REFLEKSI KASUS SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN BRONKOPNEUMONIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
oleh : Brilian Jelita Estu Mariam 30101206770
Pembimbing : dr. CH Rini Pratiwi, Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Brilian Jelita Estu Mariam
NIM
: 30101206770
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat
: Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian
: Ilmu Kesehatan Anak
Judul
: Seorang Anak Laki-laki dengan Bronkopneumonia
Demak, April 2017 Mengetahui dan Menyetujui Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak
Pembimbing,
dr. CH Rini Pratiwi, Sp.A
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Seorang Anak Laki-laki dengan Bronkopneumonia”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. CH Rini Pratiwi, Sp.A selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Demak, April 2017
Penulis
BAB I LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PENDERITA Nama
: An. MT
Umur
: 8 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Demak
Nama Ayah
: Tn. M
Umur
: 36 th
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Ny. H
Umur
: 34 th
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Bangsal
: Dahlia
No. CM
: 13.90xx
DATA DASAR 1.
Anamnesis ( Alloanamnesis ) Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita pada tanggal 6 April 2016 pukul 13.00 WIB di ruang Dahlia dan didukung dengan catatan medis. a. Keluhan Utama : Sesak b. Keluhan tambahan : Demam, batuk, pilek c. Riwayat Penyakit Sekarang 5 hari SMRS : keluhan batuk (+) kering, panas (-) pilek (-) 3 hari SMRS : batuk semakin bertambah disertai dahak, namun dahak tidak bisa keluar, batuk semakin meningkat ketika malam hari. Panas (+) tapi tidak sampai menggigil, pilek (-). Sebelum masuk rumah sakit :
1 hari panas semakin tinggi, terus menerus, membaik setelah diberi obat. Demam disertai dengan keluhan sesak nafas (+) tidak disertai mengi, batuk (+) pilek (+) mual (+) muntah (+) 5x/hari, nyeri perut (-), mimisan (-), BAB darah (-), muntah darah (-), ruam kulit kemerahan (-), mencret (-), konstipasi (-) Demam disertai Batuk. Batuk ngekel (+) semakin meningkat dibandingkan hari sebelumnya, berbunyi grok-grok (+), sepanjang hari, mukus tidak bisa keluar. Pasien tidak bisa tidur karena batuk ngekel yang meningkat. Minum masih kuat tapi nafsu makan menurun. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat pernah sakit panas, batuk, pilek tapi tidak sampai mondok di rumah sakit. - Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya - Riwayat alergi atau asma pada pasien disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga -
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya yaitu sesak, demam, batuk,dan pilek.
-
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama atau mendapat pengobatan selama 6 bulan.
-
Riwayat asma ataupun alergi pada anggota keluarga disangkal.
Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal -
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya di bidan 1-2x tiap bulan hingga bayi lahir. Ibu juga mengaku mendapat suntikan TT 2x. Ibu mengaku menderita penyakit darah tinggi selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Obat–obatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat penambah darah. Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Persalinan
-
Anak laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, usia kehamilan 40 minggu, antenatal care teratur, riwayat penyakit selama kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir dengan SC, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir 3600 gram. Kesan : neonates aterm
Riwayat makan dan minum Anak diberikan ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan, kemudian setelah usia 6 bulan ASI dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) berupa bubur tim dan ditambah dengan susu formula.
Riwayat Imunisasi BCG
: 1 bulan
DPT
: 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Polio
: 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Hepatitis B
: Lahir, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Campak
: - (belum imunisasi)
Kesan
: Imunisasi belum lengkap
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak -
Perkembangan Motorik kasar
: mampu memegang, tepuk tangan
Motorik halus
: memegang benda dengan dua jari
Komunikasi/berbicara
: bersuara ma..ma...
Sosial dan kemandirian
: melambaikan tangan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia -
Pertumbuhan Anak laki-laki umur 8 bulan -
BBL : 3600 gr
-
BBS : 7,4 kg
-
PB : 70 cm
-
LK : 44 cm
-
LD : 46 cm
BMI : BB (kg) / TB (m)2 : 7,4 / (0,70)2 : 7,4 / 0,49 : 15,10 Status gizi baik
LAZ = usia 8 bln, TB 70 cm Kesan : Perawakan sesuai usia
WHZ = BB 7,4 kg , TB 70 cm Kesan : berat badan sesuai usia (-1 SD)
Usia 8 bulan, LK 44 cm mesocephale
Riwayat Perkembangan (denver 2)
Riwayat Sosial Ekonomi - Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan menanggung 1 orang istri dan 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesda Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup
A. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
: Sesak
a. Tanda Vital i. HR
: 114 x / menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Suhu
: 36,4 0C
iii. RR
: 63 x / menit
b. Status Generalis i.
Kepala
ii. Mata
: mesocephal, rambut hitam : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+), isokor (± 3mm), mata cowong (-/-)
iii. Telinga
: discharge (-/-)
iv. Hidung
: napas cuping hidung (+), secret (+), epistaksis (-)
v.
: bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)
Mulut
vi. Leher
: pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
vii. THORAX Paru-paru :
Inspeksi
: bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra
simetris, retraksi suprasternal (+)
Palpasi
: Strem fremitus kanan = Strem fremitus kiri
Perkusi
: sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
: suara dasar vesikuler +/+, ronkhi basah halus
(+/+), wheezing +/+ Jantung : -
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
-
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
-
Perkusi
: batas jantung sulit dinilai
-
Auskultasi
: bunyi jantung I dan II reguler, suara tambahan (-)
viii. ABDOMEN -
Inspeksi
: Datar
-
Auskultasi
: Bising usus (+) nyeri tekan (-)
-
Perkusi
: Timpani seluruh lapang abdomen
-
Palpasi
: Nyeri tekan epigastrium (-), supel, Hepar & Lien tidak
teraba ix. Ekstremitas Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Akral sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
Capillary refill
< 2 detik/< 2detik
< 2 detik/< 2detik
Kesan : Normal
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Darah Rutin Darah Rutin ( 4 April 2016 ) Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Kesan
Hemoglobin
9,2 gr/dl
11 gr/dl
Anemia
Hematokrit
28,3%
33-42 %
Hemodilusi
Leukosit
18.100
6000 - 17.500/ul
Leukositosis
Trombosit
489.000
150.000 - 450.000/ul
Trombositosis
Foto thorax
Cor : •
Ukuran, bentuk dan letak normal
•
Retrocardiac dan retrosternl space tak menyempit
Pulmo : •
Corakan vaskuler meningkat
•
Tampak berak pada perihiler – parakardial kanan-kiri
•
Tak tampak penebalan hilus
Diafragma normal Sinus kostofrenikus kanan dan kiri tajam Kesan : Cor normal, Gambaran bronkhopneumoni
C. DAFTAR MASALAH 1. Problem aktif a) Demam b) Batuk c) Sesak d) Retraksi suprasternal e) Rhonki f) Wheezing g) Anemia h) Hemodilusi i) Leukositosis j) Trombositosis 2. Problem Pasif a) Kualitas makan menurun b) Imunisasi belum lengkap
D. DIAGNOSIS BANDING -
Bronkopneumonia
-
Bronkiolitis
E. DIAGNOSIS SEMENTARA Bronkopneumonia
F. INITIAL PLAN Initial Diagnosis: DxS : DxO : Initial Terapi: •
Nebulizer : fentolin ¼ + NaCl 0,9 % 40cc)
•
O2 Nasal 2 liter
•
Inf. Rl 8 tpm
•
Inj. Cefotaxim 3x260 mg
•
Inj. Ondansetron 3x1/3 amp
•
Inj. Dexametson 3x1/4 amp
•
Po : Paracetamol Syr 3x1/3 cth
•
Po : Ambroxol Syr 3x1/3 cth
Initial Monitoring Monitoring suhu, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, dan Monitoring sesak nafas bertambah atau tidak. Tanda-tanda gagal nafas
Initial Edukasi •
Jika anak demam, segera beri obat penurun panas dan kompres, jika demam tidak turun segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat.
•
Jika anak mengalami sesak napas segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
•
Pada saat anak sesak, jangan berikan ASI dengan cara menyusu secara langsung karena hal itu dapat menyebabkan anak bertambah sesak.
•
Awasi : o Pernafasan menjadi sulit o Pernafasan menjadi cepat o Anak tidak dapat makan dan minum o Kondisi anak menurun
•
Hindarkan anak dari orang yang sedang batuk dan juga perokok.
•
Peregangan bertahap pada kulup penis yang dilakukan setelah mandi selama lima sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan luka pada penis maupun kulit penis yang tidak bisa kembali lagi setelah ditarik.
G. PROGNOSIS Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BRONCHOPNEUMONIA Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.
FAKTOR RESIKO Terdapat beberapa factor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada anak balita di Negara berkembang. Factor resiko tersebut asalah: pneumoni yang terjadi masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)
ETIOLOGI Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya. 1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas : a. Pneumonia Lobaris b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia) c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis) 2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas : a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus
aureus,
Hemophilus
influenza,
Bacillus
friedlander,
Mycobacterium tuberculosis b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus sitomegalik Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin.
Angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya. c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida albicans. d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. e. Pneumonia hipostatik Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya. f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.) Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
Usia
Lahir sampai 20 hari
Etiologi yang sering
Etiologi yang jarang
Bakteri
Bakteri
E. colli
Bakteri Anaerob
Streptococcus Grup B
Streptococcus Grup D
Listeria monocytogenes
Haemophillus influenza Streptococcus pneumonia Ureaplasma Urealyticum Virus Virus cytomegalo Virus Herpes Simplex
3 minggu sampai 3 bulan
Bakteri
Bakteri
ChlamydiaTrachomatis
Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia
Haemophillus influenza tipe B
Virus
Moraxella catarrhalis
Virus Adeno
Staphylococcus Aureus
Virus Influenza
Ureaplasma Urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3
Virus
Respiratory Syncytial Virus
Virus cytomegalo
Bakteri
Bakteri
Chlamydia pneumonia
Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia
Moraxella catarrhalis
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitidis
4 bulan sampai 5 tahun
Virus
Staphylococcus Aureus
Virus Adeno
Virus
Virus Influenza
Virus Varicella zoster
Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Virus Rhino Bakteri
Bakteri
Chlamydia pneumonia
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Legionella sp
Mycoplasma pneumonia
Staphylococcus Aureus Virus
5 tahun sampai remaja
Virus Adeno Virus Epstein-barr Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rhino Respiratory Syncytial Virus
PATOGENESIS Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.1,2 Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu : 1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya) Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya) Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5
GEJALA KLINIS Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 400 C dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus – sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu. Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita. 1. Neonatus Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah, lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya compliance paru.
2. Bayi sampai usia 1 tahun Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare. 3. Balita usia pra sekolah Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk. 4. Anak dan remaja Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru kanan lobus superior.
PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah dan ronki . Akan tetapi, pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Darah perifer lengkap Pada pneumonia virus atau mikoplasma ditentukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk , yaitu kurang dari 5000/mm3. Leukositosis hebat, yaitu lebih dari 30.000/mm3 hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemuakn pada keadaan bakteriemi dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 - 100.000/mm3, protein lebih dari 2,5g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti
2.
C-Reactive Protein C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit, Sebagai respon inflamasi atau infeksi jaringan,produksi CRP distimulasi secara cepat oleh sitokin terutama IL-6 dan tumor necrosis factor. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terhadap antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup sensitif tidak hanya untuk mendiagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respon pengobatan. Dengan pengobatan antibiotik , kadar CRP turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan.
3.
Uji Serologis Uji serologis untuk membedakan antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti anti-streptolisin O, sterptozim atau anti-Dnase B. Peningkatan titer juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen. Secara umum uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi unutk mendeteksi bakteri atipik seperti Mycoplasma dan Chlamidia serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, Campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B dan adeno peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
4.
Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologis untuk mendiagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, pleura atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteriemia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada
anak besar dan remaja spesimen untuk pemeriksaan dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapang pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring kurang bermanfaat karena tingginya kuman yang berkolonisasi di nasofaring. Pemeriksaan PCR perlu dilakukan di laboratorium yang canggih, disamping itu tidak selalu menentukan diagnosis yang pasti sehingga jarang dilakukan. 5.
Pemeriksaan Rontgen Toraks Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi inflitrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan penumonia tanpa komplikasi ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan apabila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis pneumonia di IGD hanyalah foto rontgen toraks posisi AP. Tambahan foto rontgen lateral tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah. Secara umum gambaran foto rontgen toraks sebagai berikut :
1.
Infiltrat interstitial, ditandai dengan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi
2.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
3.
Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Gambaran foto rontgen pada pneumonia anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak banyak ditemukan pada paru kanan, terutama lobus bawah, maka hal itu menjadi prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis lebih meningkat
Gambar konsolidasi pada lobus inferior paru dextra
DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis. Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau/ serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adalah adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah. Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pnemonia pada balita,maka dalam upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tata laksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelaksana Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah menyederhanakan kriterai diagnosis berdasarkan gejala klinis yang
langsung dapat dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut dapat meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak dapat ,langsung dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,mengi dan demam atau terasa dingin. Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang). Napas cepat : Umur < 2 bulan : > 60 kali/menit Umur 2-11 bulan : > 50 kali/menit Umur 1-5 tahun : > 40 kali/menit Umur > 5 tahun : > 30 kali/menit
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun : Pneumonia berat 1.
Bila ada sesak napas
2.
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia 1. Bila tidak ada sesak napas 2. Ada napas cepat dengan laju napas : a. >50x/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun b. >40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun 3.
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia 1.
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
2.
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan : Pada bayi berusia bibawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : 1.
Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik 2.
Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis PENGOBATAN Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asambasa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis. Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur: 1. Usia <3 bulan : o Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4 dosis) o Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi dalam 2 dosis) 2. Usia >3 bulan:
Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis) merupakan obat pilihan utama.
Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
Bila diduga penyebab pneumonisnya adala S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 mgg.
Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medic.
KOMPLIKASI Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmonar seperti menigitis purulenta.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupaakn keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.
PROGNOSIS Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan maas kanakkanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
PENCEGAHAN a. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, hygiene b. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia c. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin menjauhkan infeksi. d. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal, haemophillus influenza dengan vaksin konjugat h. Influenza memiliki jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin prophylaxis untuk yang beresiko tinggi terkena.
BRONKIOLITIS
Definisi Bronkiolitis
merupakan
suatu
peradangan
bronkiolus
yang
bersifat
akut,
menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus.
Etiologi Penyebab tersering (50 - 90%) adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Disamping itu dalam jumlah kecil disebabkan oleh virus para influenza, virus influenza, adenovirus, rhinovirus, mycoplasma pneumoniae (Eaton Agent). Infeksi primer bakteri sebagai penyebab bronkiolitis akut jarang dilaporkan.
Epidemiologi Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anakanak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negaranegara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%. Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Rata-rata insidens perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1-2 tahun. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.
Patologi Gambaran awal abnormalitas saluran pernafasan bagian bawah pada bronkiolitis dijumpai : a. Nekrosis epitel saluran nafas kecil b. Inflamasi peribronkial c. Edema saluran nafas d. Penimbunan/akumulasi mukus dan eksudat liat di saluran nafas Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan di jaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.
Patofisiologi Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris seluler dan edema. Karena tahanan terhadap aliran udara didalam suatu tabung berbanding terbalik dengan pangkat 3 jari-jari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang terjadi pada dinding bronkiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tahanan udara pada lintasan-lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi karena jari-jari suatu saluran nafas akan mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi katup bulat pernafasan akan mengakibatkan terjadinya pemerangkapan udara serta pergeseran udara yang berlebihan yang disebut mekanisme klep. Mekanisme klep adalah terperangkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi menjadi lengkap dan udara yang terperangkap habis terserap. Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang pada alveolusalveolus sehingga terjadi hipoksemia dan peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita-penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi.
Manifestasi Klinis Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai demam atau demam hanya subfebril. Kemudian dalam beberapa hari gejala tersebut makin berkembang dengan
didapatkan batuk makin menghebat, frekuensi nafas meningkat (sesak nafas), pernafasan dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, rewel sampai gelisah, sianosis, sulit makan atau minum, mual-muntah jarang sekali didapatkan pada penderita. Pada pemeriksaan didapatkan mengi/wheezing, ekspirium memanjang, jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor, Ro foto thoraks menunjukkan hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada fotolateral, dapat terlihat bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau radang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
Diagnosis Diagnosis
ditegakkan
dengan
pertimbangan
beberapa
faktor
yang
lebih
menitikberatkan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, karena faktor lainnya hanya ditemukan bukti-bukti yang tidak spesifik, seperti pada pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Manifestasi klinis harus didukung beberapa anamnesis yang memperkuat diagnosis penyakit ini terhadap penyakit lain yang serupa. Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa diagnosis bronkiolitis virus diperoleh dari : 1. Gambaran/gejala klinis 2. Usia anak 3. Epidemi RSV di masyarakat terutama di RS melalui petugas perawatan sebagai sumber penularan pada bayi. Gejala klinis bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai emfisema obstruksi dan gagal jantung. (4)
Diagnosis Banding Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain yang sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.
Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain : 1. Asma Bronkial a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi setelah periode tersebut. b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial. c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya. d. Serangan berulang. e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok. f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung. g. Respon terhadap obat anti asma. Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang.
2. Bronkopneumonia a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan. b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam, batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang. c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya. d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis e. Pemeriksaan fisik ditemukan : Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus. f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal). g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit) pergeseran ke kiri. h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian paru kanan dan kiri. Penatalaksanaan 1.
Antibiotik
Apabila terdapat napas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksisilin (25 mg/kgBB/kali), 2 kali sehari, selama 3 hari.
Apabila terdapat tanda distres pernapasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa minum, rawat anak di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin
(25-50
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, dua kali sehari) untuk 3 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik, dilanjutkan per oral 4 kali sehari sampai total 10 hari.
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat (pneumonia berat) segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilingentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB/kali IM atau IV sekali sehari).
2. Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan wheezing dan distres pernapasan berat.
Metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen adalah dengan nasal prongs atau kateter nasal. Bisa juga menggunakan kateter nasofaringeal.
Pemberian oksigen terbaik untuk bayi muda adalah menggunakan nasal prongs. Teruskan terapi oksigen sampai tanda hipoksia menghilang,
Perawat harus memeriksa sedikitnya tiap 3 jam bahwa kateter atau prongs berada dalam posisi yang benar dan tidak tersumbat oleh mukus dan semua
sambungan terpasang aman.
3. Perawatan penunjang
Jika anak demam (≥ 390 C) yang tampak menyebabkan distres, berikan parasetamol.
Pastikan anak yang dirawat di rumah sakit mendapatkan cairan rumatan harian secara tepat, tetapi hindarkan kelebihan cairan/overhidrasi.
Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
Bujuk anak untuk makan sesegera mungkin setelah anak sudah bisa makan.
4. Pemantauan Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya diperiksa oleh seorang perawat sedikitnya setiap 3 jam dan oleh seorang dokter minimal 1x/hari. Pemantauan terapi
oksigen seperti yang tertulis pada halaman 98. Perhatikan khususnya tanda gagal napas, misalnya: hipoksia yang memberat dan distres pernapasan mengarah pada keletihan. Komplikasi Jika anak gagal memberikan respons terhadap terapi oksigen atau keadaan anak memburuk secara tiba-tiba, lakukan pemeriksaan foto dada untuk melihat kemungkinan pneumotoraks. Tension pneumothorax yang diikuti dengan distres pernapasan dan pergeseran jantung, membutuhkan penanganan segera dengan menempatkan jarum di daerah yang terkena agar udara bisa keluar (perlu diikuti dengan insersi kateter dada dengan katup di bawah air untuk menjamin kelangsungan keluarnya udara sampai kebocoran udara menutup secara spontan dan paru mengembang).
DAFTAR PUSTAKA 1. Antonius., editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 2; 2011.Jilid 1 Hal 250 2. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 1 tahun 2009 3. Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit oleh Depkes RI tahun 2008. WHO Growchart dalam http://www.who.int/childgrowth/standards/en/ 4. Said M. Pneumonia. Dalam: Supriyatno B., Rahajoe N., editors. Buku Ajar Respirologi Anak. 5. Sectish T. Pneumonia. In: Behrman M., Kliegman S., editors. Nelson Textbook of Pediatric. 17th edition. Wisconsin. Elsevier.2004. p. 1432-1435.