Case Bblr Um.docx

  • Uploaded by: Rafika Triasa
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Bblr Um.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,144
  • Pages: 33
Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH + PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

Disusun oleh: Ulfa Mutia S.Ked 04084821820026

Pembimbing: dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

DEPARTEMEN/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

BAYI BERAT LAHIR RENDAH + PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

oleh Ulfa Mutia, S.Ked 04084821820026

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 31 Desember 2018 – 10 Maret 2019.

Palembang, Januari 2019

dr. Herman Bermawi, Sp.A(K)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan diabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan BBLR adalah bayi yang lahir berat badan kurang dari 2500 gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang pada saat lahir sampai 24 jam pertama setelah lahir. BBLR bisa disebabkan oleh 2 hal yaitu, Prematuritas Murni (kehamilan kurang bulan) dan Dismaturitas/KMK (Kecil Masa Kehamilan).1 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa penyebab kematian terbanyak pada kelompok bayi 0-6 hari didominasi oleh gangguan/kelainan pernapasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%).1 Masalah BBLR sangat berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus suatu bangsa. Menurut WHO, angka kejadian BBLR yang lebih dari 10% merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Karena itu, banyak negara di dunia menggunakan angka BBLR sebagai indikator tingkat kesehatan masyarakat. WHO memperkirakan lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia (15,5% dari seluruh kelahiran bayi di dunia) setiap tahunnya lahir bayi BBLR dan memengaruhi sekitar 16% BBLR di negara berkembang.2,3 Bayi BBLR umumnya akan mengalami kesulitan beradaptasi lingkungan yang baru. Hal tersebut akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan bayi, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya serta akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.4 Beberapa efek BBLR adalah menyebabkan anak pendek 3 kali lebih besar dibanding non BBLR, pertumbuhan terganggu, dan risiko malnutrisi.2,3 Pada bayi preterm, biasanya tidak hanya muncul sebagai BBLR tapi dapat disertai komplikasi lain salah satunya adalah penyakit membran hialin. Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu kasus penyebab gangguan pernapasan yang sering terjadi pada bayi prematur.6 PMH menjadi penyebab tersering pada 48 jam pertama kelahiran bayi dengan infeksi, sindroma aspirasi mekonium, dan asfiksia. Hampir 50% bayi yang

lahir dengan berat 500-1500 gram (< 34 minggu umur gestasi) dapat mengalami gejala gawat napas yang memburuk dalam waktu 48-96 jam dan merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50- 70%).4

BAB II LAPORAN KASUS 1. Identifikasi Nama

: By. Ny. NH

Umur

: 1 hari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan Lahir

: 2000 gram

Panjang Badan Lahir : 41 cm Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Sultan Mansyur No. 118

Suku Bangsa

: Sumatera

No. Med Reg

: 1102367

MRS

: 14 Januari 2019

2. Anamnesis Keluhan Utama

: Sesak

Keluhan Tambahan

: Lahir kurang bulan

3. Riwayat Perjalanan Penyakit Bayi perempuan, lahir di rumah sakit ditolong oleh residen OBGYN secara spontan pervaginam dari Ibu G3P2A0 hamil 32 minggu dengan PEB, JTH presentasi bokong, bayi lahir langsung menangis, dengan APGAR score 6/8 berat badan lahir 2000 gram, panjang badan lahir 41 cm, lingkar kepala 32 cm. Riwayat ibu pecah ketuban sebelum waktunya 24 jam sebelum persalinan (+), ketuban hijau (-), bau (-), kental (-), riwayat demam saat melahirkan (-), riwayat injeksi vitamin K (+), riwayat persalinan yang lama (-), riwayat mengonsumsi obat pematangan paru (-).

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sering keputihan selama masa kehamilan (-)

Riwayat perut diurut-urut (-) Riwayat trauma pada kehamilan (-) Riwayat sakit gigi (-) Riwayat berhubungan terakhir (-) Riwayat darah tinggi (+) Riwayat ibu sakit hepatitis selama masa kehamilan (-) Riwayat konsumsi obat antimalaria selama kehamilan (-) Riwayat konsumsi jamu-jamuan selama kehamilan (-) Riwayat transfusi selama kehamilan (-) Riwayat ibu kontak dengan kucing selama kehamilan (-)

Riwayat Sosial Ekonomi Sosial ekonomi rendah

Riwayat Kehamilan GPA

: G3P2A0

HPHT

: 13 Mei 2018

Periksa Hamil

: 4 kali di Puskesmas

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan Minum alkohol

: tidak pernah

Merokok

: tidak pernah

Makan obat-obatan tertentu

: tidak pernah

Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada Golongan darah ibu

: O rh (+)

Golongan darah ayah

: O rh (+)

Riwayat Persalinan Presentasi

: bokong

Cara persalinan

: spontan pervaginam

KPSW

: (+) 24 jam

Riwayat demam saat persalinan

: tidak ada

Riwayat ketuban kental, hijau, bau

: tidak ada

Kondisi Bayi Saat Lahir

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kelahiran

: Tunggal

Kondisi saat lahir

: Langsung menangis

4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Berat badan

: 2000 gram

Panjang badan

: 41 cm

Lingkar kepala

: 32 cm

Aktivitas

: hipoaktif

Refleks hisap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: tidak ada

Sianosis

: tidak ada

Ikterus

: tidak ada

Dispnea

: ada

HR

: 158 x/menit

Pernapasan

: 62 x/menit

Suhu

: 37,3oC

Keadaan Spesifik Kepala Lingkar kepala

: 32 cm

Ubun- ubun besar

: tegang, tidak menonjol, cephalhematom (-)

Mata

: pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Telinga

: bentuk normal, mikrotia (-), kartilago telinga lemas recoil lambat

Hidung

: nafas cuping hidung (+), epistaksis (-), sekret (-)

Mulut

: labioskizis (-), hipersalivasi (-), sianosis (-)

Trauma lahir

: (-)

Leher

: tidak ada pembesaran KGB

Thorax

: bentuk simetris, retraksi (+) interkostal, papilla mamae 2mm

Paru-paru

: bunyi nafas vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

: HR 158x/menit, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

: akral hangat, CRT < 3 detik, plantar crease 2/3 anterior

Genitalia Jenis kelamin

: perempuan

Labia minor

: menonjol (+)

Hernia

:-

Refleks Primitif Oral

:+

Moro

:+

Tonic neck

:+

Withdrawal

:+

Plantar graps

:+

Palmar graps

:+

Down’s Score 0

1

Frekuensi napas



Retraksi



Sianosis

✓ ✓

Air Entry Merintih



Interpretasi: 3 (distress napas ringan)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (14/01/2019) Hb

: 18.5 g/dl

RBC

: 4.82 x 106/mm3

WBC

: 11.22 x 103/mm3

2

Ht

: 52%

Platelet

: 113 x 103/ml

LED

:2

DC

: 0/2/89/4/5

GDS

: 78 mg/dL

CRP Kuantitatif

: 11

IT Ratio

: 0.06

5. Diagnosis Kerja Neonatus

: Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan

Lahir

: Spontan pervaginam JTH presentasi bokong dengan ketuban sebelum waktunya 24 jam sebelum persalinan

Ibu

: G3P2A0

Assesment

: NKB SMK + BBLR + Respiratory Distress Down’s Score 3 ec susp. Penyakit Membran Hialin dd/ Bronkopneumonia

6. Penatalaksanaan 1. O2 head box 10 LPM 2. IVFD D10 + Ca glukonas 300mg kec 6cc/jam 3. NGT minum 9 cc/jam 4. Inj Ampicilin 3x50 mg 5. Inj Gentamicin 2x5 mg 6. Cek laboratorium (Hb, eritrosit, leukosit, hematokrit, trombosit, diff count, LED, CRP, IT ratio) 7. Rencana pemeriksaan rontgen thoraks AP 8. Observasi sesak, hipotermi, tanda vital dan kenaikan berat badan 9. Edukasi pada ibu

7. Prognosis Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

8. Follow Up

Tanggal

Pemeriksaan

14/01/2019

S : Sesak nafas (+)

07.00

O : aktivitas: hipoaktif

Terapi

HR: 154x/m



O2 head box 10 LPM



IVFD

D10

glukonas Rawat: hari tangis: lemah ke-1

RR: 60x/m

Ca

300mg

kec

6cc/jam

Temp: 36,8oC

refleks hisap: lemah

+



NGT minum 9 cc/jam



Inj Ampicilin 3x50 mg

anemis: (-)

ikterus: (-)



Inj Gentamicin 2x5 mg

sianosis: (-)

dyspneu: (-)



Cek laboratorium (Hb, eritrosit,

Kepala: NCH (-) konjungtiva anemis (-/-)

hematokrit,

sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor ø 3

IT ratio)  

Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-) vesikuler

(+)

N,

Rencana

pemeriksaan

rontgen thoraks AP

Thoraks: simetris, retraksi (+)

Pulmo:

trombosit,

diff count, LED, CRP,

mm, refleks cahaya (+/+) wajah dismorfik (-)

leukosit,

ronki

Observasi

sesak,

hipotermi, tanda vital dan

(-),

kenaikan

berat

badan

wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, BU (+) N Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3” A : NKB SMK + BBLR + Respiratory Distress Down’s Score 3 ec susp. Penyakit Membran Hialin dd/ Bronkopneumonia 15/01/2019

S : Sesak nafas (+)

07.00

O : aktivitas: hipoaktif

Rawat: hari ke-2

HR: 146x/m



O2 head box 10 LPM



NGT minum 9 cc/jam



Inj Ampicilin 3x50 mg

tangis: lemah

RR: 55x/m



Inj Gentamicin 2x5 mg

refleks hisap: lemah

Temp: 36,8oC



Observasi

sesak,

hipotermi, tanda vital

anemis: (-)

ikterus: (-)

sianosis: (-)

dyspneu: (-)

dan

kenaikan

berat

badan

Kepala: NCH (-) konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor ø 3 mm, refleks cahaya (+/+) wajah dismorfik (-) Thoraks: simetris, retraksi (-) Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo:

vesikuler

(+)

N,

ronki

(-),

wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, BU (+) N Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3” A : NKB SMK + BBLR + Respiratory Distress Down’s Score 3 ec susp. Penyakit Membran Hialin dd/ Bronkopneumonia Hasil rontgen thorax:

16/01/2019

S : Sesak nafas (+)



O2 head box 8 LPM

07.00

O : aktivitas: hipoaktif

HR: 140x/m

Rawat: hari

tangis: lemah

RR: 48x/m

ke-3

refleks hisap: lemahGT anemis: (-)

Temp: 36,6oC



NGT minum 9 cc/jam



Inj Ampicilin 3x50 mg



Inj Gentamicin 2x5 mg

 Observasi

hipotermi, tanda vital

ikterus: (-)

dan sianosis: (-)

dyspneu: (-)

badan

Kepala: NCH (-) konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor ø 3 mm, refleks cahaya (+/+) wajah dismorfik (-) Thoraks: simetris, retraksi (-) Cor: BJ I-II Normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo:

vesikuler

(+)

N,

ronki

(-),

wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, BU (+) N Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3” A : NKB SMK + BBLR + Respiratory Distress Down’s Score 3 ec susp. Penyakit Membran Hialin dd/ Bronkopneumonia

sesak,

kenaikan

berat

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 BBLR 3.1.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) BBLR masih merupakan penyebab utama kematian neonatus. BBLR dapat terjadi karena berbagai sebab sehingga terkadang agak sulit dilakukan pencegahan. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir.1 BBLR dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: a. Berat bayi lahir rendah, dengan berat kurang dari 2500 gram b. Berat bayi lahir sangat rendah, dengan berat 1000-1500 gram c. Berat bayi lahir amat sangat rendah, dengan berat kurang dari 1000 gram. Sejak tahun 1961, WHO mengganti istilah Premature dengan Low Birth Weights Infants (bayi dengan berat badan lahir rendah). Hal ini dikarenakan tidak semua bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram merupakan bayi premature. Untuk mendapatkan keseragaman, pada Kongres European Perinatal Medicine ke II di London (1970) telah diusulkan definisi sebagai berikut :6 a. Bayi kurang bulan atau preterm ialah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu (< 259 hari) b. Bayi cukup bulan atau aterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259 sampai 293 hari)

c. Bayi lebih bulan atau postterm ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih)5 Bayi dengan BBLR dapat dikategorikan menjadi dua yaitu prematuritas murni dan dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK). 1. Prematuritas Murni Prematuritas murni yaitu neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai untuk masa kehamilannya atau biasa disebut Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (NKB-SMK).2 2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK) Yaitu berat bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya untuk masa gestasi, dengan batasan dibawah percentil ke 10 dilihat dari kurva pertumbuhan dan perkembangan yang dapat merupakan bayi preterm, aterm, atau postterm. Istilah lain yang digunakan adalah Small for Gestational Age (SGA). Penyebab dismaturitas ialah janin mengalami gangguan pertumbuhan didalam uterus atau Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. KMK dibagi atas: -

Simetri, adalah janin yang menderita distres yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir sehingga tampak pertumbuhan otak dan tulang rangka terganggu dan seringkali berkaitan dengan hasil akhir perkembangan syaraf yang buruk.

-

Asimetri, terjadi akibat distres sub-akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan ukuran hati, limpa, timus sangat berkurang dan berat tidak sesuai dengan masa gestasi. 7

Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna, karena itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih mudah hidup setelah berada di luar rahim karena alat-alat tubuh lebih berkembang dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Dalam jangka panjang bayi BBLR dapat mengalami gangguan pertumbuhan, perkembangan, penglihatan, pendengaran serta penyakit paru kronik.1

3.1.2. Faktor Risiko a. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum kehamilan/persalinan tersebut. Pengelompokan paritas terdiri dari 4 kelompok, yaitu golongan nullipara (ibu dengan paritas 0), primipara (ibu dengan paritas 1), multipara (ibu dengan paritas 2-3) dan grandemultipara (ibu dengan paritas ≥ 4).2,3 Kejadian BBLR yang tinggi pada kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum siap.Sementara pada paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan pada rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga meningkatkan risiko terjadinya BBLR.3,2 b. Umur Kehamilan Semakin pendek umur kehamilan maka pertumbuhan janin semakin belum sempurna, baik itu organ reproduksi dan organ pernapasan oleh karena itu mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Teori Beck dan Roshental menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan masa kehamilan. Apabila bayi lahir pada umur kehamilan yang pendek, maka berat bayi belum mencapai berat badan normal dan pertumbuhannya belum sempurna.7,8 c. Jarak Kehamilan Ibu hamil dengan jarak kehamilan dari anak terkecil kurang dari 2 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.2,6 d. Riwayat Kehamilan Terdahulu Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan gambaran mengenai keadaan bayi yang sedang dikandungnya. Angka lahir mati atau kejadian BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat kehamilan buruk. Ibu dengan riwayat obstetrik yang buruk (BBLR, abortus, kelainan genetik, lahir mati) sebelumnya cenderung akan berulang pada kehamilan berikutnya.3 e. Komplikasi Kehamilan Beberapa komplikasi dari kehamilan yaitu hiperemis gravidarum, preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta previa, solusio plasenta, oligohidromnion, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, anemia. Komplikasi

pada kehamilan ini dapat mengganggu kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan risiko bayi dengan BBLR.2,3 f. Rokok Merokok meningkatkan faktor risiko aborsi spontan, placental disorders, kelainan kongenital, kematian janin dan BBLR.Carbon monoksida dan nikotin adalah dua bahan kimia yang paling berpengaruh terhadap janin dan terdapat pada rokok. CO menurunkan kemampuan membawa oksigen yang cukup pada jaringan janin. Nikotin meningkatkan tekanan darah janin dan menurunkan angka pernapasan, Nikotin berefek pada sistem syaraf pusat genitalia, saluran cerna, dan sistem urinari janin. Dampak rokok bukan hanya dirasakan pada perokok aktif tetapi juga pada perokok pasif. Orang yang tidak merokok atau perokok pasif yang terpapar asap rokok akan mengirup dua kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif.7 g. Alkohol Konsumsi kronis alkohol dalam jumlah besar oleh ibu pada waktu hamil menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan seringkali disertai malformasi fisik dan gangguan intelektual di kemudian hari.7,8 3.1.3. Diagnosis Menegakkan diagnosa BBLR adalah dengan melakukan anamnesis untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR, melakukan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1 1. Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR: -

Umur ibu

-

Riwayat hari pertama haid terakir

-

Riwayat persalinan sebelumnya

-

Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

-

Kenaikan berat badan selama hamil

-

Aktivitas

-

Penyakit yang diderita selama hamil

-

Obat-obatan yang diminum selama hamil

2. Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan APGAR untuk menilai kondisi umum bayi sesaat setelah kelahiran yang dilakukan pada menit pertama dan kelima pasca kelahiran dan untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Hal yang dinilai pada skor APGAR adalah usaha napas, warna kulit, denyut jantung, tonus otot dan reaksi terhadap rangsang. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasi penilaian dapat diketahui apakah bayi normal (7-10), asfiksia ringan (4-6) atau asfiksia berat (0-3).1,2

Pada pemeriksaan fisik, diketahui dari berat badan bayi < 2500 gram. Serta dijumpai tanda-tanda prematuritas seperti tulang rawan telinga belum terbentuk, refleks lemah, jaringan lemak bawah kulit sedikit, kulit tipis, merah dan transparan atau terdapatnya tandatanda bayi KMK seperti tengkorak kepala keras, gerakan cukup aktif dan tangisan cukup kuat, daya mengisap cukup kuat, kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.7

1. Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan skor ballard untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik.

- Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan untuk melihat ada tidaknya sindrom gawat napas. - Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan terjadi sindrom gawat napas. - USG kepala terutama pada bayi dengan kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 2 hari unutk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intracranial. 3.1.4 Komplikasi Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernapasan, susunan syaraf pusat, kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi, penglihatan, perkemihan.1 a. Sistem Pernapasan Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernapas segera setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat

di dalam paru yang melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat respirasi), lumen sistem pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi kalsifikasi dari tulang thoraks.Hal-hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernapas dan sering mengakibatkan gawat napas (distres pernapasan).Gangguan napas yang sering terjadi adalah Sindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai penyakit Membran Hialin dan Asfiksia.Membran Hialin dapat mengenai bayi dismatur yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu. 1 b. Sistem Neurologi (Susunan Syaraf Pusat) Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan syaraf pusat yang disebabkan antara lain; perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan syaraf pusat yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia. 1 c. Sistem Kardiovaskuler Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah masalah yang sering terjadi pada bayi prematur. Sebelum lahir, arteri besar yang disebut ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-paru bayi. Ductus biasanya menutup setelah lahir sehingga darah dapat mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak menutup dengan benar dapat menyebabkan gagal jantung. 1,3 d. Sistem Gastrointestinal Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang cukup bulan. Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/tidak

adanya

motilitas

dan

meningkatkan

risiko

EKN

(Enterokolitis

Nekrotikans).1,2 e. Sistem Hematologi Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi yaitu gangguan pada sistem pembentukan darah. Penyebabnya terutama pada bayi prematur adalah usia sel darah merahnya lebih pendek, pembentukan sel darah merah yang lambat, pembuluh darah kapiler mudah rapuh yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, hiperbilirubinemia, Hemmoragic Disease of the Newborn (HDN). 1 f. Sistem Penglihatan

Sistem penglihatan bayi BBLR dapat terganggu karena ketidakmatangan retina yang dapat menyebabkan Retinopathy f Prematurity (ROP). ROP disebabkan karena adanya pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang dapat menyebabkan perlukaan atau lepasnya retina.ROP dapat berlangsung ringan dan membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi serius dan mengakibatkan kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP. Semakin rendah berat lahir atau usia kehamilan maka semakin tinggi pula risiko terjadinya ROP. Bayi dengan ROP berisiko besar terjadi strabismus (juling), katarak, kelainan refraksi (rabun jauh) sampai kebutaan. 1 g. Sistem Perkemihan Terdapatnya masalah pada sistem perkemihan, dimana ginjal bayi tersebut belum matang sehingga tidak mampu mengelola air, elektrolit dan asam-basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin. 1

3.1.5. Penatalaksanaan Cara Kontak kulit

Petunjuk penggunaan 

Untuk semua bayi



Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan.

Pemancar panas



Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.



Untuk pemeriksaan awal

bayi,

selama dilakukan

tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi. Inkubator

Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang tidak dapat dilakukan KMC.

Ruangan hangat



Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak memerlukan

tindakan

diagnostik

atau

prosedur

pengobatan. 

Tidak untuk bayi sakit berat.

1. Pengaturan suhu tubuh/Termoregulasi Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh dan dapat menjadi hipotermia atau hipertermia. Hal ini disebabkan oleh pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik atau sistem metabolisme yang rendah. Hipotermia adalah penurunan suhu di bawah 36,5̊C sedangkan hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh > 37,50C. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas. Suhu tubuh dijaga pada suhu 36,5 – 37,5̊C. 1,2 Diperlukannya penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya hipotermia atau hipertermia serta menjaga suhu tubuh tetap berada dalam keadaan normal, yaitu dengan cara proteksi termal/warm chain. Jika sudah terjadi perubahan suhu badan bayi, dilakukan penangan yang lebih khusus yakni dengan cara penggunaan inkubator, radiant warmer atau dengan cara metode kangguru. 1,2 2. Pengaturan makanan/nutrisi Pemberian makanan terbaik bagi bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Pemberian makanan secara dini akan mengurangi risiko hipoglikemia, dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Pada bayi dengan masa gestasi 32 minggu atau kurang atau berat badan kurang dari 1500 gram terlalu lemah untuk bisa mengisap secara efektif atau

tidak mempunyai refleks menelan yang memadai, ASI dapat diberikan dengan menggunakan sonde lambung. 1,2 3. Mencegah infeksi Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah dan sistem imun yang belum matang menyebabkan bayi BBLR sangat rentan dengan infeksi.Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi pada bayi seperti mencuci tangan sebelum memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi. 1,2 2.6. Pemantauan (Monitoring) 1. Pemantauan saat dirawat: a. Terapi -

Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

-

Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang -

Pantau berat badan bayi secara periodik

-

Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram

-

Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua

kategori

berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari: o Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari o Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari o Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari o Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

2. Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut : -

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

-

Hitung umur koreksi.

-

Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

-

Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).

-

Awasi adanya kelainan bawaan.

3.1.6 Prognosis BBLR Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.8

3.1.7 Pencegahan Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan: 1,2 - Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu - Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik - Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun) - Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat

meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil. Tanda kecukupan pemberian ASI: - BAK minimal 6 kali/ 24 jam. - Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI. - BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari. - Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap  ASI akan menetes dari payudara yg lain. Indikasi bayi BBLR pulang: - Suhu bayi stabil. - Toleransi minum oral baik  terutama ASI. - Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

3.2 Penyakit Membran Hialin 3.2.1 Definisi HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) merupakan gangguan napas pada bayi baru lahir yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir dan menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan. RDS ini hampir sebagian besar terjadi pada Bayi Kurang Bulan, yang masa gestasinya 36-38 minggu dan berat kurang dari 2500 gram. HMD juga terjadi pada neonatus lebih muda dari usia kehamilan kurang dari 32 minggu dan berat kurang dari 1200 gram. Pada pemeriksaan radiologik ditemukan adanya gambaran retikulogranular yang uniform dengan air bronchogram.

3.2.2 Etiologi Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS.

3.2.3 Faktor Predisposisi

 Prematuritas, paru bayi secara biokomiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli.  Ibu dengan diabetes melitus, terjadi respirasi distress akibat kelambatan pematangan paru.  Lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru.  Genetik (riwayat defisiensi surfaktan pada saudara kandung laki-laki)  Asfiksia perinatal. 3.2.4 Patofisiologi A. Perkembangan Paru Normal Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai dengan perkembangan bronkhi utama pada usia 3 minggu kehamilan. Pertumbuhan paru kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh darah, otot halus, tulang rawan dan komponen fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara endodermal epitelium mulai membentuk alveoli dan saluran pernapsan. Di luar periode embrionik ini, ada 4 stadium perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh stadium ini, perkembangan saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses diferensiasi berlangsung secara bersamaan. 1. Pseudoglandular (5-17 minggu) Terjadi perkembangan percabangan bronkhius dan tubulus asiner 2. Kanalikuler (16-26 minggu) -

Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan mesenkim

-

Diferensiasi pneumosit alveollar tipe II sekitar 20 minggu

3. Sakuler (24-38 minggu) -

Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udara

-

Awal pembentukan septum alveolar

4. Alveolar (36 minggu – lebih 2 tahun setelah lahir) -

Penipisan septum alveolar dan pembentukan kapiler baru

B. Surfaktan Paru Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe II dan disekresi kedalam rongga udara kecil sekitar usia kehamilan 22 minggu. Komponen utama surfaktan ini adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari dipalmithylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler.

Pembentukan mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SPB. Surfaktan lapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas kecil selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa volume paru. Terjadi proses “re-uptake and recycling” secara aktif dari fosfolipid surfaktan (baik endogenous maupun dari pemberian surfaktan) oleh pneumosit tipe II.

3.2.5 Diagnosis a. Anamnesis -

Riwayat kelahiran kurang bulan.

-

Riwayat ibu dengan diabetes melitus.

-

Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin), atau partus tindakan dengan bedah sesar.

-

Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membran hialin.

b. Pemeriksaan Fisik -

Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.

-

Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala o Sesak napas, dengan frekuensi napas >60 kali/menit atau <30 kali/menit o Grunting atau merintih o Retraksi dinding dada o Kadang dijumpai sianosis pada suhu kamar

-

Perhatikan tanda prematuritas.

-

Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru-paru.

-

Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA.

-

Penyakit bisa menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan.

3.2.6 Pemeriksaan Penunjang Foto toraks Posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial. Gambaran radiologi dapat memberi gambaran penyakit membran hialinyang menunjukkan gambaran retikulogranular yang difus bilateral atau gambaran bronkhogram udara (air bronchogram) dan paru yang tidak berkembang. Terdapat 4 Derajat: a. Derajat 1 (ringan): kadang normal atau gambaran granuler, homogen, tidak ada air bronchogram b. Derajat 2 (ringan-sedang): 1 + air bronchogram

Gambaran air bronchogram yang menonjol menunjukkan bronkiolus yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps c. Derajat 3 (sedang-berat) : 2 + batas jantung-paru kabur

d. Derajat 4 (berat): 3 + white lung

Laboratorium -

Darah: Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukkan tanda infeksi. Menunjukkan pada kecurigaan pneumonia. Kultur streptokokus (-).

-

Analisis gas biasanya memberikan hasil: hipoksemia, asidemia yang berupa metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak normal.

-

Rasio lesitin/sfingomielin (L/S ratio < 2:1).

-

Shake test (tes kocok), jika tidak ada gelembung, resiko tinggi untuk terjadinya PMH 60%.

Diagnosa Banding 

Pneumonia



TTN



Sindrom aspirasi mekonium



Pneumotoraks



Perdarahan paru



Hernia diafragmatika

3.2.7 Penatalaksanaan a. Terapi Pengganti Surfaktan Terapi pengganti surfaktan sekarang dianggap sebagai standar perawatan pada pengobatan bayi diintubasi dengan PMH. Sejak akhir 1980-an, lebih dari 30 percobaan klinis telah dilakukan secara acak yang melibatkan >6000 bayi telah dilakukan. Tinjauan sistematis terhadap uji coba ini menunjukkan surfaktan ini, apakah digunakan secara profilaksis dalam ruang persalinan untuk mencegah PMH atau dalam pengobatan penyakit yang telah terjadi, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam risiko pneumotoraks dan risiko kematian. Manfaat ini diamati baik di uji coba surfaktan ekstrak alami atau surfaktan sintetik. Surfaktan pengganti, meskipun terbukti segera efektif dalam mengurangi keparahan PMH, tiada bukti jelas ia dapat menurunkan kebutuhan oksigen jangka panjang atau perkembangan perubahan kronis paru-paru. Saat ini, penelitian tindak lanjut jangka panjang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pasien yang diobati surfaktan dan kelompok kontrol yang tidak diobati sehubungan dengan PDA, IVH, RBP, NEC, dan BPD. Ada bukti menunjukkan bahwa lamanya penggunaan ventilasi mekanik dan

ventilator total telah berkurang dengan

penggunaan surfaktan pada semua tingkat usia kehamilan, walaupun dengan peningkatan bayi berat badan lahir sangat rendah. Ini mungkin mencerminkan pengenalan terapi surfaktan pengganti di negara-negara tentang. Dalam tindak lanjut studi jangka panjang, tidak ada efek samping disebabkan terapi surfaktan telah diidentifikasi.

b. Dukungan Pernapasan Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik adalah terapi andalan untuk bayi dengan PMH yang mengalami antaranya apnea atau hipoksemia dengan asidosis respiratorik yang berkembang. Ventilasi mekanis biasanya dimulai dengan kadar 30-60 napas/menit dan rasio inspirasi-ekspirasi 1:2. Sebuah PIP awal 18-30 cm H2O digunakan, tergantung pada ukuran bayi dan keparahan penyakit. Sebuah PEEP dengan 4-5 cm H2O menunjukkan hasil oksigenasi yang meningkat, mungkin karena membantu dalam pemeliharaan dari FRC yang efektif. Tekanan terendah yang memungkinkan dan konsentrasi oksigen inspirasi diselenggarakan dalam upaya untuk meminimalkan kerusakan pada jaringan parenkim. Ventilator dengan kapasitas untuk menyinkronkan upaya pernafasan dapat mengurangi barotrauma. Penggunaan awal HFOV telah menjadi

semakin populer dan merupakan modus ventilator yang sering digunakan untuk bayi berat badan lahir rendah. CPAP dan nasal synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV). Nasal CPAP (NCPAP) atau nasopharyngeal CPAP (NPCPAP) dapat digunakan dini untuk menunda atau mencegah kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Untuk meminimalkan cedera paru-paru berhubungan dengan intubasi dan ventilasi mekanis, telah ada minat baru dalam menggunakan CPAP sebagai strategi pengobatan awal untuk mengobati PMH bahkan pada bayi berat badan lahir sangat rendah. Di beberapa pusat, praktik ini telah telah digunakan dengan sukses dan menghasilkan penurunan insiden BPD. Selain itu, pengobatan dini dengan surfaktan, yang dikelola selama periode singkat intubasi diikuti oleh ekstubasi dan penerapan NCPAP semakin sedang digunakan di Eropa. Pendekatan ini telah digunakan pada bayi prematur usia kehamilan <30 minggu kehamilan dan secara signifikan mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik selanjutnya. NCPAP dan NPCPAP dapat digunakan pada ekstubasi dan dapat mengurangi kemungkinan diintubasi lagi.

c. Dukungan cairan dan nutrisi Pada bayi yang sangat sakit, sekarang memungkinkan untuk mempertahankan dukungan gizi dengan nutrisi parenteral untuk periode yang diperpanjang. Kebutuhan spesifik prematur dan bayi cukup bulan telah dipahami dengan baik, dan persiapan nutrisi yang tersedia mencerminkan pemahaman ini.

d. Terapi antibiotik Antibiotik yang mencakup infeksi neonatal

yang paling

sering biasanya

dimulai secara awal. Dosis interval aminoglikosida ditingkatkan untuk bayi prematur.

BAB IV ANALISA KASUS Bayi perempuan, lahir di rumah sakit ditolong oleh residen OBGYN secara spontan pervaginam dari ibu G3P2A0 hamil preterm, bayi lahir langsung menangis, bayi tampak sesak sejak lahir, APGAR score 6/8. Berat badan lahir 2000 gram, Panjang badan lahir 41 cm. Ibu memiliki riwayat pre-eklampsia, riwayat ketuban pecah sebelum waktunya 24 jam, tidak disertai ketuban kental, hijau, dan berbau. Riwayat injeksi vitamin K ada. Bayi dibawa ke bagian neonatus RSMH dengan bayi berat lahir rendah, HR 158x/m, RR 62 x/m, T 37.3oC, down’s score 3. Aktivitas, tangis, reflex hisap dalam batas normal. Pada anamnesis didapatkan riwayat ibu melahirkan bayi dengan BBLR 2000 gram selama masa kehamilan 32 minggu, yang diklasifikasikan sebagai neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan (dilakukan plotting pada kurva Lubchenco). Salah satu penyebab bayi kecil untuk masa kehamilan adalah prematuritas murni. Dari gambaran klinis dan pemeriksaan fisik, bayi termasuk dalam gambaran klinis respiratory distress ditandai dengan down’s score 3, sesak napas (RR 62 kali/menit) serta terdapat retraksi intercostal. Pada pemeriksaan darah didapatkan hasil yang abnormal dimana didapatkan penurunan trombosit 113.000/mL dan peningkatan CRP 11 mg/L. Kemudian, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan hasil dalam batas normal. Penyakit membran hialin pada kasus ini dapat disebabkan dengan adanya riwayat kelahiran kurang bulan. PMH disebabkan oleh kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas kecil selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa volume paru. Adanya riwayat prematur menyebabkan kurangnya produksi surfaktan pada kasus ini sehingga meningkatkan resiko terjadinya PMH.

Tatalaksana yang diberikan adalah pemberian O2 head box 10 LPM, IVFD D10 ditambahkan Ca glukonas 300 mg dengan kecepatan 6 cc/ jam, kebutuhan cairan harian pada bayi ini sebanyak 220 cc/24 jam atau 9 cc/jam dan dilakukan evaluasi residu setiap harinya untuk menilai fungsi saluran cerna dan menentukan penambahan jumlah minum setiap harinya. Profilaksis infeksi pada bayi ini diberikan antibiotika ampicilin dengan dosis 50 mg/KgBB dengan interval pemberian 3 kali atau setiap 8 jam dalam satu hari dan pemberian gentamicin dengan dosis 5 mg/KgBB dengan interval pemberian 2 kali atau setiap 12 jam dalam satu hari. Antibiotika diberikan selama 7-10 hari atau diberhentikan setelah klinis membaik dalam 5 hari.

DAFTAR PUSTAKA 1. Azis, Abdul Latief. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan Anak, edisi III. RSU Dokter Sutomo. Surabaya 2. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8. 3. Kosim, M,S., dkk., 2010. Buku Ajar Neonatologi, Cetakan Kedua, Badan Penerbit IDAI, Jakarta. 4. Maryunani, Anik & Nurhayati, 2009. Asuhan Kegawatadaruratan dan Penyulit Pada Neonatus, Trans Medika, Jakarta. 5. Prawiroharjo, sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional .Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Jakarta ,Balai Pustaka Sarwono Prawiroharjo 6. Purwanto E.R., 2009. Masalah BBLR di Indonesia. http://emedicine.medscape.com 7. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 8. Surasmi A., Handayani S., Nurkusuma H.

Perawatan Bayi Berat Badan Lahir

Rendah. Dalam: Perawatan Bayi Resiko Tinggi, cet. 1. Jakarta: EGC, 2003; 30-56 9. Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 10. John Mersch, MD, FAAP : Neonatal Sepsis ( Sepsis Neonatorum ). Page was last modified

June

20th,

2011.

Page

available

at

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=98247 11. Ann L Anderson-Berry, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified February 23rd, 2010. Page available at http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview 12. Claudio Chiesa et al : Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and Laboratory Challenge.

Page

was

last

modified

July 1st,

http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279.

2011.

Page

available

at

13. Carl Kuschel : Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page was last modified October 20th, 2010. Available at http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm 14. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2007. 15. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Dalam: Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors. Neonatology: Management, Procedures, OnCall Problems, Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill Companies; 2004. 16. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter, MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill Companies; 2003. 17. Bhakta KY. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenweld EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 323-30.

Related Documents

Case Bblr Um.docx
July 2020 0
Bblr
October 2019 34
Bblr
June 2020 27
Bblr
May 2020 24
Bblr Lp.docx
June 2020 28
Bblr Poa.docx
May 2020 19

More Documents from "AlfianUmar"