Bu Icha Bab 2[56].docx

  • Uploaded by: budi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bu Icha Bab 2[56].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,561
  • Pages: 46
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1

Tinjauan Teoritis Medis 2.1.1 Anatomi Fisiologis Pankreas adalah suatu organ yang terbentang secara horizontal dari cincin duodenum ke spleen, pada vertebra 1 dan 2 di belakang lambung, terletak di retroperitoneal bagian atas dengan panjang sekitar 10–20 cm, dan lebar 2,5–5 cm. Pankreas terdiri dari 3 bagian, yaitu: kepala pankreas, badan pankreas dan ekor pankreas. Anatomi pankreas ditunjukan pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 : Anatomi Pankreas 1 Sumber: (Fakhrizal, 2014)

7

8

Pankreas memiliki 2 fungsi penting yaitu : 2.1.1.1 Fungsi Eksokrin Fungsi eksokrin pankreas berupa sekresi beberapa jenis enzim yang berguna dalam proses pencernaan, 3 jenis nutrient utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Enzim masuk ke dalam duodenum melalui saluran pankreas. 2.1.1.2 Fungsi Endokrin Fungsi endokrin pankreas berupa sekresi beberapa hormone yang berfungsi untuk mengatur metabolisme nutrisi selular baik karbohidrat, protein maupun lemak. Hormon yang disekresi oleh pankreas dicurahkan langsung ke dalam pembuluh darah menuju organ target. Pankreas terdiri atas 2 jenis jaringan utama seperti terlihat pada gambar 2.1 yaitu: a. Sel asini, yang mensekresi enzim pencernaan ke dalam duodenum b. Pulau langerhans terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel alpha yang menghasilkan glukagon, sel beta menghasilkan insulin dan sel deltha menghasilkan somatostatin. Pulau langerhans ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 2.2 : Anatomi Pankreas 2 Sumber: (Fakhrizal, 2014)

9

Hormon yang dihasilkan oleh pankreas berperan utama dalam mempertahankan keseimbangan glukosa darah melalui mekanisme umpan balik negatif dan positif. Mekanisme kerja insulin dan glukagon bersifat antagonis satu dengan lainnya. 1) Glukagon Sekresi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan kadar asam amino darah. Dalam sistem kerjanya glukagon merupakan mekanisme humoral yang menyediakan energy untuk jaringan, bilamana tidak ada makanan yang tersedia untuk diabsorpsi. Glukagon

merangsang

pemecahan glikogen cadangan, mempertahankan produksi glukosa hati dari pemecahan asam amino (glukoneolisis). Glukagon bersifat glukogenilitik, glukoneogenetik, lipolitik dan ketogenik. 2) Insulin Insulin adalah suatu protein yang terdiri dari 51 asam amino yang terkandung dalam dua rantai peptida. Fungsi utama insulin adalah memudahkan penyimpanan zat - zat gizi di hati, otot dan lemak melalui proses glikogenesis. a) Hati Hati adalah organ pertama yang dicapai insulin melalui aliran darah. Insulin bekerja pada hati melalui dua jalur utama antara lain : (1) Insulin membantu anabolisme Pada fungsi ini insulin membantu sintesis dan penyimpangan glikogen dan pada saat bersamaan mencegah pemecahannya, insulin meningkatkan

sintesis

protein,trigliserida

10

dan VLDL dihati, insulin juga menghambat glukoneogenesis,dan membantu glikolisis. (2) Insulin membantu katabolisme Insulin bekerja untuk menekan peristiwa katabolik pada fase post absorptive dengan menghambat glikogenolisis, ketogenesis dan glukoneogenesis di hati. b) Otot Insulin membantu sintesis protein di otot dengan meningkatkan merangsang

transport sintesis

asam

amino

protein

dan

ribosomal.

Disamping itu, insulin juga membantu sintesis glikogen

untuk

menggantikan

cadangan

glikogen yang telah dihabiskan oleh aktivitas otot, meningkatkan transport glukosa ke dalam sel otot, menurunkan katabolisme protein, menurunkan

pelepasan

asam

amino

glukoneogenik, meningkatkan ambilan keton, dan meningkatkan ambilan kalium. c) Lemak Insulin

bekerja

membantu

penyimpanan

trigliserida dalam adiposit melalui sejumlah mekanisme

yaitu

meningkatkan

masuknya

glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan

sintesis

gliserol

fosfat,

mengaktifkan lipoprotein lipase, menghambat lipase peka hormone dan meningkatkan ambilan kalium. 3) Somatostatin Hormone ini berfungsi memperlambat pengosongan lambung, menurunkan produksi asam lambung dan

11

gastrin, mengurangi sekresi pancreas eksokrin, menurunkan

aliran

darah

alat-alat

dalam

(Rutmahorbo, 2014).

2.1.2 Definisi Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai

oleh

kelainan

kadar

glukosa

dalam

darah

atau

hiperglikemia. Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif, termasuk salah satu penyakit patologik (Hasdianah & Suprapto, 2014).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane balasis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2009).

Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensivitas insulin atau keduanya yang menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, markovaskular, dan neoropati (Yuliana, 2009).

Diabetes mellitus adalah penyakit progresif kronis, yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang menyebabkan hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah). Diabetes kadang disebut

12

sebagai “gula yang tinggi” dari keduanya klien dan layanan kesehatan (Joyce & Kimberly, 2011).

2.1.3 Etiologi Berdasarkan penyebabnya, menurut American Diabetes Association/ World Health Organization (ADA/WHO, dalam buku Rutmahorbo, 2014), diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu : 2.1.3.1 Diabetes Mellitus Tipe I Sebelumnya disebut IDDM atau onset remaja diabetes mellitus, ditandai dengan kerusakan sel beta pankreas, yang menyebabkan

kekurangan

insulin

secara

absolut.

Diabetes mellitus tipe 1 diwariskan secara heterogen, yang bersifat multigenic. Ada juga perantara antara diabetes mellitus tipe 1 dengan beberapa antigen leukosit manusia. Faktor lingkungan seperti virus muncul untuk memicu proses autoimun yang menghancurkan sel beta. Antibodi sel islet (ICAS) kemudian muncul, peningkatan dalam jumlah selama beberapa bulan sampai setahun sel beta dapat dihancurkan. Puasa hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) terjadi saat 80% sampai 90% dari sel-beta massa telah dihancurkan. Identifikasi ICAS telah memungkinkan mendeteksi diabetes mellitus tipe 1 dalam tahap praklinis nya. Kecukupan insulin untuk mempertahankan hidup. Klien kemudian menjadi tergantung pada insulin eksogen (diproduksi di luar tubuh) sebagai administrasi untuk bertahan hidup (Joyce & Kimberly, 2011). Diabetes Mellitus tipe I Diabetes

yang

tergantung

insulin

ditandai

dengan

penghancuran sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh :

13

a.

Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes itu sendiri,

tetapi

mewarisi

suatu

predisposisi

atau

kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I (Kusuma & Nurarif, 2015). b.

Faktor imunologi (autoimun) Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara beraksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah jaringan asing. Yaitu otoantibody terhadap sel-sel pulau langarhans dan insulin endogen (Kusuma & Nurarif, 2015).

c.

Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan astruksi

sel beta (Kusuma & Nurarif, 2015). 2.1.3.2 Diabetes Mellitus Tipe II Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 berbeda secara signifikan dari yang tipe 1. sebuah respon sel-beta yang terbatas untuk hiperglikemia tampaknya menjadi faktor utama dalam pembangunan. Sel-sel beta kronis terkena tingkat tingginya kadar glukosa darah menjadi semakin kurang efisien ketika menanggapi peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini, disebut desensitisasi, reversibel dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor terhadap insulin) untuk insulin yang disekresikan juga meningkat. Sebuah proses patofisiologis kedua pada diabetes mellitus tipe 2 adalah perlawanan terhadap aktivitas biologis insulin di kedua hati dan jaringan perifer. Tempat ini dikenal sebagai resistensi insulin. Orang dengan diabetes mellitus tipe II mengalami sensitivitas penurunan kadar glukosa, yang mana menghasilkan produksi glukosa hepatic secara

14

terus menerus, bahkan dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini ditambah dengan ketidakmampuan jaringan otot dan lemak

untuk

meningkatkan

penyerapan

glukosa.

Mekanisme ini yang menyebabkan resistensi insulin perifer tidak jelas, bagaimanapun, tampaknya terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor pada permukaan sel. Insulin adalah bangunan (anabolik) hormon. Tanpa insulin, tiga masalah metabolik besar terjadi: a.

Menurun pemanfaatan glukosa

b.

Peningkatan mobilisasi lemak

c.

Pemanfaatan protein meningkat (Joyce & Kimberly, 2011)

Diabetes Mellitus tipe II Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas, riwayat dan keluarga (Kusuma & Nurarif, 2015). 2.1.3.3 DM tipe spesifik disebabkan kelainan genetic spesifik, penyakit pancreas, gangguan endokrin lain, efek obatobatan, bahan kimia, infeksi virus dan lain-lain (Irianto, 2014). 2.1.3.4 DM gestational merupakan Diabetes yang berkembang selama masa kehamilan (Rutmahorbo, 2014).

2.1.4 Patofisiologi Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu: 2.1.4.1 Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.

15

2.1.4.2 Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler. 2.1.4.3 Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Keadaan patologi tersebut akan berdampak : a.

Hipoglikemi Hipoglikemi terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60 mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral berlebih, komsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau jika pasien lupa makan camilan. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara

normal

dan

kelanjar

adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah. Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai

oleh

sirkulasi

diakibatkan

oleh

ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai

16

glikogen

di

dalam

otak

orang

dewasa,

dan

ketidaktersediaan keton dalam fase makan atau kondisi pos absorptif. Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan tiba-tiba, otak mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh dibawah sekitar 45 mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda dari satu pasien dengan pasien lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk terjadi (spt, selama tes toleransi glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah disebutkan. Lebih kontroversial adalah pertanyaan tentang apakah gejala-gejala

dapat

berkembang

dalam

berespon

terhadap turunnya kadar gula darah bahkan sebelum turun di bawah batasan kadar normal. Karena suatu respon fisiologi tertentu, seperti pelepasan hormon pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun tetap normal, tampaknya gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus penurunan kadar kemungkinan kurang kuat dan konsisten dibanding penurunan dibawah ambang absolut. Bagaimanapun, otak tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap penurunan kadar gula darah, terutama jika penurunan terjadi lambat dan kronis. Bukanlah hal yang tidak lazim bagi pasien dengan gula darah yang sangat rendah, seperti yang terjadi pada tumor pensekresi insulin, untuk memperlihatkan fungsi serebral yang sangat normal dalam menghadapi gula darah yang rendah terus menerus dibawah batasan normal (Riyadi & Sukarmin, 2011).

17

b.

Hiperglikemia Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah. Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glukogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot ( sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsure glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia. Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut: 1) Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang. 2) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah. 3) Glikolisis sehingga

(pemecahan cadangan

glukosa)

glikogen

meningkat,

berkurang,

dan

glukosa “hati” dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan. 4) Glukonegenesis (pembentukan glukosa dari usure non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.

18

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera.

Kondisi

itulah

yang

membuat

mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita Diabetes Mellitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. Hiperglikemi dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh. Karena suplai makanan

dan

oksigen

tidak

adekuat

yang

mengakbatkan terjadinya infeksi dan terjadi ganggren atau ulkus. Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan pada struktur dan fungsi

ginjal

menjadi

nefropati.

Diabetes

mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati (Riyadi & Sukarmin, 2011). c.

Hiperosmolaritas Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan

19

tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan padat zat cair. Pada

penderita

Diabetes

Mellitus

terjadinya

hiperosmolaritas karena peningkat konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyaknya adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis asmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria). Proses seperti ini mengakibatkan dehidrasi dengan ekstraseluler dan juga diruangan intraseluler. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi

sejumlah

glukosa

dalam

darah.

Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.

Poliuria

mengakibatkan

dehidrasi

intra

selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi

20

ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga selsel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan

mengakibatkan

diuresis

osmotik

hiperglikemia, berlebihan

hiperosmolar,

dan

dehidrasi

berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung. Glukosuria dapat mencapai 5-10 % dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (K.HNH) (Riyadi & Sukarmin, 2011). d.

Starvasi Selluler Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Kalau kita meminjam istilah peribahasa “kelaparan di tengah lumbung padi”. Ada banyak bahan makanan tetapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang menfasilitasi untuk masuknya sel yaitu insulin (Riyadi & Sukarmin, 2011)

21

Ggn Reseptor

Resistensi insulin

Sekresi insulin kurang

Glukosa tidak dapat diproses oleh sel glikogenolisis (pemecahan glukosa dihati)

glukosa dlm sel <

hiperglikemia

Glucosuria

sintesa trigliserida

implus ke otak

Ransangan lapar

Osmotic diuretic

Absorbs ginjal, urine yang terbentuk banyak

lipolisis (pemecahan lemak u/ energi)

As. Lemak dalam darah >

Badan keton >

Poliphagi, nutrisi >

as. Amino dlm sel

Penumpukan asam amino dlm sel

Viskositas darah

Ketoasidosis

Kemampuan fagositosis (luka tidak disadari dan sulit sembuh)

Glukoneo genesis

Hipertensi arterosklerosis

Asidosis metabolic

pemecahan protein

Simpanan protein dlm otot BB <, nutrisi < Nutrisi < keb tubuh Resiko cedera

Resiko Infeksi Ulkus Diabetic

Poliuri

Dehidrasi sel

Ransangan hipotalamus

Haus

Dehirasi Kekurangan vol cairan & elektrolit

Penurunan Kesadaran

Sirkulasi perifer <

Aliran darah Ke otak <

Gagal ginjal

Kematian

Gambar 2.3 : Pathway Diabetes Mellitus Sumber : (Taufan, 2011)

Polidipsi

22

2.1.5 Manifestasi Klinis 2.1.5.1 Diabetes mellitus tipe 1 (IDDM) a.

Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel kekurangan energy, sinyal bahwa perlu makan banyak.

b.

Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa.

c.

Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang glukosa.

d.

Berat badan turun karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.

e.

Lemah dan somnolen berlangsung beberapa hari atau minggu.

f.

Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa.

g.

Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa

di

dalam

darah

menghalangi

proses

kesembuhan. h.

Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi.

i.

Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat.

j.

Timbul ketoasidosis dan dapat meninggal bila tidak segera diobati (Riyadi, 2014).

2.1.5.2 Diabetes mellitus tipe 2 (NIDDM) a.

Jarang memperlihatkan gejala klinis

b.

Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi.

c.

Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa.

d.

Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang glukosa.

e.

Lemah dan somnolen.

23

f.

Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah, tes toleransi glukosa di laboratorium.

g.

Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa.

h.

Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa

di

dalam

darah

menghalangi

proses

kesembuhan. i.

Jarang menderita ketoasidosis (Riyadi, 2014).

2.1.5.3 Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : a.

Katarak

k.

Amiotropi

b.

Glaukoma

l.

Ulkus neurotropik

c.

Retinopati

m. Penyakit ginjal

d.

Gatal seluruh badan

n.

e.

Pruritus vulvae

f.

Infeksi bakteri kulit

o.

Penyakit koroner

g.

Infeksi jamur dikulit

p.

Penyakit

h.

Dermatopati

i.

Neuropati perifer

j.

Neuropati viseral

Penyakit

pembuluh

darah perifer

pembuluh

darah otak q.

Hipertensi

2.1.5.4 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus (Sudoyo, 2009) : a.

Gejala klisik DM+glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11.1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

b.

Gejala klasik DM+glukosa plasma > 126 mg/dl (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

24

c.

Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl (11.1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang stara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air. Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) : (Sudoyo 2009) 1) 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan karbohidrat yang cukup). 2) Berpuasa paling sedit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. 3) Diperiksa konsentrasi gula darah puasa. 4) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan kedalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. 5) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. 6) Pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. 7) Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Penyakit yang mula-mula ringan

dan sedang saja yang biasa

terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif searang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadarana menurun dengan hiperglikemi, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasanya terjadi pada hipoglikemi seperti rasa lapar,

menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebungungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas (Padila, 2012)

2.1.6 Komplikasi Berbagai komplikasi yang dapat berkembang pada diabetes baik yang bersifat akut maupun kronik. 2.1.6.1 Komplikasi akut a.

Hipoglikemia adalah suatu kondisi yang menunjukan kadar glukosa

dalam darah rendah. Kadar glukosa

darah turun dibawah 50mg/dl. Pada penyandang diabetes, keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin

atau

preparat

oral

yang

berlebihan

(Rutmahorbo, 2014). b.

Diabetes Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan fungsi otak yang normal bergantung pada asupan glukosa dan sirkulasi oksigen, gangguan pada distribusi tersebut dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan kesadaran, kelemahan, gangguan metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada ketoasidosis yaitu terjadinya dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

c.

Syndrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK) Merupakan

keadaan

yang

didominasi

oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness)

26

keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotic sehinggga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit.

Untuk

mempertahankan

keseimbangan

osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas cairan. 2.1.6.2 Komplikasi Kronik a.

Komplikasi Makrovaskuler perubahan pembuluh darah besar akibat aterosklerotik menimbulkan masalah yang serius pada diabetes. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh

darah

arteri

koroner,

maka

akan

menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TI

(Transiennt

Ischemic

Attack).

Selain

itu

aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit oklusif arteri

perifer

atau

penyakit

vaskuler

perifer

(Rutmahorbo, 2014). b.

Komplikasi Mikrovaskuler 1) Retinopati Diabetikum disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata, retina mengandung banyak sekali pembulu darah kecil seperti arteriol,venula dan kapiler. Retinopati diabetic dapat menyebabkan kebutaan. 2) Nefropati Diabetikum adalah bila kadar glukosa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan

mengalami

stress

yang

mengakibatkan

kerusakan pada membrane filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah ke dalam urin. Kondisi ini

27

mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal

meningkat.

kenaikan

tekanan

tersebut

diperkirakan berperan sebagai stimulus dalam terjadinya nefropati. Nefropati diabetik dapat menyebabkan gagal ginjal. 3) Neuropati Diabetikum Hiperglikemia merupakan faktor utama terjadinya neuropati diabetikum. Terdapat 2 tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai yaitu polineuropati sensorik dan neuropati otonom. Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Gejala permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan peningkatan

kepekaan)

dan

rasa

terbakar

(khususnya pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal. Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan

penurunan

sensibilitas

nyeri

dan

suhu

membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui (Rutmahorbo, 2014).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang 2.1.7.1 Kadar Glukosa Darah Tabel 2.1 : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa (Nurarif dan Kusuma 2015) Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Plasma vena >200 Darah kapiler >200 Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Puasa DM Plasma vena >120 Darah kapiler >110

Belum Pasti DM 100-200 80-100 Belum Pasti DM 110-120 90-110

28

2.1.7.2 Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L). b. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L). c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemuadian

sesudah

mengkomsumsi

75

gram

karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl). 2.1.7.3 Tes Laboratorium DM Jenis tes pada pasien DM dapat berupa : a. Tes saring 1) GDP, GDS. 2) Tes glukosa urine. a) Tes konvensional (metode reduksi/benedict). b) Tes

carik

celup

(metode

glucose

oxidasekexokinase). b. Tes diagnostik Tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (gula darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke 2 TTGO. c. Tes monitoring terapi 1) GDP : plasma vena darah kapiler. 2) GD2PP : plasma vena, darah kailer. 3) A1c : darah vena, darah kapiler. d. Tes untuk mendeteksi komplikasi 1) Mikroalbuminuria : urin. 2) Ureum, Kreatinin, Asam urat. 3) Kolestrol total : plasma vena (puasa). 4) Kolestrol LDL : plasma vena (puasa). 5) Kolestrol HDL : plasma vena (puasa). 6) Trigliserida : plasma vena (puasa).

29

2.1.8 Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan menurut umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes yang ditandai oleh kemampuan penyandang prediabetes melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan produktif. Dalam jangka pendek, penatalaksaan diabetes ditujukan untuk menghilangkan keluhan dan tanda diabetes, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. Penatalaksaan jangka panjang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi progresitas komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati (Rutmahorbo, 2014).

Penatalaksaan diabetes dikelompokkan atas 4 pilar, yaitu : 2.1.8.1 Edukasi Edukasi penyandang diabetes dimaksudkan untuk member informasi tentang gaya hidup yang perlu diperbaiki secara khusus memperbaiki pola makan dan pola latihan fisik. Informasi yang cukup akan memperbaiki keterampilan dan sikap penyandang diabetes. Melalui edukasi yang tepat diharapkan penyandang diabetes akan memiliki keyakinan diri dalam bertindak sehingga terbentuk motivasi dalam bertindak. Dalam melaksanakan edukasi, media dan metode serta pendekatan yang digunakan menjadi faktor penentu keberhasilan edukasi. Menggunakan tehnik komunikasi yang terapeutik seperti empati akan sangat membantu oleh karena perubahan gaya hidup bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan sehingga dibutuhkan educator yang dapat memahami kesulitan pasien. Edukasi pemantauan kadar glukosa darah juga diperlukan penyandang diabetes karena dengan melakukan pemantauan

30

kadar glukosa secara mandiri (self-monitoring of blood glucose), penyandang diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara

ini

memungkinkan

deteksi

dan

pencegahan

hipoglikemia serta hiperglikemia dan mencegah komplikasi diabetes mellitus (Rutmahorbo, 2014). 2.1.8.2 Terapi gizi Memformulasi

paket

gizi

yang

berguna

dalam

menyeimbangkan intake kalori yang masuk dan yang dibutuhkan tubuh merupakan salah satu upaya dalam membantu menyeimbangkan kadar glukosa dalam darah. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari : a.

Karbohidrat 1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan kalori 2) Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan 3) Makanan mengandung karbohidart terutama yang mengandung serat tinggi 4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5 dari total asupan kalori 5) Pemanis alternative dapat digunakan sebagai pengganti gula asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian 6) Makan 3 kali sehari atau lebih, namun kalorinya tidak melebihi kebutuhan tubuh. Kalau perlu ada selingan

makanan

yang

kalorinya

telah

diperhitungkan dari kalori harian b.

Lemak 1) Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori

31

2) Lemak jenuh < 7% dari total kebutuhan kalori 3) Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tinggal 4) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu penuh (whole milk) 5) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari c.

Protein 1) Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan kalori 2) Sumber protein antara lain sea food, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan seperti juga tahu dan tempe 3) Bila ada nefropati, perlu dilakukan pembatasan protein seperti anjuran medis

d.

Natrium 1) Anjuran asupan natrium ≤ 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur 2) Bagi yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur

e.

Serat 1) Dianjurkan asupan makanan dengan serat yang tinggi. Dalam 1000 kkal/hari dianjurkan serat mencapai 25 g.

2.1.8.3 Latihan Fisik Latihan fisik sangat penting dalam penatalaksaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta

32

trigliserida. Pemilihan jenih dan intensitas latihan fisik memerlukan advis tenaga kesehatan. 2.1.8.4 Farmakoterapi (jika diperlukan) Penggunaan obat golongan hipoglikemik merupakan upaya terakhir setelah upaya-upaya lain tidak berhasil membantu menyeimbangkan

kadar

glukosa

darah

penyandang

diabetes. Obat hipoglikemik dapat diberika dalam bentuk tablet atau injeksi. Obat hipoglikemik oral (OHO) tersedia dalam bentuk tablet. Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi atas 4 golongan yaitu : a.

Pemicu sekresi insulin seperti sulfonil urea dan glinid

b.

Penambah

sensitivitas

terhadap

insulin

seperti

metformin dan tiazolindion c.

Penghambat glukoneogenesis (metformin)

d.

Penghambat absorbsi glukosa seperti penghambat glukosidase alfa. Obat hipoglikemik injeksi yang lazim disebut insulin, dibagi berdasarkan cara dan lama kerja seperti insulin cepat kerja (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short

acting

insulin),

insulin

kerja

menengah

(intermediate acting insulin), insulin kerja panjang (long acting insulin) dan insulin campuran. Beberapa informasi penting bagi penyandang diabetes yang mendapat obat hipoglikemik : 1) Pemakaian obat sesuai dosis dan waktu. Tidak diperkenankan menambah atau mengurangi dosis obat tanpa seijin medis. Obat hipoglikemik oral maupun injeksi, umumnya digunakan ½ jam sebelum makan, oleh karenanya waktu penggunaan obat terkait dengan jadwal makan yang harus dilakukan secara teratur.

33

2) Oleh karena kalori harian telah diselaraskan dengan kadar glukosa darah, aktivitas harian dan dosis obat maka porsi makan harus selalu dihabiskan sesuai anjuran. 3) Demikian halnya dengan aktivitas dan latihan fisik tidak boleh dilakukan secara berlebihan. 4) Bila terdapat keluhan dalam penggunaan otot, secepatnya meminta nasehat ke petugas kesehatan. 5) Penyakit penyerta selama penggunaan obat harus dalam pengawasan tim medis (Rutmahorbo, 2014).

2.2

Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus 2.2.1 Pengkajian 2.2.1.1 Usia Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang memasuki usia 45 tahun terlebih pada orang dengan overweight. 2.2.1.2 Pendidikan dan Pekerjaan Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan, serta tingginya konsumsi makanan yang berat serta aktivitas fisik yang sedikit. Oleh karena itu penyakit ini biasanya banyak dialami pegawai perkantoran, bos perusahaan dan pejabat pemerintahan.

34

2.2.1.3 Keluhan utama Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan terasa sangat lemas sekali disertai penglihatan yang kabur. Meskipun muncul keluhan banyak kencing (poliura) kadang penderita belum tahu kalau itu salah satu tanda penyakit diabetes mellitus. 2.2.1.4 Riwayat Penyakit Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan adalah munculnya sering buang air kecil (poliuria), sering lapar dan haus (polidipsi dan polifagia), sebelumnya penderita mempunyai berat badan yang berlebih. Biasanya penderita belum menyadari kalau itu merupakan perjalanan penyakit diabetes mellitus. Penderita baru tahu kalau sudah memeriksakan diri di pelayanan kesehatan. 2.2.1.5 Riwayat Kesehatan Dahulu Diabetes dapat terjadi saat kehamilan, yang terjadi hanya saat hamil saja dan biasanya tidak dialami setelah melahirkan namun perlu diwaspadai akan kemungkinan mengalami diabetes yang sesungguhnya dikemudian hari. Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai kondisi penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan mengkonsumsi obat-obatan atau zat kimia tertentu. Penyakit yang dapat menjadi pemicu diabetes mellitus dan perlu dialkukan pengkajian diantaranya : a.

Penyakit prankeas

b.

Gangguan penerimaan insulin

c.

Gangguan hormonal

d.

Pemberian obat-obatan seperti : 1) Glukokortikoid (sebagai obat radang) 2) Furosemid (sebagai diuretik) 3) Thiazid (sebagai diuretik)

35

4) Beta bloker (untuk mengobati gangguan jantung) 5) Produk yang mengandung estrogen (kontrasepsi oral) 2.2.1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap

diabetes,

karena

kelainan

gen

yang

mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan

baik

akan

disampaikan

informasinya

pada

keturunan berikutnya.

2.2.2 Pemerikasaan Fisik Pemeriksaan yang dilakukan menurut (Riyadi & Sukarmin. 2011) antara lain : 2.2.3.1 Status penampilan kesehatan : yang sering muncul adalah kelemahan fisik 2.2.3.2 Tingkat

kesadaran :

normal, letargi, stupor, koma

(tergantung kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologi untuk melakukan kompensasi kelebuhan gula darah). 2.2.3.3 Tanda-tanda vital Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi (terjadi kekurangan

energi

sel

sehingga jantung melakukan

kompensasi untuk meningkatkan pengiriman), hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah dan resiko terbentuknya plak pada pembuluh. Kondisi ini terjadi pada fase diabetes mellitus yang sudah lama atau penderita yang memang mempunyai hipertensi). Frekuensi

pernafasan

:

takhipnea

(pada

kondisi

ketoasidosis) Suhu tubuh : demam (pada penderita dengan komplikasi infeksi pada luka atau pada jaringan lain), hipotermia (pada

36

penderita yang tidak mengalami infeksi atau penurunan metabolik akibat menurunnya masukkan nutrisi secara drastis). 2.2.3.4 Berat badan melalui penampilan atau pengukuran : kurus ramping (pada diabetes mellitus fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi). Gemuk padat, gendut (pada fase awal penyakit atau penderita lanjutan dengan pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol). 2.2.3.5 Kulit a.

Kulit Warna : Perubahan-perubahan pada melanin, kerotemia (pada penderita yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat luka sehingga menimbulkan gangren. Tampak warna kehitam-hitaman disekitar luka. Daerah yang sering terkena adalah ekstremitas bawah). Kelembaban : lembab (pada penderita yang tidak mengalami diuresis osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering ( pada pasein yang mengakami diuresis osmosis dan dehidrasi). Suhu : dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau kondisi intake nutrisi normal sesuai aturan diet). Tekstur : Halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak di bongkar), kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot untuk produksi energy). Turgor : Menurun pada dehidrasi.

37

b.

Kuku Warna : Pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi ketoasidosis atau komplikasi infeksi saluran pernafasan).

c.

Rambut Kuantitas : Tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan buruknya sirkulasi), lebat. 1) Penyebaran : jarang atau alopesia total. 2) Tekstur : halus atau kaasar.

2.2.3.6 Mata dan kepala a.

Kepala 1)

Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara lain : kasar dan halus

2)

Kulit kepala : termasuk benjolan atau lesi, antara lain : kista pilar dan psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita diabetes mellitus karena penurunan antibody).

3)

Wajah : termasuk simestris dan ekspresi wajah, antara lain : paralisi wajah (pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.

b.

Mata Yang perlu dikaji lapang pandang dan uji ketajaman pandang

dari

masing-masing

mata

(ketajaman

menghilang). Inspeksi 1) Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmus, strabismus. 2) Alis mata : dermatitis, seborea (penderita sangat beresiko tumbuhnya mikroorganisme dan jamur pada kulit).

38

3) kelopak mata Aparatus akrimalis : mungkin ada pembengkakan sakus lakrimalis. 4) Sklera dan konjungtiva : sclera mungkin ikterik. Konjungtiva anemia pada derita yang sulit tidur karena banyak kencing pada malam hari). 5) Kornea, iris dan lensa : opaksitas atau katarak (penderita diabetes mellitus sangat beresiko pada kekeruhan lensa mata). 6) Pupil : miosis, midriosis atau anisokor. c.

Telinga 1) Daun telinga dilakukan inspeksi : masih simetris antara kanan dan kiri 2) Lubang hidung dan gendang telinga a)

Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter lubang

b) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan, dan masih dapat bervibrasi

dengan

baik

apabila

tidak

mengalami ineksi sekunder. 3) Pendengaran Pengkajian

ketajaman

pendengaran

terhadap

bisikan atau tes garputala dapat mengalami penurunan. d.

Hidung Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza.

e.

Mulut dan faring Inspeksi pada bibir (sianosis, pucat apabila mengalami asidosis atau penurunan perfusi ringan pada stadium lanjut), Mukosa oral (kering dalam kondisi dehidrasi

39

akibat diuresis osmosis), gusi, langit-langit mulut, lidah, dan faring. f.

Leher Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.

g.

Toraks dan paru-paru 1) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas, antara lain : takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondisi ketoasidosis). 2) Amati bentuk dada : normal atau tidak. 3) Dengarkan pernafasan pasien a) Stridor pada obstruksi jalan nafas b) Mengi

(apabila

penderita

sekaligus

mempunyai riwayat astma atau bronchitis kronik). h.

Dada 1) Dada posterior a)

inspeksi : defoemitas, atau asimetris dan retruksi inspirasi abdomen.

b) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak c)

Perkusi : pekak terjadi apabila cairan atau jaringan padat menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi pada penderita dengan penyakit lain seperti effuse pleura, tumor atau pasca penyembuhan TBC).

d) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, bronco vesikuler (dalam kondisi normal) 2) Dada anterior a)

Inpeksi : defoemitas, atau asimetris

40

b) Palpasi

:

adanya nyeri tekan, ekspensi

pernafasan c)

Perkusi : pada penderita normal area paru terdengar sonor

d) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, bronco vesikuler (dalam kondisi tanpa penyerta penyakit lain). i.

Aksila 1) Inpeksi

terhadap

kemerahan,

infeksi

dan

pigmentasi 2) Palpasi kelenjar aksila sentralis apakah ada linfodenopati. j.

Sistem kardiovaskuler Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan darah yang cenderung meningkat, disritmea, nadi yang menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda gejala dari penderita diabetes mellitus.

k.

Abdomen 1) Inspeksi : pada kulit apakah strie dan simetris adanya pembesaran organ (pada penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegali dan splenomegali). 2) Auskultasi : bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas. 3) Perkusi : tympani 4) Palpasi : apakah ada nyeri tekan/massa.

l.

Ginjal Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta veterbral.

41

m. Genetalia Penis : ada inspeksi apakah ada timosis pada prepusium dan apakah ada hipospadia pada meatus uretara, apakah ada kemerahan pada kulit skrotum. n.

Sistem musculoskeletal Inspeksi persendian dan jaringan sekitar saat anda memeriksa berbagai kondisi tubuh. Amati kemudahan dan rentang gesekan kondisi jaringan sekitar, setiap deformitas

muskuloskletal,

termasuk

kurvatura

abnormal dari tulang belakang. Sering mengalami penurunan kekuatan musculoskeletal dibuktikan dengan skor kekuatan otot yang menurun dari angka 5. o.

Sistem neurosensori Penderita diabetes mellitus biasanya merasakan gejala seperti: 1) Pusing 2) Sakit kepala 3) Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia 4) Gangguan penglihatan (Riyadi & Sukarmin. 2013)

2.2.3 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 2.2.4.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia) atau kehilangan gastrik berlebihan. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 hari keperawatan masalah Kekurangan volume cairan dapat teratasi

42

Kriteria evaluasi : a.

Tanda vital stabil (dan mendekati aman nadi 80-88 x/menit, tekanan darah 100-140/80-90 MmHg, suhu tubuh 36,5-37,4º celcius, respiratory rate 20-22 x/menit.

b.

Nadi perifer teraba pada arteri radialis, arteri brakialis, arteri dorsalis pedis.

c.

Tugor kulit dan pengisisan kapiler baik dibuktikan dengan capillary refille kurang dari 2 detik.

d.

Keluaran urine dalam kategori aman (lebih dari 100 cc/hari sampai batas normal 1500 cc-1700 cc/hari)

e.

Kadar elektrolit urine dalam batas normal dengan nilai natrium 130-220 meq/24 jam, kalium 25-100 meq/24 jam, klorida 120-250 meq/liter, magnesium 1,0-2,5 mg/dl.

Intervensi : a

Batasi intake cairan yang merangsang gaster dan saluran pencernaan seperti soda, kopi. Rasional : menghindari rangsanga lambung yang berlebihan.

b

Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung Rasional : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah mobilitas jantung, yang sering kali akan menimbulkan muntah atau secara potensial akan menimbulkan muntah dan kekurangan cairan

c

Kolaborasi 1) Berikan terapi cairan normal satu atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa Rasional : untuk mengganti cairan dengan cepat. Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat

43

kekurangan

cairan dan respon

pasien secara

individual. 2) Pemasangan kateter urine (kalau perlu) Rasional : memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap pengukuran pengeluaran urine. 3) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit, osmolaritas darah, natrium Rasional : hematokrit (mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali

meningkat

kemokonsentrasi

yang

akibat terjadi

kenaikan

setelah

diuresis

osmotic), osmolaritas darah (meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemi dan dehidrasi), natrium (kadar

natrium

yang

tinggi

mencerminkan

kehilangan cairan/ dehidrasi berat atau reabsorbsi natrium dalam berespon terhadap sekrei aldosteron) 4) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai indikasi Rasional : kekurangan kalium dan elektrolit akan mempengaruhi system tubuh misalnya penurunan eksitasi persarafan. Kalium harus ditambahkan pada intravena untuk mencegah hipokalemia 5) Kolaborasi pemberian obat anti emetik seperti metokloperamid dan obat diare non spesifik seperti loperamid HCL. Furazolidone dan obat antibiotic diare seperti metronidazol, tetrasiklin (disesuaikan dengan jenis mikro organismenya) Rasional : mengurangi stimulus gaster. Obat diare membantu

memadatkan

tinja

pertumbuhan mikro organisme.

dan

membatasi

44

2.2.4.2 Perubahan berhubungan

nutrisi

kurang

dengan

dari

kebutuhan

ketidakcukupan

insulin

tubuh atau

penurunan masukan oral Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari keperawatan masalah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi Kriteria evaluasi: a.

Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan

b.

Peningkatan berat badan atau berat bafan ideal atau normal

c.

Lingkar lengan meningkat atau mendekati 10 cm

d.

Nilai laboratorium hemoglobin untuk pria 13-16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl.

Intervensi : a

Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan setiap hari sesuai dengan indikasi Rasional : mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita diabetes mellitus

b

Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula yang dimiliki (dengan memakai rumus kebutuhan kalori untuk laki-laki = berat badan ideal x 30, sedangkan untuk wanita berat badan ideal x 25) Rasional : menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk mengambil glukosa

c

Libatkan keluarga pasien pada dalam memantau waktu makan, jumlah nutrisi Rasional : meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi sesuai dengan kemampuan untuk menarik glukosa dalam sel.

45

d

Observasi tanda-tanda hipoglikemi (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, sempoyongan) Rasional : karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang dan sementara pasien tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi.

e

Kolaborasi : 1) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, PH dan HCO3. Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Peningkatan aseton, PH dan HCO3 sebagai indikasi kelebihan benda keton. 2) Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan tehnik intravena secara intermitten atau secara continue Rasional : insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel, pemberian melalui intravena merupakan rute pilihan utama karena absorbsi dari jaringan subkutan mungkin tidak mennetu/sangat lambat. 3) Lakukan konsultasi dengan ahli diet Rasional

:

kebutuhan

diet

penderita

harus

disesuaikan dengan jumlah kalori karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.

46

4) Berikut diet 60 % karbohidrat, 20 % protein, dan 20 % lemak dan penataan makan dan pemberian makanan tambahan Rasional : intake kompleks karbohidrat (jagung, wortel, brokoli, buncis, gandum) berdampak pada penekanan kadar glukosa darah, kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol, dan meningkatkan rasa kenyang. 2.2.4.3 Nyeri akut (misalnya kaki) berhubungan dengan agen fisik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam keperawatan masalah Nyeri akut (misalnya kaki) dapat teratasi Kriteria evaluasi : a.

Pasien melaporkan nyeri berkurang/hilang dalam 48 jam

b.

Ambulasi secara normal menahan beeban berat badan sempurna sempurna saat pulang

c.

Ekspresi wajah pasien tidak terlihat meringis kesakitan

d.

Nadi 80-84 x/menit

e.

Skala nyeri 0 atau 1 atau 2 atau 3

Intervensi : a.

Tentukan karakteristik nyeri berdasarkan deskripsi pasien (tergantung pada pasien yang mengekspresikan) Rasional

:

menetapkan

dasar

untuk

mengkaji

perbaikan/perubahan pada nyeri b.

Letakkan ayunan kaki di atas tempat tidur/anjurkan untuk menggunakan pakaian tidur yang longgar saat bangun Rasional : menghindari tekanan langsung pada area yang cidera yang dapat mengakibatkan vasokontriksi/ peningkatan nyeri

47

c.

Berikan analgetik per oral setiap 8 jam sesuai kebutuhan Rasional : menurunkan ambang nyeri yang dialami oleh pasien melalui serabut syaraf

d.

Anjurkan pasien untuk memulai aktivitas tidak tergesa dan mendadak Rasional : meningkatkan rasa perhatian terhadap benda sekililing dan mengurangi kekakuan otot

2.2.4.4

Resiko infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam keperawatan masalah Resiko infeksi dapat teratasi. Kriteria hasil : a.

Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubot, kalor, dolor, tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000 ul.

b.

Suhu tubuh tidak tinggi (36,5-37ºc)

c.

Hitung jenis leukosit : Basofil (0-1), eosinofil (1-3), neutrofil batang (2-6), neutrofil segemn (50-70), limfosit (20-40), monosit (2-8)

Intervensi : a.

Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan Rasional : memastikan kondisi pasien pada periode peradangan atau sudah terjadi infeksi. Terjadinya sepsis dapat dicegah lebih awal

b.

Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan, memakai handscoon, masker, kebersihan lingkungan Rasional : meminimalkan invasi mikroorganisme

c.

Pertahankan tehnik aseptik dan sterilisasi alat pada prosedur invasive

48

Rasional : invasi alat dapat menjadi mediator masuknya mikroorganisme d.

Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan terutama membatasi masuknya gula Rasional : menurunkan resiko kadar gula darah tinggi yang merupakan media terbaik untuk pertumbuhan mikroorganisme

e.

Bantu pasien untuk personal hygiene Rasional : menurunkan resiko invasi mikroorganisme

f.

Kolaborasi : 1) Berikan obat antibiotik yang sesuai Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis 2) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik.

2.2.4.5

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan perubahan status metabolik atau kerusakan sirkulasi Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam keperawatan masalah Kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Kriteria hasil : a.

Terjadi perbaikan status metabolic yang dibuktikan oleh gula darah dalam batas normal dalam 36 jam.

b.

Bebas dari drainase purulen dalam 48 jam

c.

Menunjukan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka bersih dalam 60 jam

d.

Tidak terdapat pembengkakan pada luka

Intervensi untuk etiologi perubahan status metabolik :

49

a.

Kaji kondisi luka pada jaringan pasien (terutama area kaki dan punggung) Rasional

:

mengidentifikasi

tingkat

metabolism

jaringan dan tingkat disintegritas b.

Rendam kaki atau punggung (kalau memungkinkan dengan ember khusus) dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine (yang diencerkan) atau perhidrol 3 kali sehari selama 15 menit Rasional : membersihkan luka, efektif untuk membantu penyembuhan dan meningkatkan sirkulasi metabolic

c.

Rawat luka dengan tehnik steril dan kaji area luka setiap kali mengganti balutan Rasional

:

mencegah

peningkatan

presentasi

mikroorganisme akibat kelainan metabolic (glukosa tinggi) dan memberikan informasi tentang efektifitas terapi d.

Balut luka dengan kassa steril Rasional : menjaga kebersihan luka/meminimalkan kontaminasi asing

e.

Berikan 15 unit insulin humulun N, SC pada siang hari setelah cntoh darah harian diambil Rasional : mengobati disfungsi metabolic yang mendasari

menurunkan

hiperglikemia

dan

meningkatkan penyembuhan. Intervensi untuk etiologi kerusakan sirkulasi : a.

Dapatkan kultur drainase luka saat masuk Rasional

:

mengidentifikasi

pathogen

penyebab

disintegrasi kulit dan terapi pilihan b.

Berikan dilokasasilin 500 mg per awal setiap 6 jam, mulai

jam

10.00

hipersensitivitas

malam

amati

tanda-tanda

50

Rasional : pengobatan infeksi/pencegahan komplikasi c.

Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan Rasional : mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka

2.2.4.6

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tentang penyakit dan perawatan nya Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 15 menit, pengetahuan klien meningkat. Kriteria Hasil: a.

Tahu Diitnya

b.

Proses penyakit

c.

Kontrol infeksi

d.

Pengobatan

e.

Aktivitas yang dianjurkan

f.

Manajemen penyaki

Intervensi: a.

Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

b.

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

c.

Sediakan informasi tentang kondisi klien

d.

Sediakan informasi tentang diagnosa klien

e.

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

f.

Diskusikan

tentang

pilihan

tentang

terapi

atau

pengobatan g.

Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

h.

Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

i.

Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

51

j.

Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

k.

Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

l. 2.2.4.7

kolaborasi dg tim yang lain.

Perubahan

pola

nafas

berhubungan

dengan

asidosis

metabolic. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan peningkatan pola nafas. Kriteria hasil: a.

Hasil RR: 18-24 x/menit.

b.

Pernafasan regular tidak berbau keton.

Intervensi untuk etiologi perubahan status metabolic : a.

Tinggikan

bagian

kepala

tempat

tidur

untuk

memudahkan bernafas. Rasional: mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma. b.

Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Rasional: peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan benda keton dalam tubuh.

c.

Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang berlebihan. Rasional: mengurangi tingkat penggunaan energi tidak banyak diperoleh dari glokusa melainkan dari benda keton. (Riyadi & Sukarmin. 2011)

52

Related Documents

Coper Bu Icha Kti.docx
June 2020 11
Bab 2 Bu Nani
August 2019 47
Bab Ii Bu Yunita.docx
December 2019 23

More Documents from "Ira Badriya"

Titrasi Kompleksometri.doc
October 2019 48
Bab 7 & 9.docx
November 2019 47
Budi-1.docx
October 2019 44
Gangguan Tidur.docx
June 2020 21
1. Sampul T' Onie
July 2020 22