Cg Sap 7 Bagian Citra (point 3-5).docx

  • Uploaded by: Wulan Ayu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cg Sap 7 Bagian Citra (point 3-5).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,158
  • Pages: 9
3. Prinsip-prinsip GCG di Komite Audit Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) karena merupakan “mata” dan “telinga” dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk mewujudkan prinsip GCG di suatu perusahaan publik, maka prinsip independensi (independency), transparansi dan pengungkapan (transparency and disclosure), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), serta kewajaran (fairness) harus menjadi landasan utama bagi aktivitas komite audit. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam aktivitas komite audit akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut. 3.1 Prinsip Independensi Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu, anggota komite audit seharusnya tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan perusahaan maupun hubungan kekeluargaan dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari benturan kepentingan. Oleh karena itu, nama-nama anggota komite audit (terutama di perusahaan publik) hendaknya diumumkan ke masyarakat atau publik sebagai wujud akuntabilitas terhadap sikap independensi mereka. Hal ini penting agar masyarakat dapat melakukan kontrol sosial serta penilaian terhadap para anggota komite audit tersebut. 3.2 Prinsip Transparansi Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter), program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure). Diharapkan agar laporan tersebut dituangkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan yang dipublikasikan kepada publik.

3.3 Prinsip Akuntabilitas Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota komite audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi, dan pengalaman di bidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara profesional. 3.4 Prinsip Pertanggungjawaban Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yang dijalankan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris. 3.5 Prinsip Kewajaran Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak.

Mengingat sangat pentingnya aspek manajemen risiko (risk management) dalam pengelolaan perusahaan, maka komite audit diharapkan dapat melakukan identifikasi risiko potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan serta alternatifpemecahannya. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah bahwa komite audit juga berkewajiban untuk menjaga tingkat kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap kebijakan atau peraturan yang berlaku. 4. Komite Audit di Indonesia Perkembangan praktik komite audit di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga sesuai dengan jenis atau karakteristik perusahaan yang ada, seperti perbankan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan publik. 4.1 Komite Audit Perbankan Seperti halnya komite audit di perusahaan, komite audit perbankan dapat dipandang sebagai wujud mekanisme pengendalian yang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan. Tetapi menurut para pengamat ekonomi atau perbankan, pada praktiknya, sebagian besar komite audit perbankan ternyata tidak berjalan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan

banyaknya bank yang dilikuidasi karena pailit sehingga usahanya terpaksa harus dibekukan. Hal ini membuktikan bahwa aspek pengendalian di perbankan di Indonesia sangatlah lemah. Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan bank tersebut adalah belum diterapkannya good corporate governance serta kinerja komite audit perbankan yang belum efektif. Bank Indonesia akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank-bank Umum. Pasal 12 ayat (1) dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris wajib membentuk paling tidak komite audit, komite pemantau risiko, serta komite remunerasi dan nominasi. Sementara, Pasal 38 dari peraturan itu menyebutkan bahwa struktur keanggotaan komite audit setidaknya terdiri atas: 1) Seorang komisaris independen (yang sekaligus menjabat sebagai ketua) 2) Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi 3) Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan. Jumlah komisaris independen dan pihak independen yang menjadi anggota komite audit paling tidak merupakan 51% dari jumlah anggota komite audit. Anggota komite audit wajib memiliki integritas, ahlak, dan moral yang baik. 4.2 Komite Audit di Badan Usaha Milik Negara Ketentuan mengenai komite audit BUMN diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003. Pasal 70 UU tersebut menyebutkan bahwa komisaris dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi untuk membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada komisaris atau dewan pengawas. Sementara, keterangan lebih rinci tentang komite audit diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 103 Tahun 2002,

yang merupakan revisi terhadap Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No.KEP-133/M-PBUMN/1999 Tanggal 8 Maret 1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN. Pasal 14 ayat (1) dalam Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/MMBU/2002 mengenai Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN menyebutkan bahwa komisaris atau dewan pengawas BUMN yang harus membentuk komite audit mencakup: 1) BUMN yang mempunyai kegiatan usaha di bidang asuransi dan jasa keuangan lainnya 2) BUMN yang menjadi perusahaan terbuka 3) BUMN yang berada dalam persiapan privatisasi 4) BUMN yang asetnya bernilai paling tidak Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Untuk BUMN selain yang dimaksudkan dalam ayat 1 tersebut, komisaris atau dewan pengawasnya juga dapat membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya. Lebih lanjut lagi, ayat 5 menyebutkan bahwa komite audit tersebut bertugas untuk membantu komisaris atau dewan pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal serta efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal maupun internal. Komite audit di BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka (go public) diatur dengan Keputusan Menteri BUMN No.KEP-103/MBU/ZOOZ Tanggal 4 Juni 2002 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN. Keputusan tersebut merupakan revisi dari Keputusan Menteri Negara BUMN No.KEP-l33/M-PBUMN/1999 Tanggal 8 Maret 1999 yang mengatur mengenai hal yang sama. Pasal 3 ayat l dalam Keputusan Menteri BUMN tersebut menyatakan bahwa tugas komite audit memiliki lima tugas sebagai berikut. 1) Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI) maupun auditor eksternal sehingga pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar dapat dicegah.

2) Memberikan

rekomendasi

mengenai

penyempurnaan

sistem

pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya. 3) Memastikan bahwa telah terdapat prosedur penelaahan yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan oleh BUMN kepada pemegang saham, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi atau ramalan, dan informasi keuangan lainnya. 4) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris atau dewan pengawas. 5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh komisaris atau dewan pengawas sepanjang masih berada dalam lingkup tugas dan kewajiban komisaris atau dewan pengawas berdasarkan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional dan independen kepada dewan komisaris mengenai laporan atau hal-hal lain yang disampaikan

oleh

direksi

kepada

dewan

komisaris,

serta

untuk

mengidentiflkasikan hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris. Komite audit diharapkan untuk menaati seluruh ketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal - Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia (BEI), maupun keputusan menteri BUMN bagi BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka (go public). Selain itu, komite audit juga dapat menilai efektivitas pengendalian internal (internal control), termasuk fungsi auditor internal maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI), sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang peningkatan

efektivitas

auditor

internal

guna

meningkatkan

sistem

pengendalian internal perusahaan. Komite audit di BUMN dapat berperan lebih aktif apabila ternyata auditor internal BUMN tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Komite audit juga dapat melakukan sinergi dengan auditor internal, seperti melakukan audit bersama (joint audit) untuk aspekaspek strategis yang memerlukan pendalaman audit lebih lanjut.

4.3 Komite Audit di Perusahaan Publik Kehadiran komite audit di perusahaan publik telah mendapat respon yang cukup positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, BaPepam-LK, Bursa Efek Indonesia, para investor, profesi penasihat hukum (advokat), profesi akuntan, serta perusahaan penilai independen (independent appraisal company). Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No.SE-008/BEI/122001 Tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit disebutkan bahwa: 1) Komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang, termasuk ketua komite audit 2) Anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjabat sebagai ketua komite audit 3) Anggota komite audit lainnya berasal dari pihak eksternal yang independen. Yang dimaksud dengan pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, maupun karyawan dari perusahaan tercatat tersebut. Sedangkan, yang dimaksud dengan pihak independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat tersebut maupun dengan komisaris, direksi, serta pemegang saham utamanya, serta mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya dengan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Ketentuan mengenai keanggotaan komite audit juga diatur dalam Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000 Tanggal 5 Mei 2000 dan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) No. Kep-315/BEJIO6/2000. Dalam surat dan keputusan tersebut dinyatakan bahwa komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang anggota, seorang di antaranya merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen, di mana setidaknya satu di antaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan/atau keuangan.

Menurut penulis, keberadaan komite audit di perusahaan publik sampai saat ini masih sekadar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja. Hal ini ditunjukkan dengan penunjukan anggota komite audit di perusahaan publik yang sebagian besar bukan didasarkan atas kompetensi dan kapabilitas yang memadai, namun lebih didasarkan pada kedekatan dengan dewan komisaris perusahaan. Anggota komite audit semacam ini sulit diharapkan untuk dapat bekerja secara profesional. 5. Komunikasi Komite Audit Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan komisaris, direksi, maupun auditor internal dan eksternal. Salah satu fungsi komite audit adalah menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen serta auditor internal dan eksternal. Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung ke setiap unsur pengendalian dalam perusahaan. Pada saat ini, komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak belum terjalin dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi yang lancar antara komite audit dengan pihak yang berkepentingan akan menghasilkan peningkatan kinerja perusahaan, terutama untuk aspek pengendalian. Berikut akan dijelaskan mengenai komunikasi komite audit dengan berbagai pihak yang berkepentingan. 5.1 Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam

aspek

pengendalian

perusahaan.

Dalam

rapat

internal

yang

diselenggarakan secara rutin, komite audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala. Selain itu, apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit akan membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris. 5.2 Komunikasi Komite Audit dengan Manaiemen Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup penting dalam rangka meningkatkan pengendalian perusahaan.

Menurut Ridley dan Roth, pola hubungan antara komite audit dengan nmnajemen adalah sebagai berikut: “Members of management should attend audit committee meetings and be actively involved in reporting on many of the matters discussed above. At the same time, the audit committee has the responsibility to view management’s assertions with a healthy skepticism and to look to the internal and external auditors for perspective.There may be occassions when the audit committee meets privately with members of management, such us to discuss the appointment or dismissal of internal or external auditors. And there should be occassions when the audit committee meets in executive session with no one else present. For example, to fulfill their oversight role, they may want to have candid discussions about the quality of management.” Menurut Institute of Internal Auditors Research Foundation, dalam rangka melaksanakan tanggung jawabnya, komite audit memerlukan interaksi yang signifikan dan efektif dengan manajemen. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa kehadiran manajemen dalam tiap rapat merupakan suatu keharusan. Yang baik adalah jika manajemen berpartisipasi secara aktif dalam rapat komite. Selain itu, komite audit juga bertanggung jawab untuk melaporkan aktivitas manajemen yang krusial bagi komite tersebut. 5.3 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal Komunikasi antara auditor internal dengan komite audit antara lain diatur dalam Pernyataan Standar Auditing (Statement on Auditing StandardSAS) No.61. Dalam standar tersebut disebutkan 8 hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor internal dengan komite audit, yaitu: 1) Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal clan bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan material 2) Seleksi kebijakan akuntansi 3) Estimasi akuntansi 4) Dampak penyesuaian dari hasil audit 5) Pertanggungjawaban data nonkeuangan yang disepakati bersama 6) Ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor internal

7) Diskusi pemilihan auditor eksternal 8) Masalah proses akuntansi, seperti keterlambatan penyampaian laporan atau batas waktu laporan yang tidak masuk akal. 5.4 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal Salah satu tanggung jawab komite audit adalah menilai laporan audit dari auditor eksternal. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan dari dewan komisaris dan kompetensi yang dimilikinya diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Auditing No.380 mengatur mengenai komunikasi antara akuntan publik (auditor eksternal) dengan komite audit. Komunikasi antara komite audit dengan auditor'eksternal dapat berbentuk lisan maupun tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain meliputi: 1) Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia 2) Kebijakan akuntansi yang signifikan 3) Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi 4) Penyesuaian audit yang signiflkan 5) Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan 6) Ketidaksepakatan dengan manajemen 7) Konsultansi dengan akuntan lain 8) Masalah besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum mengambil keputusan untuk mempertahankan auditor 9) Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit.

Related Documents

Cg Sap 4
October 2019 17
Cg Sap 8.docx
December 2019 16
Cg Sap 11.docx
November 2019 22
Cg Fixx Sap 6.docx
November 2019 22
Cg
December 2019 42

More Documents from ""