Antropologi Agama Fix-1.docx

  • Uploaded by: Muhammad Haikal Fiqry Al-banjari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Antropologi Agama Fix-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,714
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Antropologi Agama atau yang bisa di sebut juga Antropologi Religi merupakan ilmu yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya. Walaupun ada yang berpendapat ada perbedaan antara pengertian agama dan religi menurut pengertian Antropologi Budaya, namun kedua istilah tersebut mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib (Perhatikan Kusnaka 1983: 49). Buah fikiran dan perilaku manusia tentang keagamaan dan kepercayaan itu pada kenyataannya dapat di lihat dalam wujud dan tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara tertentu menurut tata cara yang di tentukan dalam agama tidaklah mendekati agama itu sebagaimana dalam teologi (ilmu ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki wahyu tuhan. Dengan demikian memahami islam yang telah berproses dalam sejarahdan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realtias kemanusiaan yang mengejawantahkan dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interprestasi dan pengalaman agama. Oleh karena itu, antropologi sangat di perlukan untuk memahami islam sebagai alat untuk memahami islam sebagai alat untuk memahami realtias kemanusiaan dan memahami islam yang di praktikkan, dan islam yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Kajian antropologi juga memberikan fasilitas bagi kajian islam untuk lebih melihat keragamaan pengaruh budaya dalam praktik islam. Pemahaman realitas nyata dalam sebuah masyarakat akan menemukan suatu kajian islam yang lebih empiris. Kajian agama dengan crossculture akan memberikan gambaran yang variatif tentang hubungan agama dan budaya.

ANTROPOLOGI AGAMA

1

B. Rumusan Masalah. 1. Apa pengertian,sejarah, dab konsep dari dari Antropologi Agama? 2. Metodologi antropologi agama? 3. Sistem religi? 4. Teori asas-asas religi? 5. Teori Difusi-akulturasi agama 6. Teori kekerabatan?

C. Metode Pembuatan Makalah Metode dan teknik pembuatan makalah yang dipakai dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif, yakni pengumpulan bahan-bahan bacaan yang bertujuan untuk membuat penjelasan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta tertentu hasil temuan dari sumber kepustakaan

D. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.

E. Manfaat Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai wadah bagi kami untuk mengembangkan wawasan yang berkaitan dengan perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.

ANTROPOLOGI AGAMA

2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Antropologi Agama

Untuk mengetahui rukun dan syarat dalam wakaf Antropologi Agama atau yang bisa di sebut juga Antropologi Religi merupakan ilmu yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya.Walaupun ada yang berpendapat ada perbedaan antara pengertian agama dan religi menurut pengertian Antropologi Budaya, namun kedua istilah tersebut mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib. Dengan demikian Antropologi Agama tidaklah mendekati agama itu sebagaimana dalam “Teologi” (ilmu ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki wahyu tuhan. Misalnya dalam teologi kristen dimana teologi itu di bedakan dalam “Theologica systematica” yang menguraikan tentang dogmatik, etika, dan filsafat agama, Theologica Historica yang menguraikan tentang kitab suci, sejarah gereja, sejarah dogma, dan sejarah agama dan Thelogica Practica yang menguraikan tentang Homeletik, ketechetik dan liturgik. B. Latar Belakang Sejarah Antropologi Agama

Perhatian manusia terhadap sikap dan perilaku keagamaan sudah berabad-abad lamanya, yaitu sejak orang-orang barat berkelana dan mencekeramakan pengaruh kolonialisme dan imperialismenya di dunia timur. Di antara mereka yang tertarik tersebut di dalam karangannya mengenai “etnografi” tergambar tentang sikap perilaku adat dan keagamaan dari suku-suku bangsa sederhana. Maka dari itulah mereka tertarik di karenakan apa yang mereka bandingkan dengan sikap perilaku dan upacara-upacara keagamaan (kristen) yang mereka anutTanggapan aneh tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah sikap perilaku keagamaan masyarakat sederhana itu adalah bentuk-bentuk keagamaan yang ada kemudian apakah sudah lebih maju, seperti halnya dengan agama Hindu-Budha, Agama Kristen-Katolik, dan Agama islam. Tanggapan kearah asal mula dari unsur-unsur universal tentang agama, seperti mengapa manusia percaya kepada adanya kekuasaan ghaib, mengapa pula manusia bersikap dan berperilaku dengan berbagai cara dan upacara yang bermacam-macam dalam ia berhubungan dengan kekuasaan ghaib. Perhatian yang demikian itu akhirnya memasuki dunia ilmiah, dalam usaha para sarjana untuk mencari tahu tentang asal mula agama.

ANTROPOLOGI AGAMA

3

Para sarjana yang tertarik mengolah lebih lanjut tentang keagamaan primitif itu lalu berpendapat bahwa agama atau religi dan kepercayaan kuno itu adalah sisa-sisa dari bentuk agama purba yang di anut oleh seluruh umat manusia ketika budayanya masih sederhana. Jadi gambaran tentang keagamaan purba dari masyarakat sederhana itu bukan saja terdapat di dunia timur tetapi juga di Eropa ketika masyarakatnya masih hidup sederhana. Dari bahan-bahan etnografi keagamaan yang dapat di kumpulkan dan di pelajari oleh para ahli, maka di antara para sarjana ada yang berusaha menyusun teori asal mula agama. Di antara mereka yang menyusun teori tentang asal mula agama tersebut terdiri dari beragai ahli, yaitu para ahli filsafat, para ahli sejarah, sarjana-sarjana filologi yamh ahli meneliti naskah-naskah kuno denan bahasa-bahasa kuni, dan sebagainya. C. Objek Kajian Antropologi Agama

Objek yang dikaji oleh berbagai cabang dan ranting ilmu di bedakan oleh Poedjawijatna kepada objek materia dan objek forma (1983). Objek materia ialah apa yang di pelajari oleh suatu ilmu. Ilmu sosial misalnya mempelajari masyarakat. Sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji masyarakat, tetapi sudut tinjauan atau formanya berbeda. Jadi kalau sosiologi misalnya dari sudut struktur sosialnya, sedangkan antrpologi dari sudut budaya tersebut. Agama yang di pelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak aa ajaran agama yang datang dari tuhan. Maka yang menajdi perhatian adalah beragamanya manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah benarmya suatu agama dan segenap perangkatnya, ritual, dan kepercayaan kepada yang sakral. Harsojo mengungkap bahwa kajian antropologi agama dari dahulu sampai sekarang meliputi empat masalah pokok, yaitu : 

Dasar-dasar Fundamental dari agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia,



Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan religius mereka



Dari mana asal usul agama, dan



Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusia

ANTROPOLOGI AGAMA

4

D. Pendekatan Antropologi Agama

Sebagaimana telah di kemukaan bahwa yang menjadi objek studi dalam Antropologi agama adalah manusia dalam kaitannya dengan agama, yaitu bagaimana pikiran sikap dan pelaku manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib. Dalam hal ini ada beberapa cara yang dapat di gunakan untuk studi antropologi agama, yaitu mempelajarinnya dari sudut ajarannya yang bersifat Historis, normatif, deskriptif, empiris. Keempat cara tersebut dapat saling bertautan dan saling mengisi yang satu dan yang lain. 1. Metode Historis

Dengan metode yang bersifat sejarah yang di maksud ialah menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang agamanya yang berlatar belakang sejarah, yaitu sejarah perkembangan ‘budaya agama’ sejak masyarakat manusia masih sederhana budayanya sampai budaya agamanya yang sudah maju. Dan dari sini kita bisa lihat mengapa banyaknya timbul perbedaan paham dan penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama, sehingga dari berbagai agama lahir aliran paham (madzhab) yang berbeda-beda. Begitu pula tentang waktu, tempat dan latar belakang sejarah terjadinya bangunan (rumah) ibadah, dan tempat-tempat suci, tempat-tempat pemujaan, yang bentuk dan bercorak ragam mulai dari yang sederhana hingga bentuknya yang modern.1 2. Metode Normatif

Dengan metode normatif dalam studi Antropologi Agama di maksudkan mempelajari norma-norma (kaidah-kaidah, patokan-patokan, atau sastra-sastra suci agama, maupun yang merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang berlaku, baik dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam hubungan antara manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran agama masing-masing. 3. Metode Diskriptif

Dengan metode deskriptif di dalam studi Antropologi Agama di maksudkan ialah berusaha mencatat, melukiskan, menguraikan, melaporkan tentang buah fikiran sikap tindak dan perilaku manusia yang menyangkut agama dalam kenyataan yang implisit. Dalam penggunaan metode ini tentang kaidah0kaidah ajaran agama yang eksplisit tercantum dalam kitab-kitab suci dan kitab-kitab ajaran agama yang di kesampingkan.

1

Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 12.

ANTROPOLOGI AGAMA

5

Jadi titik perhatian bukan di tunjukan terhadap ketentuan aturan keagamaan yang ideologis, yang di kehendaki dan harus berlaku, namun titik perhatian terutama di tujukan terhadap fakta-fakta dari berbagai peristiwa yang namqpak sesungguhnya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. 4. Metode Empiris

Dengan metode ini Antropologi Agama mempelajari pikiran dan perilaku agama manusia yang di ketemukan dari pengalaman dan kenyataan di lapangan. Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, dengan mentikberatkan perhatian terhadap kasus-kasus kejadian tertentu (metode kasus). Dan dalam hal ini si peneliti di tuntut langsung atau tidak langsung melibatkan diri dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi. E. Pentingnya Kajian Antropologi Agama

Kegunaan pengetahuan ilmiah, selain untuk mengetahui sesuatu yang belum di ketahui, juga untuk dapat menentukan sikap yang tepat dalam berhadapan dengan sesuatu yang telah di teliti itu sehingga apa yang di inginkan dapat di capai dengan efisien. Sebagai hasil ilmiah, sebagai kajian kenapa suatu fenomena terjadi antropologi agama dapat di manfaatkan oleh siapa saja, baik oleh yang tidak senang terhadap berkem bangnya agama tersebut, maupun oleh pemuka agama yang bersangkutan. Sama seperti penemuan energi atom . teori energi atom dapat di pakai untuk kebaikan, seperti pembangkit tenaga listrik, maupun untuk kejahatan, seperti untuk bom atom yang akan memusanahkan uma manusia dan makhluk hidup lainnya. Menjajah indonesia suatu bangsa yang tinggal di negara kecil menjajah negara yang demikian besar di antaranya adalah karena penjelasan yang demikian terperinci tentang masyarakat indonesia yang di hasilkan oleh penelitian antropologi. Pendidikan agama, selain memerlukan pengetahuan antropologis dari kelompok yang akan di didik atau peserta didik juga di perlukan pengetahuan yang memadai tentang psikologi peserta didik. Jadi kalau antropologi menempatkan suatu kelompok masyarakat dengan budaya yang sama ataupun yang berbeda dengan kelompok budaya lain, psikologi memandang seseorang atau individu berbeda dari individu yang lain karena berbagai faktor fisik dan non-fisik, bawaan, dan binaan, individu dan lingkungan. Antropologi pun memerhatikan pula faktor psikologis ini yang khusus di pelajari dalam antropologi psikologi.

ANTROPOLOGI AGAMA

6

Kalau dakwah dan pendidikan agama saja ternayta memerlukan hasil kajian antropologis, apalagi usaha pembangunan masyarakat dan negara yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan di tunjukan kepada rakyat yang multisuku bangsa dengan multibudaya dan agama sangat memerlukan informasi dari hasil penelitian antropologi termasuk antropologi agama. Sebab, pandangan dan perilaku masyarakat banyak di pengaruhi oleh ajaran dan komunitas agamanya yang membutuhkan hasil studi tentang agama secara antropologis, bukan saja negara agana atau negara yang mementingkan pembinaan kehidupan beragama, tetapi juga negara sekular pun memerlukannya untuk dapat menentukan cara mengahadapi masyarakat dengan efektif, efisien, da halus. F. Istilah Agama

Pada umumnya di indonesia di gunakan istilah ‘agama’ yang sama artinya dengan istilah asing ‘religie’ atau ‘ godsdienst’ (Belanda) atau ‘religion’ (Inggris). Istilah ‘agama’ berasal dari bahasa sansekerta yang pengertiannya menunjukan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu dari tuhan. Dalam arti linguistik kata agama berasal dari suku kata A-GAM-A, kata ‘A’ berarti tidak, kata ‘GAM’ berarti ‘pergi’ atau ‘berjalan’, sedangkan kata akhiran ‘A’ merupakan kata sifat yang menguatkan yang kekal. Jadi istilah ‘Agam’ atau ‘agama’ berarti ;tidak pergi’ atau ‘tidak berjalan’ alias ‘tetap’ (kekal, eternal), sehingga pada umunya kata A-GAM atau AGAMA mengandung arti pedoman hidup yang kekal (Hassan Shadily, Ensiki. 1980-105)2 G. Teori Asal Mula Agama

Banyak pendapat para ahli tentang asal mula agama itu sebagaimana di kemukakan koentjaraningrat adalah ahli sejarah C. De Brosses (1769), ahli Filsafat August Comte (1850), ahli filologi F.Max Muller (1880), dan lainnya. Kemudian barulah muncul teori-teori dari para ahli Antropologi seperti E.B. Taylor (1880), R.R. Marett (1909), J.G. Frazer (1890), E. Durkheim (1912), dan W.Schmidt (1921) (Koetjaraningrat 1966: 207-208). Dari teoriteori mereka ini orang berpendapat bahwa perkembangan agama it mulai dari Animisme, Dinamisme, Politeisme dan baru kemudian Monoteisme.

2

Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal.16-

17

ANTROPOLOGI AGAMA

7

1. Teori Tylor

Sarjana yang di anggap pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari agama adalah ‘Animisme’ (paham tentang roh atau jiwa) ialah sarjana antropologi inggris E.B. Tylor dalam bukunya “Primitive Culture’ Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Langguage, Art and Custom’ (1873). Ia berpendapat bahwa asal mula agama adalah kepercayaan manusia tentang adanya ‘jiwa’ . mengapa manusia sederhana itu menyadari tentang adanya jiwa atau roh, dikarenakan yang nampak dan di alaminya sebagai berikut: a

Peristiwa Hidup dan Mati Bahwa adanya hidup karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya ‘jiwa’. Selama jiwa itu ada dalam tubuh maka nampak tubuh itu bergerak, apabila jiwa utu lepas dari tubuh berarti mati dan tubuh tidak bergerak lagi.

b

Peristiwa Mimpi Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi dimana tubuh itu diam dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari jiwanya lepas dan gentayangan ke tempat lain sehingga jiwa yang terlepas itu bertemu dengan jiwa yang lain, baik jiwa manusia yang masih hidup atau yang sudah mati, mungkin juga dengan jiwa makhluk jiwa yang lain. Kemudia setelah jiwa itu kembali dalam tubuh maka ia menjai sadar, ingat dan gerak kembali. Jadi, oleh karena itu tidak semua manusia mempunyai kemampuan untuk berhubungan, bergaul, dan berbicara dengan roh-roh halus. Maka muncullah manusia yang mampu untuk itu, yang disebutkan dukun-dukun, orang-orang keramat, orang-orang suci, para ahli sihir dan lainnya.

2. Teori Marett

R.R. Marett seorang sarjana antropologi inggris di dalam bukunya ‘The Thereshold Of Religion’ (1909), berarti setelah 36 tahun teori Animisme berkembang, berpendapat bahwa bagi masyarakat yang budayanya masih sangat sederhana belum mungkin dapat berfikir dan menyadarinya tentang adanya ‘jiwa’. Menurut Marett kepercayaan terhadap adanya yang supernatural itu sudah ada sejak sebelum manusia menyadari adanya roh-roh halus (anismisme). Oleh karenanya teori Marett ini sering di katakan pula Prae-animisme.

ANTROPOLOGI AGAMA

8

3. Teori Frazer Sarjana Antropologi Inggris yang lain yang juga mengemukakan pendapatnya tentang asal mula agama adalah J.G. Frazer dalam bukunya ‘The Golden Bough a Study in Magic and Religion’ (1890). Ia berpendapat bahwa manusia itu dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupannya dengan menggunakan sistem pengetahuan. Menurut Frazer pada mulanya manusia itu hanya menggunakan magic untuk mengatasi masalah yang berbeda di luar batas kemampuan akalnya, kemudian di karenakan ternyata usahanya dengan magic tidak berhasil maka mulailah ia percaya bahwa alam semesta ini didiami oleh para makhluk halus, roh-roh halus yang lebih berkuasa dari padanya. Dalam mempelajari Magi itu dari segi Antropologi perlu di perhatikan antara lain sebagai berikut: a

Siapa orang yang melaksanakan atau memimpin pelaksanaan secara acara dan upacara magic itu.

b Bagaimana cara dan upacara magic itu di lakukan dan di tempat yang bagaimana. c

Alat-alat apa saja yang digunakannya melakukan upacara itu, dan bagaimana caranya menggunakannya.

d Ucapan atau kata-kata apa yang di gunakannya dalam membaca mentera, atau do’a dan sebagaimana. e

Jika diramu bahan obat, dari bahan apa dan dan bagaimana cara meramunya, dan untuk pengobatan apa.

4. Teori Schmidt

Sarjana antropologi Austria W.Schmidt juga mengemukakan teori tentang asal mula agama, antara lain dalam bukunya ‘Die Uroffenbarung ais Anfang der Offenbarungen Gottes’ (1921) yang berbeda dari Tylor. Schmidt mengemukakan bahwa ‘monotheisme’, kepercayaan terhadap adanya satu Tuhan, sesungguhnya bukan penemuan baru tetapi juga sudah tua Jadi, hanya karena tangan-tangan manusialah yang menyebabkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu menjadi rusak, di pengaruh oleh berbagai bentuk pemujaan kepada makhluk-makhluk halus, kepada roh-roh dan dewa-dewa, yang di ciptakan oleh akal pikiran manusia sendiri. 5. Teori Durkheim

ANTROPOLOGI AGAMA

9

Salah satu di antaranya ialah E.Durkheim seorang sarjana filsafat dan sosiologi bangsa prancis, yang juga mengemukakan teorinya tentang asal mula agama dalam bukunya ‘Les Formes Elementarires de la Vie Religieuse’ (1912). Menurut Durkheim bahwa dasar-dasar dari adanya agama itu adalah sebagai berikut: a

Bahwa yang menjadi sebab adanya dan berkembangnya kegiatan keagamaan pada manusia sejak ia berada di muka bumi adalah di karenakan adanya suatu ‘getaran jiwa’ yang menimbulkan ‘emosi keagamaan’. Timbulnya getaran jiwa itu di karenakan rasa sentimen kemasyarakatan berupa rasa cinta, rasa bakti, dan lainnya di dalam kehidupan masyarakatnya.

b Rasa sentimen kemasyarakatan itulah yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan, sebagai pangkal tolak dari sikap tindak dan perilaku keagamaan. Jadi salah satu cara mengobarkan sentimen kemasyarkatan itu ialah dengan mengadakan pertemuanpertemuan yang besar. c

Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan itu membutuhkan adanya maksud dan tujuan. Misalnya karena adanya peristiwa kebetulan yang di alami dalam sejarah kehidupan masyarakat di masa lampau menarik perhatian banyak orang dalam masyarakat itu.

d Objek yang sakral biasanya merupakan lambang dari masyarakat. Misalnya pada sukusuku pribumi di Australia yang menjadi objek yang sakral berupa sejenis binatang, tumbuh-tumbuhan atau benda tertentu yang di sebut ‘Totem’. Menurut Durkheim pengertian tentang ‘emosi’ keagamaan dan ‘sentimen kemasyarakatan’ sebagaimana di kemukakan di atas adalah pengertian dasar yang merupakan inti dari setiap agama sedangkan kegiatan berhimpunnya masyarakat, kesadaran terhadap tujuan atau objek yang sakral yang bertentangan dengan sifat duniawi (profane) serta totem sebagai perlambang masyarakat, adalah bertujuan untuk mempertahankan kehidupan emosi keagamaan dan sentimen kemasyarakatan. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka di laksanakan bentuk upacara, kepercayaan dan mythologi (ilmu tentang cerita-cerita kuno). Ketiga unsur ini menentukan bentuk lahir dari suatu agama didalam masyarakat tertentu, yang menunjukkan ciri-ciri perbedaan yang nyata dari berbagai agama di dunia.

ANTROPOLOGI AGAMA 10

H. Sosiologi Agama 1. Pengertian sosiologi Agama

Mennurut Emile Durheim adalah suatu ilmu yang mempelajari, fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung csra bertindak, berfikir, berperasaan yang berada diluar individu dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Sosiologi secara umum adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seumum-umumnya. Sosiologi dapat diartikn sebagai ilmu tentang perilaku sosial ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol interksi.3 Pengertian agama secara mendasar adalah suatu system peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam ghoib khususnya hubungan dengan Tuhannya, mengatur hubungan dengan manusia, dan dengan alam lingkungannya. Sosiologi agama adalah study fenomena sosial, dan memandang agama sebagai fenomena sosial. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan prinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat. Sosiologi agama adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keteranan ilmiah dan pasti, demi kepentigan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya. 2. Sejarah Sosiologi Agama

Awal mula perkembangan sosiologi yaitu saat terjadinya revolusi prancis dan revolusi industry yang terjadi sepanjang abad ke-19, kemudian Harbert Spencer mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul principles of sociology sehingga kurang lebih setengah abad, kemudian sosiologi menjadi berkembang pesat dan popular di Prancis, Jerma dan Amerika S.perkembangan sociology yang semakin mantap terjadi pada tahun 1895 yakni pada saat Emile Durhaim menerbitkan bukunya yang berjudul Rulles of sociologykal metoth.

3

Duwi Narwoko & Bagong Suyanto, sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Cet. 1, (Jakarta:

Kencana, 2004), hlm. 2.

ANTROPOLOGI AGAMA

11

Memasuki abad ke -20 perkembangan sociology makin variatif. Dipelopori oleh tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer, teruatama Anthony Giddens, pada era tahun 2000an ini, perkembangan sociology semakin mantap dan kehadirannya diakui dan banyak pihak yang memberikan sumbangan yang tersebut sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Sociology di Indonesia sudah ada sejak terdahulu, pada awalnya yaitu sebelum perang dunia ke-2 hanya dianngap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Ki Hajar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia banyak memperaktikkan konsep-konsep penting sociology seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses pendidikan di taman siswa yang didirikannya. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 45, sociology di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Orang Indonesia yang pertama kali memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia yaitu Soenaryo Kolopaking pada than 1948 diakademik ilmu politik Jogjakarta. Pada saat itulah sosiologi mulai mendapat tempat dlam insane akademisi di Indonesia apalagi setelah terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia yang khusus memperdalam sociology diluar negeri, kemudia mengajarkan ilmu itu di Indonesia. 3. Ruang lingkup Sosiologi agama

Sosiologi agama menjadi didiplin ilmu tersendiri sejak munculnya karya weber dan Durkheim. Jika tugas dari sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum kemasyarakatan umum, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang agama khususnya. Jika teologi mempelajari agama dan masyarakat agama dari segi supra natural, maka sosiologi agama mempelajarinya dari sudut empiris sosiologis. Menurut Keith A. Robert, sasaran kajian sosiologi agama adalah sebagai berikut: a

Kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan, yang meliputi pembentukannya dalam pemeliharaan dan pembaharuan.

b

Perilaku individu dalam kelompok yang mempengaruhi status keagamaan dan ritual.

c

Konflik antar kelompok misalnya, katholik lawan protestan, Kristen dengan islam dan sebagainya. Bagi sosiolog, kepercayaan adalah salah satu bagian kecil dari aspek agama yang menjadi perhatiannya.

ANTROPOLOGI AGAMA

12

Adapun karakteristik pendekatan sosiologis meliputi: 

Stratifikasi social



Kategori bio social



Pola organisasi social



Proses sosial.

4. Fungsi Sosiologi Agama  Membantu dalam mengatasi kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta

menunjukkan cara-cara ilmiah untuk perbaikan dan pengembangan masyarakat.  Membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah-masalah sosial religious

yang tidak kalah beratnya dengan masalah non keagamaan.  Membantu dalam menghindari konflik antar agama  Mengajarkan masyarakat untuk mengenal pendidikan multicultural. 5. Jenis-jenis sosiologi agama  Aliran klasik  Aliran positifisme  Aliran teori konflik  Aliran fungsionalisme.

I. Proses Difusi Penyebaran manusia, ilmu paleoantarpologi memperkirakan bahwa makhluk manusia yang pertama hidup di daerah sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Manusia sekarang telah menduduki hamper seluruh muka bumi dengan berbagai jenis lingkarang iklim yang berbeda-beda. Hal itu hanya mungkin terjadi dengan proses pengembangbiakan, migrasi, serta adaptasi fisik dan social budaya, yang berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya.

ANTROPOLOGI AGAMA 13

Migrasi ada yang berlangsung lamban dan otomatis, tetapi ada pula yang cepat dan mendadak. Migrasi yang lamban dan otomotis berkembang sejajar dengan peningkatan jumlah umat manusia di dunia. Proses evaluasi itu menyebabkan bahwa makhluk manusia senantiasa memerlukan daerah yang makin lama makin luas. Pada peta 1 tampak rekonstrasi dari gerak migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, yang dibuat berdasarkan buku W. Howells, Back Of History (1954: hlm. 177, 287, 298). Jalannya migrasi tentu tidak merupakan suatu garis lurus, karena kita dapat membayangkan bahwa sebagai besar kelompok-kelompok manusia purba itu hidup dengan berburu. Dari suku-suku bangsa yang hingga kini masih menggantungkan hidup dengan berburu, mereka tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, mereka selalu bergerak dalam batas-batas wilayah berburu tertentu, dengan teliti. Pengetahuan mereka mengenai potografi dari tanah dalam wilayah itu, tempat-tempat yang dilalui oleh berbagai jenis hewan,yang semua mereka kuasai dengan baik, karena itu menyebabkan bahwa mereka enggan berpindah ke suatu wilayah berburu lain. Namun dalam jangka waktu yang sangat panjang, tanpa disadari sendiri, wilayah tersebut lama-kelamaan bergeser juga, yang antara lain disebabkan karena berkurangnya hewan yang diburu, jumlah manusia sudah terlampaui banyak, dan sebagainya. Oleh karena itu suatu migrasi sebenarnya tidak merupakan suatu garis lurus, tetapi lebih berbentuk suatu garis spriral. Dengan demikian, migrasi besar yang terjadi dengan perpindahan kelompok-kelompok manusia dari Banua Asia ke Banua Amerika pada zaman Glasial ke-IV, adalah suatu mugrasi yang berlangsung dalam suatu kurun waktu yang sangat panjang, yang juga tidak disadari oleh kelompok-kelompok itu sendiri. Pada daerah perbatasan lapisan es gletcher di Asia Tengah, hewan yang diburu adalah rusa kutub,gajah kutub, beruang kutub, dan sebagainya. Pada akhir zaman Glasial lapian-lapisan es yang mulai surut memnyebabkan bahwa hewan dan manusia yang memburunya pun turut bergerak kearah utara, hingga ,encapai daerah Asia Utara.Mulai Selat Bering, yang pada waktu itu belum merupakan laut, makhluk manusia berhasil pula mencapai Bnua Amerika sekitar 80.000 tahun yang lalu. Selain migrasi-migrasi yang berlangsung sangat lambat itu, terjadi pula migrasi-migrasi yang cepat dan mendadak, yang dapat disebabkan oleh berbagai peristiwa, seperti bencana alam, wabah, perubahan mata penceharian hidup, perang, dan peristiw-peristiwa khusus yang telah tercatat dalam sejarah, seperti misalnya perkembangan pelayaran bangsa Cina di Asia Timur da Asia Tenggara, perkembangan pelayaran bangsa-bangsa Arab di Asia Selatan dan Afrika Timur, migrasi bangsa-bangsa Arab dari Asia Barat ke Afrika Utara, perkembangan pelayaran bangsa-

ANTROPOLOGI AGAMA 14

bangsa Eropa ke Afrika, Asia, dan Amerika, Transmigrasi 3 juta orang Spanyol ke Amerika Selatan dam abad ke-16 dan ke-17; transmigrasi sebanyak 55 juta orang Eropa ke Amerika Utara, tengah, dan selatan (Sebagai budak berlian di abad ke-18 dan ke-19), migrasi suku-suku bangsa Afrika berbahasa Bantu dari Afrika Barat ke Afrika Timur dan Selatan, migrasi-migrasi besar suku-suku bangsa peternak di Asia Tengah di bawah pimpinan Jeghis Khan, migrasi suku-suku bangsa penduduk kepulauan Polnesia dan Mikronesia dari satu pulau ke pulau ke pulau lain, an lain-lain. Penyebaran Unsur-unsur kebudayaan. Bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompokkelompok manusia, turut tersebar pula berbagai unsure kebudayaan. Sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang disebut difusi itu merupakan salh satu objek penelitian ilmu antripologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik. Proses difusi dari dan unsur-unsur kebudayaan antara lain diakibatkan oleh migrasi bangsa-bangsa yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi. Terutama dalam zaman prasejarah, ketika kelompok-kelompok manusia yang hidup sebagai pemburu berimigrasi yang mereka bawa juga turut tersebar luas. Berkas-berkas difusi itu sekarang menjadi salh satu obyek penelitian ilmu prasejarah. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga tetjadi tanpa ada pperpindahan kelompokkelompok manusia atau baangsa-bangsa tetapi karena unsure-unsur kebudayaan itu memang segaja dibawa oleh individu-individu tertentu, seperti para pedangan dan pelaut. Pada zaman penyebaran agama-agama besar, para pendeta agama Budha,Nasrani, serta kaum Muslimin mendifusikan berbagai unsure kebudayaan mereka masing-masing hingga daerah-daerah yang jauh sekali. Ilmu sejarah yang terutamma menaruh perhatian pada cara penyebaran yang tersebut terakhir. Bentuk difusi yang terutama mendapat perhatian antropologi adalah penyebaran unsurunsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara

individu-individu

dari

berbagai kelompok yang berbeda. Hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda-berbeda yang telah berlangsung selama berabad-abad itu dan hamper tidak mempengaruhi bentuk kebudayaan masing-masing, adalah hubungan symbiotic, seperti yang terjadi antara suku-suku bangsa peladang penduduk pendalaman Kongo, Togo, dan kamerun di Afrika Tengah dan Barat, dengan suku-suku bangsa peladang dan suku-suku bangsa Negrito yang bermata pencaharian sebagai pemburu dan perambah.

ANTROPOLOGI AGAMA 15

Pertemuan antara kelompok-kelompok yang berbeda juga dapat terjadi karena perdagangan dengan akibat yang lebih jauh daripada yang terjadi pada hubungan symbiotic, yang tersebut penetration pacifique (atau penerobosan dengan jalan damai). Dalam hal ini, unsur-unsur kebudayaan asing turut masuk ke dalam kebudayaan penerima secara tidak sengaja dan tanpa paksaan. Perang dan serangan penaklukan merupakan cara penerobosan dengan jalan tidak damai, dan sebenarnya merupakan awal dari proses masuknya unsur-unsur kebudayaan asing. Suatu difusi yang meliputi suatu wilayah yang luas biasanya terjadi melalui serangkaian pertemuan antara sejumlah suku bangsa. Dengan berkembangnya media elektronik akhir-akhir ini, difusi unsur-unsur kebudayaan yang muncul disuatu tempat berlangsung sangat cepat, bahkan umumnya tanpa adanya kotak secara pribadi antara individu-individu di dua tempat yang berbeda itu. Akhirnya kalau suatu proses difusi tidak hanya dilihat dari bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ketampat lain di muka bumi, tetapi terutama sebagai proses dibawanya unsur-unsur kebudayaan oleh individu-individu suatu kebudayaan kepada individuindividu lain, maka tampak bahwa bukan hanya satu unsure kebudayaan saja yang didifusikan. Unsur-unsur kebudayaan yang didifusikan tidak pernah berdiri sendiri, melainkan senantiasa merupakan suatu kompleks unsur-unsur yang tidak mudah dipisahkan. Contonya adalah mobil. Mobil adalah suatu unsure kebudayaan di Eropa dan Amerika, dan selanjutnya disebarkan ke benua-benua lain. Namun masyarakat-msyarakat lain tidak mungkin dapat memanfaatkannya sebagai alat pengangkutan tanpa ada unsure-unsur seperti jaringan jalan-jalan, system servis dan penyediaan suku cadang, pendidikan montir, system pajak mobil, asuransi mobil, dan sebagainya. Begitu juga unsur-unsur kebudayaan lainnya umumnya juga menyangkut berbagai unsure lain. Dalam ilmu antropologi, gabungan dari unsur-unsur kebudayaan seperti itu disebut Kulturkompleks.

ANTROPOLOGI AGAMA 16

J. Sistem-Sistem Kekerabatan 1. Pemikiran Tentang Asal-Mula Dan Perkembangan Keluarga Menurut para ahli antropologi masa itu, seperti misalnya J. Lubbock, J.J. Bachofen, J.F. McLennan, G.A. Wilken dan lain-lain, pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, manusia mula-mula hidup mirip sekawan hewan berkelompok, dan pria dan wanita hidup bebas tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat karena itu juga belum ada. Lama-lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu dan anak-anaknya, yang menjadi satu kelompok keluarga inti, karena anak-anak hanya yang mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dan anaknya yang berjenis pria dihindari, sehingga timbullah adat eksogami. Kelompok keluarga yang mulai meluas karena garis keturunan diperhitungkan melalui garis ibu, dengan ini telah mencapai tingkat kedua dalam proses perkembangan kebudayaan manusia, yang oleh wilken disebut matriarkhat. Tingkat berikutnya terjadi karenapara pria tidak puas dengan keadaan, lalu mengambil istri dari kelompok-kelompok lain, yang mereka bawa ke dalam kelompok mereka sendiri. Keturunan yang lahir dari hubungan itu dengan demikian tetap tinggal dalam kelompok si pria, sehingga lambat-laun timbul kelompok keluarga ayah sebagai kepala, yang di sebut patriarkhat. Tingkat terakhir (yang keempat) terjadi karena, berbagai sebab, perkawinan di luar kelompok (eksogomi) berubah menjadi endogomi (perkawinan dalam batas-batas kelompok). Endogomi menyebabkan bahwa anak-anak selanjutnya dapat berhubungan secara leluasa dengan anggota kerabat ayah maupun ibu, sehingga patriarkhat makin lama makin hilang dan berubah menjadi susunan kekerabatan yang oleh wilken disebut susunan parental.

ANTROPOLOGI AGAMA

17

2. Adat Istiadat Dalam Daur Hidup Dan Perkawinan Dalam berbagai kebudayaan ada anggapan bahwa masa peralihan, yaitu peralihan dari satu tingkat hidup atau lingkungan social ke tingkat hidup atau lingkungan social berikutnya, merupakan saat-saat yang penuh bahaya, baik nyata maupun gaib. Karena itu upacara-upacara daur hidup seringkali mengandung unsur-unsur penolak bahaya gaib. Dalam antropologi upacara-upacara seperti memang disebut crisis rites (upacara masa kritis) atau rites de passage (upacara peralihan). Pada banyak bangsa, upacara masa hamil, upacara kelahiran, upacara pemberian nama, upacara pemotongan rambut, upacara melubangi telinga, upacara merajah (tattoo, atau tatuase), upacara mengasah gigi, upacara pada hari haid pertama, upacara khitanan, dan lain-lain, dilaksanakan sebagai upaya untuk menolak bahaya gaib yang dapat timbul ketika seseorang beralih dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain. Di samping itu, upacara-upacara seperti itu juga memiliki fungsi social yang penting, antara lain untuk memberitakan kepada khalayak ramai mengenaiperubahan tingkat hidup yang telah dicapai itu. Demikian pula upacara inisiasi merupakan upacara yang dilangsungkan sewaktu seseorang memasuki golongan social tertentu, dank arena itu mengandung unsur-unsur upacara untuk saat-saat kritis dalam kehidupan orang. K. Teori KEKERABATAN Bentuk-bentuk keluarga inti adalah kesatuan yang dalam antropologi dan sosiologi disebut kingroup, atau kelompok kekerabatan. Selain keluarga inti masih banyak bentuk kelompok kekerabatan lain. Pengertian suatu group atau kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh sekurangkurangnya 6 unsur, yaitu: 1) System norma-norma yang mengatur tingkah-laku warga kelompok, 2) Rassa kepribadian kelompok yang disadari semua warga. 3) Interansi yang insentif antara warga kelompok. 4) System dan hak kewajiban yang mengatur interaksi antara warga kelompok, 5) Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok, dan 6) System hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu. Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur pengikat bagi suatu kelompok kekerabatan.

ANTROPOLOGI AGAMA 18

Demikian pula nilai dari kelompok-kelompok kekerabatan berbeda-beda, karena tidak adanya satu atau dua di antara ke-6 unsur tersebut. G.P. Murdock membedakan antara 3 kategori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya, yaitu: 1) Kelompok kekerabatan berkorporasi (istilah yang digunakan Murdock adalah corporate kingroups), yang sifatnya eksklusif dan biasanyamemiliki semua ke-6 unsur tersebut. Istilah “berkorporasi” umumnya menyangkut unsur (6) di atas, yaitu adanya hak bersama atas sejumlah harta. Jumlah warga dalam kelompok seperti ini biasanya terbatas. 2) Kelompok kekerabatan kadangkala (istilah Murdock untuk kelompok ini adalah occasional kingroups), yang seringkali tidak memiliki unsur yang tersebut dalam (6), kelompok ini biasanya terdiri dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus-menerus dan insentif tidak mungkin lagi, tetapi hanya berkumpul kadang-kadang saja. 3) Kelompok kekerabatan menurut adat (Murdock menyebutnya circumscriptive kingroup), yang biasa tidak memiliki unsur-unsur (4), (5), dan (6) dan kadang-kadang bahkan juga unsur (3). Kelompok-kelompok ini bentuknya sudah sedemikian besar, sehingga warganya seringkali sudah tidak saling mengenal. Mereka umumnya hanya mengetahui tentang keberabatan seseorang (sebagai warga kelompok) berdasarkan tanda-tanda yang ditentukan adat. Rasa kepribadian kelompok seringkali juga ditentukan oleh tanda-tanda adat tersebut

L. PRINSIP-PRINSIP KETURUNAN YANG MENGIKAT KELOMPOK SOSIAL Orang disebut berkerabat dengan seseorang apabila orang tersebut mempunyai “hubungan darah” (sebenarnya hubungan gen) dengan seseorang individu tadi, baik melalui ibunya maupun melalui ayahnya. Walaupun orang-orang yang masih saling mempunyai “hubungan darah” tentu sangat besar jumlahnya, dan mengetahu seluk-beluk ikatan kekerabatannya dengan mereka, karena dari seluruh kerabat yang dimiliki seseorang (yaitu kerabat “biologis”-nya), hanya sebagian kecil saja yang merupakan kerabat “sosiologis”-nya. Bagi seorang individu, kaum kerabat “sosiologis”-nya itu dibedakan berdasarkan:

ANTROPOLOGI AGAMA 19

1) Adanya hubungan kekerabatan 2) Kesadaran akan hubungan kekerabatan. 3) Pergaulan berdasarkan hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh prinsip-prinsip keturunan yang bersifat selektif, mengikat sejumlah kerabat yang bersama-sama memiliki sejumlah hak dan kewajiban tertentu, misalnya hak waris ataas harta, gelar, pusaka lambang-lambang, dan lain-lainnya, dan juga ha katas suatu kedudukan, kewajiban untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama, serta kewajiban untuk melakukan kegiatan-kegiatan produktif bersama-sama.

M. SISTEM ISTILAH KEKEEERABATAN System istilah kekerabatan erat sangkutpautnya dengan system kekerabatan. Adanya hubungan antara system istilah kekerabatan dalam suatu bahasa dengan siistem kekerabatan dalam masyarakatnya mula-mula ditemukan oleh L.H. Morgan, yang pernah bekerja sebagai pengacara di daerah permukiman suku-suku bangsa Indian Iroquois di Kanada. Tertarik akan adanya hubungan itu setelah ia memahami berbagai logat bahasa dan adat-istiadat masyarakat setempat, Morgan menemukan cara umum untuk mengupas sitem kekerabatan (walaupun berbeda-beda bentuknya), berdasarkan adanya gejala kesejajaran dalam system istilah kekerabatan dengan system kekerabatannya.

Table, variasi kelompok-kelompok kekerabatan yang mungkin ada dalam masyarakat. N

Jenis

o

1

Wujud

Variasi

Variasi

Variasi

kelompo

karena

karena

karena

k

orientasi

adat

prinsip

kekeraba

menetap

keturuna

tan

nikah

n

Conjugal

-

-

collateral

Utroloka

-

Keluarga

Kecil,warga

biasanya

inti

tinggal bersama dalam satu rumah tangga

2

Keluaga luas

Idem

l

ANTROPOLOGI AGAMA 20

uxorilok al virilokal 3

Klen

Warga

masih

saling

kecil

kenal, tinggal sendiri-

moysng

al

sendiri,

(lineal)

matriline

berkumpul

Nenek

-

kadang-kadang

Patriline

al bilineal

4

Klen

Jumlah warga banyak

besar

tidak

saling

Idem

-

Idem

Idem

-

idem

idem

-

idem

kenal,

tinggal terpencar 5

Fratri

Warga sangat banyak, tidak

saling

kenal,

tinggal terpencar, dan sebagian

kadang-

kadang berkumpul pada upacara fratri 6

Paroh

Warga sangat banyak,

masyara

tidak saling kenal, tidak

kat

terpencar, dan sebagian kadang-kadang berkumpul pada upacara paroh masyarakat yang penting

Dalam logat Seneca (salah satu logat Iroquois), hanih berbeda maknanya dengan istilah father dalam bahasa inggris, karena berbeda dengan father (yang hanya mengacu kepada satu orang saja, yaitu ayahnya), hanih mengacu pada ayah, semua saudara pria ayah, dan semua saudara pria ibu. Berdasarkan hai ini di ketahuinya bahwa di balik perbedaan antara system istilah kekerabatan bahasa-bahasa Iroquois dan system istilah kekerabatan dalam bahasa inggris, juga terdapat perbedaan dalam system kekerabatan keduanya.

ANTROPOLOGI AGAMA

21

Bahwa ayah dan saudara-saudara pria ayah disebut dengan istilah yang sama menunjukkan bahwa sikap, hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang terhadap ayahnya dan saudara-saudara pria disebut dengan istilah yang berbeda, yang menunjukkan bahwa sikap orang terhadap ayahnya berbeda daripada terhadap kerabat-kerabatnya

BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Antropologi Agama atau yang bisa di sebut juga Antropologi Religi merupakan ilmu yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya. Walaupun ada yang berpendapat ada perbedaan antara pengertian agama dan religi menurut pengertian Antropologi Budaya, namun kedua istilah tersebut mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib (Perhatikan Kusnaka 1983: 49).

ANTROPOLOGI AGAMA 22

Dengan demikian Antropologi Agama tidaklah mendekati agama itu sebagaimana dalam “Teologi” (ilmu ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki wahyu tuhan. Misalnya dalam teologi kristen dimana teologi itu di bedakan dalam “Theologica systematica” yang menguraikan tentang dogmatik, etika, dan filsafat agama, Theologica Historica yang menguraikan tentang kitab suci, sejarah gereja, sejarah dogma, dan sejarah agama dan Thelogica Practica yang menguraikan tentang Homeletik, ketechetik dan liturgik.

Daftar Pustaka Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Abimanyu, Petir. 2014. Mistik Kejawen. Yogyakarta: Palapa. Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropologi Agama. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Harsojo. 1967. Pengantar Antropologi, Bandung: Bina Cipta. Tajul Arifin, 2012. Pengantar Antropologi, Bandung: CV. Pustaka Setia,

ANTROPOLOGI AGAMA 23

Related Documents

Antropologi
June 2020 43
Antropologi Revisi.docx
December 2019 30
Antropologi Klasik
May 2020 38
Kamus Antropologi
May 2020 35

More Documents from ""