Buku Teknik Pengambilan Keputusan.pdf

  • Uploaded by: Muhammad Haikal Fiqry Al-banjari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Teknik Pengambilan Keputusan.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 20,108
  • Pages: 97
Teknik PENGAMBILAN KEPUTUSAN (Pendekatan Teori & Studi Kasus) Penyusun: Dr. Aspizain Chaniago, S.Pd, M.Si

PERSEMBAHAN

Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR. Muslim)

Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun dengan ilmu (HR. Thabrani)

kupersembahkan kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda Tercinta, Kedua ananda dan istriku tercinta Seluruh Keluarga Besarku Serta segenap pihak yang turut memberikan suporting.

KATA PENGANTAR Penulis sebagai mantan aktifis dan praktisi yang sangat dekat dengan kerja dan aktifitas pengambilan keputusan termasuk aktifitas di organisasi kemasyarakatan mencoba menyusun buku yang berorientasi dari teori-teori pengambilan keputusan dan berbagai pemikiran juga pengalaman sehari-hari baik langsung maupun referensi yang terkait.

Pengambilan keputusan yang sering terjadi melalui hal yang tidak wajar dan mendasar melalui kekuatan individu semata yang tidak didukung data menjadi bumerang di dalam berbagai hal keputusan disebabkan lemahnya pemahaman terhadap idealnya suatu keputusan dibuat.

Buku ini akan menjelaskan secara terperinci tentang pengambilan keputusan, pengertian, alasan, komponen, efektivitas, tipe-tipe, dasar-dasar, factor-faktor, model, pohon keputusan, kondisi, dan teknik pengambilan keputusan. Hal pengambilan keputusan tersebut akan didukung dengan pembahasan pengambilan keputusan secara kelompok yang dibahas secara teoritis, dan pada akhir pembahasan maka dibuat beberapa studi kasus yang menjelaskan tentang praktek di lapangan dari beberapa kasus pengambilan keputusan.

Dalam penyusunan buku ini, penulis didukung berbagai referensi khususnya data-data teoritis para ahli dan contoh-contoh kasus, yang tentu penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada segenap pihak yang mengikhlaskan, membantu dan mendukung penuh dalam penerbitan buku yang bersifat paket ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi buku ini masih sangat banyak kelemahan yang harus diperbaiki di kemudian hari, namun tetap berharap dengan munculnya buku ini akan sangat bermanfaat bagi banyak orang. Buku ini diharapkan akan mempengaruhi pemahaman keputusan dan aplikasi keputusan yang terbaik dan akurat bagi pembacanya.

Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih kepada istri beserta kedua ananda tercinta yang sangat mendukung penulis menyelesaikan buku ini dan khusus terima kasih yang setinggi-tingginya pada ibundaku tercinta “Chairani Hutasuhut” yang selalu mendo’akan setiap waktu untuk saya bisa memberi manfaat dimanapun berada.

Semoga kehadiran buku ini menjawab kebutuhan dan pemahaman yang berdampak di berbagai lingkungan kehidupan baik di lingkungan pendidikan maupun referensi bagi para pengambil keputusan di segala bidang.

Jakarta, April 2015

DAFTAR ISI PERSEMBAHAN .......................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................

ii iii iv

BAB I KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN …………............. 1.1 Pengantar …….…………..................................................................... 1.2 Alasan Mempelajari Pengambilan Keputusan .................................... 1.3 Pengertian Pengambilan Keputusan ……........................................... 1.4 Komponen Pengambilan Keputusan ……………………………………. 1.5 Pengambilan Keputusan Yang Efektif …………………………………..

1 1 2 3 4 6

BAB II TIPE-TIPE KEPUTUSAN …............................................ 2.1 Keputusan Perseorangan dan Organisasi ………................................ 2.2 Perbedaan Keputusan Perseorangan dengan Organisasi …………… 2.2 Keputusan-Keputusan Dasar dan Rutin .............................................

7 7 8 9

BAB III DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN ........................................... 3.1 Pengantar ………….……..................................................................... 3.2 Dasar Pengambilan Keputusan …………………………………………. 3.3 Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan ………....................................

11 11 11 12

BAB IV MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN …………........................... 4.1 Rasionalitas Pengambilan Keputusan …............................................. 4.2 Model-Model Pengambilan Keputusan ................................................

17 17 18

BAB V TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN .......................................... 5.1 Pengantar …………………………………............................................. 5.2 Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif ………………………………… 5.3 Proses Minault ………………...............................................................

20 20 20 25

BAB VI JENIS & KONDISI PENGAMBILAN KEPUTUSAN …..................... 6.1 Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan ……………................................ 6.2 Kondisi Pengambilan Keputusan …….................................................

30 30 31

BAB VII POHON KEPUTUSAN ……………………………............................. 7.1 Pengantar …………………................................................................. 7.2 Konsep Pohon Keputusan .................................................................. 7.3 Model Pohon Keputusan ……............................................................. 7.4 Komponen Pohon Keputusan ……………………………………………. 7.5 Prosedur Pembuatan Pohon Keputusan ……………………………….. 7.6 Diagram Pohon Keputusan ………………………………………………. 7.7 Kondisi Stokastik Multi Stage …………………………………………….

41 41 42 43 43 44 45 49

BAB VIII KEPUTUSAN KELOMPOK ............................................................ 8.1 Pengantar …………………………………………………………………. 8.2 Alasan Pembuatan Keputusan Secara Kelompok ……………………. 8.3 Metode Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok ………………….. 8.4 Kepemimpinan dalam Kelompok ……………………………………….. 8.5 Gaya Kepemimpinan dalam Kelompok………………………………….

50 50 50 52 54 56

8.6

Komunikasi Kelompok dalam Perspektif Teoritis………………..

58

BAB IX STUDI KASUS PENGAMBILAN KEPUTUSAN …......................... 63 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

86

BAB 1 KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN 1.1. Pengantar Dalam tatanan organisasi terdiri dari tiga tingkatan struktur mulai dari pimpinan utama, menengah hingga terendah atau biasa disebut staf. Ketiga tingkatan dalam hal melakukan kerja terdiri dari tiga bentuk, dimana pimpinan utama atau manager lebih pada hal-hal kerja yang bersifat kebijakan (policy), untuk tingkatan menengah akan mengambil peranan sebagian kebijakan dan sebagian teknis, sedangkan tingkatan dibawah/ staf lebih pada kerja-kerja teknis yang tidak memerlukan tuntutan strategis.

Manager sebagai struktur yang dianggap sangat identik dengan kebijakan (policy) akan diminta banyak bertindak akan hal – hal yang bersifat memutuskan. Keputusan yang diambil akan dijadikan langkah lanjut menjadi rincian-rincian taktis atau teknis pada strata terendah organisasi atau perusahaan. Hanya para manager yang dapat memutuskan dengan baik dan cepatlah yang akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Beratnya tugas manager dalam mengambil keputusan yang harus mempertimbangkan tiap komponen dan seluruh aktivitas banyak orang sehingga semua yang terkait dapat melaksanakan keputusan dengan baik pula.

Keputusan seorang manager dalam mengambil keputusan dapat ditingkatkan jika manager tersebut mampu memahami dan mengetahui berbagai teori dan praktek pembuatan keputusan . Dengan pemahaman dan pengetahuan manager tentang teori dan praktek pengambilan keputusan akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat yang berdampak pada efisiensi kerja manager.

Banyaknya keputusan-keputusan yang salah yang dilakukan oleh para manager dengan hal-hal yang tidak berdasar disebabkan percaya diri yang berlebihan tanpa memahami teknik dalam mekanisme keilmuannya, tanpa peduli dengan berbagai perubahan di dalam dan diluar sehingga kesalahan – kesalahan ini sesungguhnya masih dapat

diantisipasi dengan meningkatkan pemahaman teori dan praktek menghindari kerugian yang akan lebih besar lagi. 1.2. Alasan Mempelajari Pengambilan Keputusan Yang menjadi dasar utama perlunya mempelajari pengambilan keputusan ini dapat dirinci antara lain sebagai berikut : 1.2.1. Untuk meningkatkan kualitas diri dan karir pengambil keputusan Dengan kualitas diri dalam mengambil keputusan otomatis menjadi suatu pra syarat mutlak bagi seseorang lebih ideal diletakkan pada fungsi-fungsi kerja yang bersifat kebijakan atau keputusan. Sebab ditingkat staf kebijakan lebih sedikit, sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan pemahaman teori dan praktek pengambilan keputusan yang baik akan menghasilkan keputusan yang baik pula dan untuk pengambil keputusan yang baik idealnya adalah orang – orang yang menjadi motor pembawa arah perusahaan.

1.2.2. Untuk Peningkatan efisiensi Keputusan yang baik pasti mempertimbangkan dari segala sudut ke-efektivitasannya, baik dari segi kualitas hasil, waktu pencapaian, implementasi bagi orang – orang yang terkait sehingga didapatkan keefisienan dalam proses. Efisiensi ini akan mampu dilakukan pada keputusan yang baru dan evaluasi berbagai keputusan yang lama untuk menghindari berbagai keputusan-keputusan yang tidak berdasar atau telah usang. Tujuan Efisiensi ini hanya efektif dilakukan jika mempunyai dasar teori dan praktek pengambilan keputusan yang baik.

1.2.3. Untuk peningkatan Produktivitas perusahaan Produktivitas akan meningkat jika ditunjang dengan input yang rendah di dukung proses yang inovatif, kreatif , efektif dan cara – cara kerja baru akan menghasilkan Output yang besar, atau dapat disebut output besar adalah nilai produktivitas besar yang dicapai. Produktivitas yang besar akan memberikan dampak kesejahteraan yang maksimal pula. Bahwa input, proses dan output tersebut dapat dicapai dengan tepat harus didukung dengan keputusan yang akurat dari modal pengetahuan terhadap teori dan praktek tentang pengambilan keputusan tersebut.

1.3. Pengertian Pengambilan Keputusan Untuk lebih memahami tentang pengambilan keputusan ini, maka perlu diuraikan yang menjadi dasar atau pengertian pengambilan keputusan tersebut, secara umum Pengambilan keputusan dapat diartikan yaitu : Pemilihan diantara berbagai alternatif pilihan yang ada, dengan berdasar dan tepat sasaran yang sesuai dengan harapan si pembuat keputusan. Pengertian tersebut mencakup :

1.3.1. Pembuatan pemilihan (Choice Making) Sebelum mengambil keputusan diharapkan seorang pengambil keputusan terlebih dahulu melakukan inventarisasi berbagai alternatif – alternatif yang akan menjadi pilihan keputusan. Pilihan keputusan harus berlandaskan pertimbangan disiplin ilmu.

1.3.2. Pemecahan Masalah ( Problem Solving) Tindakan dalam hal ini adalah suatu tindakan pengambilan keputusan untuk merumuskan permasalahan. Rumusan permasalahan harus mempertimbangkan dua sisi positif dan negatif atau kelebihan dan kekurangan sebagai landasan atau pedoman dalam pengambilan keputusan yang terbaik.

Menurut George R. Terry “ bahwa pengambilan keputusan di definisikan adalah pemilihan dua alternatif atau lebih” menurut definisi tersebut bahwa untuk menentukan suatu keputusan harus memunculkan alternatif solusi minimal dua solusi atau lebih yang akan ditentukan kemudian pilihan terbaik diantaranya.

Chester Bernard, menyatakan : “Analisis pengambilan keputusan yang menyeluruh merupakan penerapan teknik – teknik dalam rangka penyempitan pemilihan” menurut pendapat ini bahwa setiap pemilihan diperlukan analisis dengan menggunakan metoda alat analisis untuk mempersempit alternatif pilihan.

Sondang P. Siagian, menyatakan : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu permasalahan dengan pengumpulan fakta – fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan suatu tindakan yang paling tepat. Pengertian ini mengandung makna bahwa suatu permasalahan dilakukan penelusuran terlebih dahulu sehinga diketahui dengan jelas pokok-pokok permasalahan atau bukan suatu permasalahan yang perlu dilakukan putusan atau pilihan.

Azhar Kasim, Menyatakan : “Pemuatan keputusan adalah kegiatan-kegiatan yg meliputi perumusan masalah, pembahasan alternatif dan penilaian serta pemilihan bagi penyelesaian permasalahan”.

Berlandaskan teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah pilihan alternatif penyelesaian permasalahan, dengan terlebih dahulu memahami permasalahnnya dengan cara mengurai masalah sehingga didapatkan pokok permasalahan atau bukan permasalahan, selanjutnya dengan keilmuan dapat merumuskan berbagai alternatif penyelesaian permasalahan yang berdasar dan di dukung data dan fakta yang akurat.

1.4. Komponen Pengambilan Keputusan Sebagaimana pembahasan pengertian bahwa untuk mendapatkan keputusan yang terbaik dibutuhkan rumusan dan dukungan data yang akurat sebab keputusan yang dibuat akan berdampak sangat pada seluruh sisi yang menjalankan keputusan tersebut baik saat ini maupun ke masa-masa yang akan datang. Untuk mengambil keputusan dan sebagai representatif dari rumusan dan data fakta berikut ini disampaikan empat komponen pengambilan keputusan yang dikelompokkan oleh Martin Starr, yaitu : 1.4.1. Penetapan Tujuan Sebelum keputusan dibuat maka yang pertama harus ditanyakan “untuk apa keputusan ini di buat? apakah keinginan mencapai keputusan seiring dengan kemampuan dalam menjalankan dan dampak keputusan. Contoh : “Untuk apa membeli televisi di rumah..?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu akan sangat banyak jawaban yang didapatkan, tentu diantara jawaban – jawaban tersebut pasti ada yang paling menjadi tujuan khusus yang diharapkan oleh pengambil keputusan utama dalam membeli televisi tersebut. Antara lain alasan yang mungkin timbul adalah : a. Sarana hiburan di rumah b. Supaya keluarga betah dirumah c. Supaya tidak menonton di rumah tetangga d. Untuk dapat menyaksikan pertandingan piala dunia e. Untuk dapat menyaksikan acara tertentu f. Untuk gengsi agar tidak dianggap tidak mampu beli televisi g. dll

1.4.2. Identifikasi Alternatif Setelah menetapkan tujuan maka dapat dilanjutkan dengan menetapkan berbagai alternatif-alternatif yang mendasari mencapai tujuan tersebut. Untuk mencapai satu tujuan tentu ada banyak alternatif yang dapat diambil namun tetap dipertimbangkan segala dampak dari alternatif yang diambil. Misal, jika tujuan pembelian televisi tersebut disebabkan keinginan hanya untuk menonton satu paket acara saja dan hanya pada satu waktu saja tentu kurang pas jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

1.4.3. Uncontrolable Events Alternatif yang diambil harus mampu melihat pada kondisi sekarang terhadap kondisi yang akan datang, jangan sampai keputusan yang diambil tidak mempertimbangkannya. Dan keputusan yang sudah diambil jika karena diluar dari kemampuan kita menganalisanya namun tetap terjadi maka harus diusahakan mencari solusi alternatif atas kondisi terbaru yang muncul. Misal pembelian televisi yang bertujuan untuk mengikuti suatu acara tertentu, bukan tidak mungkin karena sesuatu hal acara tersebut tidak jadi ditayangkan. Tentu dengan penetapan tujuan yang sempit tersebut maka tidak tercapai tujuan pembelian televisi, dimana seharusnya sebelum menetapkan tujuan sudah dapat diantisipasi sebelum hal tersebut terjadi.

1.4.4. Sarana mengukur hasil Untuk sarana mengukur hasil harus ditetapkan alat atau sarana yang menjembatani antara keputusan terhadap realisasi. Jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan realisasi berarti putusan tersebut salah dan sebaliknya jika keputusan sesuai dengan realisasi yang dicapai maka dapat dikatakan keputusan tersebut berhasil. Dalam hal ini alat atau sarana ukur yang dimaksud sebagai pembanding, misalnya. Pembelian televisi didasari oleh keinginan bapak untuk memberikan alat hiburan di rumah agar anak – anaknya betah dirumah, maka alat ukur pembanding yang tepat adalah sejauh mana anak-anaknya tersebut menikmati hiburan televisi dan jarang keluar rumah.

1.5. Pengambilan Keputusan yang efektif Pengambilan keputusan efektif dapat dinilai seberapa besar keputusan tersebut memberikan keberhasilan dari yang diharapkan sesuai tujuan. Menurut Manullang, 1986, bahwa pengambilan keputusan yang efektif adalah dengan lima tahapan kategori yaitu : a. Tahapan menerima tantangan b. Tahapan mencari Alternatif c. Tahap penilaian alternative d. Tahap menentukan pilihan dan menjadi terikat e. Tahap berpegang pada Keputusan

BAB 2 TIPE-TIPE KEPUTUSAN Ada beberapa tipe keputusan organisasi dan menajemen yakni : 1. Keputusan perorangan dan organisasi, 2. Perbedaan Keputusan pribadi (Perseorangan) dan organisasi 3. Keputusan dasar dan rutin.

2.1.

Keputusan-keputusan Perseorangan dan Organisasi Pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh perseorangan (individual decisions) maupun oleh organisasi. Keputusan oleh perseorangan berupa keputusan berpartisipasi dan keputusan berproduksi demi organisasi. Dalam hal keputusan berpartisipasi

seorang

melakukan

perhitungan

tentang

dorongan

serta

sumbangannya pada organisasi.

Ini berarti orang menaggapi hadiah dari organisasi dan harapan organisasi terhadap fungsi seseorang. Bila hadiah dari organisasi lebih sedikit daripada sumbangannya kepada organisasi orang akan selalu mencari alternatif lain yaitu tidak ikut serta dalam organisasi, bila hadiah organisasi sama dengan sumbangan seseorang, orang tersebut akan mencari informasi tambahan untuk memutuskan ya atau tidak ikut dalam organisasi dan bila sumbangannya lebih kecil dari hadiah organisasi maka orang akan memutuskan untuk ikut serta dalam organisasi.

Orang mengambil keputusan untuk memproduksi demi organisasi biasanya mempunyai motivasi yang tergantung pada karakter/sifat alternatif yang menghadapi konsekuensi alternatif dan tujuan perorangan. Apabila alternatif yang dihadapi itu terlalu banyak maka biasanya orang telah mempunyai kerangka pengambilan keputusan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya. Kepribadian ini mendapatkan rangsangan eksternal sehingga mengadakan reaksi yang kemudian merupakan jalan yang ia tempuh. Konsekuensi alternatif pun banyak sekali. Orang memiliki sistem harapan dan nilai tersendiri dan dihadapkan pada konsekuensi alternatif yang ada. Ada beberpa alternatif yang dapat lebih diterima oleh seseorang

dibandingkan dengan alternatif lain dan alternatif tersebut digunakan sebagai dasar melakukan tindakan.

Selanjutnya keputusan untuk memproduksi atau berkarya tergantung pada tujuan perseorangan. Bagaimanapun juga orang terpengaruh oleh orang lain, kelompoknya, organisasinya dan pimpinan sehingga tujuan perseoranganpun dapat berubah dan sama dengan tujuan orang lain, kelompok, organisasi dan pimpinan. Dengan demikian orang dapat dengan mudah dipengaruhi dan mendasarkan keputusan-keputusannya pada tujuannya yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Keputusan organisasi berupa usaha organisasi menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Penyesuaian ini bisa bersifat rutin bisa inovatif. Dalam hal pertama organisasi bisa memiliki program atau rencana. Bila terjadi perubahan yang mempengaruhi sistem, maka sistem tersebut mengadakan tanggapan terhadap sifat perubahan dan mengadakan pilihan program yang sudah ada untuk bertindak agar menanggulangi perubahan tersebut.

Pada situasi penyesuaian inovatif organisasi dihadapkan pada situasi dimana organisasi tidak memiliki program untuk menghadapi perubahan, sehingga harus menemukan cara baru untuk menanggulangi perubahan tersebut. Dalam hal ini organisasi perlu mencari informasi tambahan agar dapat sampai pada keputusan untuk menanggulangi perubahan yang ada.

Oleh karena itu sistem komunikasi dan informasi yang baik akan dapat lebih cepat membantu memperlancar proses adaptasi organisasi terhadap perusahaan yang timbul. Selanjutnya di dalam organisasi harus ada sistem pengingat informasi yang baik agar organisasi dapat memperoleh data yang diperlukan dengan mudah. Bank data dari bagian penelitian dan pengembangan organisasi sangat membantu penyediaan data yang diperlukan untuk dasar pengambilan keputusan menghadapi perubahan ini.

2.2.

Perbedaan Keputusan-Keputusan Pribadi dan Organisasional Perbedaan antara keputusan pribadi dan organisasi dijelaskan oleh Chester Barnard. Menurut pendapatnya perbedaan dasarnya adalah bahwa keputusan-

keputusan pribadi (personal decisions) biasanya tidak dapat didelegasikan kepada orang lain , sedangkan keputusan-keputusan organisasi (organizational decesions) sering didelegasikan. Jadi manajer membuat keputusan organisasi yang ditujukan pada pencapaian tujuan organisasi dan keputusan pribadi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pribadi. Dalam kenyataannya sering sulit bahkan tidak mungkin untuk memisahkan kedua aspek keputusan menejemen ini. Terkadang keputusan pribadi dan organisasi sesuai sehingga mempermudah pencapaian masing-masing tujuan dan terkadang tidak sesuai sehingga saling menghambat masing-masing tujuan.

2.3.

Keputusan-keputusan Dasar dan Rutin Satu lagi cara umum untuk mengklasifikasikan berbagai tipe keputusan adalah dengan kategori dasar (basic) dan rutin. Mc Farland mengemukakan bahwa keputusan-keputusan dasar merupakan keputusan-keputusan unit, investasi dalam jumlah besar, keputusan satu kali yang menyangkut komitmen (keterikatan) jangka panjang dan relatif permanen dan tinggi derajat pentingnya karena suatu kesalahan pengambilan keputusan akan mencelakakan organisasi secara serius. Berbagai contoh keputusan dasar dalam suatu organisasi perusahaan antara lain keputusan yang berkaitan dengan lokasi pabrik, struktur organisasi, negosiasi pengupahan, lini produk dan integrasi vertikal. Dengan kata lain hampir semua keputusan kebijaksanaan (policy) menajemen puncak dapat dianggap sebagai keputusankeputusan dasar.

Keputusan-keputusan rutin adalah keputusan-keputusan yang sangat berlawanan dengan keputusan dasar. Tipe keputusan ini merupakan setiap hari, bersifat sangat repetitif (berulang-ulang) dan mempunyai sedikit dampak pada organisasi keseluruhan. Bagaimanapun juga digabungkan dengan keputusan dasar, keputusan rutin memainkan peranan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Contohnya seorang manajer personalia menarik karyawan baru, seorang akuntan membuat keputusan tentang suatu rekening baru , seorang tenaga penjualan memutuskan daerah yang akan didatangi. Tentu saja proporsi keputusan yang dibuat dalam organisasi sebagian besar merupakan berbagai macam keputusan rutin, meskipun proporsi yang tepat tergantung pada tingkatan organisasi mana keputusan dibuat. Contoh , penyelia (lini) pertama membuat hampir semua

keputusan rutin, sedangkan manajer puncak membuat keputusan rutin lebih sedikit tetapi lebih banyak dasar.

Disamping faktor-faktor organisasi juga ada faktor-faktor pribadi yang menentukan apakah suatu keputusan adalah dasar atau rutin. Pengalaman, motivasi dan kepribadian mungkin mempunyai pengaruh pada tipe mana keputusan akan diambil. Seorang manajer tingkat bawah yang dihadapkan dengan suatu keputusan rutin secara non formal bila mengubahnya menjadi suatu keputusan dasar yang mempunyai dampak jangka panjang terhadap organisasi secara keseluruhan.

BAB 3 DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN 3.1. Pengantar Permasalahan pembuatan keputusan sangat terkait dengan

kodrat manusia yang

mempunyai keterbatasan baik dari kemampuan mental maupun dalam membuat keputusan yang sangat beragam. Keputusan beragam ini bisa didasari oleh pengaruh perasaan atau didasari oleh rasio bahkan hanya asumsi dari pengalaman yang sangat dangkal dari permasalahan yang sesungguhnya.

Dasar-dasar pengambilan keputusan harus jelas, tersedianya informasi atas permasalahan tersebut dengan lengkap, pemahaman masalah yang sangat konkrit, penggunaan alat bantu selain kekuatan daya ingat, penempatan profesionalisme diri diatas kepentingan dan keinginan sendiri, dengan harapan jika hal ini bisa diterapkan antara lain menjadi dasar terhindarnya keputusan yang bermasalah.

Untuk memperkuat pemahaman dan analisis terhadap dasar-dasar keputusan ini perlu dilakukan pembahasan yang lebih luas dan akurat.

3.2. Dasar Pengambilan Keputusan Menurut George R. Terry, bahwa dasar pengambilan keputusan dapat digolongkan dalam 5 (lima) golongan. Adapun kelima golongan dasar keputusan tersebut adalah:

1) Intuisi, yaitu : memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh 2) Pengalaman, yaitu: memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung rugi, baik buruknya keputusan yang akan diambil. 3) Fakta; dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang akan menerima keputusan yang dibuat dengan rela dan lapang dada.

4) Wewenang; biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang rendah kedudukannya. 5) Rasional; keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.

3.3. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan

Sangat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi suatu keputusan, factor-faktor ini mampu memberikan sejauh mana kualitas keputusan akan ditetapkan, bila factorfaktor yang dipakai sangat tidak berhubungan atau bukan substansial utama permasalahan tentu akan memunculkan permasalah baru atau sebaliknya dengan kualitas hubungan faktor dengan keputusan sangat erat dan sangat substansial jelas akan memberikan keputusan yang ideal berkualitas.

Dalam pembahasan ini akan disampaikan ada 4 (empat) faktor yang sangat mempengaruhi munculnya suatu keputusan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :

1) Posisi atau Kedudukan Faktor Posisi atau kedudukan sangat mempengaruhi suatu pengambilan keputusan, para pemilik perusahaan sangat sering menghilangkan kaidah pengambilan keputusan yang benar disebabkan sang pemilik dengan posisinya membuat suatu keputusan dengan sepihak atas intuisi atau kepentingan sepihak yang juga sering diakui dan disetujui oleh para direksi dan karyawan sebagai wujud penghormatan dan penghargaan atau disebabkan kekhawatiran beda pendapat yang berujung pada ketidakpatuhan. Hal ini sering kali terjadi walaupun dengan kasat mata logika keputusan sangat bertentangan. Para pemimpin – pemimpin diktator dibeberapa Negara atau kerajaan-kerajaan masa lampau menjadikan faktor posisi atau kedudukan ini dapat membuat berbagai keputusan mutlak yang tidak mengenal kaidah keputusan benar atau keputusan salah.

Dalam hal penerimaan dari hasil pengambilan keputusan melalui factor kedudukan lebih mudah diterima oleh orang – orang yang dibawah posisinya atau yang dibawah kedudukannya. Namun pada sisi positifnya masih ada sejarah pemimpin yang mampu memberikan keputusan yang baik didasari factor kedudukannya.

2) Masalah Faktor masalah dalam pegambilan keputusan sangat berpengaruh, dalam management stratejik sangat jelas bahwa untuk masuk pada suatu keputusan atau solusi penyelesaian harus dimulai dengan mengetahui permasalahan-permasalahan melalui berbagai formula evaluasi yang melahirkan berbagai permasalahan yang akhirnya ditetapkan sebagai rujukan dalam menentukan keputusan penyelesaian.

Demikian pula halnya dengan faktor masalah dengan pengambilan keputusan, masalah dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan atau antisipasi keakuratan kualitas keputusan yang dibuat. Bahkan diharapkan dari keputusan yang dibuat mampu melihat masalah yang akan muncul atau dampak msalah yang timbul bahkan masalah yang sekaligus dapat diselesaikan.

3) Situasi dan Kondisi Faktor situasi dan kondisi dalam pengambilan keputusan sangat rentan dengan kualitas keputusan yang dikeluarkan. Dapat kita misalkan bahwa pada saat kenaikan bahan bakar minyak sangat tidak tepat para produsen kendaraan meningkatkan produksinya. Maksudnya bahwa momentum situasi dan kondisi tidak mendukung.

Di daerah perkampungan yang sangat religius sangat tidak tepat mendirikan suatu pub diskotik, maksudnya situasi dan kondisinya tidak mendukung. Pertanyaannya apakah dilingkungan perkampungan tersebut dapat didirikan suatu pub diskotik, jawabnya adalah jika perkampungan itu sudah berubah menjadi lebih terbuka dan modernis dan tidak terlalu kaku terhadap etika religius maka dapat saja dibuat keputusan untuk dapat mendirikan suatu pub diskotik pada lokasi itu.

Faktor situasi dan kondisi ini sangat memegang peranan terhadap keputusan, jika pengambil keputusan tidak mengindahkan faktor ini besar kemungkinan hasil keputusan yang dibuat akan sangat tidak berarti atau keputusan yang sangat lemah.

4) Tujuan Faktor tujuan dalam pengambilan keputusan sangat jelas menjadi sangat pokok sebab hasil keputusan yang tidak didasari oleh faktor tujuan adalah ngambang sebab keputusan tersebut tidak mempunyai arah dan sasaran yang dituju. Namun dalam berbagai keputusan yang pernah ada rata-rata menempatkan tujuan menjadi faktor utama baik tujuan yang mengarah pada hal negative atau positif organisasi maupun sebaliknya, baik tujuan pribadi maupun tujuan organisasi.

Faktor-faktor lain: Ada beberapa faktor lain yang dianggap sangat mendasari dalam pembuatan keputusan, antara lain :

1) Keadaan Intern organisasi Keadaan intern organisasi sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan hal ini dasari oleh keadaan organisasi, adapun hal-hal kesiapan organisasi yang dimaksud antara lain : kesiapan organisasi berupa dana, kemampuan karyawan, kelengkapan peralatan organisasi dan struktur organisasi.

Keputusan dengan biaya sangat erat hubungannya apalagi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan investasi atau proses yang panjang. Keputusan yang diambil harus seiring dengan kesiapan dana yang ada dalam mendukung keputusan tersebut dan sangat banyak keputusan yang tidak berjalan karena ketidaksiapan dana pendukung. Rincian biaya akan sangat dipengaruhi oleh tema atau arah keputusan.

Keadaan internal terkait dengan kemampuan karyawan terhadap pengambilan keputusan bisa dilihat dari kesiapan karyawan menerima hasil keputusan, jangan sampai keputusan yang diambil tanpa memperhitungkan kemampuan karyawan yang ada. Sebab sehebat apapun suatu keputusan tanpa didukung oleh SDM yang akan menjalankannya tentu hanya akan sia-sia.

Keadaan internal terkait kelengkapan peralatan organisasi terhadap pengambilan keputusan dapat dilihat faktornya dari suatu keputusan yang mempunyai hubungan dengan harus adanya berbagai peralatan pendukung namun tidak tersedia, tentu keputusan itu tidak berjalan dengan semestinya. Keputusan yang dibuat wajib mempertimbangkan kelengkapan peralatan yang ada, jika tidak harus ada penyesuaian terhadap keputusan baik dari segi keputusannya maupun dari segi penyediaan peralatannya.

Keadaan internal terkait dengan struktur organisasi terhadap pengambilan keputusan mempunyai peranan yang juga sangat penting sebab struktural pengambil keputusan menentukan tingkatan keputusan yang dibuat. Keputusan suatu kebijakan akan sangat didominasi oleh para struktural yang berada di level menengah dan atas sedangkan keputusan di level struktural bawah akan lebih pada keputusan-keputusan teknis dari penjabaran kebijakan yang ditetapkan dari jenjang struktural diatasnya.

2) Keadaan Eksternal Organisasi Keadaan eksternal organisasi terhadap keputusan menjadi sangat penting sehingga para pengambil keputusan harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi oleh karena itu diperlukan identifikasi, evaluasi dan diagnosa terhadap lingkungan eksternal.

Sangat banyak keputusan yang dibuat menjadi gagal disebabkan lemahnya analisa terhadap faktor eksternal ini, misalnya hal budaya di Bali harus dipertimbangkan menjadi bagian dari keputusan yang seiring bukan bertentangan, budaya di lingkungan yang Islami, budaya dilingkungan glamor menjadi factor-faktor yang harus disesuaikan. Penjualan suatu produk yang sama pada titik lokasi yang berbeda dimana satunya lokasi modern pusat perkotaan dan lingkungan orang kaya cenderung penetapan harga lebih mahal dibandingkan dengan lokasi perkampungan tradisional, pinggiran kota, pendapatan perkapita yang rendah dengan harga yang lebih murah.

3) Tersedianya Informasi yang diperlukan Informasi dalam pengambilan keputusan menjadi faktor yang harus dipenuhi sebelum keputusan di ambil atau ditetapkan, sebab informasi yang diterima akan memberikan ketepatan sasaran keputusan seiring dengan kebutuhan sesungguhnya. Misal : pembuatan keputusan tanpa memperdulikan informasi terbaru terhadap perubahan suatu undang-undang atau aturan yang ada bisa membatalkan keputusan, penetapan harga tanpa melihat pembanding kompetitor akan menyebabkan harga yang tidak ideal, dll.

4) Kepribadian dan kecakapan pengambilan keputusan. Kepribadian dan kecakapan menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan. Inteligensi, kapasitas, kapabilitas, ketrampilan, penilaian, kebutuhan menjadi bahagian kepribadian dan kecakapan yang dapat mempengaruhi hasil keputusan. Bahwa orang pintar dengan orang bodoh akan sangat berbeda dalam menentukan suatu keputusan.

Bahwa orang yang mempunyai kapabilitas dan integritas sangat berbeda dengan orang yang tidak mempunyai kapabilitas terhadap suatu keputusan, bahwa orang yang mampu melakukan penilaian yang baik dengan yang tidak tentu menghasilkan keputusan yang berbeda, begitu juga dengan kebutuhan.

BAB 4 MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Rasionalitas pengambilan keputusan Mengapa seorang pengambil keputusan memilih suatu alternatif ? Jawaban terhadap hal itu melibatkan rasionalitas keputusan dan model keputusan. Sarana hasil akhir (means ends) adalah definisi rasionalitas yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan. Bila sarana (peralatan) dipilih secara tepat untuk mencapai berbagai hasil akhir yang diinginkan, keputusan dikatakan rasional. Bagaimanapun juga ada banyak komplikasi pada tes rasionalitas sederhana ini. Pertama adalah sulit untuk memisahkan sarana-sarana dari hasil akhir, karena suatu hasil akhir nyata mungkin hanya merupakan suatu sarana bagi hasil akhir dimasa mendatang.

Gagasan ini bisa disebut means-ends chain atau hierarchy. Simon, mengemukakan bahwa hirarki sarana hasil akhir terkadang merupakan satu rantai yang terintegrasi dan sepenuhnya kait mengkait. Hubungan antara kegiatan organisasi dan tujuan akhir sering kabur atau tujuan akhir ini dirumuskan secara tidak lengkap atau ada berbagai bentuk komplik internal dan kongtradiksi diantara tujuan dan diantara sarana-sarana yang dipilih untuk mencapainya ( Herbert A Simon, 1957). Disamping itu konsep yang digunakan dalam pengambilan keputusan bahkan mungkin sudah usang.

Satu cara untuk memperjelas rasionalitas sarana hasil akhir adalah dengan menambahkan berbagai kata keterangan yang sesuai pada berbagai tipe rasionalitas. Jadi suatu keputusan disebut rasional secara obyektif adalah bila keputusan tersebut dapat memaksimumkan nilai-nilai tertentu dalam suatu situasi tertentu. Rasional secara subyektif dapat digunakan bila keputusan memaksimumkan perolehan relatif pengetahuan akan subyek tertentu. Rasional secara sadar mungkin diterapkan untuk keputusan-keputusan dimana berbagai penyesuaian sarana terhadap hasil akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar. Suatu keputusan adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar. Suatu keputusan adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil akhir dicoba dengan sengaja oleh

individu atau organisasi. Suatu keputusan adalah rasional secara organisasional dalam arti bahwa keputusan tersebut diarahkan pada tujuan organisasi dan rasional secara pribadi bila keputusan diarahkan ke tujuan individual.

4.2. Model-Model Pengambilan Keputusan

Ada berbagai model deskriptif perilaku rasionalitas pilihan. Model ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara teoritis dan realistis bagaimana para manajer praktisi membuat keputusan. Secara lebih khusus model berusaha untuk menentukan pada derajat mana para pembuat keputusan menajemen adalah rasional. Kerangka model mulai dari rasionalitas penuh, dalam kasus ini model ekonomi sampai irrasionalitas penuh dalam kasus sosial. Dapat dikemukakan bahwa ada enam model pengambilan keputusan menajemen, yaitu :

1) model ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mencapai pendapatan marjinal sama dengan biaya marjinal untik memperoleh keuntungan maksimum,

2) model manusia administratif yang dikemukakan Simon dimana orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan (laba) yang memuaskan (satisficing profit) ,

3) model manusia mobicentrik yang dikemukakan oleh Jennings dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga selalu harus bergerak bebas mengambil keputusan,

4) model manusia organisasi (yang dikemukakan oleh W F Whyte) yang sifatnya setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan,

5) model pengusaha baru oleh Wright Mills yang bersifat kompetitif dan

6) model sosial (Freud, Veblen) dimana orang tua sering tak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan, emosi dan situasi dibawah sadar.

Model Preskriptif dan Deskriptif

Fisher (B Aubrey Fisher, 1974) mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada dua model proses pengambilan keputusan, yaitu :

1) model preskriptif atau pemberian resep perbaikan, Model preskriptif berdasarkan pada proses yang ideal. 2) model deskriptif. Model preskriptif menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan, sedang model deskriptif itu menerangkan bagaimana kelompok mengambil keputusan tertentu. model deskriptif berdasar realitas observasi.

Sedangkan model deskriptif diperkenalkan oleh Bales dan meliputi 3 langkah, yaitu : 1) orientasi, 2) evaluasi 3) pengawasan.

Orientasi menentukan bagaimana situasi yang dihadapi, evaluasi menentukan sikap yang perlu diambil dan pengawasan menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi seperti itu. Kemudian dilanjutkan dengan langkah

4) bersangkutan dengan masalah pengambilan keputusan , 5) masalah pengendalian ketegangan yang timbul dan 6) masalah integrasi.

Disamping model di atas (model linier), terdapat pula model spiral dimana satu anggota mengemukakan satu konsep dan anggota lain mengadakan reaksi setuju atau tidak setuju kemudian dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan revisi dan seterusnya. Dengan demikian hal ini terjadi proses kumulatif, progresif dan terus menerus merubah konsep dan akhirnya para anggota menyetujui posisi yang diambil. Atas dasar uraian ini dapatlah diindentifikasikan bahwa dalam proses pengambilan keputusan ini muncul para pimpinan yang nantinya membawa organisasi ke arah yang lebih baik, karena mereka diakui mampu oleh anggota lainnya walaupun dalam proses tersebut sering pula timbul konflik

BAB 5 TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN 5.1. Pengantar Dalam aplikasi teknik pengambilan keputusan dapat dikelompokkan dalam dua pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Kuantitatif 2. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan Kuantitatif adalah pendekatan yang didasari dengan analisis perhitungan matematis, Teknik atau metode kuantitatif telah memberikan kontribusi secara ilmiah dalam pengambilan keputusan.

Pendekatan Kualitatif adalah pendekatan yang didasari oleh analisis social non matematis yang tidak sampai melakukan perhitungan secara nominal, tetapi keputusan yang dibuat tetap mampu mendapatkan kualitas mendekati ilmiah.

Bagaimanapun juga banyak masalah keputusan dalam organisasi modern yang membutuhkan kreativitas, motivasi dan penerimaan. Untuk memecahkan masalah seperti itu para manajer memerlukan berbagai teknik lain selain dengan perhitunganperhitungan kuantitatif, meskipun mungkin memberikan derajat rasionalisasi dan bantuan tertentu kepada pembuat keputusan, sering menyebabkan hasil yang tidak efektif dan salah arah. Berikut ini disampaikan beberapa teknik untuk membantu proses pengambilan keputusan kreatif, teknik partisipatif dan teknik pengambilan keputusan modern. 5.2. Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif Pendekatan tipe ini mencoba untuk memanfaatkan semua hal yang tersedia untuk membantu individu dalam pengambilan keputusan kreatif. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merumuskan pedoman umum untuk merangsang kreativitas individual.

Empat pedoman sebagai alat bantu kreatifitas yang cukup refresentatif dikemukakan oleh Newman dan Warren sebagai berikut : 1) Sadari berbagai hambatan psikologis, terutama rintangan budaya dan persepsual 2) Coba merubah atribut dengan pemusatan perhatian pada satu atribut masalah pada waktu tertentu terutama atribut kunci. 3) Waspada terhadap penemuan-penemuan tak sengaja 4) Sadari bahwa komputer mempunyai potensi untuk menjadi pelengkap otak manusia dalam tahapan tertentu proses kreatif. Ada dua teknik dalam kelompok teknik kreatif yang dikenal dan digunakan secara luas yaitu brainstorming dan synectics :

Brainstorming yang dikembangkan oleh Alex F Osborn untuk membantu memacu gagasan dalam bidang pengiklanan. Pada pokoknya teknik ini berusaha untuk menggali dan mendapatkan kreatifitas maksimum dari kelompok dengan memberikan kesempatan para anggota untuk melontarkan ide-idenya. Meskipun mula-mula digunakan dalam masalah pengiklanan tetapi kemudian brainstorming telah diterapkan dalam banyak tipe masalah keputusan lainnya. Gagsan-gagasan yang telah dilontarkan mungkin “liar” dan tidak praktis tetapi hal ini sering menimbulkan penyelesaian kreatif masalah-masalah keputusan.

Ada beberapa kritik terhadap brainstorming antara lain bahwa teknik ini : (1) hanya dapat diterapkan pada keputusan-keputusan sederhana (2) sangat memakan waktu dan biaya (3) hanya menghasilkan ide-ide dangkal.

Di lain pihak brainstorming dapat sangat membantu untuk tipe keputusan tertentu, seperti pemberian nama produk baru atau sekedar menciptakan suatu lingkungan kreatif. Teknik ini bagaimanapun juga terlalu dangkal dan terbatas sebagai teknik bantu bagi para pengambil keputusan dasar dan dengan resiko atau ketidakpastian.

Synectics yang dikembangkan oleh Willam J Gordon, memang tidak sepopuler brainstorming tetapi mempunyai nilai potensial lebih besar sebagai teknik kreatif dalam

pengambilan keputusan. Synectics di dasarkan pada asumsi bahwa proses kreatif dapat dijabarkan dan diajarkan, dan dimaksudkan untuk meningkatkan keluaran (output) kreatif individual dan kelompok. Teknik ini mencakup dua tahap dasar , pertama membuat yang aneh menjadi lazim dan kedua membuat yang lazim menjadi yang aneh. Tahap aneh –lazim terutama bersifat analitis dan biasanya tidak ada penyelesaian. Sedangkan tahap kedua membuat yang lazim menjadi aneh suatu upaya sengaja dilakukan untuk melihat masalah dari sudut pandangan yang sepenuhnya berbeda.

Ada 4 tipe analogi umum yang digunakan untuk menstimulasi kreatifitas pada pembuatan yang lazim menjadi aneh yaitu : 1) analogi pribadi 2) langsung 3) simbolik 4) fantasi.

Tidak semua manajer harus secara otomatis menganggap bahwa mereka dapat menggunakan synectics untuk membantu dalam pengambilan keputusan kreatif. Untuk mengimplementasikan synectics secara tepat memerlukan seleksi hati-hati terhadap kemampuan personalia, latihan yang mamadai untuk penguasaan teknik dan integrasi dengan lingkungan pengambilan keputusan. Meskipun synectics seperti hanya brainstorming sangat memakan waktu dan mahal, teknik ini lebih cocok untuk masalah keputusan yang kompleks. Synectics sangat membantu dalam pengambilan keputusan dasar atau mengandung resiko dan ketidak pastian yang memerlukan penyelesaian kreatif. •

Teknik Partisipatif

Partisipasi sebagai suatu teknik berarti bahwa individu atau kelompok dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Ini dapat bersifat formal atau informal dan menyangkut keterlibatan intelektual dan emosional seperti halnya keterlibatan phisik. Besarnya partisipasi dalam pengambilan keputusan bervariasi dari satu sisi ekstrim dimana ada partisipasi berarti setiap orang yang berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh keputusan dilibatkan.

Dalam praktek derajat partisipasi ditentukan oleh beberapa faktor seperti : (1) siapa yang mengajukan gagasan, (2) berapa proporsi bawahan melaksanakan setiap tahanp pengambilan keputusan diagnosis, pengembangan alternatif, evaluasi dan estimasi konsekuensi masingmasing alternatif dan pembuatan pilihan (3) berapa bobot seorang pelaksana mempengaruhi gagasan yang dia terima. Semakin besar adanya masing-masing faktor ini, akan semakin tinggi besarnya partisipasi.

Ada aspek positif dan negatif pada teknik pengambilan keputusan partisipatif misalnya kecenderungan terjadinya partisipasi semu (pseudo participation) dimana manajer mencoba untuk melibatkan bawahan dalam tugas tetapi bukan pada proses pengambilan keputusan. Ini dapat menjadi bumerang yang terpengaruh pada kepuasan karyawan. Bila atasan menyatakan ingin memperoleh partisipasi dari bawahan tetapi tidak pernah membiarkan mereka terlibat secara intelektual dan emosional dan memanfaatkan saran mereka, hasilnya mungkin berupa “malapetaka”.

Partisipasi juga dapat sangat memakan waktu bertele-tele dan sebagainya. Tetapi, bagaimanapun juga keuntungan dengan adanya partisipasi jauh lebih besar dibanding kejelekannya. Barangkali keuntungan terbesar adalah bahwa teknik partisipasi menyadari bahwa setiap orang dapat memberikan sumbangan (konstribusi) yang sangat berarti kepada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. •

Teknik Pengambilan Keputusan Modern

Dalam era komputer saat ini dimana berbagai methode kuantitatif untuk pengambilan keputusan telah sangat berkembang dengan canggih dan banyak diterapkan pada berbagai tipe keputusan rutin dan terkadang mengandung resiko. Bagaimanapun juga hasil perhitungan kuantitatif seharusnya digunakan hanya sebagai salah satu pertimbangan atau informasi dalam pengambilan keputusan terutama untuk keputusan dasar dan menmgandung resiko atau ketidakpastian.

Teknik modern menawarkan bantuan bagi menejemen dalam menghadapi tantangan yang memerlukan tipe-tipe keputusan tersebut. Dimana hal ini dapat sepenuhnya di dasarkan pada metode kuantitatif.



Teknik Delphi,

Meskipun pertama kalinya dikembangkan oleh N.C Dalkey dan rekan-rekannya dalam tahun 1950, namun baru pada dekade ini mulai terkenal sebagai suatu teknik untuk membantu pengambilan keputusan yang megandung resiko dan ketidakpastian , misal forecasting jangka panjang. Teknik ini banyak digunakan dalam berbagai tipe organisasi seperti bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan dan militer.

Teknik Delphi mempunyai banyak variasi tetapi pada umumnya bekerja sebagai berikut : 1) Suatu panel para ahli tentang masalah tertentu diambil baik dari dalam maupun dari luar organisasi 2) Setiap ahli diminta untuk membuat prediksi-prediksi anonim. 3) Setiap penulis kemudian memperoleh umpan balik gabungan jawaban para ahli terhadap pertanyaan yaang diajukan 4) Berdasarkan pada umpan balik itu estimasi-estimasi baru dibuat dan proses ini diulangi beberapa kali sampai tercapai konsensus. Teknik Delphi dapat diterapkan pada berbagai macam program perencanaan dan masalah keputusan dalam berbagai tipe organisasi. Contohnya prediksi mengenai dampak kebijaksanaan pemanfaatan tanah baru terhadap penduduk, pertanian, polusi dan sebagainya. •

Teknik kelompok nominal (nominal group tehnique)

Sering disebut proses pengambilan keputusan kelompok NGT. Pengelompokan nominal telah banyak digunakan oleh para psikologi sosial selama beberapa dekade ini. Suatu kelompok nominal secara sederhana merupakan “kelompok makalah” (paper group) . Diberi nama kelompok nominal karena tidak ada pertukaran verbal yang diijinkan diantara para anggota.

Dalam hal ini jumlah gagasan, keunikan dan kualitas gagasan, penelitian telah menunjukan bahwa kelompok nominal lebih baik daripada kelompok nyata. Kesimpulan umum yang dapat ditarik adalah bahwa kelompok yang saling berinteraksi akan merintangi kreativitas ini tentu saja hanya menyangkut pengembangan gagasan,

karena pengaruh interaktif para anggota kelompok jelas mempunyai pengaruh signifikan pada variabel-variabel lainnya.

Bila pendekatan pengelompokan nominal digunakan sebagai satu teknik khusus untuk pengambilan keputusan dalam organisasi, maka pendekatan ini lebih dikenal dengan nama NGT yang terdiri atas beberapa langkah : 1) Pengembangan gagasan secara diam dalam bentuk tulisan 2) Umpan balik yang barupa usulan dari para anggota kelompok terhadap setiap gagasan dicatat dalam kalimat singkat. 3) Pembahasan setiap gagasan yang dicatat untuk memperoleh penjelasan dan evaluasi 4) Pemungutan suara individual dilaksanakan untuk memperoleh gagasan-gagasan perioritas dengan keputusan kelompok diambil secara sistematis atas dasar susunan ranking atau rating. Perbedaan antara pendekatan ini dengan Delphi adalah bahwa para anggota NGT biasanya saling mengenal satu dengan yang lain, mempunyai kontak tatap muka dan berkomunikasi secara langsung satu dengan yang lain. Kenyataan membuktikan bahwa teknik NGT menimbulkan lebih banyak gagasan dibanding kelompok-kelompok yang berinteraksi secara tradisional. Tipe teknik ini memberikan perbaikan keputusan menejemen dasar kreatif.

5.3. Proses Minaut Proses Minaut pada dasarnya merupakan proses rasional dalam pengambilan keputusan. Proses ini dikembangkan oleh Kepner dan Tregoe, dengan menerapkan empat proses dasar yang rasional dalam penggunaan dan penyebaran Informasi mengenai masalah organisasi. Lebih lanjut proses minaut adalah prosedur yang sistematis bagi pemanfaatan sebaik mungkin empat pola berfikir manusia :

(1) Menilai dan menjelaskan (2) Sebab akibat (3) Melakukan pilihan (4) Mengantisipasi masa depan

Oleh karena itu prosesnya juga dibedakan menjadi empat tipe (Charles H Kepner, 1965) : 1) Analisis situasi, 2) Analisis persoalan, 3) Analisis keputusan dan 4) Analisis persoalan potensial •

Analisis situasi.

Analisis penilaian situasi didasarkan pola fikir rasional yang pertama. Analisis ini lebih sebagai teknik evaluatif yang memungkinkan para manajer menggunakan sebaik mungkin analisis-analisis lainnya, bukan sebagai teknik analitis. Analisis situasi dirancang untuk mengenali persoalan yang harus dipecahkan dan keputusan yang harus diambil dan persoalan dimasa depan yang harus dianalisa dan direncanakan.

Teknik ini penting karena biasanya permasalahan managerial menyangkut berbagai informasi yang campur aduk baik antara informasi yang tidak penting dan tambahan. Secara ringkas tahap-tahap penilaian situasi adalah sebagai berikut : a) Pengenalan masalah. Manajer yang berhadapan dengan masalah “tinggi”. Situasi masalah yang dihadapi biasanya kompleks dan rumit. Langkah ini bermaksud untuk mengenali masalah yang terjadi sekarang dan di waktu yang akan datang apakah bentuk penyimpangan, ancaman atau kesempatan. b) Pemisahan masalah, yaitu pemecahan masalah kompleks menjadi masalah yang lebih terbatas dan jelas sampai merupakan sejumlah masalah tunggal. Juga perlu diidentifikasikan masalah-masalah tambahan yang harus diselesaikan. c) Penetapan perioritas. Setelah kita mempunyai sejumlah masalah tunggal, langkah berikutnya adalah menentukan urutan penanganan masalah tersebut atas dasar mendesak dan perkembangannya. d) Penempatan. Dengan urutan perioritas yang disebabkan kita memilih proses yang sesuai untuk menangani setiap masalah.



Analisis persoalan.

Analisis ini merupakan proses rasional kedua yang didasarkan pada pola berfikir sebabakibat. Proses ini memungkinkan kita dengan cermat mengenali, menguraikan, menganalisa dan memecahkan masalah, dimana terjadi suatu penyimpangan dari standar (seharusnya) yang belum diketahui penyebabnya. Analisis persoalan menunjukan cara untuk mencarikan informasi yang penting dan menyingkirkan informasi yang tidak relevan. Proses ini secara ringkas terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : a) Merumuskan persoalan atau pernyataan terjadinya penyimpangan b) Menguraikan persoalan dalam empat dimensi : identitas, lokasi, waku dan luasnya masalah c) Mencarikan informasi penting dan relevan di dalam tempat dimensi tersebut untuk menggali sebab-sebab yang mungkin d) Menguji sebab-sebab yang mungkin untuk menemukan sebab yang paling mungkin e) Melakukan verifikasi terhadap sebab yang paling mungkin



Analisis keputusan.

Analisis ini didasarkan pada pola berfikir penentuan pilihan. Dengan proses ini kita dapat mengevaluasi berbagai alternatif yang ada dan memilih alternatif terbaik. Langkah-langkah analisis keputusan dapat diuraikan sebagai berikut : a) Merumuskan pernyataan keputusan (decision statement), menentukan sasaran – sasaran yaitu hal-hal atau persyaratan penting yang harus dipenuhi alternatif demi hasil yang diharapkan dengan memperhatikan sumber daya yang membatasi dan ketersediaan data. Sasaran ini kemudian dikategorikan menjadi berbagai sasaran mutlak yang harus dipenuhi (must) dan berbagai sasaran keinginan (wants) dengan bobot yang berbeda-beda. b) Mengembangkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif. Berbagai alternatif dievaluasi terhadap sasaran mutlak dan sasaran keinginan. Alternatif yang tidak memenuhi sasaran mutlak digugurkan dan tidak dimasukkan dalam pertimbangan selanjutnya. Pilihan sementara ditentukan atas dasar apakah alternatif memenuhi sasaran mutlak atau tidak dan nilai total tertinggi hasil perkalian bobot masing-

masing sasaran keinginan dan hasil penilaian alternatif terhadap sasaran-sasaran tersebut. c) Menganalisa konsekuensi atau resiko yang merugikan untuk setiap alternatif, yang menyangkut kegawatan resiko. Pilihan terakhir ditentukan atas dasar hasil evaluasi alternatif dan analisis konsekuensinya.



Analisis persoalan potensial.

Adalah proses rasional yang didasarkan pada antisipasi kita terhadap peristiwa yang mungkin terjadi dan yang dapat terjadi dimasa yang akan datang. Memang tak seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa masalah yang akan terjadi tetapi juga tak seorangpun dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi masalah diwaktu yang akan datang.

Proses ini memungkinkan organisasi bertindak lebih aktif menentukan masa depannya, dengan menggunakan apa yang kita ketahui atau dapat kita asumsikan untuk menghindari konsekuensi negatif yang mungkin timbul. Analisis persoalan dilandasi pemikiran bahwa mencegah timbulnya persoalan adalah lebih effisien daripada memecahkan suatu persoalan yang dibiarkan berkembang. Langkah-langkah proses analisis persoalan potensial secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : a) Mengidentifikasikan daerah-daerah kritis, atau bagian-bagian dalam rencana yang dianggap lemah atau menurut dugaan kita kemungkinan terjadinya penyimpangan adalah lebih besar. Penentuan daerah kritis ini dapat berdasarkan pengalaman dan informasi dari pihak lain atau faktor-faktor lain yang relevan. Kemudian kita menentukan prioritas di antara daerah-daerah kritis tersebut dan memusatkan perhatian pada daerah yang paling kritis. b) Mengidentifikasikan persoalan-persoalan potensial yaitu meramalkan hal-hal yang mungkin menyimpang dalam daerah kritis priorits. Berdasarkan tingkat kegawatannya, kita menyusun persoalan potensial menurut perioritas c) Mengidentifikasikan sebab-sebab yang mungkin. Dari persoalan potensial diidentifikasikan masalahnya dan ditentukan penyebab yang kemungkinannya

sangat tinggi. Dalam tahap ini kita juga mengidentifikasikan tindakan pencegahan agar persoalan tidak terjadi. d) Mengidentifikasikan

tindakan-tindakan

penanggulangan.

Bila

tindakan

pencegahan gagal atau tidak mungkin dilakukan, tindakan penaggulangannya harus dilakukan untuk mengurangi akibat penyimpangan.

BAB 6 JENIS & KONDISI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan Manajer sebagai pembuat keputusan adalah seorang pemecah masalah, yaitu dengan memilih salah satu dari alternatif-alternatif yang tersedia, atau menemukan alternatif lain yang berbeda secara berarti dengan alternatif sebelumnya. Dalam manajemen keputusan dikategorikan dalam dua jenis yaitu keputusan terprogram (programmed decisions) dan keputusan tak terprogram (non programmed decisions).

6.1.1. Keputusan terprogram Keputusan terprogram adalah merupakan “keputusan yang diambil berdasarkan kebiasaan, peraturan, atau prosedur tertentu. Setiap organisasi mempunyai kebijakan tertulis atau tidak tertulis yang mempermudah pengambilan keputusan dalam situasi yang berulang-ulang dengan membatasi atau meniadakan alternatif.

Masalah rutin tidaklah selalu sederhana. Keputusan terprogram digunakan untuk mengatasi masalah yang rumit maupun yang sepele. Bila suatu masalah terjadi lagi dan jika unsur komponennya dapat ditentukan, diramalkan atau dianalisis, maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan pengambilan keputusan terprogram.

Sampai tingkat tertentu, keputusan terprogram itu membatasi kebebasan kita, karena organisasi dan bukan individu yang memutuskan apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, keputusan jenis ini dimaksudkan untuk membebaskan. Kebijakan, peraturan, atau prosedur yang digunakan untuk mengambil keputusan, akan membebaskan kita dari waktu yang diperlukan untuk memecahkan setiap masalah, dengan demikian memungkinkan kita mencurahkan perhatian pada kegiatan lain yang lebih penting.

6.1.2. keputusan tidak terprogram keputusan tidak terprogram adalah keputusan untuk memecahkan masalah yang luar biasa atau masalah istimewa. Jika suatu masalah jarang sekali muncul sehingga tidak tercakup oleh suatu kebijakan atau sedemikian penting sehingga memerlukan perlakuan khusus, maka masalah tersebut harus ditangani dengan suatu keputusan tidak terprogram.

Kalau seseorang berada pada posisi yang lebih tinggi dalam heirarkhi organisasi, kemampuan untuk mengambil keputusan tidak terprogram menjadi lebih penting karena secara progresif lebih banyak keputusan tidak terprogram yang diambil. Karena alasan tersebut, kebanyakan program pengembangan manajemen berusaha meningkatkan kemampuan manajer untuk mengambil keputusan tidak terprogram, biasanya dengan mengajar mereka menganalisis masalah secara sistematik dan membuat keputusan yang nalar.

6.2. Kondisi Pengambilan Keputusan. Manajer dalam membuat keputusan akan dihadapkan dengan berbagai kondisi, dalam hal ini akan dikelompokkan dalam 3 (tiga) kondisi besar yaitu : 6.2.1. Kondisi Pengambilan Keputusan Pasti (Certainty) 6.2.2. Kondisi Pengambilan Keputusan Beresiko (Risk) 6.2.3. Kondisi Pengambilan Keputusan Ketidakpastian (Uncertainty) Untuk memberikan penjelasan lebih, maka akan dibahas masing – masing kondisi tersebut diatas mulai kondisi pasti. Beresiko hingga ketidakpastian, sebagai berikut :

6.2.1. Keputusan dalam kondisi pasti Dengan kondisi yang pasti, pengambil keputusan sudah mengetahui terlebih dahulu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, yang mana akan terjadi. Ini berarti bahwa setiap pilihan keputusan atau decision alternatif hanya akan memiliki satu keluaran, dan pay off atau biaya dalam tiap kasus adalah tetap. Seorang manager akan melakukan investasi besar jika sebelumnya sudah memastikan segala hal terkait dukungan penjaminan atas investasi yang dilakukan untuk mendapatkan kepastian keuntungan dari investasi. Jika

terkait dengan biaya maka dipastikan yang terbaik adalah yang paling rendah biayanya, tetapi untuk terkait dengan keuntungan atau manfaat maka yang terbaik adalah yang paling tinggi.

Untuk pengambilan keputusan terbaik dengan kombinasi antara manfaat dan biaya, maka alat yang dapat digunakan adalah Linear Programing. Linear Programing merupakan alat analisis yang digunakan untuk membantu menentukan keputusan dengan mendasarkan pada asumsi-asumsi kepastian.

Ciri khusus penggunaan teknik ini adalah menetapkan asumsi-asumsi maksimalisasi dan minimalisasi. Maksimalisasi berupa keuntungan – keuntungan, atau langkah-langkah meningkatkan manfaat, sedangkan minimalisasi adalah berupa biaya atau hal-hal yang bersifat pengorbanan. Adapun komponen dari Linear Programing adalah variable keputusan, fungsi tujuan dan fungsi kendala, yaitu :

a) Variabel keputusan Variabel keputusan merupakan nilai atau ukuran dari konsepsi tindakan pemilihan atas beberapa alternatif yang mempunyai range dan variasi untuk setiap alternatif yang berbeda-beda. Analisis ini dibentuk dalam formulasi dengan menjadikan variabelnya dalam notasi matematis. Misalnya x1 = unit yang akan diproduksi jenis tertentu dan x2 = unit yang akan diproduksi jenis yang berbeda.

b) Fungsi Tujuan Merupakan fungsi yang menggambarkan sasaran dalam permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya – sumber daya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal atau biaya yang minimal. Fungsi tujuan ini juga dinyatakan dengan matematis. Koefisien dalam fungsi tujuan merupakan keuntungan per unit atau biaya produksi per unit.

c) Fungsi Kendala Merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan – batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. Fungsi kendala merupakan batas kemampuan dalam memilih nilai variable keputusan. Batasan – batasan tersebut bisa merupakan tenaga kerja, peralatan, bahan baku, batasan dana, dan lainnya.

Menurut Supranto (1983), suatu persoalan disebut persoalan Linear Programming apabila memenuhi: a) Tujuan (obyektif) yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam fungsi linier. Fungsi ini disebut fungsi tujuan (fungsi obyektif). b) Harus ada alternatif pemecahan yang membuat nilai fungsi tujuan optimum (laba yang maksimum, biaya yang minimum). c) Sumber-sumber tersedia dalam jumlah yang terbatas (bahan mentah, modal, dan sebagainya). Kendala-kendala ini harus dinyatakan di dalam pertidaksamaan linier (linear inequalities).

6.2.2. Keputusan Dalam Kondisi Berisiko Pengambilan keputusan beresiko adalah masalah dengan situasi dan kondisi masa depan yang tidak pasti, namun dapat membuat perakiran – perakiraan yang memungkinkan hal itu dapat terjadi, namun tetap harus didukung oleh pengalaman atau kebiasaan yang sering berulang – ulang. Mempunyai implikasi bahwa walaupun sembarang keadaan yang sebenarnya (state of nature) dapat terjadi, pengambil keputusan dapat mengestimasi peluang munculnya setiap keadaan tersebut. Hal ini berarti bahwa kemungkinan pay-off pada kondisi tertentu dapat diAnwarti dengan peluang munculnya setiap keadaan. Dengan demikian kita dapat menggunakan konsep Expected value atau Nilai Harapan, untuk menentukan keputusan mana yang akan diambil

Pengambilan keputusan dalam keadaan beresiko untuk menyelesaikan masalahnya ada dua kategori yaitu : •

Kriteria Expected Monetary Value (EMV)



Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)

Berikut ini akan disampaikan analisis dari kedua kriteria tersebut diatas

Analisis Kriteria Expected Monetary Value (EMV) Prosedur analisis keputusan dalam suasana risk mengikuti tahapan berikut: •

Pertama, diawali dengan mengidentifikasikan bermacam-macam tindakan yang tersedia dan layak.



Kedua, peristiwa-peristiwa yang mungkin dan probabilitas terjadinya harus di duga.



Ketiga, pay-off untuk suatu tindakan dan peristiwa tertentu ditentukan. Bukan hal mudah untuk membuat monetary pay-off kombinasi tindakan-peristiwa secara tepat.

Namun, pengalaman yang banyak dan atau catatan masa lalu memberikan dugaan pay-off yang relatif tepat. Untuk mendemonstrasikan langkah-langkah ini dalam pengambilan keputusan pada suasana risk,

Contoh : Seorang pedagang asongan sedang mempertimbangkan, dua alternatif kegiatan. A dan B, yang memiliki dua kondisi finansial yang berbeda. Setiap kondisi memiliki probabilitas kejadian yang sama (P1 = 0,5 dan P2 = 0,5). Pay-off matriks masalah ini ditunjukkan pada data sbb :

Pay-off Matriks Keputusan dalam Suasana Risk Alternatif Tindakan Penjual Minuman A Penjual Minuman B

Prosfek Pasar Mendung : P2 = 0,5 Cerah : P1 = 0,5 -1.000 1.060 20 30

Kriteria yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan adalah expected value. Expected value untuk suatu tindakan adalah rata-rata tertimbang pay-off, yaitu jumlah dari pay-off untuk setiap kombinasi tindakan peristiwa

dikalikan probabilitas peristiwa yang bersangkutan. Alternatif yang logis adalah yang memiliki expected value terbesar. Expected value kedua rencana kegiatan adalah :

Î(A) = -1.000 (0,5) + 1.060 (0,5) = 30 Î(B) = 20 (0,5) + 30 (0,5) = 25 Karena expected value menjual minuman lebih besar, maka logis jika dipilih kegiatan ini. Dengan expected value menjual, minuman sebesar Rp 30 tidak berarti bahwa jika pedagang asongan itu menjual minuman akan diperoleh keuntungan (pay-off) persis sebesar Rp 30. Justru yang sering terjadi adalah bahwa keuntungannya bukan sebesar expected valuenya. Kriteria ini digunakan karena untuk jangka panjang (situasi serupa yang terjadi berulang) dapat memaksimumkan pay-off. Sementara jika situasinya tidak berulang, penggunaan kriteria expected value mungkin tidak tepat.

Sebagai contoh misalkan kesempatan memilih diantara dua kegiatan itu bagi pedagang asongan adalah yang terakhir, sebab ia akan sagera menyertai orang tuanya bertransmigrasi. Jika ini kasusnya, ia dapat saja memilih menyewakan payung, meskipun expected valuenya lebih rendah. Ini berarti ia meletakkan prioritas yang lebih tinggi dalam mencegah kerugian potensial yang berkaitan dengan kombinasi cuaca mendung dan menjual minuman (-1000) dibanding expected value. •

Analisis Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)

Suatu kriteria alternatif untuk mengevaluasi keputusan dalam suasana risk dinamakan expected opportunity loss (EOL). Prinsip dasar EOL adalah meminimumkan kerugian yang disebabkan karena pemilihan alternatif keputusan tertentu. Konsep EOL didemonstrasikan pada contoh berikut. Misalkan sebuah perusahaan memiliki tiga alternatif investasi A, B, dan C dan dua peristiwa yang mencerminkan kondisi pasar yang berlainan. Komponen-komponen situasi itu disajikan pada data berikut :

Alternatif Investasi A B C

Prosfek Pasar Cerah : P2 = 0,6 Lesu : P1 = 0,4 50.000 -10.000 15.000 60.000 100.000 10.000

Opportunity Loss dihitung untuk setiap peristiwa dengan pertama kali mengidentifikasikan tindakan terbaik untuk setiap peristiwa. Bagi kondisi cerah, investasi C adalah keputusan terbaik. Opportunity loss karena pemilihan investasi A atau B dihitung dengan mengurangkan pay-off mereka dari pay-off investasi C. Sehingga opportunity loss untuk : •

Investasi A adalah 50.000 (= 100.000 - 50.000)



Investasi B adalah 85.000 ( = 100.000 - 15.000).

Jika kondisi lesu dikatakan diketahui dengan pasti, opportunity loss untuk setiap alternatif tindakan dapat dihitung dengan cara yang sama seperti kondisi cerah. Dalam hal ini investasi B adalah alternatif terbaik.

6.2.3. Keputusan Dalam Kondisi Tidak Pasti Pengambil keputusan kadang menemui atau menghadapi situasi dimana tak ada landasan untuk menduga peluang dari berbagai keadaan yang sesungguhnya. Karenanya, pengambilan keputusan dalam hal ini dilakukan pada lingkungan yang tak pasti. Sialnya, kebanyakan keputusan penting biasanya harus dibuat pada kondisi-kondisi seperti ini. Misalnya pertanyaan apakah perusahaan akan mengenalkan produk barunya atau tidak. Beberapa teknik telah dikembangkan dengan landasan yang konsisten untuk kondisi lingkungan yang tak pasti. •

Analisis Keputusan Dalam Uncertainty (Ketidakpastian)

Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan di mana probabilitas hasil-hasil potensial tak diketahui (tak diperkirakan). Dalam suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatif dalam bermacam macam peristiwa, namun pengambil keputusan tak dapat menetapkan probabilitas peristiwa.

misalkan pengambil keputusan memiliki dana Rp. 100 juta untuk diinvestasikan pada salah satu dari tiga rencana investasi altematif: saham, tanah atau tabungan.

Diasumsikan bahwa : pengambil keputusan bersedia menginvestasikan semua dana pada salah satu rencana. Pay-off dari ketiga investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi potensial: cerah, sedang, dan lesu.

Matriks pay-off situasi keputusan ini dibentuk dengan memanfaatkan pengalaman, data yang tersedia, dan situasi yang sedang berkembang. Misalkan matriks pay-off hasil investasi adalah seperti yang disajikan pada Tabel. Pay-off (hasil) dari ketiga investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi potensial yaitu cerah, sedang dan lesu. Alternatif investasi Saham Tanah Tabungan

Cerah 10 8 5

Prospek Ekonomi Sedang 6,5 6 5

Lesu -4 1 5

Pendekatan Analisis lain : Kriteria Maximax Pilih pilihan keputusan dengan pay off tertinggi dan asumsikan bahwa keadaan sesungguhnya yang diperlukan untuk menghasilkan pay off ini akan terjadi. Dalam bahasa matematiknya Kriteria maximax ini merupakan aturan keputusan yang sering digunakan oleh kelompok optimis. Leonid Hurwicz beralasan bahwa tak ada basis untuk berasumsi bahwa keadaan sesungguhnya tidaklah beragam dibandingkan dengan pengambil keputusan. Akhirnya, orang akan memperoleh keberuntungan dan menang sesekali. Kriteria maximax memungkinkan pengambil keputusan

yang optimis

untuk

memberikan nilai

yang besar

dengan

memaksimumkan pay off .

Ilustrasi : Bengkel Anwar tidak memiliki mesin diagnostic guna mengetahui kerusakan mesin. Anwar sedang mempertimbangkan untuk membeli mesin diagnostic seharga Rp 12 juta tersebut. Jika permintaan tune-up tinggi frekuensinya, maka membeli mesin ini merupakan investasi yang baik baginya, karena bengkel akan dapat

melayani lebih banyak mobil. Jika sebaliknya, sebaiknya ia tak perlu beli mesin tersebut. Pay-off untuk kedua keputusan tersebut (Beli atau Tidak Beli) dapat dilihat sebagai berikut :

Tanpa menggunakan mesin, bila permintaan tune up rendah, perkiraan keuntungannya sebesar Rp 6 juta dan bila tinggi maka keuntungannya dapat mencapai Rp 8 juta.

Jika Anwar menggunakan kriteria maximax, ia memilih pay off tertinggi, yaitu Rp15 juta. Dengan demikian ia akan memilih untuk membeli mesin dan asumsi bahwa permintaan tune-up tinggi, sedangkan untuk tidak membeli mesin, pay off tertingginya hanya Rp8 juta. Pilihan Keputusan Tune-up : Alternatif investasi Beli Tidak Beli

Prosfek Ekonomi Rendah 2 6

tinggi 15 8

Kriteria Maximin Tak ada alasan tertentu untuk berpendapat bahwa pengambil keputusan perlu seseorang yang optimistik. Abraham Wald berpendapat bahwa mereka harus mengambil dari yang berpandangan paling pesimistik dan memperlakukannya sebagai lawan. Dalam memformulasikan kriteria maksimisasi pay off minimum, Wald beralasan bahwa pengambil keputusan harus mengikuti asumsi bahwa keadaan sesungguhnya berlawanan dengannya dan harus bertindak sejalan pilih keputusan yang memiliki nilai kemungkinan terbesar dari keluaran yang paling tidak dikehendaki.

Atau dalam bahasa matematiknya kriteria ini jelas merupakan aturan keputusan paling konservatif. Dengan menggunakan kasus yang sama seperti diatas, maka pay off keluaran yang paling tidak dikehendaki untuk keputusan Beli adalah –Rp2 juta, sedangkan pay off keluaran yang paling tidak diinginkan untuk Tidak Beli adalah Rp.6 juta. Dari kedua ini, maksimumnya adalah Rp 6 juta, yaitu apabila kita memutuskan untuk Tidak Beli mesin diagnostik.



Kriteria Minimax Regret

Pilih keputusan (Decision alternatif, DA) dimana terdapat perbedaan minimum antara pay off yang diterima dan pay-off yang seharusnya dapat diterima jika keadaans sebenarnya yang terjadi telah diketahui terlebih dahulu. Atau dalam bahasa matematiknya maxmin Leonard Savage memformulasikan kriteria ini. Kriteria ini juga merupakan kriteria keputusan orang-orang pesimis.

Premis dalam kasus ini adalah setelah pilihan keputusan telah dipilih dan keadaan sesungguhnya terjadi, pengambil keputusan menerima pay off sesuai dengan pilihan yang dilakukannya. Jika kenyataannya bukan merupakan hal yang paling dikehendaki untuk keadaan sesungguhnya yang benar-benar terjadi, pengambil keputusan akan mengalami penyesalan (regret) untuk tidak membuat pilihan yang paling diinginkannya. Dengan dasar ini Savage mengembangkan aturan keputusan berikut •

Kriteria Minimax Regret

Dengan menggunakan data yang sama, kita dapat peroleh matrix regretnya seperti berikut (dalam Rp juta) Jika keadaan sesungguhnya adalah terjadi rendahnya frekuensi tune-up mobil, dan bila keputusan yang diambil adalah Tidak beli mesin diagnostik, maka nilai regretnya adalah Rp 6 juta (pay-off tertinggi pada tune-up rendah) –Rp.6 juta (pay off bila keputusan yang diambil adalah tidak Beli mesin pada kondisi Tuneup rendah) = 0.

Sedangkan jika keadaan sesungguhnya adalah rendahnya frekuensi tune-up mobil, dan bila keputusan yang diambil adalah Beli mesin diagnostik, maka nilai regretnya adalah Rp 6 juta (pay off tertinggi pada tune-up rendah) –(-Rp2 juta) (pay off bila keputusan yang diambil adalah Tidak Beli mesin pada kondisi Tune-up rendah) = Rp 8 juta. • Kriteria Laplace Tiga aturan diatas (kriteria Maximax, Maximin, dan Minimax Regret) telah mengabaikan adanya peluang. Banyak pembuat keputusan tidak merasa nyaman dengan cara pengabaian peluang ini. Kriteria Laplace ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Jika peluang akan keadaan sesungguhnya tak diketahui, asumsikan bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama untuk muncul atau terjadi. Dengan menggunakan konsep nilai harapan, kriteria Laplace ini memilih keputusan yang memilih inilah harapan terbesar. E (Beli)

= -Rp2 juta x 0.50 + Rp15 jutax 0.50 = Rp 6.5 juta

E (Tak Beli) = Rp 6 juta x 0.50 + Rp8 juta x 0.50 = Rp 7 juta Karenanya, diputuskan untuk tidak membeli mesin diagnostik, karena nilai harapannya lebih besar dari nilai harapan bila diputuskan untuk membeli mesin

BAB 7 POHON KEPUTUSAN 7.1. Pengantar Di dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia selalu dihadapkan oleh berbagai macam masalah dari berbagai macam bidang. Masalah-masalah ini yang dihadapi oleh manusia tingkat kesulitan dan kompleksitasnya sangat bervariasi, mulai dari yang teramat sederhana dengan sedikit faktor-faktor / hal- hal berkaitan dengan masalah tersebut dan perlu diperhitungkan sampai dengan yang sangat rumit dengan banyak sekali faktor-faktor / hal-hal yang turut serta berkaitan dengan masalah tersebut dan perlu untuk diperhitungkan.

Untuk menghadapi masalah-masalah ini, manusia mulai mengembangkan sebuah sistem /cara yang dapat membantu manusia agar dapat dengan mudah mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Adapun pohon keputusan ini adalah sebuah jawaban akan sebuah sistem/cara yang manusia kembangkan untuk membantu mencari dan membuat keputusan untuk masalah-masalah tersebut dan dengan memperhitungkan berbagai macam faktor yang ada di dalam lingkup masalah tersebut.

Dengan pohon keputusan, manusia dapat dengan mudah melihat mengidentifikasi dan melihat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi suatu masalah dan dapat mencari penyelesaian terbaik dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut. Pohon keputusan ini juga dapat menganalisa nilai resiko dan nilai suatu informasi yang terdapat dalam suatu alternatif pemecahan masalah.

Peranan pohon keputusan ini sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan (decision support tool) telah dikembangkan oleh manusia sejak perkembangan teori pohon yang dilandaskan pada teori graf.

Kegunaan pohon keputusan yang sangat banyak ini

membuatnya telah dimanfaatkan oleh manusia dalam berbagai macam sistem pengambilan keputusan.

7.2. Konsep Pohon Keputusan Pohon Keputusan dapat didefinisikan : Menurut, Susan Welch dan John C. Comer, yaitu : Suatu diagram yang cukup sederhana yang menunjukkan

suatu proses untuk merinci suatu masalah – masalah

yang

dihadapinya kedalam komponen-komponen, kemudian dibuatkan alternatif-alternatif pemecahan beserta konsekuensi masing – masing alternatif.

Menurut, Azhar Kasim, Pohon Keputusan adalah : Model grafik yang menggambarkan urut – urutan suatu putusan serta peristiwa-peristiwa yang terdiri dari situasi keputusan yang berangkai.

Dari kedua definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa definisi dari pohon keputusan adalah : “Merupakan alat bantu management dalam membuat keputusan untuk berbagai permasalahan – permasalahan yang kompleks, memerlukan serangkaian pemecahan masalah yang berurutan dalam suatu team kerja yang solid atau baik.

Pohon keputusan tersebut dapat berupa bentuk Probabilitas atau deterministic. Di dalam kedua bentuk tersebut juga dapat berbentuk tahap tunggal (Singe stage) untuk suatu keputusan atau tahap ganda (multi stage) untuk banyak keputusan. Bentuk tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

POHON KEPUTUSAN

DETERMINISTIK

SINGLE STAGE

MULTI STAGE

PROBABILISTIK (STOKASTIK)

SINGLE STAGE

MULTI STAGE

7.3. Model Pohon keputusan Model pohon keputusan adalah suatu permodelan dari struktur pohon, adapun contoh model pohon sebagai berikut :

RAM

PK RAM

K RAM

PK RAM

KP

KPB

RAM

PK RAM

K

RAM

PK RAM Keterangan : KP : Kebijakan Pokok K : Keputusan PK : Pelaksanaan Keputusan RAM : Resiko yang akan muncul KPB : Kebijakan Pokok Baru

7.4. Komponen Pohon Keputusan Adapun Komponen – komponen pohon keputusan yang lengkap adalah sebagai berikut: •

Titik Pilihan (Choice Node) Adalah hasil akhir dari suatu keputusan yang diperoleh dari beberapa alternatif pilihan dan dianggap menjadi pilihan yang terbaik.



Cabang Alternatif (Alternatif Branches) Adalah banyaknya alternatif pilihan jawaban dari permasalahan yang berdasar dari titik pilihan itu. Dari pilihan tersebut terdapat nilai atau hasil yang diharapkan.



Titik Hasil (Outcome Node) Adalah hasil dari tiap – tiap cabang dalam pohon keputusan. Titik hasil ini ditandai dengan lingkaran, pada tiap – tiap cabang pohon keputusan.



Cabang Hasil (Outcome Branches) Adalah berbagai kemungkinan untuk meraih suatu hasil dari titik hasil dan pada tiap-tiap

ujung alternatifnya ada nilai kesuksesan (pengorbanan /biaya atau

manfaat/profit) •

Kesuksesan (Pay-off) Adalah sekumpulan benefit (laba) atau biaya yang dimungkinkan dihasilkan, yang diakibatkan oleh kombinasi suatu keputusan dan suatu kedaan dasar yang acak.

7.5. Prosedur Pembuatan Pohon Keputusan Untuk mempermudah membentuk pohon keputusan, maka diharapkan melalui tahapan – tahapan sebagai berikut : 1) Tahap pertama Membentuk sebuah pohon keputusan dengan menggambarkan cabang – cabangnya. Dimulai dari titik pilihan (kiri ke kanan) dengan langkah – langkah sebagai berikut : Membuat cabang – cabang alternatif Pada akhir cabang alternatif, gambarkan kemungkinan hasil sebagai cabang dari titik hasil, dengan membuat lingkaran pada tiap-tiap alternatif dan kemudian membuat cabang – cabang lagi pada suatu kondisi yang berbeda.

2) Tahap kedua Membentuk suatu pohon keputusan dengan menyisipkan daun – daun, dimaksudkan untuk menambahkan informasi yang relevan ke dalam pohon keputusan. Adapaun langkah-langkah pada tahap kedua ini adalah : •

Menentukan biaya atau laba masing – masing alternatif, jika berupa biaya maka di depan angka tersebut dibubuhi tanda negatif (-).



Menentukan probabilitas untuk masing – masing kejadian, nilai probabilitas dapat berubah jika ditemukan informasi tambahan yang relevan. Contoh : hasil riset atau survey.



Menentukan kesuksesan kotor dari masing – masing hasil.

3) Tahap ketiga Memotong cabang keputusan dengan mengumpulkan informasi, ini merupakan tahap akhir pohon keputusan, untuk melakukan pemotongan terhadap informasi yang tidak relevan maka dibutuhkan data akurat yang memberikan petunjuk jelas ketidak akuratannya, sebab jika salah bisa berakibat patal pada keputusan yang diambil., adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut : •

Menghitung nilai bersih yang diharapkan dari tiap-tiap hasil dengan rumus : NEV = -biaya + P1 (Pay-off1) + P2 (Pay-off2)+ Pn (Pay-offn)



Merubah masing – masing titik hasil dengan nilai bersih pada masing – masing cabangnya.



Pada masing – masing titik pilihan, potonglah masing – masing cabang alternatif yang tidak dipakai (Jika NEV mencerminkan biaya atau rugi maka yang dipotong adalah yang terbesar dan jika NEV mencerminkan pendapatan maka yang dipotong adalah yang terkecil/terendah)

7.6. Diagram Pohon Pohon keputusan yang grafik adalah merupakan penterjemahan urutan –urutan suatu keputusan dan kejadian – kejadian dalam berbagai situasi, dengan gambaran sebagai berikut : 7.6.1.

Kondisi Deterministik Single stage Option

D1 D2 D3 Tabel : Pay-off

State of nature S1 a c e

S2 b d f

Dari table tersebut dapat dibuatkan diagram pohon keputusan : kondisi deterministic tahap pertama Node

Branches

Nature node

nature node

Pay-off

a S1

a

S2

b

S1

c

S2

d

S1

e

S2

f

2 d1

1

d2

3

d3

4

kondisi deterministic tahap Kedua

a S1

a

S2

b

S1

c

S2

d

S1

e

S2

f

2 d1

1

d2

d3

c

3 e

4

kondisi deterministic tahap Ketiga

2

a

3

c

4

e

d1

1

d2 d3

7.6.2.

Kondisi Deterministik Multi stage

Berikut ilustrasi Multi stage Alternatif Keputusan

Pay-off (laba) dlm juta Rp Tahun Tahun Kedua Total PayPertama off 750 950 1.700 950 650 1.600 950 550 1.500

Mengganti komputer sekarang Mengganti setelah 1 tahun Tidak mengganti

Dari table tersebut dapat dibuatkan diagram pohon keputusan : • kondisi deterministic tahap pertama pada multi stage

950 jt Mengganti Sekarang 750 jt

1

Mengganti Tidak mengganti 950 jt

650 jt

2 Tidak Mengganti

Tahun pertama

550 jt

Tahun Kedua

• kondisi deterministic tahap Kedua pada multi stage

950 jt Mengganti Sekarang 750 jt

1 Tidak mengganti 950 jt

Mengganti

2 Tahun pertama

650 jt

Tahun Kedua

• kondisi deterministic tahap Ketiga pada multi stage

Mengganti

1

1700 jt

Sekarang

1 Mengganti

1 Setelah 1 tahun

1600 jt

7.6.3.

Kondisi Stokastik Single Stage Option

State of nature S1 a c P1

D1 D2 Probabilitas

S2 b d P2

a

S1 P1 d1

S2 P2 b

c

S1 d2

P1 S2 P2

7.7.Kondisi Stokastik Multi Stage

d

BAB 8 KEPUTUSAN KELOMPOK 8.1. Pengantar Dalam bab – bab sebelumnya dijelaskan tentang pemimpin, kepemimpinan dan keputusan individu atau manager. Sangat disadari bahwa individu bukanlah pengambil keputusan yang ideal, disebabkan alamiah individu penuh dengan ketidakpastian baik dari segi mental, kondisi dan pengetahuan, sehingga dibutuhkan orang lain sebagai penyeimbang atau tambahan masukan. Maka dalam bab – bab berikutnya akan dibahas keputusan-keputusan kelompok dan dikaitkan dengan berbagai hubungan dengan keputusan kelompok dengan kepemimpinan.

Dalam hal pengambilan keputusan kelompok menjadi sangat penting terutama dalam mendukung aplikasi pelaksanaannya dan kualitas keputusan kelompok diakui banyak orang lebih bagus hal ini karena diambil keputusan melalui berbagai perbedaan pendapat yang disatukan.

8.2. Alasan Pembuatan Keputusan secara Kelompok Adapun alasan pembuatan keputusan secara kelompok dianggap lebih efektif didasari oleh hal – hal berikut ini :

8.2.1. Manusia mempunyai keterbatasan secara individu. keterbatasan ini sering memberikan keputusan yang kurang maksimal dan cenderung hasil keputusan terbawa emosional dari si pembuat keputusan. bahwa keputusan individu akan memberikan kesulitan dari segi waktu dan informasi serta wawasan yang berkembang, sehingga dianggap jika secara bersamaan akan lebih luas dan cepat. 8.2.2. Bahwa keputusan kelompok dianggap paling ideal karena para pengambil keputusan secara kelompok adalah orang – orang yang akan menjalankan keputusan tersebut. Dengan keikutsertaan sebagai pembuat keputusan akan lebih mudah memahami dalam teknis pelaksanaan dan yang paling penting adanya rasa tanggung jawab penuh atas apa yang telah diputuskan karena memahami alur

proses suatu keputusan itu diambil dan merasa bertanggungjawab kepada diri sendiri sebagai bagian pengambil keputusan.

Namun penggunaan kelompok keputusan juga mempunyai beberapa kelemahankelemahan, antara lain : a. Pemakaian waktu lebih lama. Pemakaian waktu lebih lama maksudnya bahwa keputusan dengan banyak orang otomatis harus didengar pendapat masukan dan tanggapan masing – masing peserta pengambil keputusan dan bahkan berbagai perbedaanperbedaan yang bisa berlarut – larut.

b. Ada kemungkinan kelompok membuat keputusan yang bertentangan dengan koridor atau harapan organisasi atau perusahaan. Hal ini dimaksudkan, jika kelompok yang akan mengambil keputusan lebih mengedepankan kepentingan individu atau kelompoknya maka putusan yang diambil bisa tidak searah dengan harapan organisasi atau perusahaan. terutama hal-hal yang bersifat sangat strategis dan terkait dengan kepentingan – kepentingan individu anggota kelompok tersebut. Maka perlu terlebih dahulu di arahkan pada kondisi kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.

c. Jika muncul permasalahan dari keputusan akan saling menyalahkan dan sulit mencari orang bertanggung jawab. Banyak kejadian didalam pengambilan keputusan secara kelompok ketika mengambil keputusan ditentukan dengan tidak sangat hati-hati, tetapi ketika dilaksanakan ternyata keputusan yang diambil benar-benar berdampak kurang baik bagi organisasi atau perusahaan, saat itu dapat dilihat seringnya para anggota pengambil keputusan mencari siapa yang harus disalahkan tanpa harus mengambil tanggung jawab dari kesalahan tersebut. dan mulai mengingat-ingat kembali proses keputusan itu diambil, bahwa siapa yang mengusulkan pertama sekali, siapa yang paling ngotot dan lain – lain.

8.3. Metode Pengambilan Keputusan dalam Kelompok Cara lain untuk memahami tindak komunikasi dalam kelompok adalah dengan melihat bagaimana suatu kelompok menggunakan metode-metode tertentu untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi. Dalam tataran teoritis, kita mengenal empat metode pengambilan keputusan, yaitu : • kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion), • pendapat ahli (expert opinion), • kewenangan setelah diskusi (authority rule after discussion), dan • kesepakatan (consensus).

a. Kewenangan Tanpa Diskusi Metode pengambilan keputusan ini seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika kelompok tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini cukup sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalanpersoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya. Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersamasama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, daripada keputusan yang diambil secara individual. b. Pendapat Ahli Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan

baik, apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut memang benarbenar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota kelompok lainnya. Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit menentukan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik; untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit.

c. Kewenangan Setelah Diskusi Sifat otokratik dalam pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama. Karena metode authority rule after discussion ini pertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan mengingkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat anggota kelompok sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, namun perilaku otokratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh. Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu pada anggota kelompok akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan. Artinya bagaimana para anggota kelompok yang mengemukakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. d. Kesepakatan Kesepakatan atau konsensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki

keuntungan, yakni partisipasi penuh dari seluruh anggota kelompok akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu metode konsensus sangat penting khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks. Namun demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepakatn ini, tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangan. Yang paling menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat. Keempat metode pengambilan keputusan di atas, menurut Adler dan Rodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu metode lebih unggul dibandingkan metode pengambilan keputusan lainnya. Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung pada faktor-faktor: •

jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan,



tingkat pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan



kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut.

8.4. Kepemimpinan dalam Kelompok Kepemimpinan merupakan salah satu peran yang penting dalam interaksi kelompok; karena peran ini akan menentukan kuantitas dan kualitas komunikasi dalam kelompok, hasil dari tujuan kelompok, dan harmoni atau keselarasan dalam kelompok. Bahasan mengenai kepemimpinan dalam kelompok ini dibagi dalam dua kajian, yaitu fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam kelompok 1. Fungsi Kepemimpinan Burgoon,

Heston

Kepemimpinan, yaitu:

dan

McCroskey

menguraikan

adanya

delapan

fungsi

a)Fungsi inisiasi (initiation). Dalam fungsi ini, seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin yang memberi pengarahan ataupun menolak gagasan-gagasan dari anggota kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan, sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, disamping itu yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-tujuan kelompok. b) Fungsi keanggotaan (membership). Salah satu bagian dari perilaku seorang pemimpin adalah memastikan bahwa dirinya juga merupakan seorang anggota kelompok. Perilaku tersebut dijalankannya dengan cara meleburkan atau melibatkan dirinya dalam kelompok serta melakukan aktivitas yang menekankan kepada interaksi informal dengan anggota kelompok lainnya. c) Fungsi perwakilan (representation). Seorang pemimpin tidak jarang harus melindungi dan mepertahankan para anggotanya dari ‘ancaman-ancaman’ yang berasal dari luar, inilah makna dari fungsi perwakilan dalam kepemimpinan kelompok. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menjadi wakil atau juru bicara kelompok di hadapan kelompok lainnya. d) Fungsi organisasi (organization). Dalam fungsi ini tanggung jawab terhadap hal-hal yang bersangkut paut dengan persoalan organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota kelompok lainnya.

e) Fungsi integrasi (integration). Seorang pemimpin perlu mempunyai kemampuan untuk memecahkan ataupun mengelola dengan baik konflik yang ada dan muncul di kelompoknya. Dengan bekal kemampuan tersebut diharapkan seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk tercapainya penyelesaian konflik yang dapat memberikan kepuasan kepada semua anggota kelompok. f) Fungsi manajemen informasi internal (internal information management). Pimpinan pada suatu waktu tentu harus memberi sarana bagi berlangsungnya pertukaran informai ini di antara para anggotanya dan juga mencari masukan-masukan tentang bagaimana sebaiknya kelompoknya harus merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program kerjanya, inilah hasil penting dari fungsi manajemen informasi internal yang perlu ada dalam kepemimpinan kelompok. g) Fungsi penyaringan informasi (gatekeeping). Dalam fungsi ini, seorang pemimpin bertindak sebagai penyaring sekaligus manajer bagi informasi yang masuk dan keluar dari kelompok yang dipimpinannya. Fungsi tersebut dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi terjadinya konflik di dalam kelompok ataupun dengan kelompok lain, karena informasi yang ada dalam kelompok tersebut telah terseleksi. h) Fungsi imbalan (reward). Terakhir, dalam fungsi imbalan atau ganjaran, pemimpin melakukan fungsi evaluasi dan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini dilakukan pimpinan melalui imbalan-imbalan materi seperti peningkatan gaji, pemberian kenaikan pangkat jabatan, pujian ataupun penghargaan. Banyak anggota kelompok sangat sensitif terhadap kekuatan imbalan dari pimpinannya, sehingga pekerjaan ataupun tugas yang dilakukannya diarahkan untuk memperoleh imbalan tersebut.

8.5. Gaya Kepemimpinan dalam Kelompok Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat pengendalian yang digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap para anggota kelompok (the degree of control a leader exercise and his attitudes toward group members). Gaya kepemimpinan dalam kelompok ini bisa dibagi dalam lima ciri, yaitu: 8.5.1.

Authoritarian.

Dalam gaya authoritarian ini, seorang pemimpin adalah seorang pengendali (controler). Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah. Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian ini, biasanya menyandarkan diri pada aturan-aturan, monopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari anggota lainnya. Kelompok yang menggunakan gaya kepemimpinan ini memiliki kemungkinan terorganisasi dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi (internal relationship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang dan antagonistik. 8.5.2.

Bureaucratic.

Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik, pimpinan bertindak sebagai pengawas atau sepervisor dan mengkoordinasikan aktivitas kelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah ‘organisasi’, bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya authoritarian. Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan sosial sebagai hal yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak memperhatikan persoalan-persoalan antarpribadi yang dihadapi para anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran tertulis secara resmi. Kelompok yang memakai gaya kepemimpinan ini akan lebih produktif sebab segala sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada kecenderungan dari anggota kelompok untuk bersikap apatis. 8.5.3.

Diplomatic.

Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator,artinya ia melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes dibanding pemimpin authoritarian. Ia tidak terpaku terhadap satu aturan khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu guna memanipulasi orang lain.

Dengan demikian, pemimpin diplomatik terbuka dengan adanya sarana dan umpan balik yang demokratis dari anggota kelompoknya. 8.5.4.

Democratic.

Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya. 8.5.5.

Laissez-faire

Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.

8.6. Komunikasi Kelompok dalam Perspektif Teoritis Kelompok dalam perspektif interaksional dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan cara tertentu, di mana masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya. Suatu kelompok (kecil) adalah kelompok yang terdiri dari tiga puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa hal kita lebih berkepentingan dengan kelompok yang terdiri dari lima orang atau kurang.

Batasan yang diuraikan Shaw melibatkan tindak komunikasi sebagai karakteristik yang esensial dari kelompok. Masih menurut Shaw, kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat bertahan untuk suatu periode waktu yang relative panjang, memiliki tujuan, dan memiliki struktur interaksi. Pengantar singkat ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada kita, bahwa kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari aktivitas suatu masyarakat. Clovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dar i tatanan sosial. Orang mendapatkan nilai dan sikap mereka, sebagian besar dari kelompok di mana mereka berada. Karenanya, kelompok (kecil) memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara individu dengan masyarakat luas. Dalam kegiatan belajar ini, kita akan mempelajari beberapa perspektif teoritis dalam komunikasi kelompok. Perspektif tersebut antara lain mencakup teori perbandingan sosial, teori kepribadian kelompok, teori pencapaian kelompok dan teori pertukaran sosial serta teori sosiometris. Masing-masing teori tersebut akan kita coba pahami satu persatu dengan lebih mendalam. •

Teori Perbandingan Sosial (Social Comoarison Theory) Teori atau pendekatan perbandingan sosial mengemukakan bahwa tindak komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemampuannya dengan individuindividu lainnya. Dalam pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika muncul ketidak setujuan yang berkaitan dngan suatu kejadian atau peristiwa, kalau tingkat kepentingannya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok (group cohesivenes) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu, setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut.

Sebagai tambahan catatan, teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penuruanan. • Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theori) Teori kepribadian merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendekiawanan (intelligence), sementara ciri-ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran specific, klik dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari synergy atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok. Konsep kunci dari syntalitytheori ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Meskipun demikian tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok akan lengsung mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi sejumlah energy harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan kendala antarpribadi yang muncul. Selain synergy kelompok, kita mengenal pula ‘effective synergy’, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsic atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsic dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi intrinsic tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas. Synergy Suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dari kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan

kepentingan kelompok. Jadi, jika individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energy intrinsic, sehingga effective synergy menjadi semakin besar. Contoh sederhana : kita akan mencoba melihat teori ini dalam penerapannya. Dalam suatu kegiatan untuk membentuk kelompok belajar ditemukan bahwa individu-individu memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap materi pelajaran dan metode belajarnya. Pada situasi yang demikian tersebut, munculnya perbedaan sikap individu, sehingga banyak waktu dan energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan antarpribadi antara anggota kelompok. Inilah yang disebut dengan energi intrinsic. Kemudian setelah nilai ujian diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok belajarnya telah gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih anggota menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain atau belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari keompok tersebut sangat rendah, sehingga untuk dapat mencapai lebih dari apa yang dapat dilakukan secara individual. Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok belajar yang lain. Kelompok belajar tersebut dengan segera mencapai kesepakatan mengenai bagaimana harus memulai dan segera bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala antarpribadi yang muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehngga effective synergy-nya tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik dalam melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri. •

Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)

Teori percakapan kelompok ini sangat berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaaan masukan dari anggota (member inputs), variable-variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output). Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan (expectation) yang bersifat individual. Sedangkan variable-variabel perantara merujuk pada struktur-

struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuantujuan kelompok. Dan yang dimaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Dengan kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables) sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat dan keterpaduan (group achievement). •

Teori Pertukaran Sosial (Socual Exchange Theory)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dydic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut. Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respon dari individu-individu selama interaksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan diakhiri atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari. Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan. •

.Teori Sosiometrik (Sociometric Theory)

Sosiometrik merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoritis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi.

Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur melalui alat tes sosiometri, di mana setiap enggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau rangking terhadap anggota-anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antarpribadi (interpersonal attractiveness) dan keefektifan tugas (task effectiveness). Dengan menganalisis struktur kelompok pola melalui sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi.

BAB 9 STUDI KASUS PENGAMBILAN KEPUTUSAN KASUS : 1 Pada studi kasus 5 akan dibahas 4 artikel yang akan di analisis secara bersamaan sebagai berikut : o The Offended Colonel Kasus ini mengisahkan tentang seorang Profesor bernama Benjamin Cheever dan mahasiswanya di Senior Commanding Officer Executive Institute. Pada suatu kesempatan, Prof. Ben diberi kesempatan untuk memberikan kuliah kepada mahasiswanya yang berasal dari kalangan militer. Ben memiliki ide baru berkaitan dengan cara memberikan kuliah.

Ia berniat menerapkan metode kasus yang lebih mementingkan diskusi dan adu argumentasi di dalam kelas yang diberikannya. Awalnya Ben yakin bahwa metode yang akan diterapkannya akan berhasil dengan kelasnya saat ini. Tetapi setelah berada di ruang kuliahnya, ia menghadapi kenyataan metodenya sulit untuk dijalankan dengan baik, karena mahasiswa cenderung tidak memiliki silang pendapat.

Agar dapat menghidupkan suasana diskusi, Ben kemudian merekayasa diskusi tersebut dengan caranya sendiri. Ia melontarkan pendapat yang bersilangan dan berusaha membangkitkan semangat mahasiswanya. Ben kadang-kadang juga menggunakan selipan kata-kata kotor dalam pendapatnya. Diskusi berhasil berlangsung sesuai dengan cara tersebut. Namun di saat-saat menjelang akhir sesi kuliahnya Ben mendapatkan pertanyaan dari seorang mahasiswa mengenai kebiasaannya dalam menggunakan katakata kotor untuk mengemukakan gagasan/penyampaian kuliah. Ben dengan cepat dapat berkelit bahwa pernyataan tersebut tidak ditujukan kepada orang tertentu. Mahasiswi tersebut minta maaf, tetapi melontarkan lagi satu pertanyaan, apakah Ben tidak merasa bersalah kepada satu-satunya wanita yang menjadi mahasiswinya di kelas tersebut dan

tidakkah ia harusnya meminta maaf? Ben harus berpikir keras merespon kondisi yang belum diperkirakannya. o Tiberg Company Kasus Tiberg Company menceritakan proses manajemen perusahaan yang dilakukan oleh Mr. Porter. Ia baru saja diberi kewenangan baru untuk memimpin perusahaan yang sedang mengalami masalah dengan pemesanan bahan baku untuk produksi. Tiberg Company memiliki 20 pabrik yang tersebar di Eropa dan Asia. Hampir setiap saat secara tidak terduga, perusahaan cabang/pabrik mengajukan pesanan bahan baku tambahan, sementara perusahaan induk sudah membuat kontrak pesanan untuk jangka waktu satu tahun.

Penambahan mendadak tentu akan sangat menyulitkan. Porter kemudian mengambil inisiatif untuk melakukan sentralisasi pemesanan. Pabrik diminta untuk menghitung dengan cermat keperluan seluruh bahan baku dan hal tersebut harus disampaikan kepada perusahaan induk sebelum perusahaan induk melakukan pemesanan kepada pemasok.

Ide tersebut disampaikan kepada pimpinan tertinggi. Pimpinan menyetujui dan meminta agar Porter juga mengunjungi setiap pabrik untuk mengambil sendiri pesanan jika sampai batas waktu mereka tidak melaporkan pesanan. Porter merasa hal tersebut tidak perlu. Ia cukup mengirimkan surat kepada manajer setiap pabrik untuk hal itu. Ia melakukannya dan hasilnya setiap manajer pabrik menyambut baik gagasannya dan menjalankan sistem tersebut dengan baik.

FV Holding Company FV Holding Company adalah salah satu anak perusahaan FV Trading yang bergerak dalam bidang ekspor udang dari Filiphina ke Jepang. Perusahaan ini berkembang pesat dan berkompetisi dengan sangat ketat dengan anak perusahaan yang lain maupun kompetitor di luar grup perusahaan. Perusahaan menyadari dalam menjalani kompetisi beberapa tahun terakhir telah terjadi kebocoran dana operasional yang sangat besar, meskipun perusahaan tetap berjalan dan tingkat permintaan terus bertambah.

Masalahnya adalah pada berbagai biaya dan beban yang harus ditanggung perusahaan dari bisnis yang dijalankan karena terjadi perbedaan besar nilai mata uang antara di Philipina dengan Jepang. Improtir dari Jepang mengehndaki penurunan harga, sementara jika hal itu dilakukan perusahaan akan mengalami kerugian meskipun permintaan bertambah. Oleh sebab itu FV Holding perlu meninjau kembali sistem operasinya, terutama berkaitan dengan alokasi jenis usaha dan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan. Perhitungan dengan pendekatan akuntansi manajemen untuk keputusan manajerial harus dilakukan. Perusahaan melakukannya dengan menggunakan contoh pesanan dari Saki. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata perusahaan tidak memperhitungkan banyak sekali cost driver, expense driver, dan potensi porfit. o Nissan U Turn 1999 – 2001 Perusahaan skala besar sekelas Nissan juga dapat mengalami masalah sulit berkaitan dengan skala ekonominya dalam bersaing dengan kompetitor. Sejak tahun 1998, Nissan mengidentifikasi banyak kerugian yang dialami dalam operasi perusahaan. Penyebabanya adalah inefisiensi, terlalu banyak sumberdaya yang dialokasikan untuk produksi dan pemasaran. Nissan kemudian meminta Ghosn untuk melakukan restrukturisasi pada pabrik Nissan dalam rangka efisiensi. Ghosn setuju, dan dalam menjalankan tugasnya banyak keputusan-keputusan tidak populer yang dibuatnya.

Tentu ini menuntut penyesuaian dari seluruh komponen perusahaan yang terlibat. Perubahan yang dilakukan Ghosn antara lain: pengurangan jumlah tenaga kerja, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan, mengaktifkan team work, menumbuhkan kesadaran bahwa burning platform dan reengenering merupakan suatu kewajaran, penghematan, standarisasi keuangan internasional. Tantangan terbesar bagi Gohsn adalah mengubah mindset dari anggota perusahannya. Hasilnya sangat menakjubkan bagi Nissan. Nissan berhasil mengatasi krisis, tetapi bagaimana kelanjutannya?

Analisis Kasus Dalam keempat kasus terlihat dengan jelas bahwa manajemen terhadap aspek-aspek ekonomi perusahaan menyangkut pengambilan keputusan oleh manajer untuk membuat perusahaan tetap bergerak dalam koridor untuk menuju pada tujuannya. Keputusan yang dibuat oleh manajer bukan suatu langkah mudah. Pembuatan keputusan dapat dilakukan dengan cara intuitif maupun berdasarkan pada pengalaman emprik. Pada keempat kasus, hampir tidak ada manajer yang membuat keputusan murni dengan salah satu cara tersebut. Semuanya memadukan antara intuisi yang dimiliki dengan pengalaman-pengalaman mereka secara empirik terkait dengan bidang tugasnya. Walaupun demikian, asumsi-asumsi yang ditetapkan bisa saja tidak merupakan suatu kewajaran. Asumsi tersebut berlaku dan dianggap tepat sesuai dengan kondisi perusahaan atau lingkungan yang dipimpinnya . Keputusan yang dibuat para manajer boleh saja tidak populer, tetapi dapat juga mengikui pola-pola umum. Untuk mendapatkan kompetensi utama dari perusahaan, kadang kala manajer membuat keputusan-keputusan yang tidak populer. Keputusan tersebut bisa saja berseberangan dengan budaya kerja perusahaan. Tidak menjadi masalah, di sinilah letak tantangan terbesar manajer untuk dapat menghasilkan budaya organisasi yang baru. Dalam manajemen proses ini dikenal dengan banyak istilah, seperti business process reenginering atau setting mindset, atau burning platfrom and renew one.

Hasil dari keputusan baru dapat ditentukan setelah dijalankan. Manajer yang baik tentunya memiliki komitemen untuk menjalankan keputusan sampai pada saat hasil dari keputusan dievaluasi. Bisa saja keputusan tersebut gagal. Kegagalan dapat menjadi sebuah pengalaman yang berati untuk memikirkan langkah dan strategi baru. Pada hampir semua kasus, ide-ide cemerlang justru timbul ketika perusahaan mengalami kesulitan dan masalah. Di sinilah letak pentingnya sensitifitas bisnis, komunikasi, knowledge management, dan teamwork. Komponen-komponen tersebut terbukti dapat menjawab pelaksanaan keputusan yang telah dibuat oleh manajer.

Manajer dalam menjalankan perusahaan harus siap menghadapi risiko. Oleh sebab itu, selain membuat keputusan manajerial dalam bidang operasional perlu juga dilakukan

manajemen risiko terhadap operasional dan keputusan yang telah dibuat. Perkembangan dan operasi perusahaan pada dasarnya harus menjalani siklus bisnis. Sampai pada saatnya, perusahaan mungkin akan berada di bawah, tetapi dengan keputusan yang tepat perusahaan harus mampu bangkit kembali mungkin dengan perubahan pada platform ataupun kebijakan yang diterapkan.

Masa depan tidak dapat diprediksi dengan tepat oleh proses pengambilan keputusan dengan teknik secanggih apapun juga. Yang mungkin dilakukan oleh para manajer profesional adalah mengantisipasi dengan penerapan manajemen yang tepat. Berbagai teknik dan metode manajemen modern tetap menekankan bahwa perusahaan harus berani mengambil risiko dan menanggung risiko, tetapi dengan memperhatikan usaha untuk memperkecil risiko dan impac dari beragam risiko tersebut.

Seberapa hebatnya manajer yang menjalankan tugas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dari para pekerja di dalam perusahaan. Manajer berfungsi mengarahkan, mengendalikan, mengawasi, dan melakukan evaluasi terhadap rencana-rencana yang telah ditetapkan. Operasi tetap kembali kepada para karyawan dan unit kerja. Rasa memiliki perusahaan, karisma, dan kepemimpinan sangat penting bagi para manajer untuk dapat membuat programnya dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik oleh para karyawan. Hasil akhirnya tentu saja perusahaan mendapatkan tujuannya: profit dan satisfaction bagi karyawan serta customer satsfaction and customer loyality.

KASUS : 2 “Bambang Rachmadi”, Mr. McDonald’s Suatu malam penghujung 1989, di sebuah restoran McDonald’s di kawasan Orchard Road Singapura, seorang lelaki bertubuh subur sedang membersihkan meja. Dengan seragam T-shirt bergaris-garis merah yang agak kesempitan dan topi berlabel M khas McDonald’s, lelaki yang tak lain adalah Bambang Rachmadi, mantan presdir Panin Bank tadi tampak serius bekerja. Jatuh miskinkah ia ? Bisa jadi. Karena setelah mengundurkan diri dari kursi puncak Panin Bank pada November 1988, nama Bambang nyaris tenggelam. Tak terdengar lagi apa kegiatannya kemudian. Bila setahun kemudian banyak pengusaha Indonesia melihatnya tiba-tiba menjadi pekerja kasar di jaringan fast-food terbesar di dunia itu, orang pun bertanya-tanya. Repotnya, Bambang pun tak bisa menjelaskan apa yang sedang ia lakukan. “Soalnya saya mesti jaga rahasia. Saya nggak ingin pers Indonesia tahu sehingga membuat MD batal memberikan lisensinya kepada saya,” ucap menantu Wapres (ketika itu) Sudharmono, yang kini managing director PT Ramako Gerbangmas, pemilik dan pengelola jaringan restoran McDonald’s Indonesia. Kehati-hatian Tonny, sapaan akrab Bambang tampaknya memang wajar. Karena MD adalah satu-satunya taruhan Tonny setelah keluar dari Panin.

Apalagi, ia harus menunggu satu tahun setelah memasukkan aplikasi hanya untuk bisa dipanggil mengikuti pelatihan. Dan pelatihan di Singapura yang disebut On the Job Experience (OJE) itu, bukanlah lampu hijau untuk memperoleh lisensi MD. OJE adalah semacam tes awal bagi pelamar. Tapi itulah tes yang paling berat. Karena dalam latihan kerja pelayan, seperti melap meja, membersihkan toilet serta menjadi tukang parkir, inilah para pelamar banyak yang gugur. Pada Februari 1991, restoran MD milik Tonny resmi dibuka di Gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta. Dibukanya outlet MD pertama di Indonesia itu sekaligus menjawab pertanyaan tentang menghilangnya Tonny selama 2,5 tahun dari dunia

bisnis Indonesia. Restoran itu juga merupakan buah dari perjuangan Tonny selama hampir tiga tahun. Dia adalah salah satu dari 13 orang Indonesia yang melamar ke MD selama 10 tahun ini. Dan untuk menang, kali ini ia harus bersaing dengan 39 kandidat. Ide menjadi wirausaha bermula ketika ia mulai “bosan” menjadi pucuk pimpinan di bank milik Mu’min Ali Gunawan. Padahal sebagai bankir – ia diangkat menjadi presdir Panin Bank pada usia 35 tahun – karier Tonny tergolong pesat. Sejak 1971 hingga 1974, sembari menyelesaikan kuliahnya di FHUI Extension, kelahiran Jakarta 41 tahun silam ini bekerja di PT Cicero Indonesia. Setahun kemudian ia hijrah ke Bank Duta. Dari bank tersebut ia peroleh kesempatan belajar ke Negeri Paman Sam. Hasilnya pada 1978 ia berhasil menyabet dua gelar: MSc bidang internasional banking & finance dari Saint Mary’s Graduate School of Business Moraga, dan gelar MBA dari John F. Kennedy University Orinda – keduanya di California. Dengan dua gelar itu, Tonny kembali ke tanah air dan kembali ke Bank Duta pada 1978. Setelah sempat manajer divisi operasi di kantor pusat, ia kemudian dikirim ke Surabaya sebagai branch manager pada awal 1979. Setahun kemudian ia dipromosikan menjadi kepala divisi pemasaran. Dia meninggalkan posisinya di Bank Duta sebagai managing director International Banking pada September 1986 untuk bergabung dengan Panin Bank. Sebagai orang nomor satu di Panin Bank, ketika itu Tonny sempat melakukan beberapa pembenahan; manakala kondisi Panin dikabarkan lagi tertimpa malapetaka. Menurut harian The Asian Wall Street Journal, Bank Indonesia sampai menggolongkan Panin dalam klasifikasi tidak sehat. Di tangan Tonny, perlahan-lahan bank ini mulai melesat lagi. “Tapi yang lebih penting, bank ini sekarang sudah dinyatakan sehat oleh BI,” ucap Tonny suatu ketika. Kendati boleh dibilang Tonny cukup berhasil dalam mengemudikan Panin Bank, toh kursi presdir malah membuatnya gerah. “Salah satu yang mengganggu pikiran saya adalah karier saya di bank,” ucap Tonny dengan lirih. Lho? Sebagai orang muda, ia merasa kariernya di perbankan sudah mentok. Alasan yang lebih klasik lagi adalah sudah tak ada tantangan. Dan ia ingin mencari tantangan di lahan yang lain. Apalagi, selama menjadi bankir, Tonny lebih banyak

berperan sebagai penasihat bagi kalangan usaha. “Saya tergugah untuk membuktikan diri sebagai pemain,” ucap lelaki yang bergabung dengan Panin Bank selama dua tahun itu. Tekadnya menjadi pengusaha sudah bulat. “Saya ingin jadi pengusaha yang sukses,” katanya penuh semangat. Sebelum mengundurkan diri dari Panin, ia telah melakukan survei tentang beberapa bidang usaha yang potensi perkembangannya cukup bagus. Walau dalam benaknya terlintas beberapa bidang usaha, toh industri makananlah, menurut dia, yang paling pas baginya. Dan McDonald’s adalah partner yang ia pilih. Alasannya, selama ini restoran MD cukup bagus, dan hampir semua outlet-nya sukses. “Saya berketetapan harus bisa memperoleh lisensi MD,” ucap bapak tiga anak yang rambutnya sudah dua warna itu. Memperoleh

lisensi

MD

adalah

tantangan

yang

tak

mudah.

Paling tidak terlihat dari daftar pelamar dari Indonesia selama 10 tahun terakhir ini, ada 13 ribu orang, dan belum ada satu pun yang berhasil. Dan yang lebih berat, konon, MD tak menginginkan mitra kerja yang tidak memberikan komitmen 100%. Itulah sebabnya pada bulan September 1988 ia memilih mengundurkan diri dari Panin, hanya dengan satu cita-cita: memperoleh lisensi MD. Pada saat itu memang terkesan Tonny mempertaruhkan seluruh kariernya yang hampir 14 tahun di dunia perbankan. Padahal, keinginannya untuk menjadi pemegang lisensi MD Indonesia belum tentu tercapai. “Kalau waktu itu saya nggak dapat MD, ya saya harus siap mulai lagi,” kenangnya. Setelah bebas dari Panin, ia mulai mengurus permohonannya ke MD. Setelah itu? “Hari-hari penantian yang menegangkan,” ucap Tonny bersemangat. Tentu saja menegangkan, karena ia harus menanti satu tahun sampai diperbolehkan mengikuti pelatihan. Menanti sesuatu yang belum pasti sangat menegangkan bagi Tonny. Karena itu ia selalu berusaha berkomunikasi dengan MD Pusat. “Paling tidak seminggu sekali saya berusaha menelepon mereka sekedar just to say hello,” ucap lelaki yang pernah diusir dan diperlakukan kasar ketika mencoba mengunjungi MD Pusat ini. Tersinggung? Tidak. Sebab dia sadar betul bahwa semua yang ia lakukan dengan satu tujuan, “Saya harus menunjukkkan bahwa saya sangat menginginkan.” Menurut Tonny, MD adalah pemberi lisensi yang cukup ketat dalam menyeleksi calon mitra kerjanya. Konon, sebelum memilih Tonny, pihak MD ingin mengenal secara

dekat keluarga besar Tonny. “Mereka ingin tahu bagaimana latar belakang dan kehidupan keluarga kami,” jelasnya. Karena, MD menginginkan bisnis ini bisa diteruskan oleh anak-anak Tonny. Bahkan, dalam salah satu kontrak yang harus disepakati – setelah lisensi diberikan – MD mesti mengetahui segala persoalan yang terjadi dalam manajemen PT Ramako Gerbangmas (RG), sekalipun mereka tak memiliki saham di situ. Hal ini disyaratkan, karena pihak MD tak menginginkan kalau tiba-tiba saja saham RG berpindah tangan ke pihak lain yang juga memiliki bisnis fast food merek lain, misalnya. MD juga mensyaratkan bahwa pemilik saham mayoritas harus juga pemegang kendali bisnisnya. Maksudnya, supaya orang yang mengambil keputusan di bisnis ini nantinya adalah orang yang benar-benar menguasai bidangnya. Maka, sejak awal pihak MD telah menanyakan kepada Tonny maupun istrinya tentang siapa yang akan menjadi Mr. Atau Miss McDonald’s. Begitulah. Setelah satu tahun menegangkan, datanglah keputusan bahwa ia boleh mengikuti pelatihan. Tempat pelatihan pertama sengaja dipilih di Singapura. “Karena di sana banyak orang Indonesia. Sehingga pressure-nya lebih tinggi,” kata lelaki yang gemar naik motor gede ini. Dan benar, selama tiga bulan pertama pelatihan – di mana Tonny harus berseragam pelayan – ia selalu bertemu kenalannya dari Indonesia. Selain pelatihan yang bentuknya non manajerial, Tonny juga diuji bekerja selama 18 jam nonstop. Dari situ akan terlihat seseorang memiliki bakat melayani atau tidak. Karena, pada jam-jam pertama barangkali orang masih bisa bersikap manis. Tapi bila telah masuk jam ke-8 dan seterusnya, maka tingkat kelelahan dan stresnya sudah tinggi, hilanglah sikap manis. “Biasanya banyak yang nggak lulus di sini,” ucap Tonny, lalu tertawa. Dalam pelatihan, Tonny yang sebelumnya tak pernah mengepel lantai, apalagi membersihkan kamar mandi, terpaksa melakukan semua pekerjaan – yang dalam istilah Tonny: pekerjaan tanpa otak – itu dengan hati lapang. Walau sering kali ia harus menerima bentakan dan mengulangi hasil kerjanya lantaran dinilai kurang bersih. Hasilnya memang memuaskan. Dia berhasil meninggalkan 39 pelamar dan mengalahkan tiga kandidat. Dari pelatihan “kuli” tadi, baru Tonny digodok di Sekolah milik McDonald’s yaitu: McDonalds Corporation Hamburger University selama 1

tahun. Sekolah itu mendidik para calon store manager MD. Sistem pelatihan yang pernah dialaminya kini ia terapkan bagi semua calon manajer di MD Indonesia. Setiap manajer yang ada di MD adalah orang yang telah dilatih dari bawah. “Jadi nggak mungkin seseorang masuk langsung jadi store manager,” ucap pengusaha yang suka berbusana seadanya ini. Muti Soetoyo adalah salah seorang manajer yang sempat merasakan pelatihan gaya MD. Kelahiran Jakarta 27 tahun silam ini, termasuk karyawan pertama MD yang di-training. Lulusan IKIP Jakarta 1988 itu bergabung dengan PT RG Juli 1990, lalu dikirim ke Singapura untuk mengikuti program pelatihan. Sebelum diterima menjadi karyawan, lajang berpostur sedang ini diperkenalkan dengan program OJE. Dalam program ini ia diberi kesempatan mengenal pekerjaan crew dalam beberapa shift. Dari “latihan” tiga hari itulah diputuskan apakah ia bisa diterima atau tidak, untuk kemudian diperkenalkan mengikuti pelatihan selanjutnya selama lima bulan. “Saya dulu nggak pernah membayangkan kalau training-nya seperti itu,” ucap Muti, first assistant store manager di MD Sarinah, Jakarta, sejak Juni lalu. Ternyata kini Muti justru sangat menikmati pekerjaannya. Bahkan, tak jarang ia harus stand by di kantor sampai pagi hanya untuk menunggu mesin yang sedang direparasi misalnya. Ketika digodok untuk menjadi training manager ™ Muti harus melalui tahap pelatihan pelayanan. Setelah lulus, Muti ditempatkan di salah satu outlet MD di Singapura. Dan pada saat MD Jakarta dibuka, single yang hingga kini masih kuliah di FEUI ini telah menjadi second assistant store manager. Selain Muti, masih banyak Muti-Muti lain yang telah tersebar menjadi manajer-manajer di lima outlet MD. Dan selama ini proses pendidikan terus berlangsung. apalagi, untuk tahun 1992 Tonny menargetkan akan membuka 10 cabang di seluruh Nusantara. Hasil kerja keras Tonny selama 2,5 tahun diuji MD memang cukup menakjubkan. Setidaknya, itu terlihat ketika restoran pertama MD dibuka di Sarinah Jakarta. Begitu menggebrak pasar, Tonny mengklaim bahwa setiap hari rata-rata terjadi 4 ribu transaksi. Bahkan, majalah Fortune edisi Oktober 1991 meramalkan penjualan outlet Tonny akan menempati posisi teratas dari 12 ribu restoran MD di seluruh dunia.

Setelah menjadi wirausaha dengan anak buah yang hampir 1.000 orang, masihkan ia berpikir untuk jadi bankir lagi? “Saat ini sih nggak,” ucapnya serius. Tampaknya, saat ini Tonny lebih suka berkonsentrasi mengembangkan kewirausahaannya ketimbang kembali jadi profesional. Tapi, akhirnya Tonny tergoda juga untuk masuk ke bank lagi. Itu terjadi ketika ia mengambil oper 73% saham Bank IFI pada tahun 1995. “Sebagai pemegang saham, di Bank IFI saya hanya menjadi komisaris. Saya tetap memegang MD. Komitmen saya penuh pada MD,” kata Tonny. Ya, Tonny tentu tidak akan “nekat” menjadi pengelola bank lagi. Dengan 42 outlet yang dimilikinya pada pertengahan 1996, MD memberikan arus kas yang luas biasa bagi Tonny. Transaksi MD selalu tunai. Siapa yang sudi melepas mesin kas seperti itu ? Dengan memiliki usaha sendiri minimal Tonny terbebas dari keharusan berpakaian rapi, berdasi dan wangi. Kini Tonny sudah terbiasa mengenakaan pakaian santai, mengendarai Harley Davidson untuk memonitor Kelima outlet yang tersebar di Jakarta. Hadirnya MD di Indonesia, ternyata tak cuma menambah “gemuk” Tonny – yang nyaris menamai kegendutan mascot MD – saja. “Berat badan saya 70 kg,” ucapnya dengan mimik serius. “Itu nggak pakai tangan, kaki dan kepala. Ha…ha…ha…,” sambil tertawa berderai. Yang jelas, Sarinah, gedung pertokoan bertingkat pertama di Jakarta ini juga terimbas kesuksesan MD. Sejak kebakaran pada awal 1980-an Sarinah nyaris hilang dari peredaran. Apalagi munculnya pusat-pusat perbelanjaan yang lain, semakin menenggelamkan nama Sarinah. Namun setelah MD mangkal di situ Sarinah menjadi marak kembali. Itulah Tonny, dia adalah satu diantara segelintir profesional yang berani mengambil resiko. Melepaskan atribut keprofesionalannya, kemudian memulai dari nol untuk menjadi seorang wirausaha. Dan berhasil ! Kini dia peroleh nama baru : Mr. McDonald’s.

ANALISIS : 1. Mr. MC Donald’s sebelum mengambil keputusan mengikuti pelatihan menjadi calon pemegang lisensi MC di Indonesia, tentu sangat memahami resiko diterima atau tidak diterima, juga keputusan itu harus siap menerima resiko pelatihan yang sulit dan tidak layak bagi seorang presdir Bank Panin. 2. Bagaimana Seorang Mr MC Donald’s berani mengambil keputusan meninggalkan Presdir Panin dan berharap mendapatkan kesempatan dari MC yang belum pasti. 3. Dari banyaknya pelamar menjadi pemegang lisensi MC Donald’s, pngambilan keputusan mengikuti program pelatihan tentu sikap yang berani dan beresiko. Dari analisis tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Mr MC Donald’s telah mengambil suatu keputusan yang bersifat resiko, maka dapat dianalisis melalui Analisa Kriteria Expected Monetary Value (EMV), yaitu : 1. Dalam pengambilan keputusan Analisis Tindakan yang tersedia a. Tetap bertahan di Presdir Bank Panin b. Melamar menjadi pemegang lisensi MC Donald’s c. Melamar menjadi pemegang lisensi jenis usaha lain yg lebih ringan d. Membuat jenis usaha secara sendiri e. Berpartner dengan orang lain membuka usaha f. Mencari tantangan baru di Bank Lain yang lebih besar g. Dll 2. Kejadian yang mungkin terjadi a. Berhasil menjadi pemegang lisensi MC Donald’s Indonesia b. Tetap bertahan di Presdir Bank Panin c. Berhasil Membuka jenis usaha sendiri d. Menjadi Presdir pada Bank yang lebih besar dari Bank Panin e. Dll 3. Tindakan-tindakan Pay-off untuk lebih besar pada keberhasilan a. Melakukan analisis terhadap kemungkinan berhasil menjadi pemegang lisensi Mc Donald’s sebagai pilihan utama. b. Menganalisa tingkat resiko meninggalkan Bank Panin disbanding dengan mengikuti pelatihan sebagai calon pemegang lisensi MC D Indonesia.

c. Melakukan analisis terhadap kemungkinan berhasil dan lebih menantang serta kesuksesan lebih cepat antara melamar MC’D atau buka usaha sendiri d. Dll. Kesimpulan : Mr MC Donald’s berhasil mengikuti pelatihan dan sebagai pemegang lisensi MC’D Indonesia. Tugas : 1. Menurut anda apa motivasi terbesar Mr. MC’D mengikuti pelatihan dengan meninggalkan posisi Presdir Bank Panin. 2. Susunlah Persoalan yang sama dengan Analisis Kriteria Expcted Opportunity Loss (EOL) untuk ditetapkan keputusan dengan meminimalkan resiko.

KASUS : 3 Liem Sioe Liong yang mulai mengenal Indonesia pada usia 20 tahun, kurang lebih 45 tahun lalu, mengatakan, “Anda harus dilahirkan di tempat dan waktu yang benar.” Dan, Anthony Salim – putranya yang bernama kelahiran Liem Fung Seng -, ikut berkomentar kepada majalah yang sama, “Jika anda ingin menangkap seekor ikan, pertama-tama anda harus membeli umpan.” Kalimat pendek yang cenderung merupakan ungkapan dalam sastra Indonesia itu, sebenarnya gambaran prinsip mereka berdagang di Indonesia sampai merembes ke kancah Internasional. Dengan grup yang ia pimpin, Soedono Liem Salim kelahiran Fukien, 1916 yang bermula bersama kakaknya: Liem Sioe Hie, membantu paman mereka berdagang minyak kacang di Kudus-Jawa Tengah, anak kedua dari tiga bersaudara ini bisa menggaji 25 ribu tenaga kerja.

Dari Eksekutif Senior sampai sopir truk yang jumlahnya tak kurang dari 3000 armada termasuk pengangkut semen perusahaan Liem Cs. Terkaya di Indonesia, memiliki 40 perusahaan, Liem Sioe Liong dengan menghasilkan omset bisnis tak kurang dari US$ 1 milyar setahun. Konon kekayaan pribadi Liem sendiri, ada yang menyebutkan, sekitar US$ 1,9 milyar = Rp. 1,2 triliun. Di kalangan pedagang Tionghoa Indonesia dia terkenal dengan sebutan “Liem botak”. Sejarah orang bernama Liem Sioe Liong (60 tahun) dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1918. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie – kini berusia 77 tahun – sejak tahun 1922 telah lebih dulu beremigrasi ke Indonesia – yang waktu itu masih jajahan Belanda – kerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus. Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak abangnya yang tertua.

Dari Fukien, ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk kemudian sampai di

Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus.

Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil. Dulu juga dia, banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai. Untuk melicinkan semua usahanya dibidang keuangan, dia punya beberapa buah bank seperti Bank Windu Kencana dan Bank Central Asia. Di tahun 1970-an Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta.

Salah satu peluang besar yang diperoleh Liem Sioe Liong dari Pemerintah Indonesia adalah dengan didirikannya PT. Bogasari pada bulan Mei 1969 yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk Indonesia,

di

samping

PT.

Prima

untuk

Indonesia

bagian

Timur.

Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.

Begitu perkasanya dia di bidang perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin menjadi titik tolak majalah Insight, Asia’s Business Mountly terbitan Hongkong dalam penerbitan bulan Mei tahun ini, menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong berpakaian gaya Napoleon Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli lencana-lencana perusahaannya. Perusahaan holding company-nya bernama PT Salim Economic Development Corporation punya berbagai macam kegiatan yang dibagi-bagi atas berbagai jenis divisi; masing-masing adalah:

(1) divisi perdagangan, (2) divisi industri, (3) divisi bank dan asuransi, (4) divisi pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi hutan), (5) divisi

properti yang bergerak dibidang real estate, perhotelan, dan pemborong, (6) divisi perdagangan eceran dan (7) divisi joint venture.

Setiap divisi membawahi beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroanperseroan terbatas. Pelbagai kemungkinan untuk lebih mengembangkan lajunya perusahaan sekalipun tidak akan meningkatkan permodalan, seperti go-public di pasar saham Jakarta, - dilangsungkan group Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan maupun isu bisnis yang mengancam perusahaannya, nampak tak membuat Liem cemas. Seperti katanya kepada Review, “Jika anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan orang, anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang anda yakini.” Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja Dagang Indonesia, belakangan ini. Tugas : Dari artikel diatas, buatlah analisis terhadap hal – hal berikut : 1. Pengambilan keputusan Liem Sioe Liong pindah dari Fukien ke Indonesia 2. Pengambilan keputusan membuat usaha rokok di kudus 3. Pengambilan keputusan pembukaan usaha-usaha bidang lain

KASUS : 4 Mochtar Riady Orang banyak mengenal Mochtar Riady sebagai seorang praktisi perbankan jempolan dan seorang konglomerat yang visioner, pandangannya yang jauh ke depan dan sarat dengan filosofi menjadi panutan banyak para pengusaha dan para pelaku pasar. Kali ini kita akan menyoroti jalannya meniti sukses,yang tentu saja tidak semudah dibayangkan oleh banyak orang. Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 mei 1929 ini disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank yang berpakaian parlente dan kelihatan sibuk.

Riady adalah anak seorang pedagang batik. Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina, di sana ia kemudian mengambil kuliah filosofi di University of Nanking .Namun, karena ada perang, Riady pergi ke Hongkong hingga tahun 1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.

Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin. Pada tahun 1951 ia menikahi seorang wanita asal jember, oleh mertuanya, Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Riady telah dapat memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya.

Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas. Untuk mencari relasi, Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk

selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.

Sampai saat itu,Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun.

Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut. Di hari pertama sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet, dia tidak bisa bagaimana cara membaca dan memahaminya, namun Riady pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet tersebut,namun sia sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standar Chartered

Bank

untuk

mengajarinya,

tetapi

masih

saja

tidak

mengerti.

Akhirnya dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi.

Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, kemudian di tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.

Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan seringkali membuat orang

kagum, dia dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.

Salah satu contohnya ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di UI, disitu dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana,dkk. Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. Dengan otomatis orang mengenal siapa Mochtar Riady.

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai. Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar.

Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni : 1. Jasa keuangan : perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset,sekuritas 2. Properti dan urban development : kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri. 3. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi. 4. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.

Pokok Analisis : Analisis terhadap pengambilan keputusan Muchtar Riyadi berani mengambil tindakan untuk memperbaiki Bank Kemakmuran.

Tugas : 1. Buat suatu skema kondisi deterministic multi stage dari artikel dan tema tersebut pada pokok analisis. 2. Analisis keputusannya adalah : mengambil alih Bank Kemakmuran atau tidak mengambil alih Bank Kemakmuran.

KASUS : 5 BOB SADINO Bob Sadino adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benarbenar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Bob berwirausaha karena “kepepet”, selepas SMA tahun 1953, ia bekerja di Unilever kemudian masuk ke Fakultas Hukum UI karena terbawa oleh teman-temannya selama beberapa bulan. Kemudian dia bekerja pada McLain and Watson Coy, sejak 1958 selama 9 tahun berkelana di Amsterdam dan Hamburg. Setelah menikah, Bob dan istri memutuskan menetap di Indonesia dan memulai tahap ketidaknyamanan untuk hidup miskin, padahal waktu itu istrinya bergaji besar. Hal ini karena ia berprinsip bahwa dalam keluarga, laki-laki adalah pemimpin, dan ia pun bertekad untuk tidak jadi pegawai dan berada di bawah perintah orang sejak saat itu ia pun bekerja apa saja mulai dari sopir taksi hingga mobilnya tertubruk dan hancur , kemudian kuli bangunan dengan upah Rp 100 per hari. Suatu hari seorang temannya mengajaknya untuk memelihara ayam untuk mengatasi depresi yang dialaminya, dari memelihara ayam tsb ia terinspirasi bahwa kalau ayam saja bisa memperjuangkan hidup, bisa mencapai target berat badan, dan bertelur, tentunya manusia pun juga bisa, sejak saat itulah ia mulai berwirausaha. Pada awalnya sebagai peternak ayam, Bob menjual telor beberapa kilogram per hari bersama istrinya. Dalam satu setengah tahun, dia sudah banyak relasi karena menjaga kualitas dagangan dengan kemampuannya berbahasa asing, ia berhasil mendapatkan pelanggan orang-orang asing yang banyak tinggal di kawasan Kemang, tempat tinggal Bob ketika itu. Selama menjual tidak jarang dia dan istrinya dimaki-maki oleh pelanggan bahkan oleh seorang babu. Namun Bob segera sadar kalo dia adalah pemberi service dan berkewajiban memberi pelayanan yang baik, sejak saat itulah dia mengalami titik balik dalam sikap hidupnya dari seorang feodal menjadi servant, yang ia anggap sebagai modal kekuatan yang luar biasa yang pernah ia miliki.

Usaha Bob pun berkembang menjadi supermarket, kemudian dia pun juga menjual garam,merica, sehingga menjadi makanan.Om Bob pun akhirnya merambah ke agribisnis khususnya holtikultura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur mayur konsumsi orang-orang Jepang dan Eropa dia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah untuk memenuhi. Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira orang, dia sering berjumpalitan dan jungkir balik dalam usahanya. Baginya uang adalah nomer sekian, yang penting adalah kemauan, komitmen tinggi, dan selalu bisa menemukan dan berani mengambil peluang. Bob berkesimpulan bahwa saat melaksanakan sesuatu pikiran kita berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, apa yang ada pada diri kita adalah pengembangan dari apa yang telah kita lakukan. Dunia ini terlampau indah untuk dirusak, hanya untuk kekecewaan karena seseorang tidak ,mencapai sesuatu yang sudah direncanakan. Kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak mikir membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah, yang penting adalah action. Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan, setelah mengalami jatuh bangun, akhirnya Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman yang selalu dimulai dari ilmu dulu, baru praktek lalu menjadi terampil dan professional. Menurut pengamatan Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu berpikir dan bertindak serba canggih, bersikap arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Om Bob selalu luwes terhadap pelanggan dan mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan, sehingga dengan sikapnya tersebut Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelangan akan membawa kepuasan pribadinya untuk itu ia selalu berusaha melayani klien sebaik-baiknya.

Bob menganggap bahwa perusahaannya adalah keluarga, semua anggota keluarga harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan sendiri-sendiri. TUGAS : Dari pembahasan Bob Sadino di atas, tentukan dari artikel tersebut hal-hal mana yang menjadi bagian-bagian point tersebut dibawah ini : 1. Titik Pilihan (Choice Node) 2. Cabang Alternatif (Alternatif Branches) 3. Titik Hasil (Outcome Node) 4. Cabang Hasil (Outcome Branches) 5. Kesuksesan (Pay-off)

DAFTAR PUSTAKA

Ansoff, H. Igor. Strategic Management. New York, John Wiley & Sons, 1981 Alwafier, Agus ,H. Dr, MM, Budaya Kepemimpinan dalam mengendalikan wewenang dan kekuasaan, Artikel, internet Bridges, Franchise J. Management Decision Making and Organizational Policy. Boston, Allyn & Baccon, 1971. Djalal, Machrowi, PhD- Usman, Hardius, M.Si, Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta, PT. Grasindo, 2004. Kamaluddin, Drs, MM. Pengambilan Keputusan Manajemen. Malang, Dioma Malang 2003. Pranaseto, I Gede. Cara Jitu Membuat Keputusan. Jakarta, Penerbit Progres, 2003. Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta, PT. Gunung Agung, cetakan ke sepuluh 1997. Setyorini, Dewi, Th. Peran Pemimpin dalam Pengejawantahan dalam budaya, artikel , internet.

www.my bloglog.com/buzz/topics/wirausaha www.bandar bisnis. com http//maulanaadieb.wordpress. com Dinamika Politik Birokrasi www.pdfcoke.com www.ebook.cm Abby Hansen, Cases: The Offended Colonel (A), HBS Case No. 9-383-061, Case for the Developing Discussion Leadership Skill and Teaching by The Case Method Seminars. Harvard Business School Case 9-487-079, Tiberg Company, Case for class discussion modeled on The Deshman Company Case 9-642-001. Buenaventura F. Canto III and Victor E. Lenicky (Professor of Business Management, Asian Institute of Management, Makati City, Philippines), First Visayas Holding Company. www.pdffactory.com.

RIWAYAT HIDUP PENULIS Dr. Aspizain Caniago, S.Pd, M.Si lahir di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara, 26 Juli 1973, Anak dari Ayah Zainun Yatim Caniago (Alm) Salah satu Pimpinan dan pendiri Pesantren KH Ahmad Dahlan Sipirok dan Ulama Tapanuli Selatan, dan Ibunda Tercinta Chairani Hutasuhut putri daerah asli Sipirok-Tapanuli Selatan. Pendidikan Penulis dimulai di Sekolah Dasar Muhammadiyah Sipirok dan SMP Negeri 1 Sipirok, Melanjutkan ke STM Negeri Padang Sidimpuan (Teknik Mesin), kemudian mendapatkan kelulusan langsung masuk perguruan tinggi negeri melalui program PMDK (Penelusuran Minat Dan Bakat) ke S-1 Teknik Mesin UNP/IKIP Padang, setelah tinggal di Jakarta melanjutkan pendidikan S-2 pada Pasca Sarjana STIAMI Jakarta dan melanjutkan Pendidikan S-3 Doktoral pada Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang - Jawa Timur. Selain penerima PMDK, Penulis juga Penerima Beasiswa Supersemar sejak dari STM dan S1 di IKIP/UNP Padang.

Saat ini Penulis, selain sebagai Dosen, juga menjabat sebagai salah satu Direksi di LP3I Sejak 2005. Ayah dari Aqela Alya Salsabela dan Neil Fikri Avicena ini adalah mantan aktivis yang turut serta dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan termasuk pergerakan perlawanan terhadap orde baru pada periode 1995-1998, juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti turut serta membangun awal berdirinya Partai Amanat Nasional dengan semangat perubahan kepemimpinan nasional dan idealisme saat itu untuk mampu menghadirkan kepemimpinan bangsa yang ideal. Saat Penulis ini aktif sebagai salah satu wakil Sekjen KMA-PBS (Keluarga Mahasiswa Alumni-Penerima Beasiswa Supersemar) Nasional, kemudian pengurus di HIPKI, APTISI Pusat dan Wilayah III DKI Jakarta. Selain Organisatoris juga atas kinerja dan peran sertanya dalam berbagai event nasional telah menerima berbagai penghargaan.

Jakarta, Desember 2016 Dr. Aspizain Chaniago, S.Pd, M.Si

Related Documents


More Documents from "daryanto"