Corporate Governance Direksi dan Komisaris
Oleh :
Andrean Wismar Putra Saragih
(1306305098 / 01)
Putu Agoes Suanthara
(1607531098 / 23)
Gede Yuna Winaya
(1607531100 / 24)
S1 REGULER PAGI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2019
2.1 Fungsi Direksi dan Komisaris 2.1.1
Direksi Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masingmasing anggota direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara. Tugas direktur utama adalah mengkoordinasikan kegiatan direksi. 2.1.2
Komisaris Komisaris merupakan organ perseroan yang memegang fungsi
pengawasan. Dalam praktik ini terdiri dari beberapa orang, sehingga lebih dikenal dengan dewan komisaris. Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada dewan direksi. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasehat kepada direksi. Kesemuanya itu dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
2.2 Tanggungjawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi 2.2.1
Dewan Komisaris a. Tugas Dewan Komisaris Tugas Dewan Komisaris Perusahaan adalah sebagai pengawas dan penasihat direksi dan dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perusahaan, yang meliputi antara lain: 1) Melakukan
pengawasan
terhadap
kebijakan
direksi
dalam
melaksanakan kepengurusan perusahaan, fungsinya antara lain mencakup tindakan pencegahan, perbaikan hingga pemberhentian sementara anggota direksi. 2) Melakukan pengawasan atas risiko usaha perusahaan dan upaya manajemen melakukan pengendalian internal.
1
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dalam kegiatan usaha perusahaan. 4) Memberikan nasihat kepada direksi berkaitan dengan tugas dan kewajiban direksi. 5) Memberikan tanggapan dan rekomendasi atas usulan dan rencana pengembangan strategis perusahaan yang diajukan direksi. 6) Memastikan
bahwa
direksi
telah
memperhatikan
kepentingan
stakeholders (pemangku kepentingan). 7) Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris perusahaan tidak boleh turut serta dalam pengambilan keputusan operasional. Keputusan dewan komisaris mengenai hal yang diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab direksi. b. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dewan komisaris perusahaan dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan
oleh
direksi.
Laporan
pengawasan
dewan
komisaris
disampaikan pada RUPS untuk memperoleh persetujuan dari para pemegang saham. Pertanggungjawaban dewan komisaris pada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan
dalam
rangka
pelaksanaan
prinsip
Good
Corporate
Governance (GCG).
2.2.2 a.
Dewan Direksi Tugas Dewan Direksi Tugas Dewan Direksi adalah dengan itikad baik dan bertanggung jawab penuh memimpin dan mengelola perusahaan untuk mencapai maksud dan tujuan perusahaan, yang meliputi antara lain: 1) Mengelola
perusahaan
sesuai
dengan
kewenangan
dan
tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar,
2
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). 2) Menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta rencana strategis perusahaan dalam bentuk rencana korporasi (corporate plan) dan rencana bisnis (business plan). 3) Menyelenggarakan Rapat Direksi perusahaan secara berkala dan dengan waktu yang memadai. 4) Menetapkan struktur organisasi perusahaan lengkap dengan rincian tugas setiap divisi dan unit usaha. 5) Mengendalikan sumber daya yang dimiliki perseroran secara efektif dan efisien. b. Pertanggungjawaban Dewan Direksi 1) Dewan komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi. Laporan pengawasan dewan komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan. 2) Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 3) Pertanggungjawaban dewan komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
2.3 Regulasi Direksi 2.3.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Bab VII bagian kesatu, pasal 92 sampai 107 memuat mengenai tugas dan wewenang, pengangkatan anggota, serta pemberhentian direksi.
3
2.3.2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik dalam Bab II memuat mengenai direksi yaitu: a.
Bagian Kesatu dalam pasal 1 sampai pasal 7 memuat mengenai keanggotaan Direksi
b.
Bagian Kedua dalam pasal 8 sampai pasal 7 memuat mengenai pengunduran diri dan pemberhentian sementara
c.
Bagian Ketiga dalam pasal 12 sampai pasal 15 memuat mengenai tugas, tanggungjawab, dan wewenang Direksi
d.
Bagian Keempat dalam pasal 16 sampai 19 memuat mengnai rapat Direksi.
2.4 Regulasi Komisaris 2.4.1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Bab VII bagian kedua, pasal 108 sampai
121
memuat
mengenai
keanggotaan,
pengangkatan,
tanggungjawab, dan wewenang komisaris.
2.4.2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 33/Pojk.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 33/Pojk.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik dalam Bab III memuat mengenai Dewan Komisaris yaitu: a. Bagian Kesatu dalam pasal 20 sampai pasal 27 memuat megenai keanggotaan Dewan Komisaris b. Bagian Kedua dalam pasal 28 sampai pasal 30 memuat mengenai tugas, tanggungjawab, dan wewenang Dewan Direksi
4
c. Bagian Ketiga dalam pasal 31 sampai pasal 34 memuat mengenai rapat Dewan Komisaris. 2.5 Kasus yang Berkaitan Dengan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Di Indonesia Kasus Bank Century 2.5.1
Profil Perusahaan
Bank Century (sebelumnya dikenal dengan Bank CIC) didirikan pada Mei 1989. Pada 6 Desember 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac menggabungkan diri ke Bank CIC. Pada 28 Desember 2004, Bank CIC berganti nama menjadi Bank Century. Sejak 21 November 2008 diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan berubah nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk. Hasil merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century yang sebelum merger ketiga bank tersebut didahului dengan adanya akuisisi Chinkara Capital Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama dengan pemegang saham mayoritas adalah Rafat Ali Rizvi. 2.5.2
Krononogi Kasus
Bank Century merupakan bank publik yang tercatat di BEI yang mulai beroperasi tanggal 15 Desember 2004, merupakan hasil marger antara Bank CIC (Surviving Entity), Bank Danpac dan Bank Pikko.Kasus Bank Century merupakan kasus yang terhangat di Indonesia yang banyak menyeret para pejabat. Awal mulai terjadinya kasus Bank Century adalah Bank Century mengalami kalah kliring pada tanggal18 November 2008. Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal yang dilakukan oleh pihak manajemen bank yang berhubungan dengan klien mereka, meliputi: a.
Penyimpangan dana untuk peminjam $2,8 milyar (Rp 1,4 triliun Bank Century pelanggan dan pelanggan Delta Antaboga Securities Indonesia adalahRp 1,4 triliun).
b.
Penjualan produk-produk investasifiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Jika produk tidak perlu mendaftar BI dan Bapepam-LK.
5
c.
Kedua poin tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah Bank Century dan uang para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan dan tidak ada uang tidak dibayar oleh pelanggan. Setelah tanggal 13 November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat
melakukan transaksi dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat mentransfer juga tidak bisa karena Bank Century tidak mampu untuk melakukannya. Bank hanya dapat mentransfer uang ke tabungan. Jadi uang itu tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century. Nasabah bank yang merasa dirugikan karena banyak menyimpan uang di Bank Century, tapi sekarang bank tersebut tidak bisa dilikuidasi. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century memperjual belikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century Bank tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa produk adalah ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang tidak percaya bahwa mereka lebih terhadap sistem perbankan nasional. 2.5.3
Analisis Kasus
PT Bank Century, Tbk. tidak mungkin terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang menyebabkan kebangkrutan Bank Century antara lain penyimpangan manajemen dan pengawasan BI yang tidak efektif yang diduga menjadi penyebab utama bank itu akhirnya mengalami kebangkrutan. a.
Penyimpangan Manajemen Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah penempatan dana yang sembrono di pasar uang (money market). Hal ini terlihat dari penyimpangan yang dilakukan manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu menunjukkan manajemen Bank Century tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan.
b. Pengawasan BI yang Lemah BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang macet ke
6
kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Yang harus dipertanyakan sejauhmana keefektifan Direktorat Pengawasan Perbankan BI karena selama ini manajemen Bank Century memberikan laporan harian dan mingguan sehingga kesehatan perbankan pasti terpantau. Selain itu, Bapepam selaku otoritas pasar modal harusnya juga bertanggungjawab karena Bank Century merupakan perusahaan publik. Kasus Bank Century ini menunjukkan ada praktikpraktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang tidak akurat.BI juga dinilai gagal dalam menciptakan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. c.
Kesehatan Bank Kesehatan bank dapatdiartikan sebagaikemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku, untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi: 1) Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri 2) Kemampuan mengolah dana 3) Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat 4) Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain 5) Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
2.5.4
Pelanggaran GCG yang Dilakukan oleh Bank Century Prinsip
Good
Corporate
Governance
(GCG)
merupakan
dasar
yang penting dalam praktek pengelolaan perusahaan di Indonesia. Prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia guna meningkatkan performa kerja perusahaan pada setiap sisinya. Dalam hal ini dewan direksi dan dewan komisaris merupakan penanggungjawab atas apapun 7
kesalahan yang terjadi dalam sebuah perusahaan sesuai dengan tata kelola perusahaan dalam Good Corporate Governance. Karena tugas dari dewan direksi itu sendiri mempunyai tugas yaitu memilih sumber daya dengan efektif dan efisien serta mengelola perusahaan. Sementara itu, dewan komisaris itu sendiri bertugas mengawasi tugas-tugas yang dilakukan oleh para anggota dewan direksi. Pada kasus Bank Century ini kesalahan terjadi akibat permasalahan internal bank dimana hal tersebut dilakukan oleh pihak manajemen bank tersebut yang menipu para nasabah. Penipuan tersebut berupa penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun dimana dana dari nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun. Selain itu juga adanya penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia, dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK. Dapat dilihat bahwa dalam hal ini terjadi kelalaian dalam pengawasan internal Bank Century itu sendiri sehingga mengakibatkan kerugian yang dialami oleh para nasabah. Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah penempatan dana yang sembrono di pasar uang (money market). Hal ini terlihat dari penyimpangan yang dilakukan manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu menunjukkan manajemen Bank Century tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan. BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Kasus Bank Century ini menunjukkan ada praktik-praktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang tidak akurat. BI juga dinilai gagal dalam menciptakan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).
8
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani. 2016. Good Corporate Governance, Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis. Jakarta: Penerbit Citra Wacana Media Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik Prasetyantoko. 2008. Corporate Governance. Jakarta: Gramedia Putri, I.G.A.M. Asri Dwija dan Agung Ulupui. 2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar: CV Sastra Utama. Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Jakarta: Kencana Tjager, I Nyoman, dkk. 2003. Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo Tunggal, Imam S. dan Amin W. Tunggal. 2002. Membangun Corporate Governance, Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Harvarindo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Internet Atika.
2010. Permasalahan Bank Century dan Solusi. http://atikaa08.student.ipb.ac.id/2010/06/18/permasalahan-bank-centurydan-solusinya/. Diakses pada tanggal 18 Maret 2019
9