Kelompok 7 - K08 No.2.docx

  • Uploaded by: Nasya Shafira
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 7 - K08 No.2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,140
  • Pages: 6
Tugas Kelompok 1 – No. 8 1. Teori Simpul – Gunung Berapi

Gas Debu Hujan abu

Air, udara

Penduduk di sekitar lereng gunung berapi

Diare, ISPA,

Media Transmisi

Iklim, topografi, kebijakan

a. Simpul 1: Sumber Penyakit Letusan gunung berapi mengeluarkan partikel-partikel yang berbahaya seperti debu, gas yang dapat mengganggu pernapasan. Gunung meletus juga dapat membuat hujan abu yang dapat menemari air bersih warga. Gas beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO, CO2, HCN, H2S, SO2 dll, pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh. Paparan debu sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma. Apalagi debu gunung berapi bersifat korosif. Debu gunung berapi dapat masuk dan melukai mata. Partikel debu tersebut berisi kristalin silika, bahan yang dapat menyebabkan penyakit paru silikon. Gas yang keluar dari gunung berapi adalah gas larut dalam air, karbondioksida, dan sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat menyebabkan gangguan pernapasan, baik pada orang sehat maupun penderita penyakit paru. Secara umum berbagai gas yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi dalam dosis rendah dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan. Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan sesak napas, sakit kepala, pusing serta pembengkakan atau penyempitan saluran napas.

b. Simpul 2: Media Transmisi Media lingkungan yang memungkinkan untuk menghantarkan agen-agen penyebab sakit dari sumber penyakit yang berupa gas dan debu akibat letusan gunung berapi ini adalah air yang menghantarkan agen-agen dalam limbah bentuk cair seperti zat-zat organik dan mineral, udara yang menghantarkan agen dalam bentuk gas Karbonmonoksida ke udara c. Simpul 3: Perilaku Pemajanan (behavioural exposure) Penduduk di bawah lereng gunung berapi berkatifitas tidak menggunakan masker dan kacamata dapat membuat gas beracun dan debu tersebut masuk kedalam tubuh. Penduduk juga menggunakan air yang sudah tercemar hujan abu membuat mereka terkena infeksi akibat kandungan air sudah tercemar d. Simpul 4: Kejadian Penyakit Penyakit, gangguan, atau masalah kesehatan yang dapat timbul akibat letusan gunung berapi antara lain adalah diare, keracunan, atau gangguan pencernaan lain, serta gangguan pernapasan salah satunya adalah ISPA. e. Simpul 5: Variabel Suprasistem Variabel supra sistem yang dapat berperan dalam memengaruhi keempat simpul lainnya antara lain cuaca/iklim, topografi dan kebijakan umum. Baik variabel tersebut memengaruhi kondisi lingkungannya ataupun memengaruhi aktivitas atau kegiatan penduduk sekitar wilayah letusan gunung berapi tersebut.

2. Partikel dan gas yang keluar dari gunung berapi Material yang keluar dari letusan Merapi berupa abu vulkanik, yang jumlahnya kurang lebih 150 juta m3 dengan kandungan Silika yang sangat tinggi. Selain itu, dikeluarkan pula gas-gas H2O, CO2, CO, NO2 dan H2S ketika terjadi bencana letusan gunung Merapi. Menurut The International Volcanic Health Hazard Network, secara umum, abu vulkanik menyebabkan masalah kesehatan. Adapun dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu dampak terhadap pernapasan, penyakit mata, iritasi kulit dan dampak tidak langsung akibat abu vulkanik tersebut. Abu vulkanik sendiri merupakan partikel yang berasal dari letusan gunung berapi dan dapat membahayakan kesehatan manusia, terutama pada organ pernapasan (paru-paru), mata dan kulit. Pada penderita asma, inhalasi abu vulkanik dapat

mengakibatkan kambuhnya penyakit asma yang diderita. Adapun dampak lanjutan dari iritasi saluran napas yang terjadi adalah meningkatnya resiko terjadinya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Sementara efek jangka panjang, berupa terjadinya penumpukan debu di paru-paru, dalam hal ini, abu vulkanik harus berukuran sangat halus serta mengandung silika kristal, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya silikosis. Apabila paparan terhadap abu cukup tinggi, maka orang yang sehat dapat mengalami

kesulitan bernapas. Dalam beberapa kasus, paparan jangka panjang

terhadap abu vulkanik halus dapat menyebabkan penyakit paru-paru serius. Selain abu, material yang terdapat akibat letusan gunung berapi berupa gas vulkanik, yang mempunyai potensi bahaya terbesar bagi orang-orang, hewan, pertanian, dan properti. Gas vulkanik yang timbul akibat letusan gunung merapi terdiri dari beberapa jenis gas, seperti Sulfur Dioksida (SO2), gas Hidrogen Sulfida (H2S), Nitrogen Dioksida (NO2), serta debu dalam bentuk partikel debu (Total Suspended Particulate atau Particulate Matter). Secara lokal, gas sulfur dioksida (SO2) dapat mengakibatkan hujan asam dan polusi udara, khususnya di daerah sekitar lokasi bencana. Sedangkan secara global, letusan besar yang mengeluarkan volume belerang aerosol ke stratosfer, dapat mengakibatkan

terjadinya

penurunan

temperatur

permukaan

dan

terjadinya

peningkatan potensi penipisan lapisan ozon Bumi. SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan, baik akut maupun kronis. Dalam bentuk gas, SO2 dapat mengiritasi sistem pernapasa. Sedangkan pada paparan yang tinggi dalam waktu singkat, dapat mempengaruhi fungsi paru-paru. Udara yang telah tercemar SO2 dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan manusia. Hal ini dapat terjadi karena gas SO2 menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru, sehingga menyebabkan terjadi iritasi pada bagian tubuh yang terkena.

1. Habitat dan Ekosistem Habitat adalah suatu ruang atau tempat dimana suatu organisme dapat hidup dan berkembang baik secara optimal. Ruang atau tempat yang dimaksud terdiri dari tempat kawin dan istrahat tempat bertelur dan tempat-tempat lainnya dimana suatu organisme melakukan segala aktivitas kehidupannya yang tercermin ke dalam suatu daerah jelajahnya. Habitat menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) merupakan suatu keadaan yang lebih umum, yaitu tempat dimana organisme terbentuk dari keadaan luar yang ada di tempat tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi organisme tersebut. Pada kasus K08 dimana terjadi KLB malaria di Banjarnegara, habitat nyamuk Anopheles balabacensis yang menjadi vektor penyebab malaria yaitu genangan air di sekitar belik yang biasa dipakai oleh masyarakat sekitar untuk kehidupan sehari-hari. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga bisa didefinisikan sebagai tempat dimana terjadinya proses saling interaksi dan ketergantungan antara makhluk hidup sebagai komponen biotik, dengan lingkungan hidupnya yang merupakan komponen abiotik. Komponen abiotik atau komponen tak hidup meliputi udara (nitrogen, oksigen, karbon dioksida, angin, kelembaban), suhu, air, mineral, cahaya, keasaman dan salinitas. Komponen biotik atau komponen hidup terdiri dari produser, konsumer, dan decomposer (pengurai) yang secara bersama-sama membentuk suatu sistem ekologi. Penggabungan dari setiap unit biosistem melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Menurut Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme dengan lingkungan fisik dapat menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi sesuai untuk terjadinya kehidupan". Buktibukti menunjukkan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya, bahwa organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Berdasarkan interaksi tersebut menunjukkan bahwa makhluk hidup dan lingkunganya saling mempenggaruhi. Jika dikaitkan dengan kasus, keberadaan nyamuk An. balabacensis, air, pencahayaan, dan unsur lainnya membuat sebuah ekosistem tersendiri di sekitar belik.

Referensi: Achmadi, Umar Fahmi. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Surakusuma, Wahyu. 2017. Sumber Belajar Penunjang PLPG: Mata Pelajaran/Paket Keahlian

Teknik

Produksi

Hasil

Hutan.

[Available

on:

http://sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL%202017/Teknik%20Produk si%20Hasil%20Hutan/BAB-I-Ekosistem.pdf] diakses pada 30 Oktober 2018. Utomo SW, Sutriyono, Rizal R. Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem. [Available on: http://repository.ut.ac.id/4305/1/BIOL4215-M1.pdf] diakses pada 30 Oktober 2018. http://www.tribunnews.com/nasional/2010/10/26/penyakit-akibat-letusan-gunung-berapi http://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2013/06/ekosistem-2.pdf http://eprints.ung.ac.id/7050/5/2013-2-2-84205-431408035-bab2-21022014095858.pdf http://e-journal.uajy.ac.id/2130/3/2BL00693.pdf

Related Documents


More Documents from "selvia"