Case Bells Palsy Alisa Melyani.docx

  • Uploaded by: Albert Shanto
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Bells Palsy Alisa Melyani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,823
  • Pages: 21
CASE BELLS PALSY

DISUSUN OLEH: Alisa Melyani 406172032

PEMBIMBING: dr. Samadhi Tulus Makmud, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF RUMAH SAKIT SUMBER WARAS PERIODE 4 FEBRUARI 2019 – 10 MARET 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA

BAB I REKAM MEDIS KASUS 1. IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. M

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Karya 3 RT 13/02 Wijaya Kusuma, Grogol Jakarta Barat.

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pernikahan

: Menikah

Suku Bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

2. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis kepada pasien pada hari selasa tanggal 19 Februari 2019 pukul 13.30 WIB di poli RS Sumber Waras.

Keluhan Utama : Mulut mencong ke kiri sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poli Saraf RSSW dengan keluhan mulut mencong ke kiri sejak 2 hari yang lalu secara tiba-tiba. Keluhan diketahui saat pasien berkaca setelah bangun tidur di pagi hari. keluhan dirasakan semakin lama semakin parah, pasien mengalami kesulitan saat minum dan makan karena air keluar dari mulut sisi kanannya. Selain itu pasien mengeluh nyeri pada mata bagian kanan dan berair karena pada saat tidur, mata kanan pasien tidak dapat menutup sempurna. Pasien merasa kencang pada daerah wajah kanan dengan disertai sakit kepala berdenyut sebelah kanan sampai daerah belakang dan depan telinga. Pasien mengaku saat kejadian pasien sedang mengunjungi rumah keluarganya yang bercuaca dingin. pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini.Selain itu pasien juga mengaku demam, flu, 2

pilek, mual dan muntah 1x berisi cairan berwarna kuning. Saat ini keluhan membaik. Keluhan kelemahan pada ektremitas, pusing berputar, gangguan pendengaran, telinga berdenging dan gangguan pengecapan disangkal.

Riwayat Penyakit Dulu : -

Riwayat keluhan serupa disangkal

-

Riwayat HT (+) sejak 2011 obat rutin captopril

-

Riwayat penyakit diabetes (+) obat rutin metformin

-

Riwayat penyakit jantung disangkal

-

Riwayat penyakit stroke disangkal

-

Riwayat maag (+)

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat keluhan serupa disangkal

-

Riwayat penyakit diabetes (+)

-

Riwayat penyakit hipertensi dan jantung disangkal

-

Riwayat penyakit stroke disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan 19 Februari 2019 pukul 13.40 WIB

Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : Tampak sakit ringan ,Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5) Tanda Vital -

Tekanan Darah

: 164/93 mmHg

-

Frekuensi Nadi

: 92x/menit, reguler isi cukup

-

Frekuensi Pernafasan

: 20x/menit

-

Suhu

: 37°C

3

Data Antropometri  BB : 52 kg  TB : 152 cm  IMT : 22,5 kg/m2

Pemeriksaan Sistem

Kepala

: Normocephale, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Kulit kepala tidak tampak kelainan. Terdapat nyeri pada daerah kepala kanan.

Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), RC langsung dan tidak langsung (+/+), Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, lagopthalmos (+/-) , injeksi konjungtiva (+/-),

Hidung

: Bentuk normal, deviasi septum (-), Rinore (-/-), nyeri tekan sinus (-)

Telinga

: Normotia, serumen (+/+ ), nyeri tekan preaurikular (+), nyeri tekan post aurikuler (+),

Mulut

: Asimetris, tampak tertarik ke kiri, pucat (-), sianosis (-) Bibir dan mukosa tidak kering, mukosa berwarna merah mudah, Tonsil T1/T1, Mukosa faring hiperemis (-)

Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

Trachea

: Deviasi trachea (-)

Cor Inspeksi

: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan di ICS V Sternal line dextra, Batas jantung atas di ICS III parasternal line sinistra, Batas jantung kiri di ICS V midclavicula line sinistra

Auskultasi

: Bunyi Jantung I/II, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo 4

Inspeksi

: Dada tampak simetris dalam diam maupun dalam pergerakan, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi

: Stem Fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusis

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikular pada kedua lapang paru, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen Inspeksi

: Dinding abdomen tampak datar, distensi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Perkusis

: timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA ( -/- )

Palpasi

: Teraba Supel

Anus dan genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

: Ekstremitas atas-bawah, kanan-kiri tidak terdapat deformitas, akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Kulit

: Tidak ada kelainan

Tulang Belakang

: Tidak tampak kelainan, gibbus (-), skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)

Kelenjar Getah Bening : Tidak terlihat dan teraba adanya pembesaran, Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Neurologis 

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinski I – IV (-), Laseque (-), Kernique (-)



Nervus cranialis -

:

N. Olfactorius (I) : Tidak dilakukan pemeriksaan

5

-

N. Opticus (II) Parameter

Okuli Dextra (OD)

Okuli Sinistra (OS)

Visus Fundus Okuli

6/6 Tidak dilakukan pemeriksaan

Lapangan Pandang Refleks Cahaya langsung

Normal (+)

Normal (+)

Refleks Cahaya tidak langsung

(+)

(+)

-

N. Occulomotoris (III, IV, dan VI)

Parameter Kedudukan bola mata

Okuli Dextra (OD)

Okuli Sinistra (OS)

Simetris, letak di tengah Normal

Normal

Nistagmus

(-)

(-)

Ptosis

(-)

(-)

Lagopthalmos

(+)

(-)

Gerakan bola mata

Pupil

Isokor, letak di tengah

Lebar

3 mm

3 mm

Bentuk

Bulat

Bulat

Dextra (D)

Sinistra (S)

Membuka mulut

Normal

Normal

Menggerakkan rahang

Normal

Normal

Kekuatan gigitan

Normal

Normal

Cabang oftalmik, maksilaris Normal

Normal

-

N. Trigeminus (V)

Parameter Motorik

Sensorik

dan mandibularis

6



N. Fasialis (VII) Parameter Raut Wajah

: Asimetris

Fissura Palpebra

: Simetris

Saat mengerutkan dahi, sisi kanan tertinggal Saat mengangkat alis, sisi kanan lebih rendah Saat mencucukan bibir, sisi kanan tertinggal Saat menggembungkan pipi, terjadi keboocoran di sisi kanan Saat menyeringai, sudut mulut kanan tertinggal Chvostek sign ( - ) -

-

-

N. Vestibulocochlearis (N. VIII) a. Tes Romberg

: Normal

b. Tes Romberg yang dipertajam

: Normal

c. Tes Pendengaran

: Tidak dilakukan

N. Glossofaringeus (N IX, X) a. Pallatum Mole

: Simetris

b. Arkus Faring

: Simetris

c. Uvula

: Di tengah

d. Disfagia

: (-)

e. Disartria

: (-)

f. Kualitas suara

: Normal

N. Assesorius (N. XI) a. M. Sternocleidomastoideus

: Normal

b. M. Trapezius

: Normal

7

-

N. Hypoglossus (N.XII) Lidah Tremor

: (-)

Atrofi

: (-)

Fasikulasi : (-) a. Kedudukan lidah sewaktu istirahat : Simetris b. Kedudukan lidah sewaktu dijulurkan c. Pergerakan lidah -

: Simetris

: Normal

Sistem Motorik:

Kekuatan otot tangan-kaki kanan dan kiri 5555/5555, pergerakan normal, normotoni, eutrofi -

Sistem Sensorik Taktil Extremitas superior : (Normal / Normal) Extremitas inferior

: (Normal / Normal)

Nyeri Extremitas superior : (Normal / Normal) Extremitas inferior

: (Normal / Normal)

Suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan

- Refleks Fisiologis: Biceps (++/++), Triceps (++/++), Patella (++/++), Achilles (++/++) -

Refleks Patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-) Schaeffer (-/-), Klonus paha (-/-), Klonus kaki (-/-)



Koordinasi –

Tes Telunjuk-Hidung : Normal



Tes Tumit-lutut

: Normal



Shallow Knee Bend

: Normal

8



Fungsi Luhur





Kesadaran Kualitatif: Normal



Memori



Orientasi

: Normal



Diri

: Normal



Tempat

: Normal



Waktu : Normal

Sistem Saraf Tepi –

Tinnel’s Sign : ( - )



Tes Phalens

:(-)

Kesan: parese N VII dextra perifer

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan idak dilakukan.

RESUME Telah diperiksa pasien berumur 40 tahun dengan mulut mencong ke kiri sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dialami tiba-tiba saat terpapar udara dingin dan disertai rasa kencang di bagian wajah sebelah kanan, kebocoran pada mulut sisi kanan saat minum, nyeri dan berair pada mata kanan karena tidak dapat menutup sempurna, nyeri pada bagian kepala kanan dan area belakang dan depan telinga Selain itu pasien juga mengaku demam, flu, pilek, mual dan muntah 1x berisi cairan berwarna kuning. Saat ini keluhan membaik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dengan GCS 15. Tekanan darah 164/93 mmHg mmHg, nadi 92x/menit, reguler isi cukup frekuensi nafas : 20x/menit ,teratur, suhu 37 ⁰C. Pada pemeriksaan saraf cranial didapatkan adanya kelainan pada N. VII sisi kanan.

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSIS Diagnosa klinis

: –

Bell’s Palsy Sinistra 9



Hipertensi terkontrol obat



Diabetes terkontrol

Diagnosa topis

: Nervus VII perifer

Diagnosa etiologi

: Idiopatik

PENGKAJIAN Clinical reasoning: -

Keluhan bibir tertarik ke arah kiri disertai rasa kencang atau baal pada wajah bagian kanan

-

Mata kanan sulit di tutup secara sempurna sehingga perih dan berair.

-

Terdapat kebocoran bagian mulut kanan saat minum

-

Terjadi saat terpapar udara dingin

-

Pada pemeriksaan neurologis, ditemukan kelemahan seluruh wajah bagian atas dan bawah pada sisi kanan (parese N.VII dextra perifer)

Diagnosis Banding : -

Ramsay Hunt syndrome

-

CVD

-

Tumor

Rencana Terapi Farmakologis : -

Metilprednisolon 2 x 32 mg

-

Ranitidin 2 x 1

-

Cendo lyteers 6 x 1 tetes

-

B1B6B12 2 x 1

-

Mecobalamin 2 x 1

Rencana Terapi Non-Farmakologis : -

Istirahat

-

Rencana fisioterapi

Rencana evaluasi : -

Kontrol 1 minggu, untuk melihat perbaikan gejala

10

Edukasi : -

Proteksinya mata dengan penggunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, kasa pada mata.

-

Rutin kontrol setelah obat habis

-

Rutin minum obat

PROGNOSIS Ad vitam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

Ad functionam

: bonam

KESIMPULAN Telah dilakukan pemeriksaan kepada Ny.M usia 40 tahun dengan diagnosis Bell’s palsy, hipertensi dan diabetes terkontrol.

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi

12

2.2 Definisi Bells palsy adalah suatu keadaan dimana terjadinya paresis atau kelumpuhan pada nervus fasialis perifer yang terjadi secara akut, biasanya bersifat unilateral dan penyebabnya idiopatik. 2.3 Epidemiologi Bells palsy dapat mengenai jenis kelamin laki- laki maupun perempuan dan mengenai seluruh usia. Di Amerika Serikat terdapat 23 kasus bells palsy dari popuasi 100.000 orang setiap tahun. Dimana lebih sering terjadi pada penderita diabetes melitus, hipertensi dan wanita hamil. 2.4 Etiologi Penyebab bells palsy adalah idiopatik, namun berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

2.5 Klasifikasi Berikut ini derajat Kelumpuhan Berdasarkan Grading House-Brackmann :

13

2.6 Manifestasi klinis Pasien Bell’s palsy biasanya merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara, atau setelah terpapar cuaca dingin. Setelah merasakan adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat dengan menggunakan cermin. Tanda dan gejala pada bells palsy yaitu : 

Biasanya ditemukan paralisis wajah unilateral yang terjadi secara tiba-tiba



wajah yang tidak simetris disertai sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah



mulut tertarik ke sisi yang sehat



sudut nasolabial tidak tampak



dahi tidak berkerut 14



tidak mampu menutup kelopak mata (lagoftalmos),



bila diusahakan menutup mata tampak bola mata berputar ke atas (Bell's phenomen)



berkurangnya air mata, , alis mata jatuh , hiperakusis (sensasi pendengaran yang berlebihan), salivasi yang berlebih atau berkurang,dan atau berkurangnya atau hilangnya sensasi pengecapan pada dua pertiga depan lidah, dan sulitberbicara, sulit makan dan minum.

Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi.

a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus. o Mulut tertarik ke sisi yang sehat o Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi, sensasi dalam (deep sensation) wajah menghilang o Kerutan dahi menghilang o Air mata keluar terus menerus b. Lesi di kanalis facialis (melibatkan khorda tympani) o Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi. c. Lesi di kanalis facialis lbh tinggi (melibatkan M. Stapedius) o Gejala: seperti (b) ditambah dengan hiperakusis.

2.7 Diagnosis Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan nervus fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dari kelumpuhan nervus fasialis perifer. 15

a. Anamnesis Anamnesis yang lengkap mengenai onset, durasi, dan perjalanan penyakit, ada tidaknya nyeri, dan gejala lain yang menyertai penting ditanyakan untuk membedakannya dengan penyakit lain yang menyerupai. Pada Bell’s palsy kelumpuhan yang terjadi sering unilateral pada satu sisi wajah dengan onset mendadak (akut) dalam 1-2 hari dan dengan perjalanan penyakit yang progresif, dan mencapai paralisis maksimal dalam 3 minggu atau kurang . b. Pemeriksaan Fisik Dari hasil pemeriksaan neurologi, didapatkan gangguan fungsi saraf fasialis perifer yang difus tanpa ada neuropati lainnya. Lesi SSP (supranuklear) juga dapat menyebabkan paralisis saraf fasialis, hanya perbedaannya dari lesi perifer tidak dijumpainya paralisis dahi pada sisi yang terlibat dan dapat menutup mata dengan baik (lagophtalmus tidak dijumpai) dan disertai dengan defisit neurologis lainnya, sekurangkurangnya kelumpuhan ekstremitas pada sisi yang kontralateral. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. fasialis sebagai berikut : 1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test) Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n.fasialis ireversibel. 2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test) Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada nervus fasialis kiri dan kanan. 3) Elektromiografi Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah. 4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah. menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit (pil kina). 4) Elektrogustometr 16

Membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya 5) Uji Schirmer Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang di letakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter; berkurang atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. genikulatum.

c. Pemeriksaan penunjang Umumnya pasien Bell’s palsy tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang. Namun, bila dijumpai indikasi tertentu, pemeriksaan lanjutan berikut dapat dianjurkan, seperti: 

Imaging: Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance lmaging (MRI) diindikasikan jika tanda fisiknya tidak khas, tidak ada perbaikan paralisis fasial setelah 1 bulan, adanya kehilangan perdengaran, defisit saraf kranial multipel dan tanda- tanda paralisis anggota gerak atau gangguan sensorik. Adanya riwayat suatu kedutan pada wajah atau spasme yang mendahului kelumpuhan wajah diduga karena iritasi tumor harus dilakukan juga imaging.



Tes pendengaran: jika diduga adanya kehilangan pendengaran, tes audiologi dapat dilakukan untuk menyingkirkan neuroma akustikus.



Tes laboratorium perlu jika pasien memiliki tanda- tanda keterlibatan sistemik tanpa perbaikan lebih dari empat minggu

2.8 Tatalaksana 

Istirahat terutama pada keadaan akut



Medikamentosa Prednison : Tujuannya untuk mengurangi odem dan mempercepat reinervasi. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60

17

mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral selama 10 hari diikuti tappering off. 

Antiviral Dosis pemberian asiklovir diberikan dengan dosis oral 400mg sebanyak 5 kali selama 7 hari. Atau valasiklovir 1 gram 3 kali sehari selama 7 hari.



Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/ massage otot wajah selama 5 menit pagi sore atau dengan faradisasi.



Operasi Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak- anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : – Tidak terdapat penyembuhan spontan – Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone – Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.



Proteksi mata yang susah ditutup

2.9 Komplikasi Komplikasi bells palsy yaitu teinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menyebabkan:

a. Sinkinesis b. Crocodile tear phenomenon c. Clonic facial spasm (hemifacial spasm) d. Kontraktur.

18

2.10

Diagnosis Banding

Berikut ini diagnosis banding dari bells palsy

Sentral

Stroke Tumor Ramsay hunt syndrome Lymes disease

Perifer

Otitis media Guillain-Barre syndrome Kelenjar parotis Tumor Serebello-pontin

2.11

Prognosis

Sekitar 70% pasien dengan Bell’s palsy mengalami perbaikan dalam 1 – 2 bulan, dan 85 % diantaranya mengalami perbaikan sepenuhnya. Sedangkan pasien yang mengalami perbaikan fungsi motorik pada hari ke 5 atau 7 menunjukan prognosis baik. Pada pemeriksaan EMG ditemukan tanda denervasi setelah onset 10 hari menunjukan prognosis buruk.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. Diseases of spinal cord, peripheral nerve, and muscle. In: Ropper AH, Samuels MA, torsedi. Adam and Victor’s Principles of Neurology. 10th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2014. p. 1394-9 2. Winnugroho W, et all. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. p 671-4 3. Kim, John Y S. Facial Nerve Paralysis. Department of Surgery, Northwestern University;

2018.

Avaliable

at

:

https://emedicine.medscape.com/article/1290547-overview#a6. 4. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Disorders of peripheral nerves: Bell palsy. In: Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, editors. Clinical Neurology. 6th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005. p. 182. 5. Damage to Descending Motor Pathways: The Upper Motor Neuron Syndrome. National

Center

for

Biotechnology

Information.

Available

at:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10898/ 6. Raugh B, et all. Clinical practice guideline summary: Bell’s Palsy. AAO-HNS Bulletin.

2013.

Available

from:

https://www.entnet.org/sites/default/files/Bulletin_BellsExecSummary_Final_1 02313.pdf 7. Loomis C, Mullen M. Differentiating Facial Weakness Caused by Bell’s Palsy vs. Acute Stroke [Internet]. Journal of Emergency Medical Service. 2014. Available

from:

https://www.jems.com/articles/print/volume-39/issue-

5/features/differentiating-facial-weakness-caused-b.html 8. Eviston TJ, et al. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2015;86:1356–1361. doi:10.1136/jnnp-2014-309563 9. House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol Head Neck Surg. 1985 Apr. 93(2):146-7. 20

10. Baharudin, M. Bell’s Palsy. Universitas muhammadiah Jakarta. 2011. Vol. 7(15).P 20-25.

21

Related Documents

Bells Palsy
November 2019 20
Bells Palsy Slides 070214
December 2019 17
5.bells Palsy .doc
June 2020 17
An Alisa
August 2019 31

More Documents from "ANDIN"