BUDAYA POLITIK DPR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 Perumahsakitan Kelas RS 3
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Budaya Politik khususnya tentang pembahasan Budaya Politik di Indonesia yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang Budaya Politik DPR 2014. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Depok, 04 Desember 2014
Penyusun
A. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. A.1 Tipe – tipe Budaya Politik 1. Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. 2. Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. 3. Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. B. BUDAYA POLITIK DI INDONESIA Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan. Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru aetika . perlu diketahui ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah. Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan. Dari segi budaya Politik Partisipan, semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah. B.1 Perkembangan Budaya Politik di Indonesia Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan. Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi
dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial. Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan lain-lain. kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang. Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat C. PEMILIHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA TAHUN 2014 C.1 Perebutan Kursi Pimpinan DPR Perebutan Kursi Pimpinan DPR Kamis, 2 Oktober 2014 15:25 WIB Sebanyak 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014-2019 Rabu kemarin mengucapkan sumpah. Bersamaan dengan pelantikan anggota DPR, 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga mengucapkan sumpah. Gabungan DPR dan DPD ini akan terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang tugasnya antara lain akan melantik presiden terpilih dan wakil presiden terpikih Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2014. Pasca pengambilan sumpah anggota DPR, perebutan kursi paket pimpinan DPR dipastikan akan semakin panas. Baik kubu pengusung Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK sama-sama berebut hegemoni kekuasaan menjelang pemilihan pimpinan DPR. Hal itu terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi yang dilayangkan PDI-P terhadap UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Keputusan MK tersebut mengukuhkan perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR beserta alat kelengkapannya. Pada DPR periode sebelumnya, jabatan ketua DPR otomatis menjadi hak parpol pemenang pemilu. Demikian pula, pimpinan alat kelengkapan DPR dibagi proporsional berdasarkan urutan parpol yang mendapat urutan terbanyak dalam pileg. Namun kini, pimpinan DPR dan unsur pimpinan alat kelengkapan DPR akan dipilih secara paket di antara anggota DPR. Jabatan ketua DPR tentu sangat diharapkan PDIP untuk melengkapi sukses kemenangan di pileg, dan sukses mengantarkan Joko Widodo terpilih sebagai presiden. Karena itu, ketika jabatan yang sudah dalam genggaman tiba-tiba terlepas akibat manuver yang dilakukan parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, tentu sebuah kekecewaan besar. Dalam sejarah parlemen di Tanah Air, selama puluhan tahun kursi ketua DPR menjadi hak parpol pemenang pemilu. Begitu juga praktik di negara demokrasi mana pun, seperti di Amerika Serikat, misalnya, kursi ketua DPR juga menjadi hak parpol pemenang pemilu. Praktik ini dilandasi semangat pengakuan terhadap parpol yang mendapat kepercayaan paling besar dari rakyat. Karena itu, ketika beredar dokumen kontrak politik partai Koalisi Merah Putih (KMP) soal bagibagi kursi Ketua MPR untuk Partai Demokrat, dan Ketua DPR jatah Partai Golkar bukan hanya
membuat heboh dunia maya, tetapi juga membuat partai yang tergabung Koalisi Indonesia Hebat, khususnya PDIP sebagai peraih suara terbanyak pileg 2014 kebakaran jenggot. PDI Perjuangan seperti disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, siap berbagi jatah kursi kabinet dengan Partai Demokrat. Hal itu dilakukan untuk mengamankan posisi ketua DPR bagi PDI Perjuangan dan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pilkada langsung. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pada periode ini terpilih sebagai anggota dewan pun yakin akan adanya pembentukan koalisi baru di tubuh pengusung Jokowi-JK. Koalisi Jokowi-JK perlu menambah dukungan parpol untuk mengamankan dinamika di DPR, dan menghadapi rencana penerbitan perppu tentang pemilihan kepala daerah oleh Presiden SBY diubah kembali dari lewat DPRD menjadi dipilih langsung oleh rakyat. Untuk disahkan menjadi UU, perppu perlu mendapat persetujuan DPR. Padahal saat ini, kekuatan koalisi Jokowi-JK yang didukung empat parpol yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura hanya 207 kursi. Sementara itu, KMP berisi lima parpol yang lolos ke DPR, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP. Kekuatan koalisi itu mencapai 292 kursi DPR. Adapun Demokrat yang belum bergabung ke salah satu kubu memiliki 61 kursi. Bila Demokrat bergabung di koalisi pendukung Jokowi, maka jumlah kursinya menjadi 268 kursi. Karena itulah, di tengah rencana penerbitan peppu Pilkada oleh Presiden SBY, perebutan kursi pimpinan dipastikan akan memanas. Lobi-lobi di tingkat rapat kordinasi antar fraksi sesama koalisi, maupun fraksi antarkoalisi akan kian seru. Pertarungan memperoleh kursi Ketua DPR dan MPR tergantung lobi politik dari koalisi Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres maupun koalisi Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pileg. Seperti apa pertarungannya, kita tunggu saja. (Tribun Cetak). D. PERISTIWA PADA TANGGAL 28 OKTOBER 2014 E. PENYELESAIAN MASALAH FRAKSI PPP HAZRUL ANWAR F. ETIKA DAN KEPENTINGAN PUBLIK