Cerpen Joko Prast 7

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cerpen Joko Prast 7 as PDF for free.

More details

  • Words: 839
  • Pages: 4
Elegi Sarjana Muda Oleh : Joko Prasetyo* “Apa? Dua puluh lima juta? Saya.....saya...saya benar-benar tidak sanggup. Cukup! Cukup sampai di sini saja, Pak. Meskipun saya lolos ujian seleksi, saya rela untuk tidak jadi pegawai. Saya memang miskin. Dan tidak mau dipermiskin lagi. Permisi!” Tari segera pergi dari kantor Departemen Tenaga Kerja Kabupaten. Ia melepaskan semua kesempatannya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju halte bus. Terik matahari membakar rambutnya yang tergurai panjang melebihi bahu, lurus dan merah. Dan rambut itu semakin merah. Raut mukanya juga masih memerah. Terbayang kembali ketika dulu berdesak-desakan untuk mendaftarkan diri mengisi lowongan menjadi PNS di Kabupaten. Pagi buta ia sudah harus berangkat. Berdesak-desakan di angkot, lalu di bus. Maghrib baru sampai di rumahnya. Di desa. Dua puluh lima kilometer dari kota kabupaten. Terbayang pula ketika mengikuti tes ujian seleksi. Lalu ketika berdesakan hanya untuk melihat namanya tercantum tidak di papan pengumuman hasil ujian seleksi. *** “Bagaimana? Tari lulus, kan?” tanya bapaknya sesampai Tari di rumahnya. Tubuhnya basah oleh hujan. “Lulus sih lulus, Pak. Cuma ada embel-embel dua puluh lima juta.” “Apa...apa maksudmu? Dua puluh lima juta?” Bapaknya tak paham. “Maksudnya, kalau masih mau terus diterima jadi pegawai harus memberikan dua puluh lima juta itu. Katanya sih sebagai sumbangan.” “Apa? Oalah, Nduk, Nduk! Buat apa kamu dulu sekolah jauh-jauh. Makan banyak biaya. Makan waktu lama. E ....setelah lulus mau kerja saja sulitnya minta ampun. Mbok mending dulu kamu terima lamaran si Parto itu, sudah nggenah kamu sekarang, Nduk! Parto itu kan sudah pegawai. Gajinya banyak. Sawahnya luas. Punya mobil. Lha malah kamu pilih kuliah. Jadinya ya begini.....susah terus. Mana kambing sudah ludes, sawah tinggal berapa petak. Ya untuk mbiayai

sekolahmu yang ndak lulus-lulus itu dan ndak ada gunanya sekarang.” Ibunya menyela karena mendengar pembicaraan Tari dengan bapaknya ketika hendak membuatkan kopi. Sementara itu, ayah Tari hanya mendesah dan terus mengepulkan asap rokok lintingannya. Pandangannya kosong. *** Tari tidak bisa tidur malam ini. Matanya sulit terpejam. Ia terus memandangi fotonya ketika wisuda satu setengah tahun yang lalu. Foto ketika dia berhasil menggondol gelar S.Pd. Foto paling membanggakan seumur hidupnya. Foto yang ia pamerkan kepada bapak dan ibunya. Dan juga, kepada Bambang yang telah lulus setahun sebelumnya. Yang pernah berjanji untuk menanti sampai kelulusan Tari. Lama ia pandangi foto itu. Foto dirinya memakai toga. Yang dibingkai pigura. Yang dipajang di atas meja kamarnya. Lalu, tak terasa sesuatu yang hangat menetes dan mengalir di pipinya. Pipinya yang pernah dicium Bambang ketika ia hendak pergi ke kota setelah ia lulus. Hanya sekali itu, ketika keduanya saling berjanji untuk setia. “Pak, Mbok, maafkan Tari. Tari belum bisa membalas semua yang telah Bapak dan Simbok korbankan selama ini. Maafkan Tari yang masih selalu menyusahkan. Yang masih selalu mengecewakan Bapak dan Simbok.” Bisik hati Tari. Lalu, Tari teringat masa ketika ia memilih kuliah daripada menerima lamaran Parto. Pemuda sedesa yang menjadi pegawai kecamatan. Tapi, matanya selalu jelalatan. Pernah mengintip Tari waktu mandi di kali. Dan diketahui oleh Tari. Lalu bencinya tak pernah berhenti, setengah mati. Apalagi, pas ada pengumuman melalui surat bahwa Tari lolos PBUD. Maka, dengan modal empat kambingnya, Pak Mitro, ayah Tari mengantarkannya ke Jogja. Ikut mencarikan kos sekaligus mengisi segala tetek bengek kebutuhannya. Dan Tari mulai kuliah. Pernah dapat beasiswa. Tapi hanya sekali. Karena kemudian kalah dengan teman-temannya walau sudah punya motor atau

HP, tapi ketua BEM atau BPM. Sedangkan Tari tak punya jabatan apa-apa di kampus. Kemudian empat tahun tepat Tari berhasil mengkhatamkan skripsinya. Lalu wisuda. Pulang ke desa. Terus mencari lowongan kerja. Kesana kemari. Tapi tak ada yang menerima. Katanya, guru wiyata bakti sudah tidak diberlakukan. Kemudian ada lowongan pegawai baru dan lowongan guru bantu. Tapi Tari juga tak pernah lolos. Tari selalu tersingkirkan. Karena lowongan-lowongan itu selalu terisi orang-orang tertentu. Sampai satu setengah tahun. Sampai Pak dan Mbok Mitro bosan. Tak terasa Tari jadi terisak-isak. Tapi ditahannya. Sementara, Bambang setelah lulus mengadu nasib di kota. Sampai sekarang entah bagaimana kabarnya. Tak ada berita. Bahkan, ketika Tari wisuda pun Bambang tidak pulang. Sampai sekarang. Seakan dia benar-benar telah hilang. Tari semakin terisak. Foto itu masih dipandanginya. Dengan mata yang terus berlinang. Di luar, masih ada suara jangkrik dan belalang. Sesekali gelodak di atap karena tikus rumah berlarian. Dan entah…….di atas sana apakah langit masih berbintang. Atau tertutup mendung. Walaupun sesiang tadi hujan terus mengguyur. Hujan bulan Desember. Sampai-sampai Tari tak sadar, entah karena lelah, ia terlelap. Dengan airmata yang membanjiri bantalnya. Sebelum lirik lagu Iwan Fals dari radio tetangga sebelah yang menyusup ke telinga Tari selesai berdendang. Tercenung lesu engkau melangkah Dari pintu kantor yang diharapkan Terngiang kata “tiada lowongan” Untuk kerja yang diharapkan Tak peduli berusaha lagi Namun kata sama kau dapatkan Jelas menatap awan berarak Wajah murung semakin terlihat

Engkau sarjana muda Lelah tak dapat kerja Tak berguna ijazahmu Empat tahun lamanya Bergelut dengan buku Sia-sia semuanya Setengah putus asa ia berucap “maaf Ibu” Yogyakarta, Desember 2003 *** * Penulis mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS, UNY angkatan 2001. Lahir di Temanggung, 28 Agustus 1982. alamat di Jogja: Papringan Jl. Grinjing Gg I No. 10 Yogyakarta. Email: [email protected]

Related Documents

Cerpen Joko Prast 7
December 2019 9
Cerpen Joko Prast 4
December 2019 13
Cerpen Joko Prast 1
December 2019 8
Cerpen Joko Prast 3
December 2019 10
Cerpen Joko Prast 6
December 2019 8
Cerpen Joko Prast 8
December 2019 6