Case Report Session Fix.docx

  • Uploaded by: Tiya Nurhayani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Report Session Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,976
  • Pages: 32
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5 mg/dl (86 μmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, sklera, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL.1,2 Pembentukan Bilirubin, Bilirubin pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolime heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Pembentukkan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial selanjutkan dilepaskan ke sirkulasi dan berikatan dengan albumin. Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospat glucoronosyl transferase (UDPG-T).Setelah konjugasi, bilirubin akan diekskresi ke dalam kandung empedu kemudian memasuki saluran pencernaan dan diekskresikan melalui feses. Hiperbilirubinemia ada dua, yaitu: hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis. Ada berbagai penyebab dari hiperbilirubinemia. 1.2

Batasan Masalah Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

1.3

Tujuan Penulisan Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. 1

1.4

Metode Penulisan Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hiperbilirunemia Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5 mg/dl (86 μmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, sklera, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL.1,2 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang dapat disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis) karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin empat kali lipat.

Sebagian besar

hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi karena potensi toksik dari bilirubin maka semua neonatus harus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat.1,3 2.2 Pembentukan Bilirubin 1. Produksi Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolime heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagaian besar terdapat dalam sel hati. Dalam

3

pembentukkan itu akan terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukkan hemoglobin dan karbon monosida (CO) yang diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikannya, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolime heme haemoglobin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritopoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme, dan heme bebas. Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit yang pendek (70-90 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat. 2.Transportasi Pembentukkan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial selanjutkan dilepaskan ke sirkulasi dan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir memiliki kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang berikatan pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air kemudian akan ditransferkan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik.

4

Satu molekul albumin mampu mengikat satu molekul bilirubin secarakuat pada primary bindingsite. Rasio molar bilirubin-albumin sebanyak satu menunjukkan 8 mg bilirubin per gram albumin. Bayi cukup bulan yang sehat, dengan kadar albumin 3 sampai 3,5 gr/dL mampu mengikat dengan kuat sekitar 24 sampai 28 mg/dL bilirubin. Bayi berat badan lahir rendah, bayi sakit, atau bayi kurang bulan memiliki ikatan bilirubin akan lebih lemah, umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermi, dan septikemi. Hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko untuk keadaan neurotoksisitas oleh bilirubin. Meskipun 99,9% bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam sirkulasi terikat pada albumin, sejumlah kecil fraksi bilirubin (kurang dari 0,1%) tidak terikat albumin (bilirubin bebas) yang bisa menembus brain bloodbarrier. Saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y) atau dengan protein ikatan sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati, dan konjugasi bilirubin akan menentukkan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum baik pada keadaan normal ataupun tidak normal. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama dengan orang dewasa.

5

3. Konjugasi Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospat glucoronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah bentuk bilirubin monoglukoronide menjadi diglukoronide. Bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukoronida. 4. Ekskresi Setelah konjugasi, bilirubin akan diekskresi ke dalam kandung empedu kemudian memasuki saluran pencernaan dan diekskresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi tapi harus dikonversikan kembali menjadi bentuk tak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase (siklus enterohepatik). Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi). 2,3 2.3 Klasifikasi Hiperbilirubinemia 1. Hiperbilirubinemia fisiologis Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) pada neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun.Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan tetapi dengan kadar puncak lebih 6

tinggi, serta memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang, yaitu mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan mencapai <2 mg/dL setelah usia

satu

bulan baik

pada bayi

cukup bulan

maupun prematur.

Hiperbilirubiunemia fisiologis dapat disebabkan beberapa mekanisme, antara lain : a. Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh: 

Masa hidup eritrosit yang lebih singkat



Peningkatan eritropoiesis inefektif

b. Peningkatan sirkulasi enterohepatik c. Defek uptake bilirubin oleh hati d. Defek konjugasi karena aktivitas uridin difosfat glukuronil transferase (UDPG-T)yang rendah e. Penurunan ekskresi hepatik1,2 2. Hiperbilirubinemia nonfisiologis Keadaan dibawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut: 

Awitan ikterus sebelum usia 24 jam



Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi (lihat Diagram 1)



Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam



Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL



Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan beratbadan, apne, takipnu, instablilitas suhu)



Ikterus yang menetap >2 minggu1,2

7

2.4 Penyebab Hiperbilirubinemia 1. Produksi yang berlebihan Hal ini

melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.5

8

2.5 Diagnosis Anamnesis 

Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD).



Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan galaktosemia, defisiensi alfa-1-antitripsin, tirosinosis, hipermetioninemia, penyakit gilbert, sindrom crigler-najjar tipe 1 dan 2, atau fibrosis kistik.



Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice.



Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau toksoplasma.



Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi menggeser ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis pada bayi.



Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang disebabkan ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial. Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin.



Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk berkepanjangan.



Pemberian air susu ibu (ASI). Harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan breastfeeding jaundice. a. Breast-feeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak.Untuk

9

neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan bayi berat lahir rendah), hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72 jam. Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breast feeding jaundice karena dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis. b. Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast-milk jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya. Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice

belum

diketahui,tetapi

diduga

timbul

akibat

terhambatnya

uridine

diphosphoglucuronic acid glucuronyltransferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha2-beta-diol yang ada di dalam ASI sebagian ibu.1,2 Pemeriksaan fisik Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan cahaya matahari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal. Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisis :1,2

10



Prematuritas



Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia



Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan



Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom



Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular



Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis



Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau penyakit hati



Omfalitis



Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi congenital



Tanda hipotiroid Dari pemeriksaan fisik, penentuan perkiraan kadar bilirubin dapat dilakukan menurut

kriteria Kramer.

Tabel 1. Kriteria kramer

Derajat Ikterus I II

Daerah Ikterus

Perkiraan Kadar Bilirubin 5,0 mg/dL 9,0 mg/dL

IV

Kepala dan leher Sampai badan atas (di atas umbilikus) Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas 11,4 mg/dL lutut) Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dL

V

Sampai telapak tangan dan kaki

III

16,0 mg/dL

11

Pemeriksaan penunjang 

Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus menetap sampai usia>2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis.



Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit.



Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test segera setelah lahir.



Kadar enzim G6PD pada eritrosit.



Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin untuk mencari

infeksi

saluran

kemih,

serta

pemeriksaan

untuk

mencari

infeksi

kongenital,sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid.1,2

2.6 Penatalaksanaan Semua bayi baru lahir di klinik maupun di rumah sakit harus mengikut algoritma managemen hiperbilirubinemia untuk bayi baru lahir di ruang perawatan bayi. 1. Setiap neonatus dinilai adakah ikterus pada usia 8-12 jam setelah lahir. 2. Jika ada ikterus cukup berat secara visual sebelum usia 24 jam periksa serum bilirubin total (TSB) atau bilirubin kutaneus total (TCB). 3. Ukur TSB/TCB dan evaluasi setiap jam. 4. Jika TSB/TCB di atas 90 persentil, penyebab ikterus; terapi, bila memenuhi kriteria; ulang TSB setiap 24 jam.

12

5. Jika tidak melebihi 95 persentil, evaluasi TSB, masa gestasi, usia dalam jam postnatal, dan terapi jika memenuhi kriteria. 6. Jika fasilitas laboratorium ada, lakukan pemeriksaan bilirubin total serum dan bilirubin direk, golongan darah ABO, Rhesus, uji antibodi direk (Coombs), serum albumin, hitung eritrosit lengkap dengan differential, count, morfologi eritrosit, retikulosit, enzim G6PD, bila mungkin ETCO, dan urinalisis, Jika diduga sepsis, periksa laboratorium sesuai dengan indikasi sepsis.4

Gambar 1 Algoritme Manajemen/Tatalaksana Ikterus Neonatorum (Di Ruang Perawatan)

13

Gambar 2 Normogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum saat bayi pulang. 4

Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu sebagaiberikut :1 

Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi.



Tata laksana Breast Feeding Jaundice meliputi: a. Pantau jumlah ASI yang diberikan b. Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari. c. Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak diperlukan. d. Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan buang air besar. e. Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara. f. Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap >6 hari,kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada anak sebelumnya.



Tata laksana breast milk jaundice terdapat dalam dua pilihan. 14

a. American Academy of Pediatrics tidak menganjurkan penghentian ASI Dan merekomendasikan agar ASI terus diberikan. 

Gartner dan Aurbach menyarankan penghentian ASI sementara untuk memberi kesempatan hati mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin tiap 6 jam. Bila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. Air susu ibu kembali diberikan sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia.



Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai protokol.



Bayi dengan penyakit hemolitik harus hati-hati terhadap kemungkinan hemolitik berat yang membutuhkan transfusi tukar. Panduan untuk terapi sinar dan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi> 35 minggu

yang dianut di Departemen IKA FKUI/RSCM mengacu pada diagram yang diajukan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2004, sedangkan tata laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Panduan Terapi Sinar untuk Bayi Prematur

Sumber : dimodifikasi dari Cloherty JP, et al. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams &Wilkins; 2008.

15

Diagram 1. Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi > 35 minggu. Sumber dimodifikasi dari AAP. Management of hyperbiilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics. 2004;114:297-316.

Keterangan  Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total.  Faktor risiko : penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3 g/dl suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3 g/dL  Untuk bayi dengan usia gestasi 35-37 6/7 minggu, digunakan kurva risiko medium(medium risk). Untuk bayi dengan usia gestasi mendekati 35 minggu, dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang lebih rendah dari cut-off point, sedangkan untuk bayi dengan usia gestasi mendekati 37 6/7minggu dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar bilirubin serumtotal yang lebih tinggi dari cut-off point.  Pada kadar bilirubin serum total lebih rendah 2-3 mg/dL dari cut-off point, dapat dipertimbangkan terapi sinar konvensional di rumah. Namun, terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi yang memiliki faktor risiko.1 Mekanisme kerja fototerapi adalah baik sinar biru (400-550 nm), sinar hijau (550-800 nm) maupun sinar putih (300-800 nm) akan mengubah bilirubin indirek menjadi bentuk yang larut dalam air untuk diekskresikan melalui empedu atau urine dan tinja. Sewaktu bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi kimia yaitu isomerisasi, selain itu terdapat juga konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yang disebut lumirubin yang secara cepat dibersihkan 16

dari plasma saluran empedu. Lumirubin merupakan produk terbanyak dari degradasi bilirubin akibat terapi sinar (fototerapi). Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang dapat diekskresikan melalui urin.4 Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah pasien yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah pasien tertukar (Fried, 1982). Pada pasien hiperbilirubinemia, tindakan tersebut bertujuan mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi hiperbilirubinemia karena isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus. Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki kondisi anemianya.4 Indikasi transfusi tukar adalah gagal dengan intensif fototerapi dan ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, lanjut/advanced) yang ditandai gejala hipertonia, melengkung, retrocolli, opistotonus, panas, tangis melengking.4 Darah donor untuk transfusi tukar adalah golongan O, darah baru (usia< 7 hari), dan whole blood. Pada penyakit hemolitik Rhesus, jika darah dipersiapkan sebelum persalinan harus golongan O dengan Rhesus (-), lakukan cross match terhadap ibu. Jika darah dipersiapkan setelah kelahiran, caranya sama, hanya dilakukan cross match dengan bayinya. Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus golongan O, Rhesus (-) atau Rhesus yang sama dengan ibu atau bayinya. Cross match terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya memakai eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan

17

bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di-cross match terhadap ibu. Pada hiperbilirubinemia non imun, lakukan typing dan cross match darah donor terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.Transfusi tukar memakai 2 kali volume darah ( 2 kali exchange), yaitu 160 ml/kgBB sehingga akan diperoleh darah baru pada bayi yang dilakukan transfusi tukar sekitar 87%.4

Diagram 2. Panduan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi > 35 minggu. Sumber dimodifikasi dari AAP. Management of hyperbiilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics. 2004;114:297-316.

Keterangan:  Transfusi tukar segera direkomendasikan untuk bayi yang menunjukkan tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, demam, high pitched crysuhu, sepsis, asidosis.  Periksa albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.  Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total.1 2.7 Pencegahan 

Setiap

bayi

baru

lahir

harus

dievaluasi

terhadap

kemungkinan

mengalami

hiperbilirubinemia berat. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan memeriksa kadar bilirubin serum total atau pengkajian terhadap faktor risiko secara 18

klinis. Dengan memeriksa bilirubin serum total dan memplot hasilnya pada nomogram, kita dapat mengetahui apakah bayi berada pada zona risiko rendah,menengah, atau tinggi untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat. 

Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus.1,2

Diagram 3. Normogram untuk menentukan risiko terjadi hiperbiilirubinemia berat pada bayi usia gestasi >36 minggu berdasarkan kadar bilirubin serum total dan usia Tabel 3. Faktor risiko terjadinya hiperbiilirubinemia berat pada bayi usia gestasi > 35 minggu

Faktor risiko mayor  Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko tinggi (Diagram 1)  Ikterus terjadi pada 24 jam pertama  Inkompatibilitas golongan darah dengan uji antiglobulin direk positif atau penyakit hemolitik lain (misalnya defisiensi G6PD)  Usia gestasi 35-36 minggu  Riwayat saudara kandung mendapat terapi sinar  Sefalhematom atau memar luas  ASI eksklusif, terutama bila asupan tidak adekuat dan terdapat penurunan berat badang berlebih ras Asia Timur Faktor risiko minor  Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko sedang  Usia gestasi 37-38 minggu  Ikterus terjadi sebelum dipulangkan  Riwayat saudara kandung dengan ikterus  Bayi makrosomia dari ibu DM

19

BAB III LAPORAN KASUS Identitas pasien Nama

: By.Ny. DC

Usia

: 4 hari

Tanggal lahir

: 01Desember 2018

Tanggal di rawat

: 05Desember 2018

Identitas Orang Tua Nama

: Ayah : Tn. RA Ibu

Umur

: Ayah : 30 tahun. Ibu

Pendidikan terakhir

Pekerjaan

: 25 tahun.

: Ayah : S1 Ibu

: S1

: ayah : PNS Ibu

Alamat

: Ny. DC

: Ibu rumah tangga

: Gulai Bancah

Neonatus, laki-laki, usia 4 hari, telah dirawat di bagian perinatologi RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, dengan diagnosis Hiperbilirubinemia grade IV. Aloanamnesis diberikan oleh ibu kandung Keluhan utama :Kuning sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

20

Riwayat penyakit sekarang : 

NBBLC 2750 gram, PBL 47 cm, usia kehamilan 38-39 minggu, lahir secara spontan.



Kuning sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit



Orang tuanya mengatakan kuning petama kali muncul dimata dan sekarang kuningnya sudah muncul sampai tangan dan kaki bayi.



Bayi malas menyusu sejak 3 hari yang lalu.



Riwayat demam tidak ada



Riwayat kejang tidak ada



Riwayat sesak nafas tidak ada



Riwayat kebiruan tidak ada



Riwayat muntah tidak ada



Buang air kecil jumlah dan warna biasa



Buang air besar konsistensi dan warna biasa.

Riwayat Obstetri : 

G1P0A0H0



Presentasi bayi

: kepala



Penyakit selama kehamilan

:

-

Riwayat ibu demam selama kehamilan dan menjelang persalinan tidak ada

-

Riwayat ibu nyeri BAK selama kehamilan dan menjelang persalinan tidak ada

-

Riwayat ibu keputihan selama kehamilan dan menjelang persalinan tidak ada



Pemeriksaan kehamilan



Tindakan selama kehamilan : tidak ada



Kebiasaan ibu selama kehamilan :Kualitas makan baik, kuantitas makan cukup, tidak ada

: rutin setiap bulan di dokter ahli kebidanan

mengkonsumsi alkohol, merokok dan narkoba.

21



Lama hamil

: HPHT : 7/03/2018 TM :14/12/2018

Riwayat persalinan BB ibu

: 70 kg

Persalinan di

: RSUD dr.Achmad Mochtar

Jenis persalinan

: Spontan

Dipimpin oleh

: Dokter

Ketuban

: Jernih

Keadaan bayi saat lahir Lahir tanggal

: 01/12/2018

Jenis kelamin

: laki-laki

Kondisi saat lahir

: Hidup

Pemeriksaan Fisik tanggal 05 Desember 2018 Keadaan

: Aktif

Suhu

: 37,00c

Nadi

: 142 x/menit

Nafas

: 50 x/menit

BB

: 2750 gram

TB

: 50 cm

Anemia

: tidak ada

Edema

: tidak ada

Ikterik

: ada sampai atas ekstremitas

Sianosis

: tidak ada

22

Kepala

: UUB : 1,5 x 1,5 cm datar ; UUK : 0,5 x 0,5 cm datar Jejas persalinan : tidak ada

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Telinga

: Tidak ditemukan kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Mulut

: Sianosis sirkumoral tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah

Leher

: Tidak ditemukan kelainan

Toraks

bentuk : normochest, simetris Jantung : irama teratur, bising tidak terdengar Paru : bronchovesikuler, tidak ada ronki dan wheezing

Abdomen

Permukaan

: datar

Kondisi

: lemas

Hepar

: teraba ⅓ x ⅓, pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal

Lien

: tidak teraba

Umbilikus

: tidak hiperemis

Genitalia

: tidak ada kelainan

Ekstremitas

:Atas : akral hangat, CRT <3s Bawah : akral hangat, CRT <3s

Kulit

: Teraba hangat, ikterik kramer IV

Anus

: Ada

Tulang-tulang : Tidak ditemukan kelainan

23

Reflek neonatal: -

Moro: Ada

-

Rooting: Ada

-

Isap: Ada

-

Pegang: Ada

Ukuran

Lingkar kepala : 34 cm

Panjang lengan : 16 cm

Lingkar dada : 29 cm

Panjang kaki : 22 cm

Lingkat perut : 27 cm

Kepala – simfisis : 27 cm

Simfisis – kaki : 19 cm Pemeriksaan Penunjang pada 5 Desember 2018 

Hemoglobin

: 14,8 g/dL



Hematokrit

: 43,6%



Leukosit

:11.050 / mm3



Trombosit

: 180.000 / mm3

Diagnosis Kerja 

Ikterus Neontorum grade IV ec Breast-feeding jaundice

Tatalaksana 

ASI OD



Fototerapi



Rawat tali pusat

Rencana 

Cek bilirubin direk,bilirubin total

24

Follow Up Tanggal

Temuan

Terapi

06-12-

Subjektif :

P/

2018

Sesak nafas tidak ada, kuning ada sampai Asi OD

Rawatan

pergelangan tangan, kebiruan tidak ada.

hari ke-1

BAB ada, jumlah sedikit

Fototerapi hari ke 1

BAK jumlah dan warna biasa.

Objektif : KU : Sakit sedang,aktif Kes : Compos mentis HR : 142 x/menit RR : 56 x/menit T : 370C Kepala : Ubun-ubun datar Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik Thoraks : Cor : irama teratur, bising jantung tidak ada Pulmo : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, tali pusat tidak bau, tidak ada pus, tidak hiperemis. Kulit : ikterik grade IV Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT<2 detik A/ Ikterus Neontorum grade IV ec Breastfeeding jaundice

Tanggal

Temuan

Terapi

25

07-12-

Subjektif :

P/

2018

Sesak nafas tidak ada, kuningada sampai Asi OD

Rawatan

pergelangan, Kebiruan tidak ada, muntah tidak Fototerapi hari ke 2

hari ke-2

ada, demam tidak ada. BAB dan BAK ada jumlah dan warna biasa.

Objektif : KU : Sakit sedang,aktif Kes : Compos mentis HR : 135 x/menit RR : 48 x/menit T : 36,8oC Kepala : Ubun-ubun datar Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik Thoraks : Cor : irama teratur, bising jantung tidak ada Pulmo : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : distensi tidak ada, bising usus(+) normal, tali pusat tidak bau, tidak ada pus, tidak hiperemis Kulit :ikterik Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT<2 detik

A/ Ikterus Neontorum grade IV ec Breastfeeding jaundice Tanggal

Temuan

Terapi

08-12-

Subjektif

P/

2018

Sesak nafas tidak ada, kuning sudah berkurang, Asi OD

Rawatan

kebiruan tidak ada, kejang tidak ada, demam Fototerapi hari ke 3 26

hari ke-3

tidak ada, muntah tidak ada, BAB dan BAK ada jumlah dan warna biasa.

Objektif : KU : Sakit sedang,aktif Kes : Compos mentis HR : 151 x/menit RR : 48 x/menit T : 36,70C Kepala : Ubun-ubun datar Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik ada Thoraks : Cor : irama teratur, bising jantung tidak ada Pulmo : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, tali pusat tidak bau, tidak ada pus, tidak hiperemis. Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT<2 detik Kulit : ikterik

A/ Ikterus Neonatorum grade II ec Breastfeeding jaundice

Tanggal

Temuan

Terapi

10-12-

Subjektif :

P/

2018

Demam tidak ada, kebiruan tidak ada.

Asi OD

Rawatan

Sesak nafas tidak ada, kuning sudah berkurang, Fototerapi hari ke 5

hari ke-5

muntah tidak ada. 27

BAB dan BAK ada jumlah dan warna biasa.

Objektif : KU : Sakit sedang, aktif Kes : Compos mentis HR : 125 x/menit RR : 53 x/menit T : 36,6oC Kepala : Ubun-ubun datar Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Thoraks : Cor : irama teratur, bising jantung tidak ada Pulmo : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : distensi tidak ada, bising usus(+) normal, tali pusat tidak bau, tidak ada pus, tidak hiperemis Kulit : ikterik grade II Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT<2 detik

A/ Ikterus Neonatorum grade II ec Breastfeeding jaundice Tanggal

Temuan

Terapi

11-12-

Subjektif :

P/

2018

Demam tidak ada, kebiruan tidak ada.

Asi OD

Rawatan

Sesak nafas tidak ada, kuning tidak ada, R/

hari ke-6

muntah tidak ada.

Pasien

boleh

pulang

BAB dan BAK ada jumlah dan warna biasa.

28

Objektif : KU : Sakit sedang, aktif Kes : Compos mentis HR : 134 x/menit RR : 54 x/menit T : 36,8C Kepala : Ubun-ubun datar Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Thoraks : Cor : irama teratur, bising jantung tidak ada Pulmo : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen : distensi tidak ada, bising usus(+) normal, tali pusat tidak bau, tidak ada pus, tidak hiperemis Kulit : ikterik tidak ada Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT<2 detik

A/ Ikterus Neonatorum grade I ec Breastfeeding jaundice

29

BAB IV DISKUSI

Telah dilaporkan neonatus, laki-laki, usia 4 hari, telah dirawat di bagian perinatologi RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi masuk tanggal 5 Desember 2018, dengan diagnosis Ikterus Neonatorum grade IV ec Breast-feeding jaundice. Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat diketahui bahwa timbulnya kuning pada saat umur 4 hari. Ikterus yang timbul pada masa ini tergolong ikterus fisiologis karena ikterus fisiologis terjadi pada anak yang berumur 2 atau 3 hari. Ikterus dengan onset >1 minggu memiliki banyak diagnosis banding, diantaranya breast milk jaundice, hepatitis, galaktosemia, hipertiroid, septikemia, dan kolestasis. Breast-feeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak.Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan bayi berat lahir rendah), hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72 jam. Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breast feeding jaundice karena dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis. Tata laksana Breast Feeding Jaundice meliputi: Pantau jumlah ASI yang diberikan. Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari. Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak diperlukan. Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan buang air besar. Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan volume

30

cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara. Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap >6 hari,kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada anak sebelumnya.

31

DAFTAR PUSTAKA 1. Pudjadi, AH. Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al. Hiperbilirubinemia. Dalam :Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid II. Cetakan Pertama. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011:114-22. 2. Kosim Ms, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar Neonatologi. Edisi pertama. Cetakan kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010:147-69. 3. Lubis BM, Rasyidah, Syofiani B, Sianturi P, Azlin E, Guslihan DJ. Rasio Bilirubin Albumin pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia. Sari Pediatri. Jakarta 2013:14(5): 292-7. 4. Usman A. Ensefalopati Bilirubin. Sari Pediatri. Jakarta. 2007: 8(4): 94-104 5. Hassan R. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta: Infomedika. 2005.

32

Related Documents


More Documents from ""