Brpn Linda.docx

  • Uploaded by: MarfuahRoberto
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Brpn Linda.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,955
  • Pages: 30
BAB I PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang dapat terjadi di setiap tempat di sepanjang saluran pernapasan dan adneksanya (telinga tengah, kavum pleura dan sinus paranasalis). Secara anatomi ISPA dikelompokkan menjadi ISPA-atas misalnya batuk-pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA-bawah seperti bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. ISPA-atas jarang menimbulkan kematian walaupun insidennnya jauh lebih tinggi dibandingkan ISPA- bawah.1 Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA-bawah banyak menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka kematian bayi. Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat ISPA (terutama akibat pneumonia dan bronkiolitis) di negara berkembang. Bronkiolitis sendiri merupakan suatu penyakit infeksi akut tersering pada usia kurang dari 2 tahun yang menimbulkan obstruksi inflamasi pada saluran napas kecil (bronkiolus). Penyebab tersering dari bronkiolitis adalah virus Respiratory Syncytical (RSV). Secara klinis bronkiolitis akut sukar dibedakan dengan pneumonia bakteri. Dan karena mempunyai gejala obstruksi saluran napas, secara klinis sukar dibedakan dengan serangan asma. Bronkiolitis pada masa bayi dapat menimbulkan

dampak pada saluran napas berupa batuk, wheezing dan

hiperreaktivitas sampai beberapa tahun kemudian.1 Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak keci. Hal ini dikarenakan respon imunitas masih belum berkembang dengan baik, anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang.1 Selain bronkiolitis, dan bronkopneumonia. ISPA bawah juga terdiri dari bronkitis. Bronkitis merupakan peradangan pada mukosa bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, 1

namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak yaitu brokitis akut sedangkan bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.2

2

BAB II LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN 1. Identitas pasien : Nama pasien

: An. I

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 9 bulan

Alamat

: Ngraho rt 2/ rw 3, Cepu

No RM

: 130750

B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanmnesis dengan ibu pasien di bangsal marwah PKU Muh Cepu, tanggal 10 Oktober 2018, pukul 17.00 WIB -

Keluhan utama : Batuk

-

Riwayat Penyakit Sekarang Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien batuk, batuk muncul secara tiba-tiba, batuk kering dan dirasakan terus menerus. Pasien belum minum obat untuk mengurangi batuknya. Anak tidak rewel atau gelisah. Selain batuk, keluhan disertai demam (+), demam tinggi namun ibu pasien tidak mengukur dengan menggunakan termometer, kejang (-), menggigil (-), sesak nafas (-), pilek (-), terlihat pucat atau biru disekitar hidung dan mulut saat batuk dan setelah batuk (-), muntah (-), BAB cair (-), BAK (+) seperti biasa. Makan dan minum mau. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien masih batuk, yang awalnya batuk kering, sekarang batuk disertai dahak, anak tidak bisa mengeluarkan dahaknya, sehingga terdengar suara lendir grok – grok, batuk dirasa terus menerus. Ibu pasien sudah memberi obat batuk namun batuk tidak membaik. Pasien mulai rewel, demam (+), kejang (-), menggigil (-), sesak nafas (+), pilek (-), terlihat pucat atau biru disekitar

3

hidung dan mulut saat batuk atau setelah batuk (-), muntah (-), BAB cair (-), BAK (+) seperti biasa. Makan dan minum mau Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih batuk, tidak bisa mengeluarkan dahak, terdengar grok-grok, anak semakin rewel, nafas terlihat cepat, Terlihat biru ketika batuk dan setelah batuk (-), demam masih, kejang (-), muntah (-). BAB cair (-). Makan minum susah. BAK (+) seperti biasa, tangan dan kaki teraba dingin (-). Pada saat masuk rumah sakit pasien masih batuk, tidak bisa mengeluarkan dahak, terdengar grok-grok, anak rewel, nafas terlihat cepat, Terlihat biru ketika batuk dan setelah batuk (-), demam masih, kejang (-), muntah (-). BAB cair (-). Makan minum susah. BAK (+) seperti biasa, tangan dan kaki teraba dingin (-). Riwayat penyakit dahulu

-

-

Riwayat penyakit serupa

: (-)

Riwayat batuk

: (-)

Riwayat alergi obat

: (-)

Riwayat alergi makanan

: (-)

Riwayat rawat inap di RS

: (-)

Riwayat keluarga Riwayat penyakit serupa

: (-)

Riwayat batuk lama

: (-)

Riwayat pengobatan 6 bulan

: (-)

Riwayat asma

: (-)

Riwayat alergi

: (-)

Riwayat sosial lingkungan Paien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, dalam satu rumah terdapat 7 orang yang tinggal dengan pasien. Kakek dan ayah pasien seorang perokok. Sering merokok di dalam rumah. Rumah pasien berjarak cukup dekat dari rumah sekitarnya. Ventilasi di dalam rumah termasuk kurang, hanya sedikit jendela di rumah. Biaya pengobatan pasien menggunakan Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.

4

DATA KHUSUS -

Riwayat Pre-Natal o Keluhan saat hamil

: Disangkal

o Konsumsi alkohol, rokok, dan obat-obatan : Disangkal

-

o Suntik TT

: 2 kali

o Ante Natal Care

: 4 kali di puskesmas

o Konsumsi Obat / jamu

: Disangkal

o Perdarahan saat hamil

: Disangkal

o Tablet Fe

: Diakui

Riwayat Perinatal o Lahir

: sponta normal

o Tempat

: Rumah bersalin

o Penolong

: bidan

o BB

: 2900 gram

o PB

: 47 cm

o Anak lahir menangis kuat, tidak ada penyulit persalinan. -

Riwayat post natal Tidak ada perdarahan post partum, Ibu melakukan kunjungan neonatal ke bidan.

-

-

Riwayat Kontrasepsi 1. Kontrasepsi

: suntik KB 3 bulan.

2. Keluhan

: (-)

Riwayat Imunisasi Usia 0 bulan 1 bulan 2 bulam

Imunisasi Hepatitis B, Polio 0 BCG Pentavalen 1 (DPT, Hepatitis B, Hi B), Polio 1 Pentavalen 2 (DPT, Hepatitis B, Hi B), Polio 2 Pentavalen 3 (DPT, Hepatitis B, Hi B), Polio 3 Campak

3 bulan 4 bulan 9 bulan

5

Kesan : Imunisasi dasar lengkap -

Riwayat makan dan minum Sampai sekarang (usia 9 bulan) pasien masih mengkonsumsi ASI, susu formula diberikan saat usia 7 bulan. Saat ini anak sudah mengkonsumsi bubur tim, dalam satu hari makan 2-3 kali habis, susah makan sayur dan buah.

-

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan 1) Pertumbuhan

: Ibu pasien tidak ingat pertambahan dan PB

badan tiap bulan, namun sesuai garis hijau KMS 2) Perkembangan

: pasien duduk kira-kira umur 6 bulan, saat ini

anak mulai belajar berdiri dan mengoceh. Kesan: pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai usia.

C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal marwah pada tanggal 10 Oktober 2018 pukul 17.15 WIB 1. Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Status Gizi BB

: 7,2 kg

TB

: 65 cm

CDC 

BB/Umur

: 7,2/8,4 x 100% = 85 % (gizi baik)



PB/Umur

: 65/70 x 100 % = 92 % (tinggi baik)



BB/TB

: 7,2/7 x 100 % = 100 % (gizi baik)

Status gizi

: baik

Tanda Vital Pada waktu di IGD : Nadi

: 120 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi

: 40 x/menit

6

Suhu

: 38,5° C

Pada saat periksa di bangsal : Nadi

: 100 x menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi

: 32 x/menit

Suhu

: 38,0 0C

4. Status Generalis a) Kepala Kesan mesocephal (+) b) Mata Mata cekung (-/-), Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+). c) Telinga Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-). d) Hidung Nafas cuping hidung (+/+), Sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-/-). Sianosis sekitar hidung (-) e) Mulut Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), faring hiperemis (-). Tonsil T1-T1. f) Leher Simetris, pembesaran KGB (-), penggunaan otot bantu nafas (-) g) Thorax Depan 1. Inspeksi Bentuk dada Retraksi Hemitorak a. Statis b. Dinamis 2. Palpasi a. Nyeri tekan b. Pergerakan hemithoraks 7

Dextra

Sinistra

Ø Lateral > Anteroposterior (-) substernal dan subcostal

Ø Lateral > Anteroposterior (-) substernal dan subcostal

Simetris Simetris

Simetris Simetris

(-) simetris

(-) simetris

c. Pelebaran ICS d. Arcus Costa 3. Perkusi

(-) Normal Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan

Belakang 1. Inspeksi Bentuk dada Hemitorak 2. Palpasi Pelebaran ICS 3. Perkusi Suara lapang paru

Vesikuler Wheezing (-), ronki (+), hantaran (-)

Vesikuler Wheezing (-), ronki (+), hantaran (-)

Dalam batas normal Simetris

Dalam batas normal Simetris

(-)

(-)

Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan

(-) Normal Sonor di seluruh lapang paru

Sonor di seluruh lapang paru

Vesikuler Wheezing (-), ronki (+), hantaran (-)

Vesikuler Wheezing (-), ronki (+), hantaran (-)

SDV +/+ Ronki +/+ Wheezing -/-

SDV +/+ Ronki +/+ Wheezing -/-

Cor Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba

Perkusi

: 

Batas atas

: ICS II parasternal sinsitra



pinggang jantung

: ICS III parasternal sinsitra



batas kanan bawah

: ICS IV lin.sternalis dextra



kiri bawah

: ICS V 1 – 2 cm medial linea

midclavicula sinistra.

8

Auskultasi : reguler Suara jantung murni: BJ I, BJ II murni reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-) h) Abdomen Inspeksi

: Permukaan datar, warna sama seperti sekitar

Auskultasi

: Bising usus normal, bruit aorta abdominalis (-),

bruit a. renalis dextra (-), bruit a. Iliaca dextra (-) Perkusi

: Timpani seluruh regio abdomen

Palpasi

: supel, turgor normal, nyeri tekan (-), hepar tidak

teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba. i) Genitalia Dalam batas normal j) Ekstremitas Akral dingin Oedem Sianosis Capilary refill

Superior -/-/-/<2”/ <2”

Inferior -/-/-/<2”/ <2”

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah rutin Pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit RDW

Hasil H 19,7 4,54 11,00 35,50 71,60 21,80 30,50 311 H 17,20

9

Satuan ribu/ul juta/ul g/dl % Fl Pg g/Dl 10^3/ul %

Rujukan 6,0 -17.5 3,6 - 5, 2 10,8 - 12,8 35 – 43 74 – 101 21 – 33 26 – 32 229 - 550 11.5-14.0

E. RESUME Anak I, usia 9 bulan, BB = 7,2 kg, datang dengan keluhan lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami batuk. Batuk awalnya kering kemudian dalam beberapa hari batuk menjadi produktif. Batuk ada dahaknya, namun anak susah untuk mengeluarkan dahak. Anak rewel, keluhan batuk disertai demam tinggi, sesak nafas, makan minum susah, kaki dan tangan teraba dingin (-). Pemeriksaan fisik di IGD didapatkan KU tampak sakit sedang, Nadi: 110 x/menit, Respiratory rate: 40 x/menit, T: 38,50C, pada saat di bangsal nadi : 100 x/menit, respiratory rate : 32 x/menit, suhu 38,0 0C. Status gizi kesan gizi baik, ubun-ubun cekung (-), mata cowong (-/-), bibir sianosis (-), nafas cuping hidung (+/+), pada auskultasi paru, terdengar adanya ronkhi basah nyaring di paru dekstra dan sinistra, capillary refill <2”/<2”. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukosit 19,7.

DAFTAR MASALAH Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3. 4.

Batuk dahak Sesak Demam Anak rewel

5. 6. 7. 8.

KU : sakit sedang 10. Leukosit : H RR : 40x/menit 19,70 Suhu : 38,0 Nafas cuping hidung 9. Ronkhi di basal paru dx dan sin.

10

F. ASSESMENT Diagnosis Banding

:

1) Batuk  Bronkopneumonia  Bronkiolitis  Bronkitis

Diagnosis Kerja 

:

Diagnosis Klinis

:

o Suspek Bronkopneumonia 

Diagnosis Tumbang : Tumbuh kembang sesuai usia



Diagnosis Gizi



Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

: Gizi baik

G. INITIAL PLAN 1. Ip Dx : Susp Bronkopneumonia o Ip Dx O : usul X Foto Thorax AP o Ip Dx S : Ip Tx : O2 2 l/mnt nasal kanul o Infus assering 8 tpm o Cefotaksim inj  2 x 175mg o Erdostein 2 x 1 cth o Paracetamol drops 3 x 0,7 cc  prn o Nebulisasi: Ventolin : flexotide bila perlu Ip Mx : o Monitoring keadaan umum dan vital sign o Monitoring sesak o Saturasi Oksigen o Balance Cairan

11

Ip Ex : o Menjelaskan kepada orangtua pasien tentang penyakit yang diderita pasien: penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi o Menjelaskan terapi yang diberikan pada pasien o Pencegahan rekurensi dan pola hidup sehat, termasuk tidak merokok. H. PROGNOSIS Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanam

: dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

12

PEMBAHASAN

Bronkopneumonia Bronkopneumonia merupakan peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug – or radiation induced pneumonitis. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Gambaran infeksi umum: Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Gambaran gangguan respiratorius: Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih, sianosis. Pada kasus anak mengeluh adanya batuk berdahak, didahului demam, sesak nafas, tidak terdapat sianosis sekitar mulut dan hidung ketika batuk, anak rewel. Adanya nafas cuping hidung pada saat pemeriksaan fisik, retraksi dada (-). Pada auskultasi paru terdengar adanya ronkhi basah halus – sedang. Pada kasus ini diagnosis suspek bronkopneumonia karena gejala terdapat 2 dari tiga trias bronkopneumonia, yaitu demAm, dan sesak nafas, namun tidak ditemukan sianosis. Pada kasus perlu adanya pemeriksaan

13

penunjang x foto thorax AP untuk melihat apakah terdapat corokan bronkovesikular yang meningkat, kesan bronkopneumonia. Terapi pada kasus diberikan antibiotik, mukolitik dan nebulisasi. Diberikan injeksi cefotaxim 2 x 175 mg (25 – 50 mg/kgBB/hari), erdostein 2x1cth, dan nebulisasi Nebulisasi dengan β2 agonis untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Paracetamol drops 3 x 0,7 cc (10 mg/kgBB/kali, sediaan drops 80 mg/0,8 ml)

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkopneumonia 1. Definisi Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.3 Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.3 Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercakbercak Infiltrat.3 Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat.4 Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan bendabenda asing.4 Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi: -

Pneumonia lobaris

-

Pneumonia interstisial

15

-

Bronkopneumonia.

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.3,4 Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.3,4 2. Epidemiologi Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.5 16

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).5 Diagram , penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 5

3. Etiologi Penyabab

pneumonia

adalah

bakteri

(

Streptococcus

pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan streptokokus beta hemolitikus grup A ), virus ( virus sinsitial pernafasan ( respiratory syncitial virus RSV ), parainfluenzae, influenzae, dan adenovirus ), mikoplasma pneumonia, Haemophilus influenzae type B. Mikoplasma pneumonia menjadi penyebab dominan pada anak usia sekolah dan anak yang lebih tua, sedangkan virus sinsitial pernafasan merupakan penyebab tersering dalam usia beberapa tahun pertama.6 Menurut WHO diberbagai negara berkembang Streptococcus pneumonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah.

17

Etiologi berdasarkan kelompok usia: Kelompok usia

Penyebab

Lahir - 20 hari

-

3 minggu – 3 bulan

4 bulan – 5 tahun

5 tahun – remaja

18

E.colli Streptococcus group D Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Streptococcus group B Virus Sitomegali Virus Herpes simplek Chlamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae type B Staphylococcus aureus Virus Sitomegali Virus Influenza Respiratori Syncytial virus Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza type B Stapylococcus aureus Moraxella catharalis Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Adeno Respiratory Syncytial virus Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae Legionella sp Staphylococcus aureus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rino Virus Varisela – Zoster Respratory Syncytial Virus

4. Patogenesis Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negative.3 Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S. pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan reseptor bagi flora

normal

gram

positif

orofaring.

Hilangnya

fibronektin

menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.3 Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S.

aureus

dapat

terjadi

pada

pasien

seperti

pada

keadaan

penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.3 Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus

19

sisitial pernafasan sering terdapat pada bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.3 Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.3 Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu : o Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

20

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.3 o Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3

Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil) o Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

21

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.3

Tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil o Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.3 Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme : o Filtrasi partikel di hidung o Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis o Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk o Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar o Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

22

o Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal o Drainase melalui sistem limfatik. 5. Manifestasi Klinis Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.3,7 Pada pemeriksaan fisik didapatkan : -

Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.

-

Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

-

Perkusi : Sonor memendek sampai beda

-

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3 6. Diagnosis a. Anamnesis Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda

23

sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.7 b. Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.3,7 Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.3,7

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut : Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma Anamnesis Umur

Berapapun, bayi

Berapapun

Usia sekolah

Awitan

Mendadak

Perlahan

Tidak nyata

Sakit serumah

Tidak

Ya, bersamaan

Ya, berselang

Batuk

Produktif

nonproduktif

kering

Gejala penyerta

Toksik

Mialgia, ruam,

Nyeri kepala, otot,

organ bermukosa

tenggorok

Klinis ≤ temuan

Klinis < temuan

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum

Klinis > temuan

Demam

Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC

Auskultasi

Ronkhi ±, suara

Ronkhi bilateral,

24

Ronkhi unilateral,

Napas melemah

Difus, mengi

mengi.

Takipneu berdasarkan WHO: a. Usia < 2 bulan

: ≥ 60 x/menit

b. Usia 2-12 bulan

: ≥ 50 x/menit

c. Usia 1-5 tahun

: ≥ 40 x/menit

d. Usia 6-12 tahun

: ≥ 28 x/menit

c. Pemeriksaan Penunjang -

Laboratorium Pemeriksaan didapatkan

darah

Lekositosis

pada

hingga

pneumonia

umumnya

> 15.000/mm3 seringkali

dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.7 -

Pemeriksaan Radiologis Foto

toraks

(AP/lateral)

merupakan

pemeriksaan

penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.7

25

Gambar : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercakbercak infiltrat pada paru kanan

Gambar : Foto toraks PA pada bronkopneumonia. -

C-Reactive Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.

26

-

Uji Serologis Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.7

-

Pemeriksaan mikrobiologi Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.7

7. Penatalaksanaan 3,8 a. Penatalaksanaan umum -

Pemberian oksigen 2-4 L/menit, sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.

-

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

-

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus -

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung -

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis: o Pneumonia ringan, amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

27

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis



Berat ringan penyakit



Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis



Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik : Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : o Ampicillin + aminoglikosid o Amoksisillin-asam klavulanat o Amoksisillin + aminoglikosid o Sefalosporin generasi ke-3



Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) o Beta laktam amoksisillin o Amoksisillin-amoksisillin klavulanat\ o Golongan sefalosporin o Kotrimoksazol o Makrolid (eritromisin)



Anak usia sekolah (> 5 thn) o Amoksisillin/makrolid

(eritromisin,

klaritromisin,

azitromisin) o Tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti 28

empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif) 8. Prognosis Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak - kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.4

29

Daftar Pustaka

1. Rahajoe Nastiti N, Bambang Supriyatno,dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2012.

2. Behrman RE. Kliegman RM, Nelson Text book of Pediatric. Edisi ke 16. Philadelphia WB Sauders.2002.

3. Garna H. Herry. Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak. Bandung : Penerbit FK UNPAD. 2010.

4. Alsagaff Hood. Pneumonia Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.2008.

5. WHO. Global Action Plan for prevention and Control Pneumonia.2008. 6. Hull, David, D. I. Johnston. Dasar – Dasar Pediatri edisi 3. EGC, Jakarta. 2008

7. Staff pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian IKA FKUI. 2007.

8. Alih Bahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di RS Rujukan Tingkat Pertama. Jakarta : WHO Indonesia.2008.

30

Related Documents


More Documents from ""

Brpn Linda.docx
December 2019 15
Doc1.docx
December 2019 11