisy menuju kamar Bethoven di atas. Saat menaiki tangga Daliah begitu berhati-hati, ia bahkan takut mengenakan high heels bila sedang menggendong Debby. Bagaimana bila ia terjatuh karena itu saat dirinya kurang hati-hati? Ia tidak ingin melukai anaknya. "Akhirnya, primadona baru kita datang!" Bethoven bergumam riang saat melihat Debby dan Daliah di depan pintu. Dengan sigap ia mengambil alih Debby dan menimang-nimangnya. Beberapa saat kemudian Bethoven meletakkan Debby di atas ranjang dan mempersilahkan Daliah masuk. Daliah memilih duduk di dekat putrinya agar ia bisa mengawasi Finnegan yang bermain-main dengannya. Bagi Finnegan, Debby mungkin adalah boneka, ia menyentuh seluruh wajahnya dan hampir saja mencolok bola matanya. Beberapa kali Finnegan berniat memasukkan tangan Debby ke dalam mulutnya dan itu membuat Bethoven tertawa. "Dia belum bisa membedakan manusia dengan makanan!" Daliah tersenyum juga. Lalu, "Finnegan tidak perduli manusia atau pun bukan. Ia akan memasukkan apapun ke dalam mulutnya." "Aku khawatir kalau anakku akan menjadi anak yang rakus. Usianya sudah dua tahun dan masih bersikap seperti itu?" "Itu hanya kebiasaan saja, Beth! Janette selalu membiarkan Finnegan mengunyah biskuit sehingga tubuh anakmu jadi gemuk seperti ini. Lalu dia menjadi kebiasaan." "Dia akan berteriak kalau tidak diberikan sesuatu yang bisa dimakan!" "Ya, Finnegan belum mengerti kalau tidak semua hal bisa didapatkannya." 140 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Apakah menurutmu aku harus melakukan hal itu sejak dini?" "Aku sudah bilang, kan? Berhentilah memanjakannya!" Lawrence yang baru saja masuk ke kamar ikut ambil bicara. Ia membongkarbongkar lemari untuk mencari gaun yang cocok digunakannya saat makan malam nanti. Malam ini, ia dan keluarga kecilnya akan bersenang-senang bersama-sama seperti akhir pekan sebelumnya. "Kau tau Dally? Finnegan bahkan sudah bisa mengkonsumsi lasagna pedas. Jika dibiarkan dia bisa mengembung seperti balon gas!" "Aku hanya tidak ingin Finnegan menjadi anak yang merasa kekurangan, sayang!" "Ya, tapi seharusnya aku yang bersikap seperti itu, kan? Kau seorang ayah, sayang. Semestinya kau yang bersikap lebih tegas untuk memelototinya jika dia melakukan kesalahan. Kau sudah membiarkan anakmu lebih takut kepada ibunya!" Lawrence berhasil menemukan sebuah gaun flannel berwarna krem lalu membawanya keluar kamar. Mungkin Lawrence akan mencari pelayan yang bisa menyetrika gaunnya dalam sekejap di dapur. Setelah Lawrence keluar dari kamarnya, Daliah tidak lagi bisa menahan tawanya. Ia sudah lama tidak melihat Beth dan Lawrence berdebat tentang anak mereka. Lawrence memang sangat tegas, ia bahkan sempat membuat mendiang Lavender membencinya karena sikap tegas yang tanpa toleransi itu. Sekarang Lawrence melakukannya lagi kepada anaknya. Sedangkan Bethoven bersikap sebaliknya. "Yah, teruslah tertawa. Kau terlihat sangat bahagia setiap kali melihat prahara di rumah tanggaku!" "Astaga, Beth! Bukan itu maksudku. Aku hanya merindukan hal yang seperti ini. Sudah setahun aku meninggalkan Canada dan merindukan banyak hal tentang rumah ini." "Juga Noah?" "Kau mulai lagi!" 141 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau tidak merindukan Noah?" Daliah menggeleng, ia bahkan nyaris tidak mengingat Noah selama di New Zeeland kecuali bila Noah menghubunginya. Semua itu karena Seth. Seth tidak pernah membiarkan Daliah merasa kosong dan sekarang Daliah merindukannya. Padahal mereka baru berpisah beberapa hari. "Aku terlalu sibuk disana!" "Ya, kau pasti sibuk mengurusi kehamilan Daisy, kan? Rumah ini gaduh saat dia mengatakan akan ada seorang bayi dalam rumah tangganya. Semua orang sangat senang, kehamilannya begitu cepat!" "Ya," Hanya itu. Daliah merasa kebingungan tentang respon yang harus diberikannya. Bukan Daisy yang mengandung, tapi Daliah. Meskipun begitu, bukankah tidak ada seorangpun yang boleh tau saat ini? "Bagaimana rasanya menjadi ibu kedua dari Debby?" Daliah tersenyum. Ibu kedua? Dialah satu-satunya ibu Debby. Tapi Daliah tidak mungkin mengatakan hal itu, bukan? "Sangat menyenangkan. Tapi, bukankah aku menjadi sedikit pemalas belakangan ini? Bobot tubuhku naik karena tidak mengerjakan apaapa di rumah ini." "Ayah tidak mengizinkanmu mengerjakan pekerjaan itu lagi. Dia lebih suka bila menyambutmu di dalam rumah ini sebagai keluarga. Lagipula sejak dulu kau adalah keluarga di rumah ini, kan?" "Semua pelayan pasti akan bergosip tentang itu!" "Terserah mereka, selagi mereka tidak mengatakan hal seperti itu langsung di depan wajahmu, kan? Belakangan ini, Ayah sering menanyakanmu. Sepertinya ayah melupakan keberangkatanmu ke New Zeeland. Kau tau tidak? Di selalu berteriak memanggilmu untuk membawakannya obat!" Daliah tersenyum mengerti. 142 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Fabian Ouray memang sangat cerewet semenjak ia menjadi sakitsakitan beberapa tahun belakangan. Ia sangat merindukan mendiang putri bungsunya Lavender dan tidak ada seorangpun yang memungkiri itu. Fabian bahkan memanggil Daliah dengan sebutan Lavender. Tapi semenjak Daisy datang ke rumah ini, ia tidak pernah melakukan itu lagi. Fabian sudah bisa membedakan Lavender dengan Daliah. Bahkan kasih sayangnya kepada Daliah tidak berkurang, malah semakin bertambah. Daliah menghela nafas bila mengingat semuanya. Fabian belum pernah melihat Debby, kan? Seharusnya Daliah membawa Debby untuk melihat pamannya yang sedang sakit meskipun Debby sama seperti Daliah, tidak boleh memanggil keluarganya dengan sebutansebutan yang bukan julukan kehormatan. Tapi selama ini Daliah tidak pernah merasa kalau semua itu adalah masalah. Hanya dirinya dan ibunya yang tau tentang hubungannya dalam keluarga ini. Bahwa Fabian Ouray adalah kakaknya dari ayah yang sama, itu berarti Finnegan sedang bermain dengan bibi kecilnya saat ini. Apakah Debby akan mengetahui kenyataan ini kelak? ®LoveReads

Fabian Ouray duduk dengan tenang di atas ranjangnya, punggungnya bersandar pada bantal-bantal yang disusun tinggi. Seharusnya ia keluar dari rumah itu sekali-sekali untuk menghirup udara bebas. Semua orang di rumah memiliki ide seperti itu, Tapi Fabian selalu menolak. Menurutnya tidak ada satu hal-pun yang paling diinginkan oleh seseorang yang sakit sepertinya selain berbaring di kamarnya yang nyaman. Daliah ataupun pelayan lain tidak ada yang mampu membantah. "Siapa yang ingin kau pertemukan denganku?" Suara berat Fabian terdengar serak. Mungkin untuk hari ini, kata-kata itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya. 143 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Memang masih terlalu pagi, tapi meskipun sedang sakit Fabian selalu bangun pagi. "Tunggu sebentar, Tuan!" Daliah berbisik lalu berjalan ke dekat pintu dan meminta seseorang masuk. Janette datang sambil menggendong Debby yang dibungkus selimut berwarna merah jambu. Ia adalah bayi yang hangat. Dengan sedikit usaha, Daliah mengambil bayinya dari dalam gendongan Janette lalu meletakkannya di pangkuan Fabian. Melihat Debby, Fabian benarbenar terhibur. Satu lagi bayi hadir di dalam rumahnya yang sepi. "Siapa namanya?" Suara serak Fabian terdengar lagi. Daliah perlahan-lahan berusaha duduk di tepi ranjang untuk bisa lebih dekat dengan Fabian. Ia menyentuh kepalanya sejenak lalu berujar lembut. "Debby." "Bayi perempuan?" "Ya, dia cantik kan?" "Cantik sekali. Sepertimu." Daliah tersenyum. Hingga kini Fabian belum bertanya tentang asalusul Debby. Anak siapa dia dan siapa orang tuanya. Mungkin Fabian sudah diberi tau, atau mungkin Fabian lebih suka menganggap kalau bayi itu turun dari surga untuknya. "Hai, Debby. Lihat hidungmu. Kau mirip sekali dengan ibumu. Semoga kau menyenangkan sepertinya setelah besar nanti." Fabian tersenyum lebar, ia memandangi Debby lama dan bergumam tidak tentu tentang harapan-harapannya. "Siapa ayahnya?" Daliah menelan ludah, akhirnya Fabian menanyakannya. Ia menoleh kepada Janette dan meminta gadis itu keluar. Janette menurut setelah mengatakan kalau dirinya akan menunggu di dekat tangga saja. Dengan sungkan Daliah memandang Fabian lagi. "Maaf, tuan. Bisakah kau mengatakannya lagi?" 144 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Bayimu, siapa Ayahnya?" "Maksudmu? Tidakkah ada yang memberi tahu padamu kalau Debby adalah putri Daisy dan Rex?" "Aku sudah lama hidup di dunia ini. Aku tau kalau ini bukan anak mereka. Bayimu ini hanya memiliki kemiripan denganmu. Dia punya hidung yang sama, alisnya, kau lihat? Semua orang boleh tertipu. Tapi aku tidak. Aku ikut membesarkanmu dan mustahil bagiku untuk tidak bisa membedakan mirip siapa bayi ini." "Benarkah? Dan apakah kau akan mengusirku dan memisahkanku dari anakku seperti yang pernah kau lakukan pada Olive? Berapa lama aku harus mengasingkan diri sebelum kembali ke rumah ini lagi. Tuan, Bolehkah aku menunda hukumanku? Debby masih menyusu dan Janette masih sangat muda untuk menjadi ibu seorang diri." "Kenapa kau mengatakan itu? Kau sangat yakin kalau aku akan menghukummu?" "Hanya itu yang pantas kudapatkan!" "Aku tidak bisa melakukan itu padamu. Aku bisa bersikap kejam kepada siapa saja, tapi bukan padamu." Fabian Ouray bersungutsungut lalu kembali menatap Debby. Meskipun wajahnya sudah kembali ceria, tapi hati Fabian sangat bersedih. Ia tau kenyataannya. Tau bahwa Daliah adalah adiknya. Tapi ia tidak mungkin mengaku dan merusak nama keluarganya. Bukankah tidak penting sebagai siapa Daliah dibesarkan? Yang terpenting adalah seberapa besar kasih sayang yang dia dapatkan. Fabian selalu berusaha bersikap adil antara Daliah dan kedua putrinya, Lawrence dan mendiang lavender. Ia bersyukur kalau kedua putrinya bisa bersikap sangat baik kepada Daliah, saudara yang mungkin tidak pernah bisa diakuinya seumur hidupnya. Bulir air matanya tiba-tiba saja jatuh. Ia sudah sangat tua, entah kapan akan 145 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

kehilangan nyawanya. Tapi Fabian memiliki keponakan baru yang berada dalam gendongannya. Ia ingin Debby segera dewasa dan memanggilnya dengan sebutan paman. Akankah? "Ada apa denganmu, Tuan?" "Aku hanya, ummm..." Fabian kikuk. Ia tidak tau harus memberi alasan apa. Dengan berat hati ia mengangkat wajahnya dan menatap Daliah yang berada di hadapannya. "Siapa ayahnya, kau tidak ingin memberi tau padaku?" Daliah menggeleng. "Dia tidak punya ayah." "Lalu bagaimana bila dia bertanya suatu saat nanti. Apa yang akan kau katakan padanya?" "Akankah aku mengatakannya. Daisy dan Rex ingin mengadopsinya jika saja aku tidak membantahnya. Debby putriku, tapi dia akan lebih baik bila hidup sebagai putri mereka. Tapi aku juga tidak ingin mendengar Debby memanggil orang lain dengan sebutan ibu. Aku ingin bersamanya selamanya, melihatnya dewasa. Dan haruskah Debby menerima kalau dia terlahir tanpa seorang ayah?" "Kalau begitu carikan ayah untuknya. Kau bisa merasa lega membesarkan Debby jika memiliki seorang suami. Carilah seorang lakilaki yang bisa menyayangi anakmu. Aku juga tidak ingin melihatmu menderita karena berpisah dari anakmu!" ®LoveReads

146 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 30

"Aku rasa ayah memang benar. Kau harus mencari laki-laki yang bersedia menikahimu. Ini demi Debby. Selama ini bukankah semua kepala pelayan itu menikah?" "Mereka menikah dengan orang yang tidak mereka suka untuk mendapatkan status sebagai janda agar bisa kembali kerumah ini. Tapi aku tidak ingin menikah untuk menjadi janda." Daisy Melville mendengus mendengar jawaban Daliah tentang pembicaraannya dengan Fabian Ouray kemarin. Sepertinya Daliah sudah memikirkan ucapan Fabian masak-masak. Mungkin hingga sekarang saran dari Fabian masih bermain-main dalam otaknya. Agar tidak berpisah dengan Debby dia harus menikah. Dengan siapa? Ah, Daisy tau siapa orang yang pantas. "Bagaimana dengan Noah?" "Itu sama sekali tidak lucu, Daisy! Kau selalu berfikir kalau aku harus menikah dengan Noah. Noah masih muda dan berhak mendapatkan istri yang setia kepadanya seumur hidup. Bukan wanita yang menikah untuk bercerai dengannya." "Tapi siapa lagi? Hanya dia satu-satunya orang yang mungkin. Noah mencintaimu. Itu sudah cukup untuk menjadi alasan!" "Aku kembali ke kamarku saja, kembalikan anakku!" Debby kecil yang berada di dalam gendongan Daisy menggeliat. Ia tau ibunya menginginkannya. Tapi Daisy merasa tidak ingin berpisah dengan anak itu sekarang. Hari ini Daisy hanya bertemu beberapa menit dengan Debby. Tapi Daliah sudah ingin membawanya pergi. "Tidak bisakah kau tinggalkan dia disini?" "Dia harus mandi. Kembalikan!" Dengan berat hati Daisy melepaskan Debby untuk kembali ke gendongan Daliah. Dalam sekejab Daliah sudah keluar dari ruangan 147 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

itu. Ia akan segera meminta bantuan Janette untuk menyiapkan perlengkapan mandi Debby, gadis kecilnya harus wangi dan bersih. Saat melintasi kamar Noah, Daliah tanpa sengaja melirik ke dalam dan langsung bertatapan dengan Noah. Noah bergerak secepat mungkin menyongsongnya keluar kamar lalu menariknya masuk. "Aku menunggumu sejak tadi. Kau lama sekali di kamar Daisy!" "Maaf, aku tidak tau kalau kau menungguku. Seharusnya kau mengatakan sesuatu sebelum aku masuk kesana." "Aku ingin memberikan sesuatu. Tunggu sebentar, ya?" Daliah menunggu. Noah berjalan mendekati lemari pakaiannya dan mengambil sesuatu dari sana. Sebuah kotak perhiasan berukuran kecil berwarna hijau tua berada di genggamannya dan diberikannya kepada Daliah. Daliah mengangkat sebelah alisnya. Bagaimana bisa ia meraih hadiah yang Noah berikan jika kedua tangannya penuh dengan Debby dan Debby. "Aku tidak bisa," "Tidak bisa menerimanya? Kau jahat sekali kalau tidak mau menerima pemberianku!" "Aku tidak bisa mengambilnya. Kau lihat, Kan? Aku sedang menggendong Debby." "Kalau begitu..." Noah meletakkan kotak perhiasan berlapiskan beludru itu ke atas ranjang lalu menyodorkan kedua lengannya. "Biarkan aku menggendongnya!" Lagi-lagi Daliah mengangkat alisnya. Bukankah Noah tidak menyukai Debby? Sekarang ia ingin menggendongnya? "Kau serius?" "Percayalah padaku!" Daliah menghela nafas sebelum menyerahkan Debby kepelukan Noah. Ia melihat Debby masih tenang. Bayi mungilnya memandangi Noah dengan tatapan heran. 148 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ini pertama kalinya Noah dan Debby berdekatan. Dengan cekatan Daliah meraih kotak perhiasan itu lalu membukanya. Sebuah kalung perak dengan bandul kecil yang terbuat dari ruby merah. Ada sebuah inisial D yang tercetak dengan warna keperakan di dalam batu Rubby itu. "Ini untukku?" Noah menggeleng. "Itu untuk Debby. Bukankah aku harus menyayangi keponakanku?" "Apa yang mengubahmu, Noah?" "Kau, Nona! Sekarang cepat pakaikan kalung itu untuknya!" "Nanti saja. Dia harus mandi dulu. Tapi kau akan melihat dia mengenakannya setelah Debby mandi sore ini." "Bolehkah aku ikut memandikannya? Nona?" "Perubahanmu benar-benar mendadak!" "Memangnya aneh? Aku tidak mungkin bermaksud jahat. Jika terjadi sesuatu pada Debby, kau boleh menyalahkanku. Percayalah, aku hanya berusaha untuk bisa dekat dengan anak-anak. Jika aku tidak bisa berdua denganmu karena Debby, maka aku harus membiasakan diri untuk menjalani semuanya bertiga. Aku cukup mengerti tentang hal itu. Soal kata-kataku waktu itu, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyinggungmu sama sekali. Hanya ungkapan bodohku karena tidak bisa berduaan denganmu lagi sampai Debby cukup besar untuk lepas dari gendonganmu. Begitu, kan?" Daliah mengangguk, ya. Sampai anak itu cukup mandiri, Daliah tidak akan pernah melepaskan Debby sama sekali dari pelukannya. Berkali-kali Daliah menatap Noah untuk meyakinkan dirinya. Laki-laki itu berulang kali berusaha untuk membuat Debby tertawa padanya. Sayangnya Debby masih memandangnya heran untuk beberapa waktu. Debby butuh berkenalan, dan Noah memperkenal149 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

kan diri secara resmi. Ia bahkan memanggil Debby dengan sebutan yang mulia. Pada akhirnya usaha Noah untuk membuat Debby menyenanginya mulai terbentuk. Meskipun sedikit, si kecil sudah bersedia untuk memberikan senyumnya kepada paman Noah-nya. Lama kelamaan Daliah mendengar tawanya dan pada akhirnya ia menyadari kalau Noah adalah orang yang paling bersungguh-sungguh untuknya. Noah berusaha menyukai Debby demi Daliah, karena ia tau Daliah tidak mungkin meninggalkan Debby saat ini. Laki-laki itu juga berusaha dengan sangat susah payah membuat Debby menyukainya. Bukankah perasaan anak-anak itu jujur? Dialah yang paling tau saat seseorang benar-benar menyukainya atau tidak. Jika Debby bersedia tertawa untuk Noah, itu artinya Debby menyukainya bukan? Apakah sebaiknya Daliah mempertimbangkan usul Fabian untuk mencari ayah untuk Debby? Benarkah Noah adalah orang yang pantas? Daisy bilang, Noah adalah satu-satunya orang yang tepat karena Noah mencintainya. Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus Daliah lakukan demi kebersamaannya dan putrinya? ®LoveReads

150 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 31

Seth Wyndham termenung menatap Outlet baby Shop yang dinaungi warna Oranye itu. Lagi-lagi dirinya melakukan ini lagi karena merindukan Debby. Entah mengapa Seth merasa tidak bisa berpisah dari Debby, ia benar-benar sudah jatuh cinta pada anak itu dan memimpikannya setiap malam. Dengan perasaan getir, Seth berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. Ia berpindah lagi menuju waterfront untuk melihat itik-itik disana. Lagi-lagi hal itu membuat Seth menghela nafas. Sekarang kerinduannya bukan hanya untuk Debby saja. Tapi juga untuk Daliah. Ia hampir gila karena ini. Atau mungkin kegilaan itu sudah benar-benar menjangkiti dirinya? Beberapa hari yang lalu Seth bahkan mengunjungi Alana, lebih sering dari yang pernah dilakukannya selama ini hanya untuk mengenang Daliah dan putirnya. Dimanapun ia berada bayangan keduanya selalu menghantui seolah-olah foto yang berada di ponselnya sama sekali belum cukup. Dengan berat hati Seth kembali ke mobilnya dan memacu menuju St. Marry untuk mengunjungi bibinya, Rossy Melville. Ibunda Daisy itu mengundangnya makan siang bersama hari ini. Semenjak Daisy dan Suaminya kembali lagi ke Canada, mereka memang sering menghabiskan waktu berdua saja. Sebuah rumah sederhana menyambut Seth dengan ketenangan seperti biasa. Setelah memarkir mobilnya, Seth bergerak mengitari rumah menuju pintu samping yang selalu terbuka. Ia memandangi sepetak kolam renang kecil dengan air yang berwarna biru. Disana pesta barbeque seringkali diadakan bila waktu berkumpul keluarga tiba. Tapi sepertinya dalam waktu dekat ini, tidak akan ada satu perayaanpun yang bisa membuat keluarga mereka berkumpul. Untuk sementara ini, halaman itu akan tetap sepi seperti saat ini. 151 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth tidak perlu mengetuk pintu karena di saat yang sama, Rossy Melville sudah membukakan pintu untuknya. Ia akan membuang sampah yang berada di dalam kantong plastik ditangannya. Mungkin ke bak sampah di ujung gang? "Biarkan aku yang melakukannya, Bibi!" Seth mmenawarkan diri. Sayangnya Rossy Melville menggeleng. "Kau masuk saja. Aku akan melakukannya sendiri. Orang tua sepertiku seharusnya lebih banyak bergerak. Berjalan kaki ke ujung gang akan membantu kesehatanku!" Seth tersenyum, senyum yang dibuat-buat. Ia sama sekali tidak bisa tersenyum dengan tulus saat ini karena hatinya sedang tidak berada di tempat. Dengan langkah yang berat, Seth melangkah memasuki rumah setelah membuka sepatu dan meletakkannya di dekat pintu. Ia memilih sofa ruang tengah untuk diduduki sambil menunggu bibinya kembali. Seth melamun lagi, ia merindukan Daliah dan putrinya lagi. "Sejak kapan hobimu kembali lagi seperti ini?" Seth mengangkat wajahnya setelah merasa lamunannya terganggu. Ia melihat seseorang melintas di hadapannya menuju dapur. Gallion Melville. Laki-laki itu kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa yang berbeda dengan yang Seth duduki. Ia mulai menyalakan televisi. "Kapan kau tiba disini, Gale?" "Sejak kapan kau perhatian padaku?" Seth mendengus. Gallion tidak pernah bersikap ramah kepadanya. Laki-laki itu selalu menganggapnya sebagai musuh semenjak Gallion mengetahui kalau Seth menyukai Daisy. Tapi itu masa lalu, kan? Sekarang Seth bahkan tidak mengingat Daisy jika saja bukan karena seseorang yang mengungkitnya. Seth membungkam mulutnya. Akan percuma baginya berdebat dengan Gallion, ucapan Gallion sangat kasar dan tidak perduli pada perasaan lawan bicaranya. Berbicara dengan sepupunya itu bisa membuat Seth hilang kendali. 152 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ia menunggu beberapa lama hingga bibinya kembali lagi. Cukup lama sebenarnya, dan selama itu pula Seth harus didera perasaan kikuk karena Gallion sibuk mengganti acara televisi sesukanya setiap kali Seth mulai menikmatinya. Gallion sedang mengganggunya. "Anak-anak, ayo makan siang!" Rossy Melville memanggil mereka dengan ucapan lembut dari dapur. Baik Seth maupun Gallion berjalan bersisian menuju ruang makan. Sayup-sayup Seth bisa mendengar gerutuan Gallion tentang betapa tidak sukanya ia bila dipanggil dengan sebutan anak-anak. Memang tidak ada seorangpun anak-anak di rumah ini. Seth sudah cukup dewasa dan Gallion jauh lebih dewasa bila dibandingkan dengannya. Selang beberapa menit, semuanya sudah duduk di hadapan piring masing-masing dengan roasted chiken sebagai menu makan siang. Cukup mewah untuk tiga orang yang kelihatannya tidak begitu kelaparan. Masing-masing dari mereka hanya mengambil makanan dalam porsi yang sangat sedikit seolah-olah makan siang kali ini hanya kewajiban saja. Seth berusaha keras untuk tidak bicara karena ia sangat tau apa akibatnya bila bersikap sok akrab. Gallion pasti akan segera mengeluarkan ucapan-ucapan kerasnya dan membuat Seth kehilangan kendali. Ia tidak ingin berkelahi saat ini, Seth tidak ingin membuat bibinya sakit kepala seperti yang selalu terjadi diantara mereka berdua saat ini. "Bagaimana denganmu, Seth?" Lagi-lagi Seth melewatkan sesuatu. Ia terlalu banyak melamun belakangan ini sehingga membuatnya seringkali tidak mendengarkan ucapan orang-orang yang berada di sekitarnya. Seth menyesali nya. Ia memandangi bibinya dengan tatapan penuh permintaan maaf. Rossy Melville mendesah. "Kau mulai lagi, Seth!" "Sudah ku bilang, bu. Percuma saja kau mengajaknya bicara. Fikirannya sedang tidak disini!" 153 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Gallion melirik Seth dengan pandangan sinisnya yang biasa. "Apakah ini karena kau merindukan Debby lagi?" Seth berdiam diri sejenak lalu mengangguk, ia tidak bisa memungkirinya. Bibinya selalu menjadi satu-satunya orang dimana ia selalu menceritakan kerinduannya kepada Debby. "Siapa Debby?" Gallion mulai bertanya penasaran. Nyonya Melvile menoleh kepada putranya dan menghela nafas berat. "Dia putri dari Daliah, teman Daisy yang diperkenalkannya saat malam pesta pernikahannya waktu itu. Kau ingat?" Gallion angkat bahu. Bukan karena ia tidak ingat. Gallion sangat mengingat Daliah, setiap orang yang pernah berdiam diri di rumah Ouray lebih dari satu jam pasti mengingat Daliah. Semua orang di rumah itu selalu memperkenalkan Daliah kepada semua tamu yang datang seolah-olah sedang memamerkan harta yang berharga. Daliah adalah lambang kesopanan dan keanggunan. Suaranya selalu tegas meskipun tidak tinggi. Meskipun tidak pernah berbicara dengannya, Gallion tau kalau Daliah pasti orang yang menyenangkan. Masih dengan sikap angkuhnya, Gallion menoleh kepada Seth lalu berujar tajam. "Kenapa kau harus merindukan anak itu? Dia bukan anakmu, kan?" "Aku juga tidak bisa mengerti, Gale!" "Jangan-jangan memang anakmu, hanya saja kau tidak sadar saat melakukannya." "Hentikan! Bercandamu sama sekali tidak lucu!" Rossy Melville berdelik kepada Gallion. Lalu memandangi Seth yang tertunduk. Seandainya saja Debby benar-benar anaknya, Seth mungkin tidak akan merasa serba salah seperti hari ini hanya karena tidak memiliki alasan untuk mengunjunginya. Seandainya Debby memang anaknya, Seth tidak akan pernah membiarkan bayi mungil itu menjauh dari154 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

nya. Tapi kenyataannya Daliah sudah menikah dan Debby adalah anak dari laki-laki itu. Seth memenuhi setiap ceruk dalam paruparunya dengan udara. Ia sudah merasa seperti seorang ayah yang kehilangan anaknya hanya karena selalu bersama Daliah, selalu menemaninya di saat wanita itu mengandung Debby, juga karena ada di saat kelahiran anak itu. Debby benar-benar sudah mencuri hatinya. "Seandainya memang anakku. Aku akan menjadi orang paling berbahagia di dunia ini!" Seth berdesis. Gallion mencibir mendengar kata-katanya. Untuk pertama kalinya terbit perasaan kasihan di hati Gallion saat melihat ekspresi kesedihan yang tampil di wajah sepupu sekaligus musuhnya. Kesedihan Seth kali ini sepertinya melebihi kesedihannya saat Daisy menikah dengan Rex. Ia benar-benar terlihat seperti orang yang akan kehabisan nyawanya jika tidak bertemu dengan Debby satu jam saja. "Besok lusa aku akan ke Canada. Aku harus mengantarkan semua barang pesanan Daisy yang kubawa dari Sidney. Kau harus membantuku membawa barang-barang yang banyak itu dan aku akan membencimu melebihi apapun yang sudah kulakukan selama ini jika kau tidak mau ikut denganku ke Canada!" Seth menoleh kepada Gallion dengan tiba-tiba. Benarkah Gallion melakukan itu? Gallion mengajaknya ke Canada? "Kau butuh alasan untuk melihat anak itu di Canada, Kan? Apakah alasan itu belum cukup?" ®LoveReads

155 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 32

Daisy bersikap sangat riang seharian ini. Ia sangat senang hanya karena kakaknya menelpon untuk mengabarkan kalau laki-laki itu akan tiba di Canada menjelang siang. Hari ini juga Daisy meminta Janette menyiapkan kamar untuk kakaknya dan Janette dengan senang hati melakukannya. Daliah hanya bisa ikut senang. Gallion yang sangat mirip dengan mendiang Nick Sherwood itu akan ada di rumah ini lagi. Ia akan membuat Lawrence ketakutan dan menghindar untuk keluar kamar selama laki-laki itu ada disini. Tapi tidak akan ada perubahan yang berarti, Lawrence hanya tidak akan mengikuti makan malam karena wanita itu memang tidak suka keluar kamar jika suaminya tidak berada di rumah. Sedangkan Bethoven akan bekerja seharian dan baru pulang untuk makan malam. Itu artinya kedatangan Gallion hanya akan mempengaruhi satu orang. Tidak, dua orang. Daisy juga sangat terpengaruh karena ia terlihat sangat senang dengan kedatangan kakaknya. Menjelang siang, saat Daliah dan Noah sedang mengobrol di taman, sebuah taksi memasuki pekarangan rumah itu dan menurunkan satu orang, Gallion. Daliah lalu berusaha mendekat dan terkejut saat melihat seorang lagi yang keluar dari taksi setelahnya. Seth? Lakilaki itu ada disini? Daliah menoleh kepada Noah yang berjalan di sampingnya. Laki-laki itu juga terkejut, ia menatap Seth dengan pandangan tak menyangka. Seth Wyndham untuk pertama kali di dalam hidupnya merasakan bagaimana bila rasa bahagia dan gugup bercampur dengan perasaan iri dan cemburu. Ia melihat si kecil yang dirindukannya berada dalam timangan Noah yang sejatinya dalah adiknya. Noah mungkin tidak menyukai kedatangan Seth. Pandangannya menyiratkan seolah-olah Seth tidak kemari lebih baik dari kebaikan apapun yang berada di 156 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

dunia ini. Beberapa pelayan datang untuk menghampiri. Seth membatalkan niatnya untuk menyapa dan lebih memilih membawa semua barang-barang yang berada dalam bagasi mobil menuju ke dalam rumah. Ia meninggalkan Gallion seorang diri untuk membayar taksi setelah semua barang-barang bawaannya dipindahkan. Seth tidak keluar lagi, mungkin ia memilih untuk tidur di kamar yang disiapkan untuknya. "Senang melihamu lagi, tuan!" Daliah berusaha menyapa dengan sikap seramah mungkin. Gallion memaksakan sebuah senyum, ia kesulitan untuk tersenyum dengan tulus. "Aku datang untuk mengunjungi Daisy!" "Dan Debby?" Noah menatap Gallion antusias lalu menyodorkan Debby untuk lebih dekat dengannya. "Lihat, dia putri pertama Daisy. Keponakan kita!" Kejutan. Gallion melirik Daliah sejenak dan ia tau bahwa Daliah sangat gugup. Bukankah ibunya bilang kalau Debby adalah putri Daliah? Lalu mengapa di rumah ini Debby tiba-tiba saja menjadi putri Daisy? Daisy tidak mungkin menyembunyikan anaknya, kan? Itu berarti Daliah yang menyembunyikan kehamilannya dan Daisy membantunya menyembunyikan itu. Gallion menghela nafas samar. Jika Daisy sampai melakukan hal seperti ini, pasti ada maksudnya. Ia percaya dengan Daisy dan berniat untuk tidak ikut campur. Ia akan menanyakan langsung pada Daisy lain kali. Gallion mencoba menyentuh pipi mungil Debby dengan belaian seringan bulu. Bayi itu bergerak lalu memandangnya. "Ya, dia sangat cantik, aku rasa mirip dengan ibunya!" "Benarkah? Aku malah mengira kalau ia mirip dengan Daliah!" Gallion menyunggingkan senyum, sikap sinisnya kembali lagi. "Mungkin karena Dalliah yang merawatnya. Kau pernah dengan pepatah, kan? Anjingpun bisa menyerupai majikannya jika mereka merasa dekat." 157 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau menyamakan keponakan kita dengan anjing, Gale?" Gallion angkat bahu lalu menoleh kepada Daliah. "Dimana adikku?" "Dia kelelahan karena menyiapkan kedatanganmu pagi ini. Sekarang dia sedang tertidur di kamarnya!" "Kalau begitu aku juga mau beristirahat, sampai jumpa!" Daliah menghela nafas lega saat Gallion memasuki rumah. Nafasnya tak lagi tertahan. Ia tau kalau Gallion mencurigai sesuatu. Mungkin semua orang di New Zeeland sudah menceritakan tentang kehamilannya kepada Gallion. Seth mungkin juga menceritakan tentang Debby. Daliah beruntung Gallion masih tutup mulut dan tidak langsung menanyakan semuanya di hadapan Noah. Gallion cukup bisa diandalkan hingga saat ini. ®LoveReads

Debby terus menangis. Hal ini membuat Daliah merasa gusar dan tidak bisa beranjak dari kamar Daisy. Sepertinya ia harus segera membawa si kecil menuju kamarnya di lantai bawah dan menyusui Debby. Daliah bisa saja meminta izin kepada Daisy untuk menyusui di kamarnya. Tapi saat ini Rex tengah berbaring di ranjang sambil menikmati biskuit buatannya sendiri. Ia sedikit mengeluh saat mendengar tangisan lantang Debby di seluruh kamarnya. "Susuilah dia!" ujar Rex. "Dia pasti sangat kelaparan. Kau tidak kasihan melihatnya?" Ya, Daliah harus membawa Debby saat ini juga untuk kembali ke kamarnya. Hanya itu satu-satunya tempat yang aman bagi Daliah untuk menyusui anaknya. Ia tidak mungkin meminjam kamar mandi untuk menyusui Debby. Daliah tidak ingin anaknya makan di kamar mandi. Setelah meminta izin keluar dari kamar itu, Daliah segera membawa Debby berjalan cepat menuju kamarnya. 158 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Tapi ia menemui Seth yang menghadangnya. Seth baru saja naik dan mereka bertemu di unjung tangga lantai atas. "Ada apa dengan bayimu?" "Dia sepertinya kelaparan. Aku harus membawanya ke kamar untuk menyusuinya!" "Kalau begitu ikut aku saja!" Daliah merasakan sentuhan Seth lagi. Laki-laki itu menyeret Daliah untuk masuk ke kamarnya. Dengan perasaan gundah Seth mengunci pintu dan menatap Daliah dengan tatapan penuh kebahagiaan. Ini pertama kalinya ia bisa berbicara dengan Daliah setelah tiba di Canada tadi siang. Seth harap ia bisa menggendong Debby segera. "Kau boleh memilih tempat yang mana saja yang paling nyaman untuk menyusui anakmu. Kamarmu masih jauh di belakang, kan? Dia bisa semakin kelaparan dan semua orang akan curiga karena pakaianmu sudah basah." Seth melirik ke bagian dada Daliah, mendengar tangisan anaknya, air susu Daliah sudah tumpah membasahi pakaiannya. "Aku selalu menderita setiap kali tidak bisa langsung menyusuinya bila dia kelaparan seperti ini. Ini bukan rumahku, aku tidak bebas disini." Daliah berusaha duduk di ranjang dan membelakangi Seth. Ia tidak ingin Seth melihatnya menyusui bayinya. Seth maklum dengan itu. Ia juga berusaha mencapai ranjang, hanya untuk duduk membelakangi Daliah. Punggung bertemu punggung membuat Seth kembali dijalari kegugupan yang menggerogoti jiwanya. "Setelah dia kenyang, boleh aku menggendongnya?" "Ya," Daliah berdesis. "Kau ada keperluan khusus makanya kemari?" "Aku membantu Gallion membawa barang-barang untuk Daisy. Kau sepertinya sangat dekat degan Noah!" "Kami teman, Seth." 159 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Noah tidak menyukai anak-anak. Tapi aku senang melihatnya menggendong anakmu tadi siang." Daliah tersenyum. Ia juga merasakan hal yang sama. "Bagaimana keadaanmu beberapa bulan ini?" "Aku baik-baik saja." "Kau terlihat mengurus. Wajahmu juga seperti wajah yang kurang tidur." "Aku punya anak kecil, Seth. Tentu saja aku kurang tidur!" "Ya, seharusnya aku tidak mengucapkan basa-basi yang tidak penting seperti itu!" Seth menelan ludahnya. Ia kehabisan kata-kata. Seth merasa ada sesuatu yang terjadi padanya. Selama di New Zeeland. Dirinya dan Daliah selalu mebicarakan apa saja. Mereka tidak pernah membiarkan kebisuan menyerang mereka terlalu lama seperti sekarang. Seth menghela nafasnya. Sedetik, dua detik, kemudian berubah menjadi belasan menit. Mereka masih tidak bicara. Hingga akhirnya Seth mendengar Daliah berteriak kecil. Wanita itu berusaha menahan teriakannya lalu meringis. Ia kesakitan. "Ada apa?" Seth bertanya cemas. Ia ingin menoleh, tapi tidak. Hatinya melarang untuk melakukan hal itu tanpa izin. "Debby sudah memiliki dua buah gigi, dia menggigitku!" Seth terkekeh, ia hampir saja mengerang karena membayangkannya. Seandainya ia bisa melihat Daliah menyusui Debby seperti dulu. Tapi sepertinya rumah ini memberikan batasan yang tidak mereka miliki di New Zeeland. Seth merasa obrolan mereka agak kaku. "Sepertinya dia sudah kenyang!" Daliah berkata lagi. "Boleh aku menggendongnya?" 160 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, tapi kau jangan menoleh dulu. Biarkan aku merapikan pakaianku dulu!" Seth menunggu beberapa menit. Ia merasa jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Seth akan melihat Debby, melihat anak yang diimpikannya setiap malam. Yang selalu dirindukannya tanpa Seth ketahui alasannya. Saat Daliah memperbolehkannya menoleh, Seth bisa melihat Debby yang sudah sangat tenang berada di dalam dekapan ibunya. Seth mengulurkan tangannya lalu mengambil alih Debby dari Daliah, ia menimangnya dengan sangat bahagia, Seth nyaris saja meneteskan air mata. Rasa haru mendesak, ia memandangi Debby dengan pandangan penuh kerinduan yang sangat dalam. Gadis kecil itu mengerjapkan matanya beberapa kali, pelan-pelan ia mulai tertidur. Seth menghela nafasnya dengan susah payah, Debby tertidur dalam timangannya. ®LoveReads

161 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 33

"Kau terlihat tidak senang dengan kedatangan saudaramu!" Daliah berujar tenang sambil berusaha menyuapi Debby beberapa sendok bubur gandum. Debby sudah seharusnya belajar untuk memakan sesuatu karena usianya sudah hampir melewati enam bulan. Debby juga sudah memiliki gigi yang membuatnya selalu berusaha memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Ia pernah menggigit biscuit Finnegan saat Finnegan bermain-main dengan menyodorkan benda itu kemulutnya. Untuk itu, Lawrence harus kewalahan menenangkan tangisan Finnegan sambil menahan tawa. Sore ini, Noah dan Daliah mengobrol di beranda samping. Hal yang rutin mereka lakukan semenjak Daliah merasa kalau Noah sudah mulai bisa mendekati putrinya. Meskipun hanya mengobrol saja, Daliah sudah merasa dekat kembali dengan Noah setelah setahun berpisah. "Aku hanya terkejut dengan kedatangannya." Noah memberikan telunjuknya kepada Debby dan bocah itu berusaha mendekatkannya ke mulutnya. Jika saja Noah tidak menghindar, maka nasib jarinya akan sama saat digigit oleh Finnegan waktu itu. "Boleh aku mencoba untuk menyuapinya?" Daliah mengangguk lalu tersenyum. Sebuah sendok plastik ditemani bubur gandum yang dicampur susu Vanilla kental diberikan kepada Noah. Noah mengambilnya dengan suka cita setelah memindahkan Debby kepangkuannya. "Hati-hati, Noah!" Noah mengangguk. Ia sudah banyak mempelajari cara Daliah menyuapi Debby. Baginya, memberikan sesendok bubur gandum untuk Debby bukan hal yang sulit. 162 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Debby bahkan membuka mulutnya sebelum sendok itu mendekat ke mulutnya. Dia sangat menikmatinya. "Sepertinya dia lapar!" "Aku rasa giginya membuat mulutnya merasa gatal. Karena itu Debby menggigit apa saja yang bisa digapainya. Untungnya tidak seorangpun yang memberikannya Lasagna pedas seperti yang Bethoven lakukan pada Finnegan." "Ini semua karena kau tidak pernah melepaskannya. Kau bahkan tidak melepaskan orang yang menggendongnya dari pandanganmu. Sepertinya kau sangat menyayanginya, mungkin lebih daripada kau menyayangi anakmu." "Kalau aku menyayanginya, aku bisa apa? Aku tidak bisa menolak perasaan seperti itu, kan?" "Begitu juga perasaanku padamu selama ini." Pipi Daliah memerah. Noah mulai merayunya. "Bisakah kau membebaskanku dari rayuanmu, sekali saja? Aku bisa panas mendengarnya!" "Memangnya kenapa?" "Ini sulit untukku, Noah!" "Tidak ada yang sulit, Dally! Kau hanya perlu memutuskan untuk menerimaku dan saat itu terjadi, aku akan menyingkirkan semua penghalang yang ada untuk menadapatkanmu. Kau harus bersamaku!" Gallion berjalan santai sambil menggenggam sebuah mug berisi Jus panas. Selera anehnya adalah kebanggaannya, Gallion tidak perduli saat pelayan yang menjalankan perintahnya untuk membuat Punch itu protes. Mereka lebih suka menyajikan Punch dalam keadaan dingin. Tapi jika Gallion menginginkan punch panas, apa yang bisa mereka lakukan? 163 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Selama disini Gallion cukup terganggu karena Lawrence seringkali berteriak setiap kali melihat wajahnya sehingga hal itu harus membuat Bethoven meminta maaf kepadanya berkali-kali. Sikap tidak perduli Gallion sepertinya tidak bisa ia terapkan kepada Lawrence. Setiap kali Lawrence terganggu, Gallion akan didesaki perasaan tidak enak. Hal itulah yang membuat Gallion lebih suka berkeliaran di rumah ini pada siang hari dan berusaha keras untuk tidak makan malam dengan alasan diet. Dia tidak ingin Lawrence melempar piring ke arahnya saat makan malam. Seth Wyndham yang termenung di pintu samping menarik perhatian Gallion. Ia mendekat, lalu menoleh ke arah mana Seth memandang. Ini sudah ketiga atau empat kali? Entahlah. Ia selalu bersikap sepeti ini setiap kali melihat Noah berbincang-bincang dengan Daliah. Wajahnya juga sedih jika melihat Noah bercanda dengan Debby. Gallion hanya memandangi setiap ekspresi yang terlihat di wajah Seth dengan asyik hingga Seth menoleh kepadanya tanpa sengaja. Tidak bisa dipungkiri kalau Seth merasa sangat terkejut. Untuk pertama kalinya ia melihat Gallion tersenyum lebar. Tapi Seth sangat tau bahwa senyuman Gallion itu adalah senyum mengejek. Seth hanya mendengus kesal lalu beranjak menuju kamarnya. Ia sadar kalau Gallion mengikutinya. Laki-laki itu pasti ingin membahas tentang ekspresi anehnya. Saat membuka pintu kamar, Seth berusaha membanting pintu agar Gallion mengerti bahwa dirinya tidak mau diikuti. Sayangnya Gallion lebih sigap. Laki-laki itu meletakkan Mugnya di atas meja sebelum berakhir di atas ranjang. Gallion berbaring terlentang dengan kedua tangan menumpu kepala. Ia benar-benar suka bertindak seperti raja. Meskipun ini kamar mereka berdua, seharusnya Gallion mengerti bahwa Seth sangat ingin berbaring. Tapi laki-laki itu menguasai ranjang lebih dulu dan tidak memberikan celah bagi Seth untuk berbaring disana. "Tidak bisakah kau tidak mengusikku, Gale?" "Tidak." 164 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth mendengus lalu mencari sofa terdekat untuk memejamkan mata. Ia nyaris tertidur jika saja Gallion tidak mengatakan sesuatu yang mengejutkannya. "Kau mencintai Daliah?" Mata Seth berdelik. Ia tidak mungkin mencintai Daliah, kan? Dia sudah bersuami. "Noah sepertinya bertindak lebih dulu dibandingkan dengan dirimu." Lanjut Gallion lagi. "Tidak mungkin. Daliah dan Noah hanya dekat. Mereka mungkin berteman." "Hanya dekat? Kau tidak sedang berusaha membohongi dirimu sendiri? Apakah kau tidak sadar bagaimana Noah memandang Daliah? Bukan hanya kasih sayang, Noah juga memiliki gairah untuk wanita itu. Siapapun juga tau kalau Noah menyukai Daliah, semua pelayan di rumah ini diam-diam membicarakan hubungan mereka. Aku bahkan mendengar kalau mereka sudah pernah bercinta sebanyak dua kali di rumah ini. Entahlah jika di tempat lain. Noah dan Daliah juga sering pergi berdua jika mereka tidak punya pekerjaan lain." "Hentikan." Seth emosi. Entah mengapa ia merasa sangat marah mendengar ucapan Gallion tentang Daliah dan Noah. "Mereka tidak mungkin begitu, Gale. Daliah sudah bersuami!" Gallion lagi-lagi tersenyum sinis. "Lalu apakah kau melihat suaminya berada di sekitar sini?" "Suaminya seorang pilot. Jadi mungkin saja sekarang dia sedang bertugas." "Benarkah? Pantas jika Daliah berselingkuh dengan Noah. Siapapun laki-laki bodoh yang menyia-nyiakannya itu sudah membuat Daliah merasa kesepian hingga memilih Noah untuk menjadi pelabuhan hati 165 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

berikutnya. Aku tidak tau apakah kau beruntung karena terlepas dari itu atau harus merasa malang karena wanita yang kau sukai ternyata menduakan suaminya dengan..." "Kau tidak sedang mengaduku dengan adikku, kan?" "Apa untungnya buatku. Meskipun, yah! Pasti seru jika melihat pertengkarang di rumah ini!" Gallion kemudian tertawa terbahakbahak. Ia tau kalau Seth sudah meradang. Seth mengambil handuk dan mungkin akan berendam selama berjam-jam di kamar mandi. Hatinya pasti merasa panas. Gallion belum tau seperti apa intrik Daliah di rumah ini, sebenarnya. Yang pasti orang-orang di rumah ini sedang mengira kalau dia sedang baik-baik saja. Saat Noah mengatakan bahwa Debby adalah putra Daisy, Gallion sudah dipengaruhi oleh kecurigaan. Jika Daliah memang sudah bersuami, mengapa dia harus menyembunyikan siapa Debby sebenarnya di rumah ini? Bukankah Normal jika dia memiliki seorang anak jika sudah bersuami? Kecuali sejak malam pernikahan mereka tidak pernah bercinta sama sekali. Dan Daliah memiliki lakilaki lain sebagai ayah dari anaknya yang tidak ingin diketahui oleh suaminya. Jika begitu, hipotesis Gallion menyiratkan bahwa Daliah adalah wanita yang licik. Tapi dia tau kalau Daliah tidak begitu. Ia ingin mengungkap misteri aneh ini sebelum kembali melanjutkan kehidupannya di Sydney. Gallion tidak akan pernah membiarkan rasa penasaran menggerogoti hidupnya. ®LoveReads

166 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 34

Daliah berdelik kepada Bethoven yang menyuapi Debby dengan coklat foundue. Daliah yakin, dalam beberapa hari lagi, Bethoven akan menyuapi Debby dengan makanan pedas seperti yang dilakukannya kepada Finnegan dulu. Laki-laki itu sepertinya sangat suka memanjakan Debby dengan makanan sebagaimana ia memanjakan Finnegan. Ia bahkan membelikan tart besar untuk dilahap Finnegan seorang diri hari ini untuk mengisi hari libur. "Kalu lihat, Dally? Dia sedang berusaha membuat keponakannya menjadi rakus seperti yang dilakukannya kepada putranya!" Lawrence berdesis sambil mengawasi suapan-suapan Finnegan yang lahap. Tangan Finnegan sudah penuh dengan krim. Anak itu tidak lagi menggunakan sendok untuk menikmati tart yang dibelikan oleh ayahnya. "Memangnya kenapa? Ini hanya kue coklat!" Bethoven membela diri lalu kembali berkonsentrasi menyumpali mulut Debby dengan kue itu. Debby sangat menyukainya. "Makanlah sayang, habiskan. Paman suka melihat bayi-bayi yang gemuk!" "Itu sudah potongan kedua, kan?" "Ya, kau tidak perlu khawatir Dally, aku bersumpah ini yang terakhir. Setelah ini, kau bisa melihat Debby tertidur karena kekenyangan." "Ya, kelihatannya Debby sudah mengantuk!" Daliah menghela nafasnya lega karena Bethoven tidak mungkin memaksakan Debby untuk makan lebih banyak lagi. Bayi mungil itu pasti sudah sangat kenyang. Debby hanya menyukai rasa manis coklat dan ia terus berusaha melahapnya dengan mata yang sudah sayu. "Bisakah aku mengambil Debby sekarang? Aku harus membersihkannya sebelum dia tertidur!" 167 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bethoven menyerah lalu memenuhi mulutnya dengan sisa kue coklat yang tidak dihabiskan oleh Debby. Ia memberikan Debby kepada Daliah setelah itu. "Bersihkan disini saja, setelah ini kau bisa melakukan hal lain." Daliah menggeleng. "Aku hanya bisa mengurusi Debby saja di rumah ini. Semua orang tidak mengizinkanku melakukan hal lain. Aku permisi dulu!" Daliah berbalik dan beranjak keluar dari kamar pasangan itu. Ia menghela nafas lega karena akhirnya Debby akan tidur. Daliah hanya perlu menggendongnya sambil menimang tubuhnya hingga ia benar-benar terlelap. Tapi sebelum itu, Debby sudah harus bersih. Wajahnya sudah seperti topeng karena dipenuhi dengan noda krim coklat dari kue yang Bethoven berikan. ®LoveReads

"Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu padaku?" Daliah terkesiap. Gallion tiba-tiba saja ada di hadapannya berdiri dengan kokoh. Ia tau kalau Gallion sedang berusaha memintanya menjelaskan kecurigaannya. Ia tidak tau lagi harus bersikap apa mengenai ini. "Aku harus menjelaskan apa, Tuan?" Gallion menggeleng. "Kau pasti tau tentang apa itu Nyonya." "Aku harus memandikan Debby dulu." Potong Daliah, "Dia sudah sangat mengantuk." "Ya, kalau begitu jelaskan sambil memandikan Debby. Bisa, kan?" Daliah menghela nafas, ia menyerah. "Baiklah, kau boleh ikut aku ke dapur." Senyum Gallion mempengaruhinya. Haruskah ia menceritakan tentang rahasianya kepada Gallion? Lalu Daliah harus memulai dari 168 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

mana? Daliah mulai dijalari perasaan gugup. Ia mengerjakan semuanya dengan perasaan bercampur. Dimulai dari menyiapkan air hangat hingga akhirnya menidurkan Debby. Daliah semakin didera perasaan tidak tenang saat ia melihat Debby terlelap, sekarang sudah saatnya ia mengatakan sesuatu. Daliah menoleh kepada Gallion, laki-laki itu memandangnya. "Tanyakanlah tentang apapun yang ingin kau ketahui. Aku akan berusaha menjawabnya!" Gallion beringsut sedikit lalu menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Ia masih bersandar di ambang pintu dan membiarkan pintu terbuka. Gallion tidak berkata apa-apa untuk beberapa waktu hingga ia yakin semua pelayan meninggalkan Dapur. Tidak ada seorangpun yang boleh menguping percakapan mereka berdua. Gallion ingin mengetahui semuanya bukan untuk disebarkan. Ia melakukannya untuk kepuasan pribadi. "Sebelumnya, aku beritahukan kepadamu. Aku tidak akan menceritakan kepada siapapun tentang percakapan kita ini. Jadi jangan khawatir dan jawablah semuanya dengan jujur. Ini untuk kepuasan diriku secara personal. Kau mengerti?" Daliah menghela nafas lega. "Aku senang mendengarnya." "Kalau begitu ceritakanlah!" "Aku tidak tau harus memulai dari mana." "Mulailah dari mengapa orang-orang di rumah ini tidak mengetahui siapa Debby sebenarnya!" Daliah menghela nafas lagi, ia nyaris memulai semuanya jika saja Gallion tidak mengangkat tangannya karena ada seseorang yang memasuki dapur. Setelah Gallion memerintahkannya untuk melanjutkan ceritanya, Daliah memulainya dengan suara yang sangat pelan. 169 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ini ide Daisy. Dia mengetahui aku hamil tanpa suami. Kau tau mengenai peraturan di rumah ini? Jika kami, para pelayan me-ngalami kejadian seperti itu, kami harus berpisah dari anak kami untuk beberapa waktu dan diperbolehkan pulang setelah dinikahkan dengan seseorang yang tidak kami kenal. Aku tidak ingin berpisah dari anakku. Karena itu aku mengikuti ide Daisy tentang Debby. Meskipun Debby diakui sebagai anaknya, aku tidak akan pernah berpisah dari anakku dan tetap bisa menimangnya. Lagipula kau tidak perlu khawatir. Daisy tidak akan melakukan itu selamanya. Setelah Debby cukup besar atau paling tidak setelah Debby berhenti menyusu. Kami akan mengatakan semuanya." "Dan kau akan menerima hukuman?" "Fabian mengatakan kalau dia tidak akan pernah menghukumku. Tapi ia harus melakukannya. Fabian harus melakukannya untuk menjaga kehormatannya. Ia berusaha keras menasihatiku untuk menikah sebelum mengakui Debby sebagai anakku. Dengan itu aku tidak harus keluar dari rumah ini. Atau mungkin aku akan tetap keluar dari rumah ini tanpa harus berpisah dari Debby." "Jadi Fabian Ouray sudah tau?" Daliah mengangguk. "Dan kau memilih Noah untuk menjadi laki-laki yang membantumu menyatukan Debby dengan dirimu? Kau yakin?" "Menurutku Noah cukup baik untuk diandalkan!" "Lalu siapa ayah dari putrimu ini?" Daliah menahan nafas, pertanyaan itu datang lagi. Ia harus mengatakan apa? Daliah mulai sesak. Ia merasa sedih untuk pertama kalinya saat pertanyaan itu menyerangnya. Daliah menoleh kepada Debby yang tertidur di atas ranjang dengan sangat perlahan. "Aku tidak tau!" 170 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Apa maksudmu? Mustahil kalau kau tidak tau siapa yang menidurimu, kan?" "Aku bahkan tidak mengingat kapan semua ini terjadi. Menurut Daisy berdasarkan usia kehamilanku, seseorang memaksaku bercinta dengannya pada pesta malam itu. Ia mendengar teriakanku, itu katanya. Saat itu aku sangat mabuk. Aku bahkan tidak sadar kalau pada malam itu, aku kehilangan segalanya." "Dan kau tidak berusaha untuk mencari tau siapa yang menidurimu?" "Ada beribu laki-laki yang hadir di pesta itu. Haruskah aku mendatangi mereka satu persatu dan menanyakannya? Bagaimana jika tidak ada seorangpun yang mengaku? Kalau aku melakukan itu, aku bukan hanya akan mempermalukan diriku. Tapi juga keluarga ini. Karena itu akau memutuskan untuk tidak mencari tau. Biarlah Debby hanya menjadi anakku. Aku tidak ingin Debby dipisahkan dariku sama sekali." "Orang-orang di rumah ini sangat kejam. Apakah kau tidak pernah berfikir untuk membawa Debby pergi dari rumah ini?" Daliah menggeleng. "Aku belum pernah berfikir sampai kesana. Dan aku harap, aku tidak pernah melakukannya. Setidaknya selagi Fabian masih hidup." ®LoveReads

171 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 35

Seth berdiri terpaku melihat Daliah dan Noah yang duduk di ruang tengah. Ia menyembunyikan dirinya di dekat tangga agar bisa memperhatikan keduanya dengan bebas. Seth tau, tidak seharusnya ia melakukan ini. Seharusnya Seth pergi menjauh dan tidak perlu merasa sakit hati karena melihat Noah dan Daliah. Tapi Seth ingin tau seberapa dekat mereka, benarkah seperti yang Gallion katakan? "Kau sangat menikmati kue tart itu?" Suara Daliah terdengar begitu menggemaskan. Ia memandangi Noah yang duduk sangat dekat di sisinya sambil memasukkan potongan-potongan tart kedalam mulutnya. "Itu milik Finnegan!" "Aku tau. Tapi Lawrence tidak melarangku untuk memakannya. Dia bilang Finnegan sudah menghabiskan sekotak tart ukuran besar kemarin sore!" "Yah, anak itu sanggup melahap semuanya sendirian. Ia sudah cukup gemuk." Dan Daliah menepuk tangan Noah saat menyodorkan kue tart itu ke mulut Debby. Noah membatalakan suapannya dan Debby merengek. Dengan kesal Daliah mengambil sedikit krim dari kue yang Noah sodorkan lalu memasukkannya ke mulut Debby. Bocah itu berhenti merengek. "Jangan berikan tart kepada Debby. Dia bisa kegemukan." "Kalau begitu kau saja!" Noah menyodorkan potongan kecil tart itu kepada Daliah dan Daliah hanya bisa menatap kue itu dengan ragu. Noah menghela nafas. "Hanya sepotong, sayang! Makanlah!" Akhirnya Daliah memilih memakannya lalu berusaha dengan cepat menghabiskan semuanya. "Itu yang terakhir, aku tidak mau lagi!" "Memangnya kenapa? Kau tidak suka tart?" Daliah menggeleng. 172 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ia tidak suka, Daliah lebih suka kue kering bila dibandingkan dengan kue-kue basah seperti tart. Noah tersenyum paham lalu beringsut semakin mendekati Daliah. Ia memberikan sebuah kecupan di bibirnya, hanya sekilas. Tapi berhasil membuat Daliah terkejut dan menjauhkan wajahnya dari Noah. "Apa yang kau lakukan? Bagaimana bila ada yang melihat?" "Semua orang di rumah ini sudah tau tentang hubungan kita. Kau ingin menyembunyikan hal seperti apa? Aku sangat merindukanmu." Dan Noah kembali mengulum bibir wanita pujaannya untuk beberapa lama. Daliah membalasnya beberapa saat lalu menyudahinya dengan cepat. Ia menunduk malu. "Aku tidak bisa melakukannya lebih lama di depan Debby." "Kalau begitu tutup matanya seperti ini." Debby telah tidak bisa melihat apa-apa. Noah menutup mata Debby dengan telapak tangannya lalu kembali merengkuh Daliah untuk mencumbunya. Kali ini lebih dalam. Tapi lagi-lagi Noah tidak bisa berlama-lama karena Gallion membanting sebuah buku tebal ke atas meja yang berada di hadapan mereka. Noah langsung menjauhkan dirinya dari Daliah dan Daliah harus tertunduk malu. Gallion menatap mereka secara bergatian dengan sorot mata mengganggunya lalu mengambil alih potongan kue tart yang tersisa di atas meja sambil menyalakan televisi. "Kalau ingin melakukan hal seperti itu, mengapa tidak di kamar saja?" Gumamnya. Seth menggigit bibirnya. Semuanya sudah semakin jelas dan Gallion benar. Hubungan mereka sepertinya bukan hanya sebatas teman. Seth ingin melarikan diri. Tapi akal sehat membuatnya berfikir untuk bergabung. Langkahnya memang perlahan, tapi Seth bisa mencapai sofa terdekat dengan Daliah dalam waktu singkat. Daliah terlihat gelisah. Ia mendekap Debby erat-erat dan nyaris saja hendak 173 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

pergi jika saja Seth tidak mengatakan sesuatu yang tidak bisa di tolak. "Boleh aku menggendong Debby sebentar?" Daliah menatap Seth ragu. Butuh waktu beberapa detik untuknya menyetujui permintaan Seth. Seth memberikan sebuah senyum yang bisa menenangkan hatinya. Laki-laki itu mengambil alih Debby dan meletakkannya di pangkuannya. Seth menggenggam kedua tangan Debby yang menghadap kepadanya. Ia mencium kening debby sekali lalu bergumam pelan. "Hai, sayang!" Debby menyeringai, ia senang melihat wajah Seth yang tersenyum padanya. Debby sudah mulai berbicara meskipun ia hanya mengeluarkan kata 'bbahh' yang tidak tentu artinya. Sayangnya Debby tidak bisa bertahan lama dalam pangkuan Seth. Gallion segera mengambil alihnya dan ia membuat Seth terperangah. "Hai cantik, kau harus bermain dulu denganku sebelum aku menyerahkanmu pada ibumu!" "Tapi..." Gallion melirik Daliah yang sepetinya tidak setuju dengan ide Gallion yang ingin membawa putrinya. "Kenapa? Apa perlu aku mencari ayahnya untuk meminta izin?" Daliah langsung ciut. Gallion tengah menekannya dan tidak akan ada seorangpun yang menduganya. Ia menggeleng untuk menandakan kalau bukan masalah yang besar jika Gallion ingin membawanya. Ia menyerah kepada Gallion karena laki-laki itu mengetahui rahasianya. "Kau tidak perlu khawatir. Jika dia menangis, aku pastikan dia akan segera kukembalikan padamu. Jika tidak, kau boleh menjemputnya di kamarku begitu waktu tidurnya tiba!" Daliah mengangguk. Kikuk. ®LoveReads 174 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daisy menatap Daliah dengan tatapan tak percaya mengenai cerita Daliah bahwa Gallion mengetahui semuanya. Sekarang, bertambah satu orang lagi. Daisy sempat khawatir jika Gallion memberi tahu kepada Seth tentang cerita itu sedangkan Seth sudah terlanjur mendengar kebohongan bahwa Dalliah sudah menikah. "Dia bisa saja memberi tau orang-orang di rumah ini tentang siapa Debby sebenarnya." "Kau yakin kalau Gallion akan memberi tau Seth?" Daliah juga mulai merasa khawatir. "Aku tidak yakin karena mereka berdua kurang akur selama ini. Tapi bisa saja seperti itu, kan? Mereka berdua datang bersama ke Canada. Tinggal di dalam kamar yang sama dan bisa saja sering berbagi cerita. Sepertinya aku harus berbicara dengan Gallion untuk membicarakan mengenai hal ini." "Biarkan aku saja." Daliah menimpali dengan cepat. "Biarkan aku saja yang berbicara pada Gallion. Sebenarnya dia berjanji tidak akan mengatakan hal itu kepada siapapun, tapi mungkin aku perlu memastikan." "Kalau begitu sekarang Gallion pasti sedang berada di kamarnya. Waktu makan malam sudah tiba dan dia tidak pernah makan malam selama di rumah ini. Ini kesempatanmu." Daliah mengangguk paham. Ia akan segera menemui Gallion di kamarnya. Dengan hati-hati Daliah menggendong Debby yang sudah terlelap lalu mengintip dari pintu kamar Daisy untuk beberapa lama. Setelah yakin bahwa Seth tidak lagi berada di kamar itu, Daliah langsung melangkah cepat menyongsong pintu kamar tamu. Ia yakin kalau Gallion ada di dalam. Laki-laki itu tidak keluar bersama Seth tadi. Daliah membuka pintu secara paksa dan terperangah saat pintu terbuka. Gallion sedang bertelanjang dada dalam posisi membelakangi Daliah karena menghadapi cermin. Begitu melihat Gallion menyadari kedatangannya, Daliah segera menutup kembali pintu. 175 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Tapi, apa itu tadi? Ia melihat sesuatu di punggung Gallion. Sesuatu berbentuk sayap. Tato? Daliah berdesis. Nick Sherwood memilikinya dan Gallion juga? "Masuklah!" Gallion membuka pintu kembali. Ia sudah mengenakan sebuah T-shirt tipis berwarna abu-abu untuk menutupi tubuhnya. Dengan ragu Daliah masuk ke dalam kamar tamu dan duduk di sofa setelah Galllion mempersilahkannya. Daliah menghela nafas, ia melupakan tujuannya untuk datang kemari karena melihat tato itu. Yah, Gallion bukan hanya memiliki kemiripan wajah, ia juga memiliki tato yang sama dengan yang Nick miliki. Mendiang Lavender pernah menceritakan mengenai tato yang dimiliki kakak iparnya itu kepada Daliah. "Aku menyesal kau melihatnya!" Gallion berkata lagi. "Kau Nick?" "Tidak, tidakkah kau berfikir semua orang bisa saja memiliki tato yang sama?" Sebuah senyum tersampir di sudut bibir Daliah. "Aku tidak menanyakan tato. Aku hanya bertanya apakah kau Nick. Jadi kau benarbenar Nick?" Gallion menyesal membicarakan tentang tato harusnya ia pura-pura tidak tau jika Nick Sherwood memiliki tato. Ia sudah terpancing. "Kali ini bukan hanya kau yang punya rahasia. Aku juga!" "Astaga. Semua orang sudah menduganya meskipun ada yang berbeda dari wajahmu dan Nick!" "Aku menjalani operasi plastik, kau tau?" "Tapi Nick Sherwood sudah meninggal, kan? Karena itu Lawrence menikah dengan Bethoven!" "Nick Sherwood memang sudah meninggal. Yang hidup sekarang adalah Gallion Melville." 176 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Bagaimana bisa?" "Jika aku mengatakan kepadamu bahwa Gallion bukanlah Nick, apakah kau percaya? Nick Sherwood mungkin memang pernah ada. Tapi Nick adalah Gallion. Gallion yang hidup lebih dulu hingga ibuku menjanda dan menyerahkanku kepada sahabatnya. Aku berubah menjadi Nick Sherwood dengan kehidupan baru. Tapi kehidupan Nick Sherwood sangat naas, berselingkuh dengan adik iparnya sehingga gadis itu meninggal dunia. Kematian Lavender adalah salahku. Dan aku tidak mau menjadi Nick Sherwood lagi. Karena itu aku kembali kepada ibuku dan harus terkejut karena aku memiliki adik yang sangat serupa dengan Lavender dari suami ibuku yang baru. Tuhan menghukumku dengan rasa sakit itu sepanjang hidupku. Meskipun Lavender sudah tidak ada, aku selalu tersakiti oleh bayangannya yang selalu berada di dalam diri Daisy." "Kau menceritakannya tanpa dipinta, Nick!" "Gallion." Gallion meralat. "Aku sudah bilang, kan? Aku tidak mau menjadi Nick lagi!" Daliah menatap Gallion dengan tatapan yang tak menyangka. Ternyata Gallion adalah Nick Sherwood yang pernah menjadi bagian penting di rumah ini. Suami Lawrence dan cinta pertama Lavender. Laki-laki yang pernah menjadi rebutan dua bersaudara itu pada akhirnya kembali ke rumah ini sebagai orang lain yang tidak dikenal. Orang lain yang memiliki sikap berbeda dengan siapapun dirinya sebelumnya. "Seharusnya kau juga menghapus tato itu!" Gallion menggeleng. "Mendiang lavender menyukainya. Ia menganggapku sebagai malaikat karena tato sayap ini. Aku tidak mungkin menghapusnya. Ini adalah sisa kenangan hidupku yang dulu. Yah, meskipun aku tidak mau menjadi Nick lagi, ada beberapa hal tentangnya yang tidak ingin kuhapus dari hidupku." 177 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Menarik, kau sangat pandai mengubah dirimu menjadi orang lain. Sikapmu sangat berbeda dengan sikap Nick. Kau sangat antagonis dan sangat suka menonjolkan itu." "Aku tidak perlu komentar tentang sikap. Nick dan Gallion berbeda. Nick adalah malaikat yang berubah menjadi iblis karena cinta. Tapi Gallion mungkin tidak akan pernah berubah. Ia akan jadi iblis selamanya." Gallion tertawa renyah lalu berbicara lagi setelah tawanya reda. "Bukankah orang akan lebih membenci orang baik yang berubah menjadi jahat bila dibandingkan orang yang mereka kenal jahat sejak awal?" "Dan kau memutuskan untuk menjadi jahat sejak awal karena itu?" "Karena aku hanya memerlukan orang-orang yang memaklumi sikap jahatku, bukan orang yang menghakimi perubahanku dari malaikat menuju iblis. Kau kemari tidak untuk membicarakan tentang iblis dan malaikat, kan?" Daliah mengangguk, ia ingat kembali dengan tujuannya menemui Gallion. "Aku hanya ingin menagih janjimu untuk tidak mengatakan tentang rahasiaku kepada siapapun." "Termasuk kepada Seth?" "Kepada siapapun!" Gallion tersenyum sinis. Sepertinya ekspresi itu sudah sangat sesuai dengan wajah antagonis hasil operasi plastik miliknya. Meskipun di permak sedemikian rupa, Gallion tetap memiliki kemiripan dengan Nick Sherwood. Terlihat sangat jeals. "Kenapa, Dally? Kau bingung karena kemarin aku menggodamu saat kau dan Noah bercumbu? Kau sudah menyakiti Seth, kau tau?" "Aku tidak mengerti tentang itu?!"

178 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Seth menyukaimu dan kau bercumbu dengan adiknya. Ia datang kemari karena merindukan anakmu dan harus melihat interaksi intimmu dengan Noah." Benarkah? Daliah membatin. Benarkah Seth menyukai Daliah? Katakata Gallion sekali lagi membuat Daliah terperangah. "Kau sedang berbohong, kan?" "Astaga, jangan katakan kalau kau mulai dijalari kebingungan karena mengetahui perasaan Seth yang sebenarnya. Kau juga menyukai Seth? Aku memang tidak menyukai Seth. Tapi aku tau bagaimana rasanya saat melihat wanita yang kita cintai berada dalam pelukan orang lain. Aku bisa merasakan kesakitan itu kembali, kesakitan saat melihat Lavender berada dalam pelukan Rex dan itu bisa kuraba hanya dengan melihat ekspresi Seth. Aku tidak suka rasa sakit, aku juga benci dengan rasa cemburu. Aku ingin menyeretnya pulang, tapi aku tidak tega. Seth sedang menikmati kesakitannya setiap kali melihatmu bersama Noah!" Daliah menoleh kepada Debby yang sedang terlelap dengan tatapan kosong. Benarkah Seth menyukainya? Kata-kata itu terus berulang di kepalanya. Seth Wyndham menyukainya? Mengapa hatinya tiba-tiba saja merasa senang? Astaga, apa yang terjadi padanya? ®LoveReads

179 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 36

Mengejutkan. Ternyata Gallion Melville adalah orang yang dikenal dan Daliah merasa tidak lagi menghadapi orang asing saat berbicara dengannya. Dalam sekejap, interaksinya dan Gallion sudah menjadi dekat sebagaimana interaksi Daliah dengan Daisy. Ia juga lebih tenang saat Gallion selalu berusaha memisahkan Seth dari Noah. Daliah sangat takut jika terjadi pertengkaran diantara keduanya dan itu menyebabkan Daliah lebih banyak menghindar dari mereka meski pun niatnya untuk menikah dengan salah seorang dari mereka sama sekali belum punah. Ada kebingungan di benak Daliah mengenai siapa yang dia pilih, Seth Wyndham atau adiknya, Noah. Noah tentunya bisa menjadi pilihan yang menjanjikan, tapi Daliah menyukai Seth dan ia tidak bisa memungkiri itu. Jalannya menuju Seth lebih berbelit-belit bila dibandingkan dengan Noah. Tapi Seth mengetahui Debby adalah putri Daliah dan menyayangi anak itu seperti putrinya sendiri sedangkan Noah belum mengetahui apa-apa hingga kini. Jika saja Noah mengetahui siapa Debby sebenarnya, Daliah juga meragukan Noah akan bisa menerimanya. Noah tidak menyukai Debby sejak awal dan berusaha menyukainya sebagai keponakannya. Jika dia tau kalau Debby adalah putri Daliah dari ayah yang tidak jelas siapa, apakah Noah bisa menerima Debby? Seth juga mengetahui Daliah sebagai wanita yang sudah memiliki suami. Meskipun Gallion mengatakan kalau Seth menyukainya, Seth tidak pernah menunjukkan kasih sayang itu, kecuali pada Debby. Daliah mendengus kesal, sampai saat ini hatinya benar-benar didera perasaan gamang. Hanya ada satu pilihan yang harus diambil saat ini, mengikuti semuanya berjalan apa adanya. Daliah akan membiarkan waktu yang memilihkan seorang suami untuknya. 180 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth ataukah Noah, keduanya adalah pilihan yang sama-sama memiliki kesempatan besar. Apakah Daliah terlalu yakin? Apakah dia sudah terpengaruh oleh ucapan Gallion yang belum jelas kebenarannya? Astaga, Daliah sudah memikirkan hal ini selama dua hari belakangan. Ia bahkan seringkali membiarkan Debby menangis di pelukannya seperti sekarang. Seharusnya ia tidak melakukan itu. "Maafkan ibu, sayang." Daliah berbisik sambil menggosok-gosok punggung Debby yang berada dalam pelukannya. "Ibu tidak akan melakukan hal seperti ini lagi." Debby mulai bisa sedikit lebih tenang, sepertinya anak itu menyadari bahwa perhatian ibunya sudah kembali kepadanya. Atau karena kedatangan Seth? Daliah melihat Seth di kejauhan sedang berjalan cepat menuju ke arahnya. Debby selalu tenang saat bersama Seth. "Kau apakan pacarku?" Cetus Seth berpura-pura marah. Ia sudah berhasil membuat Daliah tertawa. "Kurasa kau sering melamun belakangan ini. Kau seringkali membiarkan anakmu menangis saat dia bersamamu." "Aku hanya tidak bisa berkonsentrasi belakangan ini. Ada banyak hal yang menganggu fikiranku!" "Tentang suamimu?" Daliah tersenyum getir. Sampai saat ini Seth masih menduga hal itu. "Kenapa kau berfikir mengenai itu?" "Tidak tau. Aku hanya menduganya saja." Seth menggigit bibirnya. Ia sangat ingin bertanya kepada Daliah tentang hubungannya bersama Noah. Bagaimana bisa mereka berciuman di ruang tengah waktu itu? Seharusnya Daliah menghargai suaminya meskipun lakilaki itu tidak ada, kan? "Aku mau belanja hari ini, kau mau menemaniku?" 181 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Semangat Seth timbul. Akhirnya ia bisa pergi keluar rumah hari ini dan bersama Daliah. "Belanja?" "Keperluan Debby sepertinya mulai menipis. Aku sudah harus mulai mengajarkannya mengkonsumsi susu formula. Dia juga mulai menggigit banyak hal dan sepertinya beberapa pak biscuit bayi akan bagus untuknya. Pakaiannya juga mulai sempit. Tinggal beberapa bulan lagi usianya akan setahun." "Baiklah, aku akan menemanimu belanja hari ini. Aku juga sangat ingin jalan-jalan. Kau mau menemaniku jalan-jalan sebagai ganjarannya, kan?" Daliah tersenyum lebar. Seth sudah kembali menjadi seseorang yang dikenalnya. Belakangan ini Seth terlalu pendiam sehingga membuat Daliah takut untuk mengajaknya bicara. Tapi sepertinya hari ini semuanya akan mulai membaik. Daliah ingin mengatakan semuanya, tentang cerita yang sebenarnya kepada Seth jika semuanya mulai membaik. Dia ingin kesempatan Seth lebih besar bila dibandingkan dengan Noah. Daliah tidak bisa memungkiri kalau Seth mulai mencuri perhatiannya sejak lama. Sangat perlahan tapi pasti, Seth sudah mempengaruhinya dan... Debby. Sebenarnya Seth lebih suka tempat terbuka, tapi karena mengkhawatirkan Debby, ia merelakan dirinya untuk duduk tenang di sebuah restoran bernuansa merah. Daliah memesan sebuah kari pedas untuknya dan Seth. Seth tidak pernah tau kalau masakan india cukup enak dan membuatnya banyak berkeringat. Ia sudah membuka beberapa kancing kemejanya karena kepanasan dan kepedasan. Ini pertama kalinya Seth mengkosumsi makanan kaya bumbu. Untuk makanan pedas sama sekali tidak asing di mulut Seth, tapi makanan yang seperti ini membuatnya terus mengibaskan tangan. Sepertinya rasa pedas itu bukan hanya berasal dari satu macam bumbu. "Ini makanan tergila yang pernah kukonsumsi!" Seth meminum segelas air putih yang Daliah sodorkan untuknya, entah gelas yang 182 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

ke berapa. "Tapi sangat enak. Aku tidak bisa berhenti memakanya. Kau sering makan disini?" Daliah terseyum lalu menggeleng. "Ini pertama kali, aku mengetahuinya dari Nick..." Daliah terdiam sejenak lalu meralat ucapannya segera. "Maksudku Gallion. Dia merekomendasikan restoran ini untuk dikunjungi." "Nick? Semua orang mengatakan kalau Gallion sangat mirip dengan Nick. Seperti apa orangnya?" "Nick bersikap sangat baik, dewasa, cerdas, mengagumkan. Tutur katanya sangat teratur dan lembut, bahkan saat ia sedang marah. Semua wanita di rumah itu mengaguminya semasa dia ada!" "Sepertinya sangat berbeda dengan Gallion!" Daliah tersenyum lagi. Ia mendorong piringnya sebagai tanda kalau perutnya sudah penuh. Dengan penuh kasih, Daliah membelai punggung Debby yang tertidur pulas. Ia sedang memberi ibunya kesempatan untuk makan dengan sangat nyaman. "Aku harap Gallion bersikap seperti Nick!" Seth melanjutkan ucapan lagi sambil terus melahap makanannya. "Dengan begitu aku tidak perlu kesal setiap kali melihat wajahnya." "Gallion cukup baik, Seth. Dia hanya agak memaksa!" "Itu memang sikapnya. Dia tidak suka dengan orang yang mengganggunya, tapi Gallion selalu mengusik orang lain dengan katakata kasarnya. Kau tau apa pekerjaannya? Gallion seorang dokter Neurologi, bekerja di laboratorium dan sangat membosankan. Tapi dia bisa berlibur sesukanya seolah-olah laboratorium itu milik ayahnya. Lalu dia mengundurkan diri dan membuka toko roti di Sydney. Aku rasa itulah yang membuatnya bisa menyetujui perikahan Rex dan adiknya. Gallion tidak suka dengan pria manapun yang mengganggu Daisy." 183 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Daisy bilang, belakangan ini Gallion tampak seperti seseorang yang sedang jatuh cinta!" "Jatuh cinta? Benarkah? Daisy malah selalu mengatakan kepadaku kalau Gallion sangat malas dan lebih suka bersantai di rumah sambil menonton televisi. Tidak ada seorang wanitapun yang mau mendekat padanya. Dua tahun yang lalu, saat ia baru kembali kepada ibunya, Gallion pernah berkencan dengan seorang wanita dan kau tau apa yang dilakukannya pada wanita itu? Gallion memutuskan hubungannya dengan gadis itu setelah tidur dengannya. Saat itu Gallion beralasan kalau ia melakukan seks untuk penelitian mengenai reaksi otak manusia saat berhubungan seks." Daliah tertawa. Gallion sepertinya sangat suka menyakiti orang lain. Untuk orang yang tidak mengetahui siapa Gallion sebenarnya, tentu saja anggapan tentang laki-laki itu hanya antagonis. Saat Gallion adalah Nick, ia benar-benar seperti malaikat dengan pemikiran rasional dan kata-kata penuh kesopanan. Tapi sepertinya Gallion sangat menikmati perubahannya sebagai sesosok iblis menakutkan yang membuat banyak orang tidak menyukainya. "Lalu bagaimana dengan wanita itu?" "Menangis, tentu saja. Saat itu, sepertinya wanita yang dipermainkannya itu sangat mencintainya. Aku dengar gadis itu juga tinggal di Sydney sekarang. Entah mereka pernah bertemu atau tidak. Kalau pun pernah bertemu, aku rasa mereka berdua tidak akan pernah saling sapa." "Kau menyukai Gallion?" Seth mematung. Ia berhenti mengunyah saat mendengar ucapan Daliah itu. Ia menyukai Gallion? Benarkah kedengarannya seperti itu? "Memang banyak orang yang mengatakan kalau kalian berdua bermusuhan. Tapi yang kulihat, kau membicarakan Gallion dengan bersemangat sekali. Aku rasa kau mengagumi Gallion, benar?" "Yah," Seth menjawab dengan malu-malu. 184 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Seandainya Gallion tidak selalu memulai permusuhannya denganku, aku yakin kami bisa menjadi sepupu yang saling menyayangi. Hanya saja Gallion tidak pernah melewatkan harinya tanpa mengejekku." "Mungkin Gallion juga menyukaimu. Hanya saja ada satu alasan mengapa ia tidak pernah menunjukkan kebaikannya kepadamu." Seth tersenyum lalu kembali meneguk segelas air putih di hadapannya hingga habis. Ada banyak alasan mengapa Gallion tidak menunjukkan satupun kebaikannya kepada Seth, salah satunya karena Seth menyukai Daisy dan menunjukkannya secara terang-terangan melalui sikap. Bodohnya, Daisy tidak menyadarinya, Gallion-lah yang menyadarinya lebih dulu dan mulai bersikap menghalanghalangi interaksi Seth dan Daisy. Semula Seth mengerti dengan sikap Gallion yang ingin melindungi adiknya. Ia melakukan itu kepada semua orang yang berusaha mengencani Daisy. Tapi di saat Rex datang dan langsung melamar Daisy, Gallion menyetujuinya begitu saja sehingga membuat Seth membencinya beberapa waktu. Itu sejarah masa lalu, sekarang Seth tidak membenci Gallion lagi dan selalu berusaha bersikap baik kepadanya. Tapi Gallion sama sekali tidak bisa mengubah sikapnya. "Kau sendiri, berapa lama kau disini, Seth?" Daliah melanjutkan obrolan mereka dengan pertanyaan baru. Seth bersandar di kursinya sambil memandangi wajah Daliah yang duduk di hadapannya. "Entahlah, sampai aku bosan!" "Dan pekerjaanmu?" "Sudah ada yang menangani. Aku gagal mengambil cuti saat kau menghilang dan ditemukan di Rotorua. Karena itu mengambil cuti itu sekarang dan lebih panjang. Aku harap aku bisa berlibur hingga puas di Canada. Meskipun sebenarnya, Canada dan New Zeeland nyaris sama, tapi tetap saja liburan keluar negri, kan?" ®LoveReads 185 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 37

Gallion Melville memandangi Noah yang sibuk mondar-mandir khawatir karena pulang kantor tanpa melihat Daliah ada di rumah. Ia lebih khawatir lagi karena ternyata Daliah pergi keluar rumah bersama Seth Wyndham, kakaknya. Noah khawatir dengan kebersamaan mereka. Ia cemburu dan hal itu tidak bisa dipungkiri. Noah diam-diam memupuk kebenciannya kepada Seth semenjak ia mencintai Daliah dan hari inilah puncaknya dimana Seth membawa pergi wanita pujaan hatinya. Seharusnya Seth meminta izin kepadanya lebih dulu, tidakkah Seth mendengar gossip tentang Noah dan Daliah di rumah ini? Seharusnya ia mengerti mengenai apapun yang terjadi di antara mereka. Ingatan Noah kembali kemasa dimana ia merekam semua perlakuan Seth kepada Daliah dan Noah membenci dirinya saat itu. Seharusnya ia tidak diam saja dan menikmatinya. Seharusnya Noah memukul Seth, atau membunuhnya! "Kau terlihat seperti orang bodoh, mengerti?" Gallion berujar dingin sambil menggigit letus yang diambilnya dari dapur. Ia bertindak seperti kambing untuk hari ini, mengkonsumsi semua sayuran di kulkas. Gallion bahkan membawa sebuah wortel yang sudah di kupas dalam saku celana gunungnya. Noah melirik Gallion sekilas lalu kembali menjalankan aktivitas khawatirnya. Ia tidak perduli dengan komentar Gallion tentangnya. Lagipula Noah tidak akan bersikap bodoh untuk ambil pusing Pada semua sikap Gallion. Jika ia termakan oleh sikap Gallion, berarti Noah sama bodohnya dengan Seth dan akan menjadi mainan Gallion sebagaimana Seth saat ini. "Berhentilah mondar-mandir. Aku terganggu!" "Kalau begitu keluar dari kamarku!" Gallion berdecak lalu menghabiskan letus yang berada dalam geng-gamannya dengan cepat. Ia kembali berbaring di Ranjang dan mengambil wortel dari sakunya. Gallion menggigitnya dengan bunyi yang keras. Sekarang Noah 186 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

yang merasa terganggu ia memandang Gallion dengan tatapan kesal sedangkan Gallion bersikap seolah-olah dirinya tidak perduli sama sekali. "Kau akan berada di kamar ini sampai kapan?" "Kau akan mondar-mandir sampai kapan?" Noah mendengus. Berbicara dengan Gallion adalah hal yang paling sia-sia. Ia tidak mungkin meladeni ucapan Gila laki-laki ini. Gallion hanya akan membuat tensi darahnya melonjak dan ia akan sangat senang jika melihat orang lain menderita karena ulahnya. "Kenapa harus ada orang sepertimu dalam keluargaku?" "Karena aku memberi warna!" Jawab Gallion diplomatis. "Warna?" "Iya, warna hitam dalam kehidupanmu!" Gallion lalu tertawa seolaholah dia sedang membuat lelucon yang sangat lucu. Ia tau kalau Noah semakin kesal kepadanya. Tapi Gallion tidak perduli. "Untuk apa kau khawatir kepada Daliah? Dia akan baik-baik saja!" "Seharusnya Seth meminta izin kepadaku!" "Untuk apa? Daliah kekasihmu? Sudah resmi?" "Sedang dalam proses." Gallion mengangguk-angguk. "Yah, Daliah mengatakan kalau ia sedang memikirkanmu untuk menikah dengannya. Tapi kurasa pemikirannya akan segera berubah karena sepertinya Daliah lebih tertarik kepada Seth!" "Jangan buat aku tidak menyukaimu, Gale!" "Aku sudah tidak menyukaimu sejak tadi, Noah! Dan aku tidak akan perduli kalau kau menyukaiku atau tidak. Semakin banyak orang yang tidak menyukaiku, aku akan semakin senang." "Sekarang keluarlah dari kamarku!" Gallion memandang Noah dengan tatapan tak perduli lalu berbalik memunggungi Noah. Ia mem187 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

buat suara dengkuran keras yang me-ngesankan seolah-olah dirinya sedang tidur. Gallion tau kalau Noah tidak menyukai hal itu dan langsung keluar dari kamar sambil mem-banting pintu untuk menunjukkan ketidaksukaannya. Mengganggu orang lain memang sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging belakangan ini. Gallion menyukainya. Menyukai setiap kali sese-orang marah kepadanya, menatapnya dengan kesal lalu membanting pintu seperti yang Noah lakukan tadi. Noah meninggalkan kamarnya begitu saja dan Gallion juga tidak betah berlama-lama. Ia ingin segera keluar dan kembali ke kamarnya. Tapi jajaran kotak plastik pipih berwarna hitam itu membuat Gallion penasaran.Ia meliriknya satu persatu dan memperhatikannya dengan cermat. Ini semua pasti rekaman Noah yang dikumpulkannya selama ini. Noah menamainya sesuai dengan momen yang direkamnya. Tidak menarik. Tapi ada satu hal yang membuat Gallion tertarik. Sebuah rekaman yang dinamai Dark Heaven. Cerita vampire? Gallion tertawa saat membayangkannya. Ia mengeluarkan benda itu dari dalam susunannya dan menyalakan home theater dengan suara yang keras. Tapi Gallion segera merasa bosan saat melihat kalau rekaman itu hanya berisi wanita cantik berpakaian seksi di pesta. Noah memiliki kecendrungan yang umum. Biasanya Noah akan ribut mempromosikan rekamanya di depan keluarga, tapi rekaman yang satu ini disimpannya seorang diri? Bodohnya Gallion jika hal itu tidak membuatnya curiga. Gallion memperhatikannya lebih lekat, berharap ada sesuatu yang unik yang bisa ditemukannya. Tapi lagi-lagi kebosanan menyerang. Tidak ada yang menarik. Atau sebaiknya ku matikan saja? Gallion membatin. Dengan bosan ia menekan tombol dan mempercepat film itu agar segera habis. Astaga, Gallion melihat sesuatu. Itu Seth, Gallion sangat mengenalnya meskipun suasananya tidak begitu terang. Ia sedang… Gallion menelan ludahnya. Terlebih saat melihat siapa wanita yang berada dalam rengkuhan Seth itu. ®LoveReads 188 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 38

Daliah menahan nafas setiap kali melihat Gallion bertindak seolaholah ia sedang melempar Debby keluar jendela. Ia sedang bercanda dan kelihatannya Debby menyukainya. Anak itu tertawa dengan sangat menyenagkan seolah-olah Gallion sedang mengajarkannya bagaimana caranya terbang. Tapi itu sama sekali tidak lucu bagi Dalliah. Bagaimana jika pegangan Gallion tidak kuat dan Debby bena-benar terlempar keluar jendela? "Hentikan Nick!" Daliah menggeram. Gallion masih tidak mau berhenti, ia terus melakukan permainanya selagi Debby masih tertawa. "Jangan panggil aku dengan nama itu, atau aku akan benar-benar melempar putrimu keluar jendela!" "Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Debby lagi setelah ini!" "Benarkah? Aku takutkan kalau kau malah ingin semakin lama bersamaku." "Tolong hentikan, kau membahayakannya!" Gallion berhenti lalu mendekap Debby dalam pelukannya. Dengan sedikit tenaga ia tertawa terbahak-bahak seolah-olah ekspresi ketakutan Daliah adalah hal yang lucu. Gallion mencium pipi Debby lalu memandangnya dengan tatapan jenaka. "Mau mencobanya lagi, cantik?" "Berikan dia kepadaku!" "Tidak, dia masih ingin bermain." "Berikanlah," Seth tiba-tiba saja masuk ke kamar dan mendekati Gallion yang berdiri di samping jendela. "Kembalikan dia kepada ibunya." "Untuk apa kau ikut campur? Kau ayahnya?" 189 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau mulai lagi Gale!" "Kalau begitu biarkan dia bersamaku. Aku akan menjadi ayahnya, benarkan Debby sayang?" Seth menggeleng-gelengkan kepala tak habis fikir. Gallion sangat keterlaluan kali ini. Padahal mereka baru saja pulang dari jalan-jalan dan Debby pasti sangat lelah. Sayangnya Gallion tetap memaksa anak itu untuk bermain-main dengannya dan setiap kali Debby bersamanya, Gallion pasti mengajak bocah itu untuk memainkan hal-hal yang berbahaya. Seorang lagi datang memasuki ruangan itu dan berujar lantang sambil memandangi Seth dengan tajam. Noah, akhirnya kembali setelah ia melarikan diri beberapa lama dari Gallion. "Seth, bisakah aku bicara denganmu?" Seth terdiam sejenak lalu mengangguk. Ia meninggalkan Daliah dan Gallion berdua untuk mengikuti kemana Noah mengajaknya pergi untuk bicara. Noah melangkah dengan sangat cepat seolah-olah ia sedang dipenuhi amarah. Mereka baru berhenti setelah mencapai halaman belakang dan Seth menyadari kalau dugaannya tadi benar. Noah sedang marah. "Kau ingin membicarakan apa?" "Jangan dekati Daliah lagi!" Gumam Noah dingin. Ia sedang berusaha keras menahan diri agar kata-kata kasarnya tidak keluar saat itu. Walau bagaimanapun Seth adalah saudaranya dan Noah tidak ingin persaudaraan mereka rusak dengan mudah. "Daliah milikku. Aku tau kalau sudah terjadi sesuatu diantara kalian, tapi aku mohon lupakanlah. Aku mencintainya, menginginkannya dan kuharap kau tidak menghalanginya." "Astaga, Noah. Apa yang kau katakan? Daliah milikmu? Kau tidak sedang bercanda, kan? Ah, ya! Hal itu sudah sangat lama ingin ku 190 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

tanyakan. Bagaimana bisa kau dan Daliah memiliki hubungan itu sedangkan Daliah sudah menikah?" Spontan Noah tertawa. Apa yang Seth katakan, Daliah sudah menikah? "Kau sedang bermimpi? Menikah dengan siapa? Kapan? Dia bahkan tidur denganku sebelum berangkat ke New Zeeland. Kau fikir apakah dia bersedia melakukan itu jika sudah menikah?" "Tidur denganmu?" "Ya, kami bercinta dan sudah kukatakan kalau dia adalah milikku, kan?" Seth terpaku, satu lagi kata-kata Gallion yang terbukti kebenarannya. Daliah dan Noah pernah bercinta, dua kali. Seth merasa sangat kecewa. Tapi tiba-tiba saja ia teringat dengan Debby, "Lalu Debby... siapa ayahnya?" "Seth apa yang sedang kau katakan ini? Debby putri Daisy, Kan?" "Tidak, Noah. Aku tau betul kalau selama di New Zeeland Daliah sedang mengandung. Aku selalu mengikuti prosesnya dari hari ke hari. Aku bahkan menunggui kelahiran anak itu. Aku, bahkan menjadi orang pertama yang menggendongya begitu Debby keluar dari ruang operasi. Jadi Debby lahir tanpa ayah?" Noah terperanjat. Apakah Debby putrinya? Benarkah Daliah mengandung setelah bercinta dengannya waktu itu? Astaga, Noah mulai kalut. Semua yang berada di dalam fikirannya sudah bercampur aduk. Termasuk kemungkinan-kemungkinan kalau Debby adalah putrinya. Untuk apa Daliah menyembunyikannya jika Noah adalah ayah dari Debby. Ia bisa saja meminta pertanggung-jawaban kepadanya dan mereka akan menikah. Atau Noah bukan ayahnya? Bagaimana jika Debby adalah putra Seth? Apa yang harus Noah lakukan jika itu benar? ®LoveReads 191 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Sekarang kau bisa mengunci pintunya. Aku harus menunjukkan sesuatu kepadamu." Gallion Melville mengembalikan Debby ke pelukan ibunya. Dengan canggung Daliah kembali memeluk anaknya dan mendekati pintu untuk menguncinya. Begitu ia berbalik, Gallion sudah duduk tenang di depan home theater itu dan memutar sebuah film dengan suara yang minim. Kilasan-kilasan gambar di televisi membuat Daliah terkenang lagi dengan suasana itu. Malam pesta pernikahan Daisy dan Rex. "Kesini dan duduklah. Kita tidak bisa membuang waktu lebih lama lagi karena mereka akan segera kembali." Daliah menurut. Ia duduk di samping Gallion dan menyimak dengan ekspresi heran. Lama kelamaan Daliah melihat Gallion merasa gusar dan menggerutu karena sangat banyak rekaman yang tidak penting dalam rekaman itu. Ia memutuskan untuk mengambil remote dan mempercepat tayangan sesuai dengan yang diinginkannya. Hanya beberapa detik, keheranan Daliah berubah menjadi tatapan tak menyangka. Ia terkesiap dan mengerti dengan apa yang ingin Gallion perlihatkan kepadanya. Lalu, perlahan-lahan Daliah bisa mengingat semuanya. Di saat ia mabuk dan menabrak seseorang lalu mendapat-kan sebuah ciuman panas, sangat lama. Terlalu lama hingga membuat Daliah melupakan apa yang terjadi selanjutnya dan saat ini, ia tengah melihat kejadian yang selalu menjadi tanda tanya di benaknya. Ia membiarkan seseorang menyentuhnya, merampas kehidupan dan kehormatan dari dirinya. Laki-laki itu adalah ayah dari anak yang sekarang tengah didekapnya. Seth Wyndham adalah ayah dari Debby. Daliah mulai meringis perih. Satu persatu bulir airmatanya mengalir dan tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk terisak. Debby 192 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

yang berada di dalam pelukannyapun ikut menangis. Daliah tersadar dan kembali mengingat anaknya. Ia berusaha berhenti terisak, berusaha menenangkan putrinya dan tidak lagi menoleh ke potongan gambar itu, dimana bukti nyata kalau Seth Wyndham tengah menodainya masih berlangsung. Gallion mengerti dengan rasa sakit itu. Ia segera menghentikan pemutaran Video itu dan segera mengambalikan benda itu ke tempatnya. Dengan cepat ia beringsut mendekati Daliah dan ikut membelai Debby yang belum juga bisa tenang. Daliah terus menimangnya dan ia berharap Debby bisa tertidur saat itu juga. "Aku bisa merasakan sakit itu juga." Desis Gallion. "Aku tau kau membenci semua ini." "Ini takdirku. Aku memang diciptakan untuk mendapat cobaan seperti ini." "Bodoh!" Daliah mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Gallion. Laki-laki itu tersenyum sinis, senyum yang tidak asing lagi tampak di wajahnya. Tapi kali ini, senyuman Gallion terlihat lebih serius. Daliah menunduk lagi, dia memang bodoh. "Aku tau kalau suatu saat nanti aku akan mengalami ini, sebagai-mana ibuku mengalaminya, juga Olive.." "Dan Jane? Anakmu? Apakah keduanya juga harus mengalaminya?" "Lalu bagaimana caranya aku bisa menghindari semua ini?" "Pergi dari rumah ini!" "Tidak bisa. Fabian..." "Rumah ini sangat jahat. Jika Fabian menyayangimu seperti yang diperlihatkannya selama ini, maka aku pastikan dia tidak akan keberatan, mungkin Fabian akan mendukung? Kau membenci mereka?" 193 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah menggeleng. Tapi jawaban di hatinya adalah 'ya' mereka berdua sama saja. Noah dan Seth sama saja. Semuanya sudah pupus. Keinginan Daliah untuk menikah dengan Noah sudah hilang, perasaan tertariknya kepada Seth juga memudar setelah mengetahui semuanya. Sekarang yang tersisa hanya perasan sakit yang luar biasa. "Bisakah kukatakan kepadamu kalau aku adalah korban dari rumah ini? Sekarang kau juga. Apa yang kau harapkan dari segala intrik dari keluarga ini?" "Aku tidak bisa meninggalkan rumah ini." "Bodoh, bodoh, bodoh. Kau hanya perlu ikut denganku dan aku akan memberikanmu kehidupan yang baru." "Gale." "Aku tidak suka jika ada rasa sakit, apa lagi rasa sakit itu lagi-lagi dikarenakan intrik bodoh dalam rumah ini. Apa yang kau harapkan lagi Dally? Kau ingin Seth bertanggung jawab pada anaknya? Atau kau ingin menikah dengan Noah? Mereka berdua tidak ada bedanya. Seth, memperkosamu -aku bisa mengatakan itu karena saat itu kau dalam keadaan tidak sadarkan diri- dan Noah merekamnya sehingga Ia bisa menyaksikan video itu sepuasnya. Apa yang kau harapkan?" Daliah terdiam lagi, apa yang dia harapkan? Daliah tidak yakin kalau dirinya sedang mengharapkan sesuatu saat ini. Fikiranya sangat kosong, benar-benar kosong. "Aku hanya menawarkanmu untuk mengobati luka itu. Atau kau hanya pasrah diperlakukan sesukanya oleh semua orang kaya yang berhubungan dengan rumah ini?" "Kau juga salah satunya. Gale."

194 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Tapi hanya aku diantara mereka yang pernah menjadi korban, kan? Kau ingin hidup seperti ini selamanya? Berdiam diri hingga Debby tumbuh besar lalu melihat Janette dihamili oleh seseorang, lalu berulang lagi kepada putrimu, semua orang berfikir bisa melakukan hal seperti itu kepada orang lemah seperti kalian yang tidak tau harus mengadu kemana. Ini adalah keluarga bagimu, seperti itu kan? Hanya disini satu-satunya tempatmu berpulang dan di saat tempat ini memberi masalah dalam hidupmu kau harus menerimanya? Aku hanya menawarkan tempat berpulang yang lain, tempat dimana kau bisa mengatakan apa yang ingin kau katakan, tempat dirimu menjadi manusia, bukan orang yang harus menerima diperlakukan seperti ini." "Apa yang kau inginkan sebenarnya?" Daliah menatap Gallion semakin dalam. "Kenapa kau menginginkanku pergi bersamamu?" "Menyelamatkanmu. Hanya itu! Ataukah kau ingin tetap disini? Menonton semuanya dan mengatakan kepada dirimu kalau kau hanya menunggu waktu? Pastikan kalau hal seperti ini tidak akan terjadi lagi, Dally. Kau hanya perlu memikirkan untuk pergi bersamaku." ®LoveReads

195 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 39

"Dia sudah menanyakan hal itu kepadaku." Janette bergumam ragu saat ia melihat Daliah bersedih di dalam kamarnya. Ia ingin menceritakan semuanya dan tidak memiliki kesepatan untuk menundanunda. "Gale bertanya apakah aku ingin kehidupan baru." "Dan jawabanmu?" "Aku mencintai rumah ini." "Begitu juga aku!" "Tapi aku tidak ingin sepertimu!" Daliah membisu. Janette yang sangat memujanya mengatakan itu. "Aku mengerti." "Kau tidak mengerti. Aku merasakan luka itu hingga sekarang, Dally. Saat aku melihat Noah berada di kamarmu aku merasa kesakitan. Kau sudah seperti ibuku dan aku harus melihat ibuku diperlakukan buruk oleh laki-laki." "Maafkan aku, Jane! Aku memang bodoh." "Karena itu, ayo pergi. Pergi bersamanya. Aku akan menjadi gadis dewasa. Fabian bilang, aku harus mulai menjaga diri karena menurutnya aku sangat menarik. Dia tidak menginginkan aku menjadi sepertimu." "Kau keponakannya, dia mengetahui itu, wajar jika dia ingin melindungimu." "Dan kau adiknya. Kurasa Fabian juga megetahui itu. Hanya saja dia tidak bisa mengatakannya. Dia terus bersedih semenjak mengetahui kalau Debby ternyata tidak memiliki ayah. Fabian sangat menyesalkan semuanya." 196 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Dia satu-satunya alasan mengapa aku masih bertahan. Aku harus menjaganya hingga dia sehat. Barulah aku akan pergi." "Tidak, jangan menunggu lebih lama lagi. Aku mohon." Daliah kembali berdiam diri. Ia tidak tau harus mengatakan hal seperti apa. Perlahan-lahan Daliah kembali meraih Debby yang tertidur di atas ranjang. Ia berdiri dengan tangkas lalu menatap Janette dalam. "Apakah Fabian sudah tertidur, Jane?" Janette menggeleng. "Dia belum ingin tidur. Jika dia sudah mengantuk, ia akan memanggilku. Itu katanya." "Kalau begitu, ayo kita ke sana, untuk berpamitan!" ®LoveReads

Apa ini? Mengapa tiba-tiba saja Seth kebingungan dengan perasaannya? Daliah ternyata belum menikah, dan Debby adalah anak diluar nikah. Entah anak siapa. Mungkinkah putrinya? Seth menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Saat di New Zeeland usia kandungan Daliah adalah Sembilan bulan dan ia sangat yakin dengan itu. Lalu Debby putri siapa? Darah daging Noah? Bukankah Noah mengatakan kalau Daliah juga pernah bercinta dengannya? Tiba-tiba kesenangan yang merasuki Seth berubah menjadi tajam dan melukai hatinya. Ia merasa sangat sakit. Entah apa yang akan dilakukannya jika Debby benar-benar putri dari Noah. Noah pasti akan sangat bahagia dan menikahi Daliah secepatnya. Lalu bagaimana dengan Seth? Lagi-lagi ia harus hidup berdekatan dengan wanita yang dicintainya sedangkan wanita itu sudah menjadi milik orang lain. Entahlah. Seth masih melamun saat Noah menggenggam pergelangan tangannya erat-erat lalu menyeretnya entah kemana. Seth hanya bisa menatapanya sambil bergumam kecil. 197 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ada apa? Kita mau kemana?" "Aku harus bertanya kepada Daliah tentang Debby. Jika Debby adalah anakku, aku akan segera menikahinya dan aku tidak ingin menundanya lagi!" Seth merasa kegetiran menggerogotinya. Semuanya sesuai dengan dugaan. Jika Debby adalah putrinya, Noah akan segera mendesak Daliah untuk menikahinya. "Jika dia bukan putrimu?" Langkah Noah terhenti, ia menoleh kepada Seth beberapa lama lalu menunduk. "Aku ragu bisa menerima anak itu. Aku rasa Debby malah akan membuatku sangat cemburu. Jika dia bukan anakku, aku pastikan aku akan pergi dari hidupnya selamanya!" "Dan membiarkan aku menikah dengannya?" "Jangan tanya itu sekarang, aku tidak bisa menjawabnya saat ini!" Langkah Noah menyala lagi menuju kamar Daisy. Daliah ada di sana setiap pagi dan saat ini pasti tidak terkecuali. Seth mendesah berat saat langkah Noah semakin mendekati kamar itu. Ia mengetuk pintu beberapa kali dan pintu langsung dibuka oleh orang yang ingin mereka temui. Daliah menatap Noah dan Seth dengan pandangan aneh, entah mengapa tatapannya membuat Seth merasa sangat takut. Tapi demi mengetahui kebenarannya, Seth akan masuk bersama Noah. Tibatiba saja fikirannya berkecamuk. Jika ternyata Debby bukan putri Noah, jika ternyata Debby adalah anaknya, apa yang akan Seth lakukan? Seth tidak tau apakah ia sedang berharap atau sedang ketakutan. Ia tau kalau dirinya tengah mencintai Daliah saat ini, tapi bukan begini cara mereka untuk bersatu, kan? Seth bahkan tidak yakin Daliah akan memeluknya jika ia mengaku kalau dirinyalah yang sudah menghamili wanita itu. Pandangan Seth yang sayu tertuju kepada Debby yang berada di atas ranjang, ia semakin ketakutan. 198 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Aku ingin bicara padamu!" Noah berdesis. Daliah menoleh kepada Daisy dan Daisy segera melangkah mendekati mereka. "Apakah penting?" Ujar Daisy. Noah mengangguk. "Kalau begitu bicara di dalam saja!" Noah setuju. Seth masih tidak mampu bicara. Bahkan menatap Daliah saja, perasaannya seolah-olah dihantui sesuatu. Ia sangat ingin memandangi wajah Daliah, tapi ia takut, sangat takut. Semua ini karena tatapan Daliah barusan, atau karena rasa bersalah? Noah duduk di sofa yang menghadap ke ranjang dengan nyaman. Seth menyusul meskipun sebenarnya, ia lebih suka berdiri karena Daliah sedang berdiri. "Aku ingin bertanya tentang Daliah," Noah memulai. "Benarkah kau mengaku sudah menikah di New Zeeland?" Daliah menoleh kepada Daisy. Dalam sekejap Seth tau kalau semua itu hanya rekayasa Daisy. Noah pasti juga sudah menyadarinya jika melihat ekspresi Daliah saat memandangi Daisy. "Aku yang melakukannya!" Daisy bersuara. "Aku juga yang merencanakan kepergiannya ke New Zeeland. Debby tidak bisa lahir di sini, ia akan segera dipisahkan dari ibunya sesegera mungkin. Aku tidak ingin Daliah terpisah dari anaknya, aku juga tidak berharap Daliah terusir dari rumah ini karena melahirkan seorang bayi tanpa ayah." "Lalu kemana Ayah Debby? Mengapa ia tidak bertanggung jawab?" "Itu karena Daliah tidak mengetahui siapa ayah dari bayi yang di kandungnya!" Daisy masih berusaha membela. Daliah tampak ragu, tapi kemudian ia bersuara dengan nada yang sangat perlahan. "Aku sudah tau siapa ayah Debby!" 199 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Spontan semua orang memandangnya serius. Semua ingin bertanya apa maksud dari ucapan Daliah barusan. Noah berharap dirinyalah ayah dari Debby, tapi Seth tidak berharap namanya yang disebutkan. Jika Daliah mengakui Seth sebagai ayah dari putrinya, itu berarti Daliah mengetahui kelakuan Seth kepadanya? Sampai detik itu, Seth masih tidak bisa merelakan Daliah mengetahui sisi buruk dirinya. Ia ingin terlihat baik-baik saja. Tapi Seth juga tidak menginginkan Daliah menyebut nama Noah. Seth yakin ia akan sangat hancur bila itu terjadi. "Cepat beri tau siapa ayah dari Debby!" Daisy berkata lagi, ia tampak sangat antusias dan penasaran. "Dia adalah…" Daliah gamang, ia memandangi Noah sejenak, lalu berpindah kepada Seth lebih lama. Entah mengapa perasaannya didera keraguan. Daliah menghela nafas. "Dia…" "Dia adalah aku! Aku ayah Debby, aku yang memaksa Daliah melayaniku. Aku menyesal, sungguh!" Seth terkesiap, ia berharap kata-kata itu keluar dari mulutnya, tapi ternyata tidak orang lain yang mengatakannya, bukan Noah, bukan juga dirinya. Seth menatap Daliah lama dan kebingungan saat tibatiba saja Gallion berada di sampingnya lalu menggenggam tangan Daliah erat. Seth terperanjat, Gallion yang mengatakannya? "Apa yang kau katakan ini, Gale?" Daisy berdesis. "Aku tidak berbohong. Debby anakku, aku menyayanginya dan ku harap Daliah mengizinkanku untuk selalu bersama dengan putriku." Gallion lalu memandangi Daliah dengan serius. "Menikah dan hiduplah bersamaku di Sydney. Aku sudah memohon sejak semalam, kan?" Daliah masih terdiam bingung. Gallion datang mengakui Debby sebagai putrinya? Daliah merasa lega, ia masih membenci kedua orang itu sejak mengetahui kenyataannya semalam. Akan berat bagi200 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

nya mengakui bahwa Debby adalah putri Seth. Seth mungkin akan bahagia karena ia sangat menyayangi Debby, tapi kebahagiaan itu tidak boleh menjadi ganjaran dari rasa sakit yang Daliah rasakan sejak mengetahui semuanya. "Katakan Ya, Dally. Kau akan ikut aku ke Sydey, kan?" Daliah memandangi Seth lagi. Dan lagi-lagi, ia harus menghela nafas. Ia memang ingin pergi dari rumah ini, dari kehidupannya yang naas dan menjalani kehidupannya yang baru. "Tunggu dulu!" Noah bergumam Lesu. Ia mendekat lalu menggenggam tangan Daliah. "Itu bohong, kan? Katakan siapa ayah dari Debby sebenarnya. Bagaimana bisa Gallion menjadi ayahnya. Gallion hanya mengaku-ngaku, benar?" Daliah menepis tangan Noah dengan keras lalu melirik Seth lagi. Ia berusaha mengangkat wajahnya lalu berkata tegas. "Ya, Gallion ayahnya. Aku bisa mengingat semuanya, mengingat saat-saat kami bercinta hingga Debby lahir sebagai buktinya. Jangan pertanyakan apa-apa lagi." ®LoveReads

201 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 40

Hari pertama Daliah di Sydney. Gallion memiliki sebuah rumah besar disini seolah-olah ia memang berencana untuk tinggal di Sydney selamanya. Sayangnya rumah besar ini hanya diisi olehnya seorang diri. Tapi untuk ukuran seorang laki-laki, Gallion memiliki rumah yang tergolong rapi. Kemarin Daliah sama sekali tidak sempat untuk mengamati seperti apa rumah ini. Untuk hari ini, ia bisa melihat semuanya. Tidak banyak barang yang mengisi rumah ini, Gallion memiliki sebuah ruang tamu sederhana dengan sofa kulit berwarna hitam dan meja yang terbuat dari kaca tebal. Di ruang tengah, sama sekali tidak ada sofa. Gallion mengisinya dengan sebuah karpet bulu berwarna hijau yang mendampingi rak televisi berukuran rendah sehingga memungkinkan orang-orang menikmati televisi sambil berbaring nyaman di lantai. Beberapa buah bantal besar berwarna oranye membuat karpet hijau yang terlihat seperti rumput itu menjadi penuh. Tidak jauh dari sana, sebuah meja makan berbentuk lingkaran dengan empat buah kursi bertengger, sangat bersih dan berwarna putih terbuat dari kayu magahoni yang sangat cantik. Ada sebuah dinding kaca besar yang mewakili jendela, menembus pemandangan sempit tentang kolam ikan dan tanaman rambat yang memenuhi dinding. Seperti koridor, taman kecil itu menghubungkan rumah dengan sebuah dapur dan kamar mandi besar. Daliah berjalan kesana untuk memeriksa dan menemukan Gallion sang pemilik rumah. Ia tengah menyiapkan beberapa buah gelas susu dan roti panggang untuk sarapan. Saat melihat Daliah, untuk pertama kalinya Daliah melihat Gallion tersenyum dengan sangat bijaksana, sebagaimana Nick. Walau bagaimanapun usaha Gallion untuk menyingkirkan Nick dari hidupnya, Nick Sherwood tetap akan ada. 202 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau kesiangan, seharusnya kau membantuku menyiapkan sarapan pagi!" Gallion menggerutu. Tangan-tangannya masih sibuk menyusun roti bakar di dalam piring, lalu berpindah kepada gelas-gelas itu untuk memberikan krim di atasnya. Gallion suka saat makanan bisa ditampilkan secara dramatis, meskipun hanya susu coklat. "Rumahmu bagus sekali." "Aku ingin pindah ke Sydney. Tentu saja harus membeli rumah yang nyaman. Mana Debby?" "Dia sedang mandi. Janette memandikannya." Daliah berjingkat untuk melihat kamar mandi. Sangat indah dengan pemandangan ala taman dan atap kacanya. Ia bisa melihat langit dalam ruangan sempit itu. "Kau akan memberikanku kehidupan yang nyaman? Haruskah aku menikah denganmu?" Gallion tertawa nyaring. Menikah? "Aku hanya bercanda saat mengatakan itu di hadapan Noah dan Seth. Hanya untuk mengerjai mereka." "Aku bisa lega. Aku tidak akan sanggup menikah dengan orang sinis sepertimu." Tawa Gallion memudar berganti dengan senyuman itu lagi. "Aku akan mengajari Janette untuk mengejar ketertinggalannya. Dia cuti sekolah semenjak kau berangkat ke New Zeeland karena kehamilanmu. Sekarang Janette harus kembali ke sekolah, nanti siang aku akan mencarikan sekolah untuknya. Dan kurasa, aku harus mengajak Janette berbelanja. Ia harus berpenampilan seperti anak-anak pada umumnya. Aku tidak suka pakaian ala gaun yang sering kalian pakai di Canada." "Terimakasih, Gale. Tapi kau tidak mungkin jatuh cinta pada Janette, kan?" "Seperti kepada Lavender? Aku tidak akan jatuh cinta jika Janette tidak menggodaku seperti Lavender menggodaku saat itu. Kau 203 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

tenang saja! Sekarang bisa bantu aku membawa piring-piring ini ke ruang makan?" Daliah mengangguk hormat lalu bergerak untuk membantu Gallion membawa semua piring-piring yang akan mereka gunakan untuk sarapan dan menyusunnya dengan rapi di atas meja makan. Gallion juga melakukan pekerjaan itu dengan baik. Tidak tampak seperti seseorang yang terbiasa untuk dilayani. Hari ini Daliah merasa lebih tenang meskipun ia masih belum bisa melupakan semua orang di Canada dengan cepat. Meskipun ternyata, ia masih mengingat Seth dan belum berhenti sampai sekarang. Daliah duduk di atas meja makan bersama Gallion. Ia ingin menunggu Janette, tapi Gallion memaksanya untuk makan dengan dalih, tidak ada kewajiban makan bersama di rumah ini. Jika sudah lapar, siapapun boleh makan meskipun tidak pada jam makan. Gallion sudah membiasakan sikap bebas di rumahnya. Daliah harap, ia juga bisa merasa bebas seperti yang Gallion rasakan setelah terlepas dari Nick Sherwood. Akankah Daliah seperti Gallion, atau ia harus berubah menjadi orang lain dulu? "Apakah mereka akan mencariku?" Daliah berdesis, ia memandangi sepotong roti panggang yang berada dalam genggamannya. "Aku rasa tidak! Aku tidak terlalu berharga untuk itu." "Mereka tau kalau kau pergi bersamaku. Siapa yang akan mencarimu? Seth?" Gallion melirik Daliah, tatapannya membuat wanita itu gelisah dan Gallion tau itu. Daliah sudah tertarik kepada Seth dan rasa suka itu tidak akan bisa hilang begitu saja. Apa lagi setelah mengetahui bahwa anak yang dibawa olehnya adalah benih Seth. Selama Daliah bersama putrinya, ia tidak akan pernah lepas dari ingatannya tentang Seth. "Aku ingin lihat, apakah dia punya keberanian itu. Kalaupun dia menyusul dirimu ke Sydney, Seth harus berhadapan denganku dulu." "Kau mengatakan akan menikahiku. Bahkan kau mengakui Debby sebagai anakmu saat itu. Aku rasa dia tidak punya alasan untuk menyusulku kemari." 204 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Bagaimana dengan cinta? Cinta alasan yang kuat untuk itu, kan?" Daliah bergindik. Ia tidak tau apakah Seth mencintainya. Mungkin Seth tertarik kepadanya seperti yang Gallion katakan, tapi mustahil hanya karena hal itu Gallion akan bersedia menyusul Daliah ke Sydney. Apalagi setelah mengetahui bahwa Debby adalah putri Gallion. Gallion sudah membunuh alasan Seth untuk bersama dengan Daliah, juga membunuh harapan Noah dalam sekali tepukan. Entahlah, Daliah hanya tidak ingin membicarakan itu lagi. Ia berusaha untuk memberikan senyum cerah kepada Gallion. Ini hidup baru dan harus diisi oleh tujuan dan semangat baru. Mengapa harus memikirkan masa lalu? "Kau tidak bekerja, Gale?" "Aku CEO. Jadi terserah mau bekerja atau tidak." "Di toko roti milikmu itu?" Gallion mengangguk. "Biasanya aku membiarkan rumah ini kosong dan tidur disana. Sekarang rumahku sudah memiliki penghuni. Jadi aku bebas menginap di toko tanpa harus merasa khawatir." "Jadi kau mengajakku kemari hanya untuk menunggu rumah?" "Benarkah aku sebaik itu? Aku akan memperkerjakanmu di toko rotiku. Kerja rodi tanpa gaji sebagai bayaran biaya hidupmu selama bersamaku." "Lalu bolehkah aku membawa Debby? Bukankah kau akan menyekolahkan Janette?" "Ya, kau boleh membawa Debby ke toko. Dia juga boleh menangis sepuasnya disana. Tidak akan ada yang marah. Aku akan mengusir orang yang marah itu dari tokoku!" Daliah tersenyum, ia tau kalau Gallion tidak akan membiarkannya berdiam diri di rumah. Meskipun Gallion mengatakan bahwa Daliah hanya akan dipekerjakan tanpa gaji, itu tidak akan pernah menjadi 205 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

masalah untuknya. Ia akan berterimakasih kepada Gallion dan Gallion sudah memilihkan caranya. Sekarang yang perlu Daliah lakukan hanya menjalaninya dengan suka cita. Kelak, setelah ia bisa lebih mandiri, Daliah akan meninggalkan rumah itu, mencari pekerjaan yang pantas dan membesarkan Debby seorang diri. Ia tidak akan pernah melupakan Gallion yang memberikan tempat berpulang yang lain untuknya. Tempat dimana Daliah belajar membuat rencana kehidupan ke depan. Tempat dirinya memikirkan sekolah yang baik yang akan menerima Janette dan perkembangan Debby yang kian fantastis. Daliah merasa lega terlepas dari kungkungannya. Ia merasa bahwa dirinya mulai berubah menjadi orang yang baru. Orang yang menghirup udara kebebasan diluar rumah itu. Orang yang bisa menentukan akan kemana arah hidupnya. Pada saat di New Zeeland, Daliah tidak pernah merasa selega ini karena saat itu, ia selalu berfikir akan kembali ke rumah Ouray dan bertahan disana selamanya. Tapi sekarang, ia tidak tau apakah ia ingin kembali ke Canada atau tidak. Hidupnya yang baru ternyata lebih menarik, lebih membuat Daliah penasaran apakah ia bisa merealisasikan rencana-rencananya atau tidak, atau hanya sekedar menjadi mimpi saja? Yang pasti ia tetap bersama Debby kemanapun ia pergi. Bersama putrinya yang tidak akan pernah membuat Daliah bisa melupakan ayahnya begitu saja. Daliah menyentuh dadanya. Ia merasa rindu kepada seseorang untuk pertama kali. Kepada Seth. Saat melihat kesedihan Seth saat Gallion mengakui Debby sebagai putrinya, Daliah merasa disayat-sayat. Lebih perih bila dibandingkan saat dirinya mengetahui kenyataan sebenarnya tentang siapa laki-laki yang mejadi ayah dari putrinya. Daliah tidak ingin Seth merasa sakit. Ia tau kalau dirinya mulai jatuh cinta. Jatuh cinta kepada seseorang yang tidak akan pernah bisa bersamanya, mungkin untuk selamanya. ®LoveReads

206 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 41

Meskipun langit sangat cerah, tapi bagi Seth, hari ini hanyalah mendung yang membuat harinya tidak bersemangat. Seth tidak ingin pergi kemana-mana, ia lebih memilih duduk di dalam apartemennya dengan jendela tertutup tirai beludru yang tebal sehingga membuat ruangan itu mungkin menjadi satu-satunya tempat yang dipenuhi mendung di New Zeeland. Seth sudah menyentuh dadanya berkalikali dan perasaan sakit itu semakin tajam setiap hari. Seharusnya ia merasa senang, kan? Ternyata Debby memang bukan putrinya sebagaimana ia mencemaskan hal itu selama ini. Bukankah Seth sangat ketakutan jika Debby benar-benar darah dagingnya? Tapi kelegaan itu adalah bohong. Seth merasa sakit saat Daliah mengatakan Gallionlah ayah dari anaknya. Semakin sakit lagi saat Gallion mengatakan kalau Debby dan Daliah hanya akan bahagia bila hidup bersamanya. Astaga, rasa sakit itu semakin terasa. "Untuk apa kau ikut campur? Kau ayahnya!" "Kau mulai lagi Gale!" "Kalau begitu biarkan dia bersamaku. Aku akan menjadi ayahnya, benarkan Debby sayang?" Saat Gallion mengatakan itu tempo hari, seharusnya Seth tau kalau ada sesuatu yang aneh. Gallion sedang mengakui kalau dirinya adalah ayah Debby dan Daliah tau itu? Menerima kenyataan tentang hubungan Daliah dengan Noah saja, Seth masih tidak bisa. Apa lagi ia harus menerima kenyataan kalau Wanita yang dicintainya memiliki anak dari sepupunya. Perasaannya semakin dicabik-cabik, sangat sakit. Berkali-kali Seth ingin menyerah dan berhenti memikirkan Daliah. Tapi berkali-kali pula jiwa raganya membantah dan membuatnya kebingungan. Seth tidak bisa berhenti, Daliah dan putrinya sudah membuat Seth kecanduan untuk memikirkan mereka. 207 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bel berbunyi, seorang tamu datang setelah Seth tidak kedatangan tamu semenjak ia kembali ke New Zeeland. Dengan malas Seth mendekati pintu dan membukanya setelah mendengar suara Daisy di luar. Wanita itu sudah kembali lagi ke new Zeeland beberapa hari setelahnya. Daisy dan suaminya meninggalkan New Zeeland demi Daliah, tapi di saat Daliah pergi, untuk apa lagi mereka bertahan di Canada? Kehidupan Rex di New Zeeland dan ia sudah merintis kehidupannya disini sejak tiga tahun lalu, mereka tidak mungkin meninggalkan New Zeeland secara permanen. "Boleh aku masuk?" itu kata pertama yang Daisy ucapkan setelah mereka bertatap muka. Seth menghela nafas dalam. Selama ini ia selalu melarang Daisy berkunjung ke apartemennya dan sepertinya, hari ini tidak ada salahnya ia memperbolehkan Daisy masuk. Seth mengangguk sambil membuka pintu lebar-lebar. Cukup dengan itu sudah menjadi alasan tepat bagi Daisy untuk masuk dan langsung menuju ruang tengah. Ia mengagumi rumah Seth. Seth berusaha duduk di samping Daisy secepat yang dia bisa. Tapi rasa enggan yang menggelayutinya terlalu besar sehingga ia perlu menghabiskan lebih dari tiga puluh detik untuk sampai disana. Daisy meletakkan sebuah cup yang terbuat dari plastik berwarna kuning. Seth tau isinya adalah makanan dari Cafe Rex. Ia sering memesan makanan dari sana selama Daliah berada di New Zeeland dulu. "Jadi begini rumahmu. Wah, persis dengan cerita!" Daisy berdesis kagum. "Cerita?" "Ya, Daliah menceritakannya dulu saat aku bertanya bagaimana saat berada di rumah Seth. Dia menjawab dengan ini, seperti apa rumahmu. Interior mewah..." Seth mendesah. "Bagaimana dengan ibumu?" 208 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, itu dia. Aku kemari karena disuruh ibu. Ibuku bilang kau sampai dipecat dari tempatmu bekerja karena membolos selama seminggu. Bukankah kau sudah pulang ke New Zeeland lebih dulu bila dibandingkan denganku? Bagaimana bisa kau bolos kerja sedangkan dirimu sudah berada disini dua minggu lebih dulu?" "Aku bosan bekerja disana. Aku mungkin akan mencari pekerjaan lain." "Astaga, apa yang terjadi dengan kalian? Noah juga begini. Dia bahkan tidak mau makan dan mengajukkan surat pengunduran diri kepada Bethoven. Meskipun Bethoven menolak, Noah tetap menganggap dirinya berhenti dan pergi dari rumah." "Benarkah?" Dahi Daisy berkerut. Seth terdengar tidak antusias tentang keadaan adiknya. "Kau tidak mencemaskannya?" "Noah sudah cukup dewasa untuk dikhawatirkan. Lagipula dia tidak akan mau mendengar kata-kataku. Jika dia ingin berbicara denganku, suatu saat dia pasti akan mencariku. Begitu juga denganku." "Sepertinya, semua orang menjadi tidak bersemangat semenjak kepergian Daliah. Suamiku malah selalu ingin pulang sehingga kami akhirnya pulang lebih cepat dari rencana. Aku juga belum memberi tau Bethoven tentang semua ini, setahunya, Debby dibawa pulang ke New Zeeland oleh Daliah untuk menemui neneknya dan dia membawa Janette ikut serta karena aku yang memintanya. Semua orang menjadi tidak bersemangat. Yang lebih mengejutkan lagi saat Gallion mengatakan kalau dialah ayah dari Debby. Selama ini aku selalu bertanya-tanya siapa ayah dari anak itu, ternyata kakakku sendiri." "Kau sudah mendapat kabar dari Gallion? Mereka sudah menikah?" Daisy angkat bahu. "Gallion sempat menelpon beberapa jam setelah kepergiannya. Ia hanya memberitahukan masalah ini kepada ibu dan 209 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

ibu cukup terkejut mengenai itu. Sekarang ibuku menginginkanmu untuk datang ke rumahnya. Kurasa, dia ingin kau menemaninya berangkat ke Sydney." Daisy menghela nafas lagi. "Aku tidak akan bisa melakukannya." "Yah, aku sudah menduga itu akan terjadi meskipun aku sama sekali tidak tau kalau dugaanku tentang kau menyukainya menjadi kebenaran yang tak terbantahkan sampai di hari itu, saat terbongkar kalau Gallion adalah ayah dari Debby. Aku melihat pandangan yang berbeda di matamu hari itu. Astaga, aku masih tidak bisa menyangka kalau Gallion-lah orang yang melakukan hal itu pada Daliah di pesta pernikahanku." Tunggu dulu, pesta itu? Seth mengangkat sebelah alisnya. Kapan Gallion melakukannya. Bukankah Daliah melakukan itu bersamanya saat pertama kali? Apakah setelahnya? "Kau tau, Seth? Aku mendengar teriakannya saat itu di halaman belakang. Aku sempat menyesali karena membutuhkan waktu lama untuk memeriksanya. Jika tidak, aku pasti melihat kejadian itu, padahal aku baru saja meninggalkannya untuk bertemu dengan suamiku. Sangat cepat sekali." "Sangat cepat, maksudmu?" "Ya, semalaman Daliah bersamaku di pesta itu, lalu dia pergi ke kamarnya lewat halaman belakang dan aku pergi menemui Rex untuk segera beristirahat di kamar. Saat itu aku membuka jendela kamar dan mendengar teriakannya, aku membutuhkan waktu sangat lama dan sempat berdiskusi dengan Rex, mungkin setengah jam sebelum akhirnya kami memeriksanya ke halaman belakang dan menemukan Daliah terkapar di atas rumput. Kurasa saat itulah Daliah diperlakukan buruk oleh kakakku." Seth Wyndham menggigit bibirnya kuat. Malam itu dirinya juga memanfaatkan Daliah dalam waktu yang cukup lama. Lalu kapan 210 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Gallion melakukannya? "Daisy, rasanya aku perlu mengaku. Malam itu, aku... Aku..." Astaga, Seth sepertinya tidak memiliki keberanian itu. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan tentang hal buruk yang pernah dilakukannya ke Daliah pada Daisy? "Ada apa Seth? Malam itu kau kenapa?" "Tidak, malam itu aku melihat Gallion tidur lebih cepat." "Ya, kau benar. Gallion dengan cepat meninggalkan pesta dan kembali ke kamar kalian, kan? Mungkin saat itulah dia menemui Daliah yang saat itu tidak sadarkan diri. Mungkin Gallion membutuhkan hiburan dan memutuskan melakukan hal itu untuk bersenang-senang seperti yang dikatakannya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Daliah sampai mengandung karena hal itu. Saat di telpon, Gallion mengatakan kalau dia nyaris tidak akan mengaku jika saja Debby tidak ada. Aku rasa kehadiran Debby menggugah hatinya." "Jadi menurutmu Debby lahir karena peristiwa itu? Bukankah Daliah pernah melakukan hal itu juga dengan Noah? Bagaimana jika ternyata Debby adalah putri dari Noah?" "Ku rasa tidak. Saat melakukan itu dengan Noah usia kandungan Daliah sudah memasuki enam minggu." "Tapi dia melahirkan setelah sembilan bulan berada di New Zeeland" "Karena itu jadwal operasinya ditentukan. Dia mengandung hampir sepuluh bulan, bukan hampir Sembilan bulan seperti dugaan banyak orang. Dokter memutuskan itu karena Debby berkembang semakin besar di kandungan ibunya. Lagi pula Daliah sudah tidak sabar ingin melihat anaknya dan anak itu sudah siap dilahirkan." Ternyata Debby adalah putri Seth. Bukankah hanya Seth yang melakukan hal itu kepada Daliah, Gallion tidak punya kesempatan lagi bukan? Mereka kembali ke New Zeeland bersama-sama keesokan paginya. Satu hal lagi yang meyakinkan Seth tentang Gallion 211 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

yang hanya mengaku-ngaku. Laki-laki itu tertidur dengan nyenyak di kamarnya saat Seth kembali ke kamar malam itu setelah bercinta dengan Daliah. Gallion melihat obat tidur dalam genggaman Gallion dan berniat untuk menenggaknya juga karena Seth tidak bisa tidur semalaman. Tapi Seth lebih memilih untuk mengobrol panjang dengan Noah hingga pagi. Astaga, jadi firasatnya selama ini benar? Sekarang Seth tau mengapa dirinya begitu menyayangi Debby. Ternyata Debby adalah putrinya. "Kapan ibumu berangkat ke Sydney?" Daisy melirik Seth heran. Tadi Seth mengatakan kalau ia mungkin tidak bisa menemani ibunya ke Sydney. Lalu untuk apa dia bertanya? Hanya basa-basi saja? "Besok lusa, dia mengatakan itu saat Gallion menelpon." "Katakan kepadanya untuk memesankan dua tiket pesawat. Aku akan menemaninya, aku berjanji!" ®LoveReads

212 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 42

Ternyata tempat berpulang lain yang Gallion berikan untuknya sangat nyaman dan tidak bisa dipungkiri membuat hati Daliah merasa sangat tenang. Hari-harinya begitu nyaman dengan kegiatan yang sangat disukainya. Janette sudah mulai bersekolah karena anak itu bisa mengejar pelajarannya yang tertinggal dalam waktu yang singkat. Maka tugas wajib Daliah adalah menyiapkan segala keperluan Janette untuk berangkat sekolah setiap pagi meskipun Janette menolak bantuan Daliah dengan alasan dia sudah cukup dewasa untuk melakukan semuanya sendiri. Jika semua pekerjaan di rumah selesai, Daliah akan segera membawa Debby menuju toko roti milik Gallion di North Shore. Gallion menjadikan Daliah sebagai pemilik toko rotinya karena lakilaki itu hanya akan bermain-main dengan pelanggan yang datang. Tapi pekerjaan di toko roti tidak seberat pekerjaannya di Canada. Mungkin hal itu juga yang menjadi faktor utama mengapa Daliah merasa bahwa hidupnya sangat santai. Sungai Lane Cave yang menjadi pemandangan langsung dari toko roti milik Gallion membuat hidup Daliah semakin berwarna. Karena hari-harinya sangat ceria, Daliah bisa kembali menjadi dirinya yang banyak bicara. Hal itu sangat menguntungkan baginya karena kecerewetannya membuat pelanggan di toko itu merasa cepat akrab dengannya. Debby juga menjadi primadona dengan cepat. Nyaris setiap pelanggan yang biasa melihatnya akan bertanya saat Daliah tidak bersama Debby karena Gallion mengajaknya jalan-jalan. Hari ini juga, Daliah baru sadar kalau Gallion sudah mengajak Debby keluar terlalu lama saat Janette tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Gadis muda itu mungkin baru saja pulang dari kegiatan di sekolahnya. Semenjak bersekolah, Janette sangat aktif dan semakin lincah. "Boleh aku minta makanan? Aku sangat lapar." Janette mengeluh sambil beringsut duduk di dekat Daliah. 213 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah tersenyum lalu mengambil beberapa potong roti keju di lemari kaca. Janette sangat menyukai roti keju. Setelah menyajikannya di hadapan Janette, Daliah duduk kembali di tempatnya dan memandangi Janette yang menyantap kudapan sorenya dengan lahap. "Kau kehabisan banyak energi hari ini, Jane?" Janette tersenyum sejenak lalu mengangguk, ia berusaha menghabiskan semua makanan yang berada di dalam mulutnya dan segera menelannya. "Aku hari ini jalan-jalan bersama temanku di dekat sini" "Seharian?" "Sekali-kali tidak masalah, kan?" "Asalkan kau bisa menjaga diri, Jane!" "Ya, ibu!" Daliah tersenyum. Ia sudah biasa mendengar Janette memanggilnya ibu semenjak mereka berada di Sydney. "Aku bertemu dengan Norma. Kau ingat dengan dia?" Daliah mengangguk, Norma adalah tetangga mereka. Gadis itu tinggal sendirian di rumah yang berada di sebelah rumah Gallion. Pekarangan rumah yang sempit seringkali membuatnya saling menyapa dengan gadis itu saat sedang menjemur pakaian. Norma terkesan cukup angkuh. Tapi ia masih bersedia berbicara dengan nada yang baik saat bersama dengan Daliah. "Dimana?" "Di dekat sini, juga! Aku menyapanya dan dia tersenyum. Dia cantik sekali. Sayang sekali dia berhenti tersenyum saat melihat Gallion. Sepertinya mereka adalah contoh tetangga yang tidak akur." "Kau bertemu dengan Gallion?" "Ya, dia membawa Debby dan sebentar lagi pasti kembali. Aku melihatnya mengajak Debby bertemu dengan beberapa temannya di restoran cina. Mungkin dia sedang pamer karena memiliki anak yang 214 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

cantik. Bukankah dia selalu menyebut Debby dengan panggilan anakku yang cantik?" Gallion sangat menyayangi Debby dan Daliah mengetahui itu. Melihat segala jenis perhatian Gallion kepada putrinya, Daliah merasa sangat tenang. Laki-laki itu pasti bersedia menjaga Debby dan Daliah tidak perlu takut jika Debby mengulangi kebodohannya. "Besok, Rossy Melville akan datang, bukan?" "Ya." Daliah menjawab lesu. Ia baru mengingatnya. "Aku harus menyiapkan banyak hal." "Apakah kau harus pindah kamar? Kau akan tidur di kamar Gallion?" "Aku rasa tidak, Jika Gallion diharuskan memilih diantara aku, kau dan Debby. Dia akan lebih memilih Debby untuk tidur bersamanya." Mendengar itu, Janette tertawa nyaring, ia mengerti mengapa Daliah mengatakan itu. Semua karena Gallion tidak pernah membiarkan Debby berada jauh darinya begitu lama. Meskipun sikap sinis Gallion semakin mengental, laki-laki itu tidak bisa bersikap sinis kepada Debby. Ia selalu mengatakan kalau Debby mewarisi pesona Daliah. Anaknya sangat disukai banyak orang sehingga membuat Gallion percaya diri untuk mengajaknya jalan-jalan setiap hari. "Ayo, kita pulang!" Spontan, tawa Janette terhenti. Gallion sudah berada di depan pintu tokonya sambil memikul Debby di bahunya. Toko ini memang tidak pernah dibuka pada malam hari, hal yang membuat Daliah mengerti mengapa Gallion lebih betah berada di Sydney. Ia memiliki waktu bermain lebih banyak. Debby merangkak dengan antusias ke kolong meja makan dan Gallion dengan semangat mengejarnya. Saat ia mengeluarkan raungan halus sebagai pertanda 'kau tertangkap' kepada Debby. Gadis kecil yang sedang aktif itu menyeringai. Gallion selalu mengajaknya bermain dan tidak bisa dipungkiri bahwa ia menyayangi Debby. Atau mungkin Gallion memang sudah pantas 215 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

menjadi ayah? Tiga puluh tiga tahun, bukan usia yang main-main untuk menilai bahwa seorang laki-laki sudah sangat matang untuk memiliki anak. Sayangnya, Gallion belum lagi mempercayakan seorang wanita untuk berada dekat dengan hatinya. Ia akan selalu menolak jika wanita itu menunjukkan maksud tertentu dan hanya mau berdekatan dengan wanita -yang ia ketahui tidak mungkin bersedia menikah dengannya- seperti Daliah. Tapi bagaimana dengan sekarang? Gallion sudah sangat menyukai Debby dan ingin memiliki bocah itu sebagai bayinya sendiri. Meskipun Gallion sangat tau kalau memiliki anak perempuan tidak semudah yang difikirkannya. Ia harus mengawasinya dengan seksama agar putrinya tidak bisa didekati oleh sembarang laki-laki, seperti yang juga dilakukannya kepada Janette. Jiwa kebapakan Gallion selalu tersingkap saat berdekatan dengan Debby maupun Janette, terlebih setiap kali ia memanggil Gallion dengan sebutan ayah. Tentu saja Janette yang melakukan itu karena hingga saat ini, Debby hanya bisa mengatakan Mom tanpa perduli dengan kata Dad. Mungkin Debby tau kalau ayahnya sama sekali tidak-belum-ingin mengakuinya hingga sekarang. Atau Debby memang tidak ingin punya ayah? "Ayolah sayang, hanya satu kata. Dad." Gallion menggerutu sambil mencubit mesra dagu mungil Debby. Bocah itu tertawa saat melihatnya. Gallion menghela nafas lesu. Ia sudah berusaha keras mengajarkan Debby untuk mengucapkan kata penting itu. "Dad lebih mudah bila dibandingkan Mom. Kenapa kau selalu mengucapkan kata Mom tapi tidak pernah mengucapkan Dad?" "Bbaaahh..." Debby melengking lalu menatap Gallion dengan pandangan heran. Saat melihat ibunya memasuki ruangan itu, Debby kembali merangkak dengan kecepatan tinggi menyongsong Daliah. Daliah segera mengangkatnya, mendekapnya, menciumnya, membelainya, hal yang tidak pernah bosan untuk dilakukannya. 216 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Hari ini hari minggu seharusnya toko kue dibuka lebih lama. Tapi karena akan ada tamu, Gallion sengaja menutup tokonya hari ini. "Kurasa, dia tidak mau memanggilmu Dad. Ayah!" Jane terdengar mengejek saat duduk di dekatnya setelah mengambil Debby dari pelukan ibunya. Daliah kembali ke dapur untuk memasak makan siang yang lebih banyak dari biasa. Gallion menatap Jane lalu berbaring memandangi langit-langit ruang tengah. Ia memandangi televisi yang Jane nyalakan untuk menonton film kartun kesukaan Debby. Entah Debby mengerti atau tidak, tapi ia selalu tertawa saat melihat adegan jatuh atau adegan pemukulan. Debby sepertinya akan senang dengan kekerasan setelah ia besar nanti. Gallion patut senang karena laki-laki manapun harus berfikir panjang mengenai fantasi mereka untuk menidurinya. Astaga, mengapa ia memikirkan itu? Debby bahkan baru memiliki dua atau tiga buah gigi. Tapi ia tidak aneh dengan pemikirannya tentang pria yang selalu ingin meniduri wanita. Dia akan memikirkan hal yang sama pada Daliah jika saja perasaannya untuk mencintai seorang wanita sudah mati. "Lalu siapa yang akan Debby panggil ayah? Walaupun aku tidak menikah dengan ibu kalian, bukankah aku sudah setuju untuk menjadi ayah kalian sementara ini" Jane menoleh kepada kepala Gallion yang berbaring di sampingnya. "Sementara?" "Ya, karena menurut firasatku, ayah kandung Debby akan segera datang dan membawanya pergi." "Apa yang kau fikirkan, kau kira aku bersedia pergi bersamanya dan meninggalkan kehidupan nyaman disini?" Daliah memotong saat ia mengantarkan beberapa potong Cake dan teh dingin di ruang tengah. Ia segera duduk di dekat keluarga kecil nya karena penasaran dengan komentar Gallion tentang katakatanya. Gallion segera kembali duduk dan menggenggap gelasnya dengan kuat sebelum meminumnya beberapa teguk. 217 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Dia akan datang bersama ibuku siang ini. Ibuku mengatakannya saat dia menelpon." "Mengapa kau tidak mengatakannya sejak tadi? Haruskah aku pindah ke kamarmu?" "Aku rasa tidak perlu, Dally. Tetaplah di kamarmu, tapi jika boleh aku akan membawa Debby ke kamarku karena aku tidak bisa membawa Jane ke kamarku. Kau akan membunuhku jika aku melakukan itu!" Daliah memutar bola matanya, ia sudah menduga kalau Gallion akan mengatakan itu. Tapi kedatangan Seth Wyndham benar-benar mengejutkannya. Apakah firasat Gallion benar tentang Seth yang akan membawanya pergi? Apakah Daliah akan mengikutinya. Ia tidak bisa melakukan itu, seharusnya Daliah membenci Seth. Tapi Daliah tidak bisa. Ia tidak menemukan alasan yang tepat untuk membenci Seth. Atau lebih tepanya, ia tidak ingin ada alasan dan Debby selalu menjadi alasan yang akan menyangkal alasan lain tentang mengapa ia harus membenci Seth. Daliah mencintainya. "Kau harus bertahan!" Gallion bergumam lagi. "Bertahan? Maksudmu?" "Dari Seth. Aku tau kau mencintainya, Dally. Tapi kau harus membuatnya menderita sebelum kembali kepadanya. Dia harus mengerti bagaimana rasa kehilangan menggerogoti." "Kenapa aku harus melakukan itu? Itu terdengar seperti pembalasan dendam!" "Dan kau tidak punya dendam?" "Aku tidak bisa membencinya karena Seth sudah memberikan Debby dalam kehidupanku. Aku sangat menikmati keberadaan Debby. Lagi pula, selama mengandung aku tidak bisa mengkhawatirkan apapun karena banyak orang yang ikut menjagaku, termasuk Seth. Yang ku 218 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

takutkan saat itu hanya dipisahkan dari Debby meskipun Fabian pernah menjamin kalau dia tidak akan pernah mau melihatku terpisah dari anakku. Sekarang tidak akan, Debby akan selalu bersamaku. Bukankah itu sudah cukup untuk menjadi bekal hidup tenang?" "Lihat, inilah cinta yang bodoh. Kau tidak bisa menyalahkan Seth. Karena itu aku tidak yakin kau akan sanggup bertahan dan pada akhirnya tetap meninggalkan aku sendirian disini. Lalu pindah ke New Zeeland bersama ayah baru Debby dan Janette!" "Aku bersumpah hanya kaulah yang pantas menjadi ayahku!" Janette mengkritik. Gallion mengangkat bahunya. "Kau lihat? Kedua anakmu sudah menyayangiku." "Dan kau ingin menjadi ayahnya tanpa menikahiku?" Gallion terdiam sejenak lalu memandangi Daliah lama. "Aku ingin menikah jika ada cinta disana. Kau akan menikah denganku karena rasa terimakasih dan aku menikah denganmu untuk memiliki dua gadis ini sebagai putriku yang sah. Astaga. Tanpa menikah kita bisa melakukan itu, kan. Yah... sampai akhirnya kau pergi bersama Seth!" "Kenapa kau sangat yakin dengan itu?" "Intuisi." "Kau bukan peramal, Gale!" "Ayahku orang Gipsy, Dally. Dan kebanyakan orang Gypsi memiliki intuisi yang tajam. Kami tidak perlu menjadi peramal untuk merasakan hal-hal seperti itu. Itu yang selalu membuatku ketakutan saat mendiang Lavender masih hidup. Aku tau kalau dia akan meninggalkanku, karena itu aku selalu mengganggunya dengan..." ia melirik Janette yang terperangah mendengar ceritanya. Gallion sudah kebablasan. Ia menghela nafas berat lalu mendengus. "Kau tidak perlu menatapku dengan cara seperti itu, Jane!" 219 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Jadi kau Nick Sherwood?" Lalu Janette beralih memandangi Daliah, "Kau sudah mengetahuinya, Bu? Mengapa kau tidak memberitauku kalau kita tinggal bersama Nick Sherwood?" "Gallion!" Gallion meralat. "Ayahmu adalah Gallion, bukan Nick Sherwood. Jadi jangan pernah menyebut nama itu lagi. Atau kau akan menyesal karena aku melemparkanmu dari jendela lantai atas!" Janette semakin terteperangah, ia segera menutup mulutnya meski pun Janette tau kalau Gallion hanya mengancam. Daliah memandangi Janette dengan tatap lucu. Gallion menyayangi Janette sama besarnya dengan cintanya kepada Debby. Ia bahkan memastikan Janette berteman dengan orang-orang terbaik dan bersikap antipati terhadap laki-laki manapun sebelum waktunya tiba. Karena itu, Gallion tidak mungkin melempar janette dari jendela lantai atas, pertama, karena rumah ini memang hanya memiliki satu lantai dan yang kedua adalah, kasih sayang Gallion kepada Janette dan Debby tidak akan bisa diganggu oleh sikap sinisnya yang mengesalkan. Tapi rasanya Daliah pernah mendengar kata-kata seperti itu dari mulut Nick Sherwood. Saat ia melihat mendiang Lavender jatuh dari jendela kamarnya di lantai dua. Ya, saat itu. Daliah tersenyum samar, ternyata sikap sinis itu sudah dimiliki Gallion sejak dulu. Hanya saja Nick Sherwood lebih suka menyembunyikannya dibandingkan dengan mengumbarnya seperti Gallion. Jantung Daliah melompat. Tidak, ia masih bisa menahan jantungnya agar tidak segera keluar dengan mendekap dadanya erat-erat ketika mendengar bunyi pintu diketuk. Sejak Daliah merasakan waktu membeku saat Gallion, Jane, bahkan Debby menatapnya. Itu, mungkin ibu Gallion, Rossy Melville. Seharusnya Gallion menjemputnya di bandara dan Daliah sudah memaksa. Tapi Gallion tidak ingin melakukannya karena ibunya sudah terlalu sering datang ke mari sehingga tidak perlu dijemput disana. Rute perjalanan New Zeeland - Sydney seolah-olah sudah menjadi bagian hidup nyonya Mellville semenjak putranya pindah kemari. 220 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Apakah kau memiliki fikiran yang sama denganku?" Daliah bertanya dalam kepada Gallion yang masih memandangnya. Gallion angkat bahu lalu beranjak menuju ruang tamu untuk membuka pintu. "Bukan fikiran, itu memang mereka. Hatiku selalu berdebar setiap kali akan bertemu dengan ibuku dan sekarang aku merasakannya. Bertemu ibu sudah menggantikan keindahan saat bertemu seorang kekasih bagiku. Dan kau juga mulai merasakan hal yang sama, kan? Meskipun aku tau kalau kau berdebar bukan karena akan bertemu dengan ibuku, tapi dengan..." "Hentikan Gale. Kau tidak perlu menggodaku disaat-saat seperti ini!" Gallion bersikap acuh. Ia mengambil Debby dari pelukan Janette lalu membawanya menuju ruang tamu. Firasat Gallion benar bahwa ibunyalah yang datang. Lengkap dengan pengawal pribadinya, Seth Wyndham. Gallion memandangi Seth dan mengetahui bahwa ada rasa cemburu disana saat melihat Debby berada dalam pelukannya. Debby bergindik lalu bergelung semakin dalam ke pelukan Gallion saat mendengar suara keras dari Rossy Melvile menyapanya. "Astaga, aku tidak menyangka dia besar secepat ini. Dia sudah bisa bicara Seth? Sudah bisa berdiri? Bagaimana kalian berdua mengurusnya hingga dia secantik ini?" "Pertanyaanmu bisa menunggu, kan Bu? Daliah sudah menyiapkan makan siang di dalam, dan kau Seth..." Gallion menoleh kepada Seth. "Apapun yang ibuku katakan selama di perjalanan harus kau ceritakan kepadaku. Dia pasti menggerutuiku sebagai anak sialan!" Seth berusaha keras untuk tersenyum. Gallion tidak terlihat segalak biasanya, mungkin karena ia memeluk Debby. Tapi saat Seth meminta izin untuk menggendong anak itu, kesinisan Gallion segera kembali. Ia mulai menyerang Seth lagi dan Seth tau kalau Gallion bisa saja tidak membiarkan Debby berdekatan dengan Seth, ayah yang sebenarnya. Seth mendesah berat lalu mengikuti Gallion ke dalam rumah. Ia tidak langsung bertemu dengan Daliah meskipun 221 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth sangat menginginkannya. Gallion membawanya menuju kamarnya karena di rumah ini hanya ada tiga kamar. Satu diantaranya sudah menjadi kamar bayi dan Daliah akan tidur disana bersama Debby selama Mereka berkunjung ke Sydney. Sedangkan Rossy Melville akan berbagi kamar dengan Jane. Jane menyambutnya dengan senang hati. Setelah mengganti pakaiannya, Seth beranjak menuju ruang makan dan sedikit terlambat karena semua anggota keluarga sudah duduk disana. Sebuah meja makan bundar menyisakan dua buah kursi kosong dan Seth berhak memilih salah satunya, ingin berdekatan dengan Gallion atau dengan bibinya. Maka Seth memilih untuk duduk di dekat bibinya dan menyisakan satu bangku kosong untuk memberi jarak antara dirinya dan Gallion. Sialnya meja makan bundar ini harus membuat Seth bisa melihat wajah Daliah dengan jelas dan entah mengapa ia merasa ketakutan. Tapi Seth tidak bisa menundukkan pandangannya begitu saja saat melihat Daliah. Wanita itu tampak berbeda dengan busana rumah tangga biasa dan wajah yang kelihatannya sangat bahagia. Astaga, Seth merasa putus asa menyadari itu. Sepertinya Gallion sudah berhasil memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi Daliah sehingga ia kelihatan lebih berbinar-binar bila dibandingkan dengan yang selama ini terlihat. Pesona Daliah entah mengapa menguat saat Seth melihat Daliah menunda makan siangnya untuk menyuapi Debby dengan jus melon. Itu putrinya dan Seth sngat ingin menggendongnya. Sayangnya Gallion menolaknya sejak pertama kali dan sepertinya akan selalu begitu. Sial, Seth tidak bisa melepaskan pandangannya dari anaknya dan ibu dari anaknya. Ia ingin berpaling, tapi tubuhnya malah tidak bergerak. Seth berusaha untuk bersikap senormal mungkin dan ia merasa sangat keberatan dengan itu. Ia ingin memeluk Daliah, mencium Debby dan memohon kepada Gallion untuk mengembalikan dua orang wanita yang sangat penting untuk kehidupannya. 222 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Sayangnya, ia tidak datang sendiri. Bibinya akan sangat terganggu jika ia melakukan hal seperti itu sekarang dan Seth menyesal karena ide itu tidak datang sejak awal. "... Ternyata dia cucuku." Ocehan Rossy Melville kembali merebak, berusaha berkata dengan hangat seolah-olah dia bisa menerima keputusan Gallion untuk hidup bersama dengan wanita beranak satu-dua jika saja Janette bisa dimasukkan ke dalam hitungan-untuk kebahagiaannya. "Aku sangat terkejut mendengar itu. Lalu kapan kalian akan melangsungkan pernikahan itu?" "Kami tidak akan menikah, bu!" Gallion memastikan. "Apa maksudmu? Kau membawanya tinggal bersamamu tapi tidak mau menikah dengannya? Bagaimana dengan Debby?" "Dia sudah memiliki ayah meskipun aku dan ibunya tidak menikah. Lagipula menikah bukan prioritas untuk saat ini. Aku rasa akan lebih baik jika kami memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membesarkan Debby dan menikahkan Jane dalam waktu dekat." Gallion lalu menoleh kepada Janette yang cemberut saat melihatnya sambil menyeringai lebar. "Ayah bercanda Jane!" "Aku harap memang begitu!" Daliah memotong. "Jane baru akan berusia lima belas tahun. Ini bukan zaman klasik lagi untuk menikahkan anak yang berusia belasan tahun." "Ya, aku mengerti sayang." Seth mendengus saat mendengar kata sanyang dari mulut Gallion. Entah mengapa ia merasa ucapan Gallion itu disengaja. Jika Seth menyadari itu, seharusnya ia tidak perlu merasa sakit hati, tapi jantungnya seakan-akan runtuh saat itu juga. Ia memandangi Daliah dengan tatapan penuh harap dan di saat yang sama, ternyata Daliah juga memandangnya. Sayangnya ia tidak melihat Daliah memandangnya lama karena wanita itu kembali menatap Rossy Melville seolah-olah pandangannya kepada Seth tadi tidak disengaja. 223 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Berapa lama anda akan berada disini, Nyonya? Sepertinya kita harus membuat rencana harian yang menyenangkan." Rossy Melville menyeringai saat mendengar Daliah memanggilnya nyonya. "Panggil aku ibu, atau bibi jika kau belum siap memanggilku ibu. Aku tidak suka jika ibu dari cucuku memanggilku dengan sebutan nyonya." "Baiklah, bibi. Aku akan memanggilmu ibu jika sudah tiba saatnya nanti." "Tentu saja. Aku akan disini selama tiga hari. Tidak akan lama karena aku harus pulang ke New Zeeland. Seth juga harus melanjutkan pekerjaannya karena dia sangat sering bolos bekerja, peringatannya sudah tiba berkali-kali di rumah!" Daliah beralih memandangi Seth, terpaksa meskipun ia tidak ingin. Tapi Seth akan merasa ada keganjalan jika Daliah tidak menyapanya. Ia ingin menyapa Seth, menyebut namanya, tapi Gallion segera mendahuluinya lalu meliriknya dengan tatapan tajam. "Benarkah, Seth?" "Aku hanya sudah bosan. Mungkin aku akan pindah ke Rotorua dan mengurusi perkebunan keluarga saja. Bekerja di kantor sangat melelahkan dan tanpa jeda. Jika aku kembali mengurusinya dengan tanganku sendiri, aku akan sangat yakin kalau aku memiliki banyak waktu untuk bersantai," "Dan bersenang-senang dengan wanita lebih sering?" "Kau tau kalau aku sudah sangat lama tidak melakukan itu, Gale!" "Lalu? Menikah? Atau mencari anakmu yang bisa saja dibawa oleh salah satu wanita yang kau tiduri selama ini dan menjanjikannya hidup bahagia?" Gallion melirik Daliah lagi, semakin tajam meskipun hanya sekilas. "Sepertimu?" Rossy Melville membela Seth. 224 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Lalu menoleh kepada Daliah yang tertunduk. "Maafkan aku, Daliah! Aku tidak bermaksud menyinggungmu!" Daliah mengangkat wajahnya dan tersenyum "Tidak bukan masalah" "Memang tidak ada yang perlu dipermasalahkan, kan? Bukankah aku sudah ada disini untuk mengakui anakmu, sayang?" Gallion masih menggoda dengan sinis. "Maksudku anak kita!" Seth menekan dadanya dalam. Sepetinya Gallion sudah tau kalau Seth adalah ayah dari Debby. Seth merasakan itu dalam sindiran sinisnya. Anehnya Gallion masih berusaha mempertahankan Daliah dan sama sekali tidak berniat mengembalikan Debby kepada ayahnya? Gallion lebih suka melihat Seth menderita dengan angapan kalau dirinya tidak akan pernah bisa mengakui Debby sebagai anaknya. Seth mengerang dalam hati. Ia menderita, sangat. Dan Seth memastikan hal itu terjadi juga karena perasaannya kepada Daliah yang entah sejak kapan menjadi sangat dalam. Terlalu dalam sehingga kata sayang dari mulut Gallion saja sangat menghujam jantungnya. Seth terluka, mengingat apa yang sudah terlanjur terjadi dan apa yang membuatnya menderita berkepanjangan setelah ini. Ia bisa saja melupakan Daisy dengan mudah, tapi sepertinya tidak dengan Daliah. Daliah memberikan bekas lebih dalam bila dibandingkan dengan Daisy. Kedekatan Seth dengan Daliah sejak awal sudah istimewa dan Gallion tidak pernah bersandiwara seolah-olah mereka bersaudara seperti saat bersama Daisy. Jika Daliah dan Gallion akan hidup bersama, maka Seth memastikan dirinya akan lebih memilih untuk hidup sendirian. Selamanya! ®LoveReads

225 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 43

Daliah sangat pendiam, atau lebih tepatnya tidak pernah mau berbicara dengan Seth semenjak Seth tiba kemarin sore. Padahal Seth sudah menanti kesempatan yang datang untuk memulai pembicaraan, tapi entah mengapa Daliah tidak memulainya juga. Atau mungkin Daliah menanti Seth untuk berbicara lebih dulu? Seth tau kalau dirinya harus memulai, tapi tidak bisa. Ia membeku saat menghadapi Daliah, pertama kalinya ia bersikap seperti itu saat besama dengan seorang wanita. Berbeda dengan sikapnya kepada Seth, Daliah memiliki sifat yang sangat riang jika menyangkut anggota keluarga lain. Ia bisa berbicara dengan sangat lugas dan manis kepada nyonya Rossy. Terkadang Seth juga mendegar teriakannya saat menegur Janette yang kelihatannya terpengaruh oleh sikap nakal Gallion -dan itu untuk pertama kalinya ia melihat Daliah bertindak sebagai ibu yang mengomel- dan Seth sangat terkesan. Daliah semakin sempurna di matanya. Selain itu, Daliah seringkali menimang Debby saat Gallion terlalu banyak pegangan untuk melakukannya karena Gallion tidak pernah melepaskan anak itu bahkan saat Debby harus tidur siang dalam gendongannya. Dan satu lagi, Seth seperti menemukan seseorang yang bisa menjadi lawan seimbang untuk sikap sinis Gallion. Daliah seringkali menjadi sasaran Gallion dan entah mengapa Seth merasa bahwa Daliah bisa menerimanya dengan sangat baik. Ia cemburu, sakit hati dan membenci keadaan seperti ini. Di Sydney Daliah sudah mendapatkan keluarganya, haruskah ia menghancurkannya? Untuk malam ini, Seth merasa enggan untuk tidur lebih lekas, ia tengah keluar dari kamar mandi untuk kembali ke kamar tidur saat menemui Daliah di dapur. Daliah sedang merebus botol susu dan terlihat terlalu tenang untuk diganggu. Ia sangat menikmati peran226 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

nya, Seth tau itu. Ia mendengus tanpa sadar sehingga membuat Daliah menoleh ke arahnya. Mereka sempat bertatapan tapi hanya sebentar, Daliah kembali memandangi pekerjaannya seolah-olah tadi dia tidak melihat apa-apa. Daliah pasti sudah melihat Seth, dan Seth harus bisa berbicara dengannya saat ini atau tidak sama sekali. Seth mematung, tidak mengerti apakah harus mendekat atau tidak. Ia memutuskan untuk tidak mendekat dan menyapa Daliah dari tempatnya berdiri sekarang, tepat di depan pintu kamar mandi. "Kau sedang melakukan apa? Ada yang bisa ku bantu?" Daliah menoleh ke arahnya dan memaksakan diri untuk tersenyum. Akhirnya. Meskipun Seth tau kalau senyum itu terasa sangat berat untuknya. "Tidak, aku sudah biasa melakukan ini. Terimakasih!" "Ada yang salah?" "Maksudmu?" "Kau tidak menyapaku sejak aku tiba disini. Ada yang salah denganku?" Ah, ya. Daliah lupa bahwa Seth belum tau kalau Daliah sudah mengetahui semuanya. Jadi Seth mungkin masih menganggap semua ini seharusnya berjalan normal sebagaimana ia biasa melakukannya. Daliah menyesal. Seharusnya sebelum pergi, ia memberitahu kepada Seth bahwa dirinya mengetahui segalanya dan tidak ingin melihat Seth lagi untuk selamanya. Bohong, Daliah tau kalau selama sebulan terakhir, ia tidak pernah berhenti memikirkan Seth. Bahkan selalu mengulang tontonan mengerikan yang diperlihatkan Gallion saat itu sebagai kenangan indah yang sangat disesali-karena ia tidak sadar saat melakukannya. Daliah ingin mengulanginya. Ia bersumpah. Dan kali itu ia harap dirinya dalam keadaan sadar. Astaga, ia pasti sudah gila jika berfikir seperti itu. 227 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Kau masih disini? Atau sudah terbang kemana-mana?" Daliah mengangkat wajahnya untuk melihat Seth lagi, hanya sekilas. Teguran Seth membangunkannya dari lamunan. "Aku merasa banyak yang berubah. Hanya enggan untuk berkomentar banyak." "Kenapa? Apanya yang berubah?" Daliah menggeleng. Ia tidak akan mengatakannya. Tapi Seth menganggapnya sebagai tidak tau. Seth menghela nafas secara sembunyisembunyi. Melihat Daliah dari jauh seperti ini entah sejak kapan membuatnya sangat tersiksa. Ia ingin memeluknya, menciumnya dan tidak akan sanggup menahan hal itu lagi. Seth nyaris saja mengerang jika ia tidak melihat Gallion datang sambil mengendong putrinya. Tidak, Debby adalah putri Seth. Debby menangis karena ibunya terlalu lama mengobrol. Seth menyesalinya. "Cepatlah Dally. Dia butuh susu." "Aku sedang memanaskan botolnya agar lebih higienis." "Kenapa tidak kau susui saja langsung? Ini bukan saat yang tepat untuk membiasakan Debby menggunakan botol susu. Dia bisa mati tersedak karena menangis terlalu lama." Gallion kemudian menimang-nimang Debby yang masih terus melengking sambil menggosok punggungnya. "Diamlah, sayang. Jika ibumu tidak mau menyusu. Ayah akan menyusuimu-dan kau akan menyesal karena itu Dally." Daliah berbalik dan menyeringai mendengar ucapan sinis Gallion kepadanya. Ia tertawa dan meraih Debby untuk menyusuinya. Tentu saja Daliah tidak melakukan hal seperti itu di hadapan Seth. Dia lebih memilih untuk membawa Debby kembali ke kamar bayi dan menyusuinya disana secara sembunyi-sembunyi. Gallion mendekati semua pekerjaan yang tadi Daliah kerjakan dan merasa kesal saat air panas baru saja matang. Dengan sikap galak228 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

nya, Gallion membuang semua air yang sedang Daliah panaskan lalu membersihkan semuanya. Seth bingung mengenang dirinya masih mematung di tempat yang sama. Ia nyaris saja beranjak jika saja Gallion tidak menyapanya. "Aku kira kau berada di kamar." "Kau terlalu sibuk di kamar bayi! Aku nyaris saja tertidur dan kemari untuk mencuci kaki dan tangan. Kau tidak punya kamar mandi di dalam kamar?" "Ini rumah sederhana." Dan Gallion menyelesaikan semuanya. Ia bersandar di meja sambil memandangi Seth Wyndham dengan sorot mata yang aneh. "Sepertinya Malam ini kau harus tidur sendirian, Seth. Aku akan menemani Daliah di kamar Debby. Dia akan kewalahan karena Malam ini Debby lebih rewel dari biasanya. Jika itu sampai terjadi, aku pastikan dia akan terjaga sepanjang malam jika tidak diyakinkan kalau Debby akan baik-baik saja!" Seth tersenyum, ingin mengatakan tidak masalah. Ia baik-baik saja. Tapi untuk apa? Apakah karena ia merasa tersakiti makanya harus mengatakan baik-baik saja? Apa yang Daliah dan Gallion lakukan jika hanya berdua? Seth tidak pernah melihat interaksi berlebihan diantara mereka berdua dan ia bersyukur karena tidak pernah melihatnya. Tapi Seth tetap saja tidak bisa menghindari prasangka buruknya tentang hubungan keduanya. Selama sebulan ini sudah berapa kali mereka bercinta? Di mana saja? Berapa kali Gallion mencumbu Daliah-nya? Berapa kali Gallion memeluknya. Astaga, Seth tau kalau ia mulai gila. Semua ini sungguh bukan hal yang diinginkannya. Ia masih belum berani mengakui kalau Debby mungkin adalah putrinya, pasti putrinya dan dirinyalah yang memaksa Daliah melayaninya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tapi melihat gambaran keluarga normal di Sydney membuat Seth semakin yakin bahwa memendam semuanya lebih baik. 229 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Ia hanya ingin menggendong Debby sekali saja sebagai salam perpisahan dan mungkin Seth akan mengikhlaskannya. Benarkah ia bisa melakukannya? Ia tidak bisa merelakannya begitu saja kepada Gallion. Sikap egoisnya mulai muncul. Apa yang Daliah lakukan terhadapnya? Daliah membuat Seth merasa bodoh, merasa sakit dan kehilangan kebahagiaan. Satu-satunya kebahagiaan adalah saat melihat Daliah tertawa, tapi ada rasa sakit juga disana saat mengetahui bahwa tawa Daliah bukan untuknya. Saat melihat Debby juga sama, sayangnya Seth tidak bisa memungkiri bahwa apapun yang dilakukannya tidak akan bisa menghilangkan rasa sakit itu begitu saja. Entah mengapa ia merasa sudah terlukan dengan sangat dalam. Debby tertawa saat Daliah menggelitikinya di ruang tengah. Hari ini bisa jadi Daliah akan lebih leluasa untuk bermain dengan Debby karena Gallion tertidur pulas setelah terjaga semalaman akibat kenekatannya menjaga Debby. Daliah tidak bisa mengatakan hal lain selain ungkapan terimakasih yang sangat besar karena Gallion sangat menyayangi putrinya. Seandainya ia bisa menyerahkan dirinya kepada Gallion… Jika saja Gallion meminta seperti Noah meminta, Daliah yakin bahwa dirinya tidak akan sanggup menolak. Tapi Gallion tidak pernah menunjukkan ketertarikan lain selain teman tinggal di rumah yang sama, berbagi kedua putrinya, Debby dan Janette. Juga berbagi cerita. Gallion mungkin adalah orang yang sinis tapi dia sangat baik. Yah, Gallion tidak mungkin tergugah dengan Seks kecuali jika ia digoda. Daliah sudah mengetahuinya sejak ia masih menjadi Nick Sherwood. Pertahan Nick terhadap yang satu itu sangat kuat dan mendiang Lavender meruntuhkannya. Sekarang belum ada lagi orang yang melakukan hal yang sama kecuali wanita yang entah siapa yang pernah Seth ceritakan saat itu. Ah, mungkinkah dia adalah Norma tetangga mereka? 230 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Gallion dan gadis itu akan saling membuang muka jika bertemu. Mereka tidak pernah bertegur sapa tanpa Daliah ketahui penyebabnya. Tapi Norma selalu menyapa Daliah dengan ramah saat mereka bertemu di halaman belakang untuk menjemur pakaian bersamasama. Norma gadis yang cantik. Memiliki wajah yang unik dengan rambut hitam legam dan mata abu-abu. Sangat eksotik, dengan wajah yang sangat cantik itu, Norma memiliki kulit coklat terang yang berkilauan seolah-olah sekujur tubuhnya diselubungi minyak zaitun yang tidak akan pernah mengering. Jika Norma ternyata adalah satu-satunya wanita yang ditiduri Gallion tanpa harus menggoda laki-laki itu lebih dulu, Daliah bisa mengerti. Gallion mungkin menginginkannya meskipun selalu menolak untuk mengikuti kata hatinya. Daliah menghela nafas dan tersenyum kepada Debby. Debby hanya memandanginya dengan tatapan heran. Anak itu pasti tau kalau ibunya sedang menjelajah dengan fikirannya. Dugaannya tentang Norma terhenti saat tanpa sengaja Daliah melihat Seth berada di hadapannya. Ia tersenyum sebelum akhirnya duduk di sebelah Daliah dengan sedikit tegang. Daliah bisa merasakan ketegangannya. "Ku kira kau menemani bibimu di toko!" Daliah memulai. Ia sudah dengan susah payah memberanikan diri dan berhasil. Dia, Seth, Debby dan Gallion adalah penghuni rumah ini sekarang. Rossy memaksa untuk menjaga toko menggantikan Gallion saat ia melihat Gallion tertidur pulas dan Daliah berjanji akan menggantikannya begitu Janette pulang sekolah. "Bibimu pasti kerepotan!" "Dia sering melakukan itu jika berkunjung. Gallion tidak pernah bercerita?" Daliah angkat bahu. "Tidak, jika aku tidak bertanya." "Bagaimana dengan Debby? Ku dengar dia terbangun beberapa kali tadi malam." 231 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ya, memang. Tapi Gallion juga banyak membantu sehingga urusan tentang kerewelan Debby dapat ditangani dengan mudah. Karena itu dia tertidur. Mungkin sangat lelah karena hampir terjaga semalaman. Aku bersyukur karena dia sangat menyayangi anakkuanak kami maksudku!" Seth tersenyum getir mendengar Daliah mengatakan tentang 'anak kami' sangat menyakitinya. Tapi apa yang bisa dilakukannya untuk mengelak? Ia bahkan belum memiliki keberanian untuk mengakuinya. Seth memandangi Debby lekat-lekat, ia merindukannya. "Boleh aku memangku Debby?" Daliah mengangguk. Dalam waktu singkat Debby sudah berpindah ke pangkuan ayah kandungnya. Setidaknya Debby pernah merasakannya. Daliah hanya bisa mengamati Seth saat laki-laki itu bercanda dengan putrinya. Apakah Seth tidak menyadarinya? Debby adalah putrinya, karena itu Seth selalu merindukannya. Daliah merasa perih. Ia mendengar ocehan senang Debby saat Seth mengajaknya berbicara dengan kata-kata yang sangat manis. Daliah termenung hingga ia mendengar Seth bersorak. Dengan cepat Daliah kembali ke alam nyata. "Dia mengatakan apa? Dad?" Seth tampak sangat senang. "Coba katakan lagi sayang! Ayo, katakan!" "Dad!" Debby menjawab permintaan Seth dengan sangat diplomatis lalu melengking senang diiringi sebuah tawa. "Dia memanggilku Dad!" "Seharusnya aku yang dipanggil Dad!" Seth terkejut. Dalam sekejab Debby mengilang dari pangkuannya saat Gallion menggendongnya. Lalu Gallion memandangi Daliah dengan galak seolah-olah ia akan membunuhnya saat itu juga. Seth hanya bisa terpaku saat melihat Gallion menarik Daliah menuju keluar rumah. Mereka menutup 232 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

pintu tapi Seth bisa melihat per-tengkaran itu meskipun ia tidak bisa mendengar apa-apa. Mereka berdebat, Gallion sangat marah dan Seth menyesalinya. Apa yang terjadi? Gallion cemburu karena pagi ini Seth mendekati Daliah? Sepertinya hubungan Daliah dan Gallion sangat dalam, itu tidak bisa dipungkiri jika melihat ekspresi kemarahan Gallion saat ini. Satu lagi hal yang menyayat jantung Seth sehingga mengucurkan darah semakin banyak. "Astaga, Gale. Kau ingin bertengkar hanya karena masalah ini?" Daliah melengking, Gallion sudah membuatnya kesal hanya karena ia merasa cemburu melihat Seth memangku Debby. Kekesalan Gallion bertambah saat melihat Debby mengatakan kata ayah pertamanya kepada Seth padahal Gallion sudah melatihnya setiap hari. Ia tau kalau Gallion sangat mencintai Debby, tapi bukankah ini keterlaluan? Tidak. Daliah tidak bisa mengatakan kalau Gallion keterlaluan karena Gallion memiliki cinta yang sangat besar kepada putrinya. Gallion menganggap Debby sebagai anaknya sendiri karena itulah ia marah dan diliputi rasa cemburu yang menggila. Gallion sudah bersama Debby-bahkan lebih sering daripada Daliahsemenjak mereka tiba di Sydney. Debby bahkan tidak pernah lepas dari gendongannya. "Aku tidak suka jika Debby memanggilnya ayah. Dia bahkan tidak mengakui Debby hingga saat ini. Ini sangat kejam, Dally. Kau tau seberapa besarnya harapanku mendengar Debby memanggilku dengan sebutan itu dan Debby mengatakanya kepada Seth? Aku memohon kepadanya untuk mengatakan kata itu setiap hari." "Dan kau akan menyalahkan anak itu atas semua ini?" "Tidak. Aku menyalahkanmu karena menyerahkan Debby ke pangkuannya pagi ini. Seharusnya aku yang lebih dulu bersama Debby pagi ini!" "Kau keterlaluan Gale. Ini hal sepele!" 233 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Menurutmu, tapi tidak menurutku!" "Biarkan Debby memanggil ayahnya untuk sekali dalam hidupnya. Setelah itu kau akan tetap menjadi ayanya untuk selamanya." "Begitukah? Aku mengharapakan Debby memanggilku ayah untuk sekali seumur hidupnya karena setelah ini kau akan dibawa pergi oleh Seth." "Aku tak akan melakukannya. Darimana kesimpulan itu kau dapat?" "Dari firasatku!" "Ya, firasat lagi. Intuisimu sangat menentukan, ya?" "Benar, intuisiku tidak pernah salah, Dally. Kau akan tunduk padanya dengan cepat dan aku akan kehilangan kedua putri yang terlanjur kusayangi. Kau sudah membuatku menjadi ayah, tidak. Aku yang membuat mereka menjadi putriku. Seharusnya aku tidak menyalahkanmu. Tapi kau tetap keterlaluan karena membiarkan kata ayahnya yang pertama diucapkannya untuk Seth!" "Hentikan Gale. Ini tidak lucu. Sudah kubilang ini masalah yang sangat sepele untuk diperdebatkan." "Siapa yang sedang melucu?" Debby merengek, meskipun Gallion marah, ia masih berinisiatif untuk mengayun-ayunkan tubuh Debby yang berada dalam pelukannya. Debby melunak dan berhenti merengek. Ia sudah terbiasa dengan suara keras Gallion saat marah. Gallion tidak memandangi Debby, tidak akan karena ia tau kalau dirinya akan segera melunak jika melihat wajah anak itu. Ia hanya sangat ingin marah karena Debby merasakan dengan cepat siapa ayahnya yang sebenarnya sedangkan Gallion takut jika Daliah pergi bersama Seth membawa Debby dan Janette. Ia akan kesepian. Lagi, "Aku fikir ini memang tidak lucu seperti ucapanmu. Tapi aku tidak bisa berhenti marah begitu saja mengingat apa yang terjadi pagi ini." 234 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah mengangkat tangannya, menyerah. Gallion tidak akan menghentikan perdebatannya dengan mudah. Karena selama ini, Gallion memang sangat gemar melakukan itu. Ia akan mencari alasan untuk berdebat tanpa perduli siapa yang akan menjadi sasarannya. Mulutnya yang pedas dan caci makinya mungkin membuatnya merasa puas dan tidak lagi kesepian. Ya, segala sikap sinis Gallion tentu saja berasal dari rasa kesepian yang memuncak. Ia memang tidak pernah mengatakan hal itu kepada orang lain. Tapi Gallion senantiasa sengaja mencari keramaian dengan caci maki dan selama ini ia sangat menikmatinya. Gallion hanya tidak memaki kepada Debby dan Janette meskipun seringkali ia membuat kedua gadis kecil itu melihatnya sedang mencaci maki orang lain. Sekarang, kedua gadis kecil yang membuat kekosongan hatinya terisi akan dibawa pergi, itu firasatnya dan firasat Gallion tidak pernah salah. Ia sangat kecewa. "Kau sudah mengulangi ocehanmu itu berkali-kali, Gale! Kapan kau bosan?" "Dan kau muak mendengar ocehanku? Bagus karena itu memang tujuanku." "Di depan Debby? Kebiasaanmu yang satu ini harus berubah. Jika tidak Debby dan Janette bisa meniru sifat burukmu ini!" "Memangnya kenapa? Mereka harus mengenalku dalam keadaan yang apa adanya. Apakah aku harus bersandiwara. Kau tau kalau aku tidak suka bersandiwara." "Dan akan terus melanjutkan perdebatan ini? Sampai kapan?" "Sampai kau mengerti bagaimana perasaanku!" "Aku mengerti, Gale!" "Mengerti saja tidak cukup." 235 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Lalu apa lagi yang harus kulakukan?" Gallion terdiam sejenak. "Aku akan memikirkannya." Kata-katanya sama sekali tidak melembut. Tapi ia pergi dengan membawa Debby memasuki rumah untuk menuju ke pintu depan. Ia akan membawa Debby berjalan-jalan. Saat berpapasan dengan Seth di ruang tengah, Sorot mata Gallion semakin galak, ia menggerutu sambil mengucapkan kata 'bersikap jantanlah, bung!' dengan nada tersinis yang pernah dikeluarkannya. Gallion pergi dan membuat Seth terpaku. Daliah memasuki rumah dan menghela nafas berat. Pertengkaran sudah berakhir dan saat Gallion pulang, semuanya akan membaik. "Maaf atas kesan burukmu hari ini, Seth!" "Dia sepertinya sangat marah!" "Dia hanya cemburu karena Debby mengucapkan kata ayah pertamanya kepadamu. Tenanglah, kau akan melihat tawanya begitu ia kembali nanti." "Pertengkaran seperti ini sering terjadi?" "Dua kali. Yang pertama karena aku membiarkan Janette pulang bersama teman laki-lakinya dan dia marah besar karena menganggap diriku sebagai ibu yang lembek. Dan ini yang kedua." ®LoveReads

236 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 44

Di sebrang jalan, Janette berjalan beriringan dengan beberapa orang teman sekelasnya untuk membicarakan tugas kelompok mereka. Hari ini, mungkin saja Janette akan meminta izin untuk menginap di rumah temannya meskipun ia tau kalau meminta izin kepada Gallion mengenai hal menginap sangat sulit. Ia akan mendengar pertengkaran saat Daliah membelanya dan Gallion melarangnya. Dan Gallion akan memberikan alternatif lain, mengatarnya dan menungguinya untuk dibawa pulang meskipun mereka akan menyelesaikan tugasnya setelah lewat tengah malam. Tidak diragukan kalau Gallion akan melakukan hal itu, tapi tidak ada salahnya mencoba, kan? Siapa tau hari ini Janette akan mendapat keajaiban. "Aku tidak tau, Jane ayahmu sangat galak. Kau ingat saat ia memarahiku hanya karena kita terlambat pulang?" Janette tersenyum tidak enak. Emma memang pernah menjadi sasaran kekerasan ucapan Gallion karenanya. Untungnya Emma tidak tersinggung dan masih mau bersikap seperti biasa kepada Janette. Tapi akibatnya, Emma menolak untuk membantu Janette meminta izin kepada Daliah, apalagi Gallion. Janette menghela nafas berat dan ia tidak boleh menyerah. Ia nyaris saja berfikir untuk keluar rumah lewat jendela malam ini saat tangannya ditarik dengan kasar oleh seseorang. Janette hanya terperangah saat melihat Gallion menyeretnya sambil menggendong Debby yang memandangi kelakuan laki-laki itu. Ia pasrah dan memilih untuk melambaikan tangannya dan mengucapkan 'sampai jumpa lagi' kepada teman-temannya. Saat Gallion melemparnya masuk ke dalam taksi, Janette mengeluh. Bokongnya sakit meskipun terhempas ke bangku yang empuk. 237 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Perlakuan kasar lagi dan Janette tidak pernah mengerti mengapa ia sangat senang mendapatkannya dari Gallion. "Kau melakukannya lagi? Aku tidak sedang bersama teman laki-laki tadi!" Gallion berdelik menatapnya. "Diam saja. Hari ini mau makan apa?" "Serius? Kau mau mentraktir? Ada apa?" "Astaga, haruskah aku mengatakannya di taksi, Jane? Aku bertengkar dengan ibumu dan membutuhkan teman bicara. Sekarang kau mau makan apa?" "Mengapa kita tidak membeli Pizza dan makan di pinggir sungai?" Gallion mengangguk setuju. Janette senang saat Gallion ingin membicarakan sesuatu kepadanya. Ia juga senang saat Gallion tersenyum setiap kali Janette memanggilnya dengan sebutan ayah. Tentu saja Janette tau siapa ayahnya yang sebenarnya. Tapi dia tidak mungkin mengakuinya dan ayahnyapun juga begitu. Jadi Janette lebih memilih menyingkirkan laki-laki itu dan menggantikannya dengan Gallion. Adanya Gallion yang mengambil alih posisi ayah yang tidak pernah dimilikinya membuat janette tunduk dan menyukai segala sikap Gallion kepadanya. Termasuk saat Gallion menyeretnya pulang dan mencaci maki Daliah karena membiarkan Janette berjalan pulang bersama seorang teman laki-laki. Dia sudah mendapatkan keluarga yang sesungguhnya. ®LoveReads

Sungai Lane Cave akhirnya menjadi pemandangan yang menemani pembicaraan mereka, Gallion membeli dua kotak pizza demi memuaskan perut Jane yang lapar dan sebungkus biscuit bayi yang akhirnya membuat Debby diam dan terlihat sangat tenang dalam pangkuannya. Yah, Gallion sudah sangat pandai menaklukkan anak itu melebihi ayah kandungnya sendiri. Dan saat mendengar cerita Gallion hari ini, Janette sangat mengerti dengan kecemburuan 238 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Gallion. "...aku tau ini hal sepele, seperti yang Daliah katakan kalau aku tidak seharusnya berdebat hanya karena hal ini. Tapi aku sangat ingin marah." "Tidak, ini bukan hal sepele. Tentu saja seharusnya Dally mengerti betapa sakitnya dirimu saat mendengar Debby memanggil laki-laki itu ayah. Seharusnya kau yang lebih berhak mendapatkannya." "Akhirnya. Aku beruntung mengangkatmu sebagai anakku. Kau sangat pengertian, Jane!" "Dan sekarang, kau meninggalkan mereka berdua di rumah? Bagaimana jika terjadi sesuatu?" "Aku tidak pernah melarang Daliah mencintai Seth. Dia seringkali membicarakannya tanpa sadar seolah-olah diantara mereka memang tidak pernah terjadi masalah. Yah, aku rasa Daliah berhak mencinta seseorang mengingat Seth adalah orang yang membuat kita semua memiliki kesempatan untuk menimang Debby seperti saat ini. Aku tidak pernah bermasalah dengan itu. Aku hanya terlanjur merasa kalau kau dan Debby adalah milikku dan seseorang akan datang untuk membawanya pergi. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau ibumu berhak menikah dengan orang yang dia cintai. Aku tidak percaya kalau aku mengatakan ini." Janette tersenyum lalu beringsut mendekati Gallion. Ia menjulurkan kedua tangganya dan memeluk Gallion erat-erat. Gallion terkejut, tapi ia sama sekali tidak mendorong Janette agar menjauh. Ia hanya terdiam beberapa saat sebelum mengatakan sesuatu. "Kau sedang apa Jane?" "Sedang memeluk ayahku!" Gallion bernafas lega lalu merangkul Janette erat dengan sebelah lengannya. Ia sangat anti berpelukan dengan perempuan. Tapi kali ini ia mengizinkan Janette melakukannya karena Janette adalah putrinya. Begitu, kan? 239 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Aku senang pernah memilikimu, Jane. Aku harap kau tidak melupakanku setelah pergi bersama Daliah besok." "Kau sangat yakin besok dia akan pergi? Secepat itu?" "Firasatku mengatakan seperti itu." "Kalau begitu bisakah kau meminta Daliah untuk meninggalkanku? Aku tidak merasa bahwa ada orang lain yang lebih pantas untuk menggantikanmu sebagai ayahku." "Kau membuatku berbunga-bunga!" Tawa Janette terdengar nyaring. "Aku tidak ingin punya banyak ayah. Bagiku ayahku hanya kau meskipun aku tidak keberatan memiliki ibu baru." "Kau tidak akan mendapatkan ibu baru dalam waktu dekat." "Kenapa? Bukankah ada tetangga kita?" Janette melepaskan pelukannya dan menatap kekejauhan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Gallion untuk mengerti dengan ucapan Janette karena gadis itu melambaikan tangannya kepada seseorang di kejauhan. Norma. Astaga, Gallion menggigit bibirnya menahan geram saat Norma tersenyum dan Janette menyongsongnya. Sejak kapan mereka dekat? Janette berusaha menarik Norma untuk mendekatinya. Untungnya wanita itu bisa melepaskan diri dan membiarkan Janette kembali kepada Gallion dengan tangan hampa. Gallion berdelik lagi meskipun ia tau kalau Janette tidak akan takut kepadanya karena itu. "Jangan lakukan itu lagi, Jane!" "Kenapa? Apa yang terjadi antara kau dan dia?" "Tidak ada!" "Tidak ada dan kau bersikap seperti ini? Ayolah, meskipun usiaku baru akan menginjak lima belas tahun, aku tidak bodoh." 240 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Memangnya kau tidak pernah melihat orang bermusuhan?" "Karena apa?" "Karena anjingnya buang air di taman rumahku!" "Bohong!" Janette menatapnya penuh selidik. "Aku melihat tatapan yang lebih dari sekedar itu, seolah-olah permusuhan ini bukan hanya disebabkan oleh anjing yang membuang kotoran sembarangan. Ayolah, kau tidak ingin menceritakannya padaku meskipun aku sudah berikrar ingin bersamamu? Bukankah sebaiknya tidak ada rahasia diantara kita, Ayah!" "Diamlah Jane. Ini bukan urusan anak-anak. Kau belum cukup umur untuk mengetahuinya!" ®LoveReads

Bersikap jantanlah, bung! Sangat menggugah. Satu kalimat yang membuat Seth berfikir dengan sangat keras selama berjam-jam. Gallion benar kalau dirinya sangat tidak jantan. Seharusnya Seth berani mengakui kesalahannya, berani meminta maaf dan hei, mengapa ia mengira kata-kata Gallion tadi mengarah kesana? Bisa jadi yang Gallion maksud adalah jangan mendekati Daliah lagi, kan? Tapi walau bagaimanapun Seth seharusnya mengakui segalanya. Ini kesempatan terakhirnya saat hanya mereka berdua yang tingal di rumah ini. Jika tidak, Seth pastikan bahwa dirinya akan hidup dalam ketidak-tenangan yang sangat dalam seumur hidupnya. Jika setelah mengakui semuanya Daliah akan membencinya, Seth akan menerimanya. Ya, ia harus mengakui semuanya saat ini juga. Tidak boleh ditunda lagi. Seth memutar tubuhnya untuk memandangi Daliah yang sibuk menelpon. Ia memagangi kepalanya sambil berkata dengan nada yang sangat sopan di telpon. Daliah 241 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

sedang berbicara dengan Rossy Melville yang mungkin sedang berada di toko roti. "Haruskah aku menggantikanmu? ... Aku merasa sangat pusing sekali, jadi jika kau ingin tutup lebih cepat juga tidak masalah ... Ya, terimakasih banyak bibi ... Ya, aku akan mencari obatnya setelah ini ... Terimakasih sekali lagi." Dia menutup telpon dengan lembut lalu bersandar di dinding untuk termenung sejenak. Beberapa saat kemudian, Daliah sudah menuju dapur dan membongkar laci-laci disana untuk mencari kotak obat. Dia menemukannya dan mengkonsumsi sebuah pil sebelum akhirnya kembali termenung di meja makan. "Pertengkaran dengan Gallion sangat mengganggumu?" Seth menyapanya dengan kalimat itu. Ia menyesalinya. Seharusnya Seth mengatakan 'perlukah aku mengantarmu ke rumah sakit?' atau 'apakah obat itu cukup manjur? Haruskah aku mencari obat lain untukmu.' Seth menghela nafas. Ia sudah terlanjur mengatakannya saat duduk di sebelah Daliah. Wanita itu memandangnya. "Entahlah. Aku sering melihat Gallion marah dan kurasa sakit kepala bukan karena dia. Hanya saja ada banyak hal yang kufikirkan saat ini. Mereka juga belum pulang padahal jam makan siang sudah lewat. Janette seharusnya sudah kembali dari sekolah." "Kau mengkhawatirkan Janette? Apakah kau tidak khawatir jika Debby kelaparan dan menangis?" "Jika itu terjadi, aku pastikan Gallion akan membawanya pulang secepatnya. Kau tidak perlu khawatir karena Gallion sangat menyayangi Debby. Meskipun dia marah, mustahil untuknya menyakiti Debby ataupun menjadikan Debby dan Janette sebagai sasaran amarahnya." "Sangat menyayangi Debby? Aku juga menyayangi Debby." 242 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah tersenyum. "Tapi kurasa tidak ada yang menyayangi Debby seperti Gallion." Degupan jantung Seth menjadi sangat keras, lalu berhenti beberapa saat. Ia tidak yakin tapi Seth merasa begitu. Ia ingin mati saat Daliah mengatakan ada orang lain yang lebih menyayangi putrinya dibandingkan dengan dirinya. "Kau yakin? Karena Gallion adalah ayahnya menurutmu?" Daliah mengangkat bahu. Ia tidak tau harus menjawab apa. "Bagaimana jika aku mengakui sesuatu?" "Tentang?" "Tentang Debby mungkin adalah anakku, bukan Gallion. Tentang Gallion yang bisa jadi hanya mengaku dan kau tertipu." Daliah sepertinya menarik nafas panjang untuk mulai mengeluarkan kata-kata keras, tapi Seth langsung memotongnya. Dia tidak akan membiarkan Daliah berbicara sebelum pengakuannya selesai. "Aku mengetahui hal ini baru-baru ini, Dally. Daisy mengatakan kepadaku kalau kau bahkan tidak ingat siapa yang menidurimu, kan? Malam pesta itu, bagaimana mungkin Gallion bisa memiliki kesempatan untuk menodaimu sedangkan ia menenggak obat tidur dalam jumlah yang banyak sebelum kau berpisah dari Daisy untuk kembali ke kamarmu? Aku yang melakukannya, dan kau tau. Aku tidak menyesalinya. Entah mengapa. Yang kusesali hanya aku tidak segera mengakuinya, membiarkanmu bersama Noah, dan juga Gallion seperti sekarang." "Lalu kenapa kau mengakuinya sekarang?" "Karena aku, harus melakukannya. Ini sangat menggangguku secara kejiwaan. Aku tidak akan pernah bisa tenang jika aku tidak mengatakannya. Aku membenci diriku sendiri karena ini dan aku bersumpah untuk itu." 243 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah menggigit bibirnya, menahan desakan airmatanya. Ia masih cukup kuat untuk bertanya, "Kenapa kau melakukannya kepadaku malam itu?" "Karena..." Karena saat itu Daliah adalah pelampiasan dari perasaan kecewanya terhadap pernikahan Daisy, haruskah ia mengatakan hal itu? Sebaiknya tidak. Perasaannya kepada Daisy biarlah menjadi rahasia segelintir orang saja. Ia yakin ada hal lain yang membuatnya mengincar Daliah malam itu, ya… "Karena saat itu aku sedang patah hati, dan saat itu yang kulihat bisa menarik hatiku hanya dirimu. Aku juga mabuk malam itu, Dally. Tapi cukup sadar untuk mengingat semuanya. Aku akan menerima jika kau membenciku karena menyebabkan penderitaan dalam hidupmu." Akhirnya, Daliah merasa lepas kendali dan membiarkan airmatanya tumpah. Wanita itu beranjak pergi memasuki kamarnya dan Seth hanya bisa mendengar bunyi pintu yang dikunci. Daliah tidak ingin bicara padanya lagi? Tapi Seth belum merasa lega seperti yang diinginkannya. Masih ada hal lain yang diinginkannya. Kata maaf, satu kata saja mungkin bisa melenyapkan beban hidupnya. Tapi mungkin Daliah tidak akan pernah mengatakannya. Seth tertunduk lesu, dan Astaga, Hatinya semakin sakit, sangat sakit. Bunyi pintu terbuka membuat semangat Seth kembali menyala. Daliah akan keluar meskipun untuk melemparkan sebuah vas ke wajahnya. Seth akan menerima itu dan ia yakin akan menyikapi semuanya dengan baik. Ia bahkan mengerti jika Daliah berlari ke dapur untuk mencari pisau dan menusuknya. Seth sudah sangat siap dengan segala resikonya. Tapi ia hanya melihat wajah Daliah dengan deraian airmatanya di ambang pintu, menatapnya dengan pandangan berbeda. "Aku sudah tau!" Gumamnya. "Gallion sudah memperlihatkan kepadaku video rekaman Noah saat itu. Aku ingin membencimu, 244 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

sangat ingin membencimu Seth! Tapi aku tidak bisa. Kau tidak pernah memberikan penderitaan apapun selain ketakutan untuk berpisah dari anakku. Dan aku beruntung karena selama kehamilanku, Debby ditemani oleh ayah kandungnya. Jika mengingat saat-saat di New Zeeland itu, aku semakin tidak bisa membencimu." Seth menghela nafas dalam lalu mengosongkan paru-parunya secepatnya untuk menggantinya dengan udara baru. Ia mendekati Daliah dan memeluknya. Rasa lega itu akhirnya ia dapatkan dan Seth menyesal karena tidak melakukannya sejak awal. Dengan cepat kerinduannya menjalar. Sebuah ciuman membuatnya menyudutkan Daliah hingga terjatuh ke atas ranjang, sangat rakus. Dan Daliah tidak bisa mengatakan apa-apa. Seth bahkan tidak mengizinkannya untuk bernafas dengan bebas. Bukankah ini begitu cepat? Tapi ini adalah saat dimana Daliah menginginkan seorang laki-laki untuk menyentuhnya sepenuh hati dan karena perasaan cinta. Bukan karena tepaksa seperti yang selama ini didapatkannya. Dia juga merindukan Seth, sangat. Dan kerinduan Seth melebihi kerinduan Daliah kepada dirinya. Kerinduan untuk berada di dekatnya, untuk bersamanya, memeluknya. Tangan-tangan Seth meraba sekujur tubuhnya, lalu terselip diantara tubuh mereka. Seth meremas gundukan lebut di dada Daliah dengan sangat keras dan itens sehingga bagian itu membengkak, Daliah hanya bisa mengerang, tapi erangan itu sangat samar karena ditelan oleh ciuman Seth untuknya. Roknya terlalu sempit untuk membuka kakinya, mendekatkan Seth ke bagian yang diinginkannya. Tapi Sebelah kaki Seth berhasil mendekat ke sana, menekan dengan kuat hingga Daliah meledak. Ia nyaris saja memohon Seth untuk segera menyentuhnya jika saja sebuah deheman keras tidak mengganggunya. Mereka berhenti, memandangi ambang pintu yang terbuka dan melihat Gallion berdiri disana. Dengan cepat keduanya saling menjauh. Seth dengan nafas terengahengahnya mencaci maki saat bodoh ini dalam hatinya sedangkan 245 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Daliah meremas tangannya sendiri karena sisa luapan gairah itu masih ada di dalam darahnya. Astaga, Gallion memergoki mereka? "Aku mengerti. Aku mengerti." Gumam Gallion sinis. "Hanya saja, bisakah pindah ke kamar lain? Sebaiknya jangan melakukan hal itu di kamar anakku." "Anakku?" desis Seth saat mendengar Gallion memberi penekanan khusus pada kata itu. "Jangan protes, Seth. Selagi dia disini, Debby adalah anakku. Dan kalian bisa memakai kamarku. Tapi jangan bersuara terlalu keras karena Janette masih terlalu muda untuk mendengar suara-suara seperti itu. Tapi sebelum itu, bisakah kau menidurkan Debby dulu, Dally? Setelah itu, aku mengundang kalian ke ruang tengah. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan kepada kalian berdua -dan ku mohon, tundalah dulu hasrat kalian itu sampai waktu yang tepat datang." ®LoveReads

Debby sudah tertidur pulas di atas ranjang bayi dengan sangat damai. Daliah bisa tenang dan menyusul Gallion yang mungkin sudah duduk di ruang tengah bersama Seth. Hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Seth datang untuk membawanya dan Debby pergi. Tapi setiap kali melihat Gallion, Daliah merasa dirinya sangat kejam. Gallion sangat menyayangi Debby, pergi bersama Seth berarti memberikan ketidak-adilan kepada Gallion yang sudah banyak membantu, memberikan kehidupan nyaman dan membuat Daliah merasakan kehidupan normal untuk pertama kalinya. Bunyi tepukan keras membuat Daliah terperangah. Gallion memelototi Seth yang hendak mengambil pizza dari dalam kotaknya sambil memukul tangannya. Aksi yang sukses membuat Seth membeku dan membatalkan niatnya untuk makan pizza. 246 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

"Ini punyaku dan Janette." Gumam Gallion sinis. Lalu berteriak memanggil Janette dengan suara lantang. "Janeeee!" "Ya, aku datang!" Terdengar sahutan dari dalam kamar lain. Janette sedang mengganti pakaian dan segera keluar melewati Daliah untuk duduk di samping Gallion. Entah apa yang akan Gallion katakan sehingga mengikut sertakan Janette. Yang pasti, Daliah hanya akan mengikuti alurnya. Ia beranjak dari tempatnya termenung mendekati kedua orang itu. Daliah duduk, tidak di dekat Gallion maupun Seth. Ia memilih untuk duduk secara mandiri untuk mengesankan kalau dirinya tidak akan memihak. Gallion berdehem sebelum memulai ucapannya yang mungkin akan menjadi awal dari perdebatan yang baru. Bukankah Gallion sangat suka berdebat? Tapi sesinis apapun kata-kata yang akan Gallion ucapkan tidak akan membuat Daliah berang, ia tau Seth pasti juga melakukan hal yang sama. Gallion tidak akan mendapatkan perdebatan yang diinginkannya hari ini jika tidak ingin mendengar Debby terbangun dan menangis. Daliah tersenyum simpul. Mungkin Gallion tidak ingin berdebat, karena itu ia menginginkan Debby untuk tidur dan Gallion tidak mungkin melakukan sesuatu yang bisa membangunkannya. "Baiklah Dally. Sebelumnya aku sudah bilang kalau firasatku benar, kan? kau akan dengan mudah di taklukkan oleh pria ini..." -menunjuk Seth- "dan akan membawa anak-anak pergi." "Ya, ini berkaitan dengan darah gypsi yang kau miliki..." "Bukan itu!" Gallion menggeram. "Kau masih tidak mengerti?" "Aku sudah bilang kalau aku mengerti, Gale. Tapi kau tidak perlu sekhawatir itu. Seth bahkan belum memintaku untuk ikut dengannya." "Aku akan mengatakannya jika saja..." Ucapan Seth menggantung. Tentu saja dia akan mengatakannya jika saja hasratnya tidak timbul 247 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

lebih dulu sehingga membuatnya lebih tertarik untuk menjamah Daliah dan melupakan sesuatu yang penting seperti itu. Gallion memutar bola matanya. "Sudah kubilang, kan?" Semua diam. Tidak ada yang bicara. Gallion tau kalau ia harus memulai untuk berbicara lagi. "Aku fikir, aku memang tidak punya hak untuk melarangmu mencintai seseorang. Aku tau itu. Sejak awal aku juga tidak pernah berfikir untuk memilikimu. Tapi aku sudah terlanjur merasa memiliki anak-anak dan kau akan membawanya pergi. Itu yang membuatku sakit hati." "Aku tidak akan pergi jika kau tidak siap berpisah dengan anakanak." "Pergilah, Dally. Aku merelakannya. Jika kau tinggal lebih lama, malah akan membuatku semakin tidak bisa berpisah dari Debby. Tapi aku menginginkan satu hal saja. Dan tolong jangan pernah kau tolak. Dally, aku ingin salah satu anakmu tinggal bersamaku." "Debby?" "Jane, tentu saja aku tidak bisa meminta Debby. Aku juga cukup tau diri dan tau keadaan kalau Seth menginginkan anaknya juga, bukan hanya dirimu. Bagiku Jane dan Deby tidak ada bedanya. Aku hanya menginginkan Jane hidup bersamaku dan jika kau menyetujuinya, aku akan mengurus proses adopsinya selagi Jane belum berusia tujuh belas tahun, dan..." "Kau bercanda, Gale? Kau tidak akan memanfaatkan Jane, kan? Maksudku, tidak akan ada hal yang tidak boleh terjadi. Maksudku kau tidak akan menjadikan Jane pengganti..." "Tidak." Gallion tau kalau Daliah mengira bahwa Gallion munkin akan menjadikan Janette sebagai pengganti Lavender "Selain Jane adalah satu-satunya anak yang diizinkan tinggal bersamaku. Ayolah. Kau tidak boleh curang dengan membawa semuanya, kan? Kau tidak 248 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

akan membiarkan aku kesepian, kan? Jika kau membawa semuanya, aku bersumpah akan merusak rumah tanggamu dan Seth!" Daliah nyaris tertawa. Gallion sedang mengancamnya karena takut kehilangan salah satu 'anaknya'. Astaga. Daliah merasa berat harus meninggalkan Janette dengan Gallion seandainya saja ia tidak melihat Janette memeluk lengan Gallion erat-erat. Ia tidak pernah melihat yang seperti ini. Mereka benar-benar terlihat mesra seolaholah bagi Janette, Gallion benar-benar ayahnya. Mungkin lebih baik jika Daliah menyerah. "Baiklah. Tapi aku akan tetap mengawasi Jane!" "Ya, apapun!" Jane dan Gallion saling pandang lalu saling melemparkan senyum. Daliah menatap Seth yang memandangi semuanya dengan perasaan heran. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya sehingga mendorong Seth untuk mengatakan sesuatu. "Jadi kalian akan bercerai? Kalian mengesankan hal itu, sungguh!" "Ini tidak seperti yang kau fikirkan, Sepupu!" Ujar Gallion dengan nada sinisnya yang biasa. Ia menghela nafas lega karena semuanya sudah beres. Meskipun Daliah dan Debby pergi, Gallion masih memiliki Janette, ia merasa tidak membutuhkan yang lain lagi. Bunyi bel rumah membangunkannya dari lamunan. "Mungkin ibumu!" bisik Daliah. "Ya, mungkin saja. Dan sepertinya kita harus menjelaskan semuanya kepada ibuku. Kau tenang saja Dally. Ibuku tidak punya penyakit jantung dan bukan orang yang mudah sakit karena Shock. Aku rasa dia malah akan senang karena ternyata aku tidak menghamili seorang wanitapun." ®LoveReads

249 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Bab 45

Semuanya berjalan dengan sangat lancar meskipun tetap ada kesinisan dan gangguan dalam kehidupan mereka. Fabian Ouray pada akhirnya merasa sangat bahagia karena Daliah menemukan ayah dari putrinya dan satu hal yang mengharukan, laki-laki itu mengakui Daliah sebagai adiknya meskipun hanya mereka berdua yang mengetahuinya. Lawrence dan Bethoven sempat ribut besar mengetahui semua ceritanya. Untungnya bisa diredam meskipun sedikit sulit. Begitu juga dengan Daisy dan Rex. Berkali-kali Daisy mengatai Seth dengan ucapan brengsek dan Seth harus menerimanya dengan senang hati. Bukan hanya caci maki, pujian dan kata selamat terus datang dari semua orang yang mengenal Daliah. Dan ternyata Daliah sukup dikenal karena kebiasaan keluarga besar Ouray yang selalu mengikut sertakannya dalam segala keadaan. Orang yang paling cerewet saat mengumbar kebahagiaanya adalah Alana. Mereka membuat pesta kecil di dalam rumah hangat peninggalan kakeknya di Rotorua. Tempat yang akan seth dan Daliah tinggali setelah ini. Noah, mungkin adalah satu-satunya orang yang terlihat tidak ber-semangat, tapi ia meyakinkan kepada Seth bahwa ia bisa menerima semuanya. Mereka bisa merasa lega. Semua undangan yang datang dari Canada-pun juga ikut riang gembira. Pesta ini memang tidak semegah pesta pernikahan Daisy dan Rex, tidak ada kembang api dan segala macam permainan serta kewajiban mengenakan gaun. Ini hanya pesta perjamuan biasa yang mem-bebaskan semua orang melakukan apapun yang diinginkannya. Seth sudah memperbaiki pintu kamar yang berderit dan malam ini siap untuk dinikmati bersama wanita yang mengisi penuh hatinya. Daliah menggendong Debby dengan wajah yang berseri. Ia berbicara panjang lebar dengan Lawrence dan Bethoven dan saat melihat Seth memandangnya, Daliah meninggalkan tamu-tamunya. Ia 250 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

mendekati Seth dan tersenyum padanya. "Kau tidak menyapa tamumu?" "Aku tidak punya tamu. Semua ini untukmu dan hanya ada tamu-mu. Aku juga bukanlah orang yang suka berteman." "Aku sedih mendengar itu." "Aku sebaliknya. Ini saat yang menyenangkan yang tidak mungkin bisa terbayangkan dalam hidupku sebelumnya. Kau terlalu baik, Sayang. Kau memaafkan aku begitu saja dan itu sangat menyiksa." "Itu semua karena kau terlalu rapuh dan lembek. Seandainya kau lebih kuat sedikit saja, aku pastikan kalau aku akan menyetujui usul Gallion untuk mengerjaimu!" "Benarkah kau pernah merecanakannya?" "Dia merencanakannya sendiri." Seth menyeringai. "Dia sangat suka menggangguku." "Tinggal bersamanya diSydney membuatku mengerti bahwa Gallion bukan hanya gemar mengganggumu. Dia memang gemar mencari alasan untuk berdebat, berkata kasar dan berkelahi dengan siapa saja. Jadi kau tidak perlu khawatir, itu memang sudah sikapnya." "Dan aku sangat berterimakasih dia bersedia mengembalikanmu dan Debby kepadaku!" Lalu, Seth berbisik, "Bisakah kita menitipkan Debby kepada seseorang malam ini? Aku bersumpah aku sangat merindukanmu." Daliah tertawa ringan, "Itu mudah, aku tinggal menidurkannya di kamar sebelah, kau sudah memperbaiki jendelanya juga pagi ini, kan?" "Bagaimana jika dia menangis saat kita sedang..." "Aku akan meninggalkanmu dan pergi kepadanya. Aku lebih menyayangi anakku bila dibandingkan dengan dirimu!" 251 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Seth mengeluarkan ekspresi masam yang pura-pura sedang Daliah terus menggodanya. Mereka membuat Gallion yang duduk di sudut ruangan memandanginya dengan serius. Ia ingin kesana dan mengganggu mereka, tapi ia tidak ingin mendekati keduanya saat ini. "Hentikan itu, Ayah!" Janette menyenggol rusuk Gallion dengan sikunya. "Kau ingin seperti itu?" "Tidak!" "Ayolah... " "Jane!" "Ayolah. Kau ingin punya teman hidup, kan? Ingin berada di tengah pesta bersama seorang wanita yang akan menjadi teman hidupmu selamanya. Kau iri dengan kebahagiaan mereka?" "Jane!" "Kalau begitu menikah saja." "Jangan sampai aku menyebut namamu untuk yang ketiga kalinya atau aku akan memukul bokongmu dengan sesuatu." Gallion geram. "Ayahku, kenapa kau tidak menikah saja?" Gallion memandang Jane dengan tatapan galak. Gadis itu tidak memperdulikan ancamannya. Janette malah memeluk lengan Gallion dan mulai bertindak seperti sedang membujuknya. Gallion mendengus dan dengusannya bercampur tawa tak menyangka. "Dengan kakak cantik yang menjadi tetangga kita." Gallion menggapai sesuatu, sebuah nampan kayu untuk memukul bokong Janette dengan itu. Janette menyadarinya dan segera menghindar. Gadis itu berlari menjauh menghindari laki-laki yang kini menjadi ayahnya. Yah, walau bagaimanapun Janette ingin Gallion bahagia. Karena sekarang, mereka adalah keluarga. -END252 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

More Documents from "Yudi Afrianto"

Cinderellas_scandal.pdf
December 2019 7
Materi.docx
October 2019 40
Critical Book Report
May 2020 26
Silabus Fitokimia.docx
November 2019 38
Daftar Isi.docx
December 2019 35