34834_refkas Brpn Dr Ariawan.docx

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 34834_refkas Brpn Dr Ariawan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,378
  • Pages: 43
REFLEKSI KASUS Seorang Anak Laki-laki 3 Bulan dengan Bronkopneumonia Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

oleh : Masludi Sopriyadi 012095951

Pembimbing : dr. Ariawan Setiadi, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2017

I.

IDENTITAS PENDERITA Nama

: An. M R Z

Umur

: 3 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: purwosari RT 05 / RW 01 Sayung, Demak

No RM

: KLJG01200157623

Nama Ayah

: Tn. M F

Umur

: 28 th

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SMA

Nama Ibu

: Ny. U F

Umur

: 23 th

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Bangsal

: Dahlia

Masuk RS

: 10 Maret 2017

1

II.

DATA DASAR 1.

Anamnesis ( Alloanamnesis ) Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 16.00 WIB di ruang Dahlia dan didukung dengan catatan medis. a. Keluhan Utama : Sesak napas b. Keluhan tambahan : Batuk c. Riwayat Penyakit Sekarang Sebelum masuk rumah sakit : -

Batuk selama 2 hari, batuk ngekel tidak mengeluarkan dahak. Batuk dirasakan terus menerus hingga anak nampak sesak himgga anak kesulitan tidur. Sebelumnya anak melakukan aktivitas dan makan seperti biasa. Tidak ada riwayat tersedak saat minum atau makan. Selama sakit anak masih mau minum ASI. Keluhan lain demam 1 hari setelah batuk, demam tinggi terus menerus, mual (-), muntah (-), pilek (+) mengeluarkan cairan encer bening selama 4 hari.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :  Pasien belum pernah mengalami sakit yang serupa  Riwayat tersedak (-)  Riwayat inhalasi kerosene (-) e. Penyakit Keluarga : 

Riwayat penyakit yang sama dikeluarga (-)

2

f. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan anak pertama, tinggal bersama kedua orangtua. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Pengobatan ditanggung BPJS PBI. Ayah pasien merokok, rumah pasien berada di tepi jalan raya yang banyak asap dari kendaraan bermotor. g. Riwayat Persalinan dan Kehamilan : Saat hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan sebulan 1x. Pasien merupakan anak laki-laki yang lahir dari ibu G1P0A0, hamil 39 minggu, lahir spontan di rumah sakit, langsung menangis, berat badan lahir 2900 gram, panjang badan, lingkar kepala dan lingkar dada ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan. Kesan : neonatus aterm, lahir spontan per vaginam, BBLN sesuai masa kehamilan. h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal : Ibu memeriksakan kandungannya ke bidan terdekat. Ibu pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat perdarahan dan trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal. Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

3

i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal : Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat. Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak : Perilaku sosial

: meraih mainan

Gerakan motorik halus

: meraih

Bahasa

: menirukan suara

Gerak motorik kasar

: duduk tanpa bantuan

Kesan : pertumbuhan baik dan perkembangan sesuai usia k. Riwayat Makan dan Minum Anak : Usia 0 bulan sampai 3 bulan diberikan ASI. ASI diberikan saat anak mau 10-12x/hari. Kesan : kualitas dan kuantitas cukupKesan : kualitas kurang dan kuantitas cukup. l. Riwayat Imunisasi : Hepatitis B

: 3x, sesuai saran petugas kesehatan

BCG

: 1x, sesuai saran petugas kesehatan

Polio

: 3x, sesuai saran petugas kesehatan

DPT

: 2x, sesuai saran petugas kesehatan

Campak

:-

Kesan

: Imunisasi dasar sesuai usia lengkap 4

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 12 Maret 2017 pukul 17.15 WIB Anak laki-laki usia 3 bulan, berat badan 6,4 kg, panjang badan 58 cm. 1. Keadaan Umum

: Baik, compos mentis

2. Tanda vital : - 0Nadi

: 115x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.

- Laju nafas

: 52x/ menit, irreguler

- Suhu

: 38° C ( aksila )

3. Status Gizi

WHZ, TB: 6,4 kg, PB: 58 cm,  1 sampai 2 SD  perawakan normal

5

WAZ, BB: 6,4 kg, usia: 3 bulan  x = 0 sampai 2 SD  gizi baik

Lingkar Kepala : 41 cm, usia : 3 bulan  15th sampai 50th  Mesochepal

6

Kesan : status gizi baik 4. Status Internus a. Kepala

: Mesocephale, rambut hitam dan tidak mudah dicabut

b. Kulit

: Tidak sianosis, turgor kembali cepat <2 detik, ikterus (-), petechie (-)

c. Mata

: Pupil bulat, isokor (± 3 mm), refleks cahaya (+/+) normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)

d. Hidung

: bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

e. Telinga

: bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-)

f. Mulut

: sianosis (-), pendarahan gusi (-)

g. Leher

: simetris, pembesaran limfe (-), kaku kuduk (-)

h. Thorax  Pulmo - Inspeksi

: Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam keadaan

statis

maupun

dinamis,

retraksi

suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi epigastrial (+). - Palpasi

: Stem fremitus dextra et sinistra simetris

- Perkusi

: Sonor (+)

- Auskultasi : Suara dasar : bronkovesikuler Suara tambahan : ronki basah halus (+/+), wheezing (+/+)

7

 Cor - Inspeksi

: Pulsasi ictus cordis tidak tampak

- Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat

- Perkusi

: Redup

- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-) i. Abdomen : - Inspeksi

: Datar

- Auskultasi

: BU (+) normal

- Perkusi

: timpani (+) pekak sisi (-) pekak alih (-)

- Palpasi

: Nyeri tekan episgrastirum (-), Supel, defense muscular (-), hepatomegali (-)

j. Genitalia

: Laki-laki, fimosis (-)

k. Kulit

: Sianosis (-), pucat (-)

l. Ekstremitas

: Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Sianonis

-/-

-/-

Petechie

-/-

-/-

Capillary refill time

< 2”/ < 2”

< 2”/ < 2”

8

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan Darah Rutin (11-03-2017)

Hb Hematokrit Leukosit Trombosit 

Hasil 8,7 mg/dl/dL 27,7 % 10.300/µL 431.000/µL

Foto Thorax

9

Nilai normal 11 mg/dL 33-42 % 6000-17.600/µL 150.000-450.000/µL

Kesan: Gambaran bronkopneumonia dd proses spesifik V.

RUMUSAN MASALAH MASALAH AKTIF            

MASALAH PASIF  

Sesak Batuk Pilek Takipneu Hiperpireksi Retraksi epigastrial Rhonki +/+ Wheezing +/+ Hb 8,7 mg/dl/ Hematokrit 27,7 % Leukosit 10.300/µL Trombosit 431.000/µL

VI. DIAGNOSIS BANDING Batuk sesak

10

Ayah pasien perokok Rumah pinggir jalan raya

1. Bronkopneumonia 2. Bronkiolitis 3. Asma bronkial

VII. DIAGNOSIS KERJA •

Diagnosis utama

: bronkopneumonia



Diagnosis komorbid

:-



Diagnosis komplikasi

:-



Diagnosis gizi

: gizi baik



Diagnosis sosial ekonomi

: cukup



Diagnosis Imunisasi

: imunisasi dasar lengkap sesuai usia



Diagnosis Pertumbuhan

: Pertumbuhan baik



Diagnosis Perkembangan

: Sesuai umur

VIII. INITIAL PLAN Ip. Dx : a. Subjektif

:-

b. Objektif

:-

Ip. Tx : 

O2 Nasal

2 lt/menit



Infus D5 ¼ NS

5 tpm



Inj. Ceftriaxon

1 x 200 mg IV



Inj. Dexamethason

3 x 1/3 amp IV

PO : Ambroxol syr 3 x ½ Cth

11



Nebulisasi tiap 8 jam -

Ventolin

1/3

-

Pulmicort

1/3

-

NaCl

2 cc



Diit ASI 8 x 60cc (OGT)



Fisioterapi



Iradiasi pada dada dan punggung

Ip. Ex. -

Menjelaskan pada keluarga pasien agar menjauhkan pasien dari paparan asap rokok dan debu.

-

Motivasi keluarga pasien agar mengusahakan ventilasi udara di rumah baik, menjaga kebersihan lingkungan dan individu.

-

Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa penyakit ini bisa dicegah dengan melakukan imunisasi HiB (Haemophylus Influenzae) dan vaksin pneumokokal, terutama bagi golongan resiko tinggi (orang usia lanjut, penderita penyakit kronis).

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

12

X.

PROGRESS NOTE

Waktu/ Tanggal

Hari ke 1 perawatan

Hari ke 2 perawatan

11/3/17

12/3/17

Keluhan

Napas sesak Batuk Pilek

Keadaan Umum

Sadar penuh

Batuk Pilek Mecret 1x cair disertai ampas lendir, warna kuning Sadar penuh

110 x/menit 52 x/menit 36,5º C

130 x/menit 57x/menit 36,9º C

TTV: Nadi RR Suhu Antopometri BB TB

PF - Kepala - Mata Reflek cahaya Cekung Sklera ikterik Conj.anemis - Hidung Nafas cuping sekret - Telinga infeksi - Bibir Sianosis ulkus - Leher Pemb.KGB Kaku kuduk - Thorax Retraksi bronkovaskuler ronki whizing - Abdomen

6,5 kg 55 cm

6,5 kg 55 cm

Mesocephale

Mesocephale

+ -

+ -

-/-/normotia -

-/-/normotia -

-

-

-

-

+/+ +/+ +/+ datar, supel,

+/+ +/+ -/datar, supel 13

Bising usus hepatomegali turgor asites - Akral dingin - Capillary reffil - Edem Px Penunjang Asses:

Terapi

+ < 2 detik -

+ < 2 detik Foto thorax Gambaran Bronkopneumonia Bronkopneumonia DD: Bronkiolitis

DD: Bronkopneumonia Bronkiolitis  O2 Nasal 2 lpm 

Infus D5 ¼ NS



Inj. Ceftriaxon 1 x 200 mg IV



Inj. Dexamethason 3 x 1/3 amp

6 tpm

O2 Nasal 2 lpm



Infus D5 ¼ NS 6 tpm



Inj. Ceftriaxon

Inj. Dexamethason 3 x 1/3 amp

PO : Ambroxol syr 3 x ½ Cth

IV

Nebulisasi tiap 8 jam

PO : Ambroxol syr 3 x ½ Cth 

-

Ventolin

1/3

-

Pulmicort

1/3

-

Ventolin

1/3

-

NaCl

2 cc

-

Pulmicort

1/3

-

NaCl

2 cc



Diit ASI 8 x 60cc (OGT)



Fisioterapi



Iradiasi

 pada

dada

dan  

punggung

Nebulisasi tiap 8 jam

Diit ASI 8 x 60cc (OGT) Fisioterapi Iradiasi punggung

Program

1 x 200 mg

IV 

IV





Foto Thorax

OGT aff

14

pada

dada

dan

Waktu/ Tanggal

Hari ke 3 perawatan

Hari ke 4 perawatan

13/3/17 Keluhan

Keadaan Umum

14/3/17

Batuk Batuk berkurang Mencret 4x disertai ampas lendir, Mencret 1x disertai ampas lendir, warna kuning warna kuning Sadar penuh Sadar penuh

TTV: Nadi RR Suhu

145x/menit 55x/menitº C 36,8º C

Antopometri BB TB

PF - Kepala - Mata Reflek cahaya Cekung Sklera ikterik Conj.anemis - Hidung Nafas cuping sekret - Telinga infeksi - Bibir Sianosis ulkus - Leher Pemb.KGB Kaku Kuduk - Thorax Retraksi bronkovaskuler ronki whizing - Abdomen Bising usus hepatomegali

130 x/menit 56 x/menit 36,7 0C

6,5 kg 55 cm

6,5 kg 55 cm

mesocephal

mesocephal

+ -

+ -

-/-/normotia -

-/-/normotia -

-

-

-

-

+/+ -/-/datar, supel, + -

+/+ -/-/datar, supel + 15

turgor asites - Akral dingin - Capillary reffil - Edem - Reflek Patologis - Reflek Fisiologis - Kernig - Brudzinsky Px Penunjang Asses: Terapi

< 2 detik + -

< 2 detik + -

Bronkopneumonia DD: Bronkiolitis  O2 Nasal 2 lpm

Bronkopneumonia DD: Bronkiolitis  O2 Nasal 2 lpm



Infus D5 ¼ NS

6 tpm



Inj. Ceftriaxon

1 x 200 mg IV 



Inj. Dexamethason 3 x 1/3 amp 

Inj. Dexamethason 3 x 1/3 amp

IV

IV

PO :

PO :

- Ambroxol syr 3 x ½ Cth

- Ambroxol syr 3 x ½ Cth

- Zink 1 x 20 mg

- Zink 1 x 20 mg

- L-Bio 2 x ½ sacet

- L-Bio 2 x ½ sacet

- metronidazol 3 x ½ cth

- metronidazol ½ cth



Program

Nebulisasi tiap 8 jam





Infus D5 ¼ NS

6 tpm

Inj. Ceftriaxon 1 x 200 mg IV

Nebulisasi tiap 8 jam

-

Ventolin

1/3

-

Ventolin

1/3

-

Pulmicort

1/3

-

Pulmicort

1/3

-

NaCl

2 cc

-

NaCl 2 cc

Besok O2 nasal aff

16

Waktu/ Tanggal

Hari ke 5 perawatan 15/3/17

Keluhan Keadaan Umum

Batuk berkurang Sadar penuh

TTV: Nadi RR Suhu Antopometri BB TB PF - Kepala - Mata Reflek cahaya Cekung Sklera ikterik Conj.anemis - Hidung Nafas cuping sekret - Telinga infeksi - Bibir Sianosis ulkus - Leher Pemb.KGB Kaku Kuduk - Thorax Retraksi bronkovaskuler ronki whizing - Abdomen Bising usus hepatomegali turgor asites - Akral dingin - Capillary reffil - Edem

130 x/menit 45 x/menit 36,6 0C 6,5 kg 55 cm mesocephal + -/-/normotia +/+ -/-/datar, supel, + < 2 detik 17

- Reflek Patologis - Reflek Fisiologis - Kernig - Brudzinsky

Asses: Terapi

+ -

Bronkopneumonia DD: bronkiolitis Petugas fisioterapi (-) + ferlin Fisioterapi ibu sendiri

Program

Pulang

18

BRONKOPNEUMONIA

Definisi Pneumonia

merupakan

infeksi

yang

mengenai

parenkim

paru.

Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.

EPIDEMIOLOGI Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi.

ETIOLOGI Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya. 1.

Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas : a.

Pneumonia Lobaris

b.

Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)

c.

Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)

19

2.

Berdasarkan etiologinya dibagi atas : a. Bakteri :

Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus friedlander, Mycobacterium tuberculosis b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus sitomegalik Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo

virus.

virus

respiratori

sinsitial

yang paling sering

menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya. c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces dermalitides,Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida albicans. d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. e. Pneumonia hipostatik Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita

20

penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya. f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.) Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.

21

Usia

Lahir sampai 20 hari

3 minggu sampai 3 bulan

4 bulan sampai 5 tahun

Etiologi yang sering Bakteri E. colli Streptococcus Grup B Listeria monocytogenes

Bakteri ChlamydiaTrachomatis Streptococcus pneumonia Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Bakteri Chlamydia pneumonia Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumonia Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1,2,3 Respiratory Syncytial Virus Virus Rhino Bakteri Chlamydia pneumonia Streptococcus pneumonia Mycoplasma pneumonia

5 tahun sampai remaja

()

22

Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri Anaerob Streptococcus Grup D Haemophillus influenza Streptococcus pneumonia Ureaplasma Urealyticum Virus Virus cytomegalo Virus Herpes Simplex Bakteri Bordetella pertussis Haemophillus influenza tipe B Moraxella catarrhalis Staphylococcus Aureus Ureaplasma Urealyticum Virus Virus cytomegalo Bakteri Haemophillus influenza Moraxella catarrhalis Neisseria meningitidis Staphylococcus Aureus Virus Virus Varicella zoster

Bakteri Haemophillus influenza Legionella sp Staphylococcus Aureus Virus Virus Adeno Virus Epstein-barr Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rhino Respiratory Syncytial Virus

Faktor non-infeksi : Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung. zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin. Bronkopneumoni lipoid : Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

KLASIFIKASI Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1.

Asal infeksi Community-acquired pneumonia (CAP) infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalamperawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala.

23

Hospital-acquired pneumonia (HAP) infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit yang terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan di rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi. 2.

Lokasi lesi di paru  Bronkopneumonia  Pneumonia lobaris  Pneumonia interstitiali

3.

Etiologi 1.

Infeksi Berdasarkan mikroorganisme penyebab :  Pneumonia bakteri  Pneumonia virus  Pneumonia jamur  Pneumonia mikoplasma

2. Non infeksi  Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi lipoid,

reaksihipersensitivitas,

drug-

dan

radiation-induced

pneumonitis. 4.

Karakteristik penyakit  Pneumonia Tipikal  Pneumonia

Atipikal

(mis.

Mycoplasma

neumoniae, Mycobacterium tuberculosis)

24

pneumoniae,

Chlamydia

5.

Derajat keparahan penyakit  Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan adanya tanda bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (retraksi epigastrik).

PATOGENESIS Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 1.

Stadium kongesti (4-12 jam pertama) Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2.

Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3.

Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari) Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.

4.

Stadium resolusi (8-11 hari) Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami

nekrosis

dan degenerasi

25

lemak.

Fibrin

diresorbsi

dan

menghilang.

Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari

pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

GEJALA KLINIS Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 400 C dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus – sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.

26

Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita. 1.

Neonatus Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah, lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya compliance paru.

2.

Bayi sampai usia 1 tahun Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan yang menurun, demam menggigil serta gejala gastroiLntestinal seperti muntah dan diare.

3.

Balita usia pra sekolah Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.

4.

Anak dan remaja Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada penderita pneumonia

27

paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru kanan lobus superior.

Pemeriksaan fisik Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :  Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.  Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 

Pada perkusi tidak terdapat kelainan

 Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

28

 Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan laboratorium  Peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus

: leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan)

Infeksi bakteri : leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit

terdapat

pergeseran

ke

kiri

serta

peningkatan LED.  Pemeriksaan radiologi Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.  Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari : - Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi. - Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia.

29

- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

 C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.  Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.

30

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis. Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau/ serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adalah adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah. Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pnemonia pada balita,maka dalam upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tata laksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelaksana Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah menyederhanakan kriterai diagnosis berdasarkan gejala klinis yang langsung dapat dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut dapat meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak dapat ,langsung dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dilihat dengan adanya tarikan dinding

31

dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,mengi dan demam atau terasa dingin. Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang). Napas cepat :  Umur < 2 bulan : > 60 kali/menit  Umur 2-11 bulan : > 50 kali/menit  Umur 1-5 tahun : > 40 kali/menit  Umur > 5 tahun : > 30 kali/menit

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun : Pneumonia berat 1.

Bila ada sesak napas

2.

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia 1.

Bila tidak ada sesak napas

2.

Ada napas cepat dengan laju napas : a. >50x/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun b. >40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun

3.

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

32

Bukan pneumonia 1.

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

2.

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

Bayi berusia dibawah 2 bulan : Pada bayi berusia bibawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : 1.

Pneumonia  Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas  Harus dirawat dan diberikan antibiotik

2.

Bukan pneumonia  Tidak ada napas cepat atau sesak napas  Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

PENATALAKSANAAN Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

33

pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis. Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur : 1.

Usia <3 bulan : 

Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4 dosis)



Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi dalam 2 dosis)

2.

Usia >3 bulan: o Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis) merupakan obat pilihan utama.

34

o Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. o Bila diduga penyebab pneumonisnya adala S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 mgg. o Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medic.

35

BRONKIOLITIS Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi). Di Amerika Serikat sekitar 120.000 bayi dirawat dengan bronkiolitis pertahun. Umumnya bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun dengan kejadian tersering kira-kira usia 6 bulan. Etiologi Penyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh virus parainfluenza, dan adenovirus. Infeksi oleh adenovirus biasanya dihubungkan dengan komplikasi yang terjadi seperti bronkiolitis obliterans yang sulit ditangani. Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak merokok. Manifestasi klinis Umumnya anak pernah terpajan dengan anggota keluarga yang menderita infeksi virus beberapa minggu sebelumnya. Gejala awal yang mungkin timbul adalah tanda-tanda infeksi respiratorik atas akut berupa demam, batuk, pilek, dan bersin. Setelah gejala di atas timbul biasanya diikuti oleh adanya kesulitan bernapas (sesak) yang umumnya pada saat ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya ekspirasi yang memanjang bahkan mengi. Pada kasus yang berat mengi dapat terdengar tanpa stetoskop. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya tidak luas. Bahkan ada kecenderungan ketidaksesuaian antara gambaran klinis dan gambaran radiologis.

36

Berbeda dengan pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat akan menunjukkan gambaran kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada bronkiolitis gambaran klinis berat tanpa gambaran radiologis berat. Pada pemeriksaan laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai dengan limfopenia. Pemeriksaan serologis RSV dapat dilakukan secara cepat, di negara maju pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan rutin apabila dicurigai adanya infeksi RSV. Diagnosis banding Bronkiolitis harus dibedakan dengan asma pada anak usia di bawah 2 tahun. Kecurigaan bronkiolitis apabila kejadian sesak merupakan pertama kali sedangkan pada asma selain tanpa disertai demam kejadian seperti ini merupakan kejadian yang berulang. Selain asma, pneumonia karena bakteri pun kadang-kadang sulit dibedakan apabila disertai dengan sumbatan respiratorik karena kaliber saluran yang masih kecil. Pengobatan Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotik pada bronkiolitis. Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan pemeriksaan CRP. Apabila pemeriksaan serologis terhadap RSV negatif maka tidak diperlukan antibiotik. Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum rutin dikerjakan sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri. Van Woensel dkk, menyatakan masih banyaknya penggunaan

37

antibiotik pada bronkiolitis yang sebenarnya dapat dihindari. Namun karena sulitnya membedakan dengan bakteri terutama superinfeksi oleh bakteri, maka masih digunakan antibiotik, meskipun sebenarnya kurang tepat. Pemberian anti virus ribavirin secara inhalasi masih merupakan hal yang belum disepakati. Sebagian peneliti mendapatkan hasil yang cukup baik dengan ribavirin tetapi sebagian lain kurang bermanfaat. Pemberian obat-obat lain masih kontroversial. Penggunaan kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang berkepanjangan. Salah satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan peran kortikosteroid sistemik pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal perbaikan klinis, lama rawat, dan lamanya gejala menghilang. Pada penelitian tersebut dianjurkan pemberian kortikosteroid pada awal penyakit. Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid pada kasus infeksi respiratorik bawah akut yang memerlukan ventilator kurang bermanfaat. Selain pemberian obat tersebut, penggunaan bronkodilator juga merupakan perdebatan yang masih cukup seru. Sebagian berpendapat bahwa peran bronkodilator cukup bermanfaat dan sebagian lagi tidak bermanfaat. Alasan yang kurang mendukung pemberian bronkodilator adalah karena pada usia bayi peran bronkodilator kurang jelas. Pada keadaan

bronkiolitis

bronkokonstriksinya

yang

sehingga

dominan yang

harus

adalan

inflamasinya

diberikan

adalah

bukan

pemberian

antiinflamasi bukan bronkodilator. Salah satu obat yang pernah digunakan adalah pemberian immunoglobulin terhadap RSV yang pernah dilaporkan oleh Rodriguez. Pada penelitian tersebut diberikan RSVIG kepada pasien dengan bronkiolitis yang dirawat di ICU. Hasilnya ternyata tidak berbeda bermakna

38

dengan plasebo (albumin) dalam hal lama rawat baik di bangsal maupun di ICU. Selain penggunaan obat-obatan, tatalaksana secara suportif sangat dibutuhkan seperti pemberian oksigen, hidrasi yang cukup, koreksi asam-basa dan elektrolit, serta nutrisi yang memadai. Tanpa memperhatikan terapi suportif, pemberian medikamentosa menjadi kurang bermanfaat.

39

PEMBAHASAN Pada pasien kasus ini ditegakkan diagnosis Bronkopneumonia yang disesuaikan dengan teori, yaitu ditemukan adanya: -

Batuk dengan napas cepat

-

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

-

Demam

-

Ronki

-

Didukung dengan gambaran radiologi bronkopneuumonia

Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena ditemukan adanya wheezing +/+, serta didiagnosis banding dengan asma bronkial karena membaik saat diberikan nebulisasi dengan menggunakan bronkodilator dan steroid. Riwayat BBLSR pada pasien dimungkinkan menjadi salah satu faktor resiko terjadinya Bronkopneumonia. Selain itu, terdapat beberapa faktor resiko lain seperti kemungkinan adanya defisiensi besi serta polusi yang menunjang terjadinya bronkopneumonia. Tatalaksana yang diberikan sudah sesuai, yaitu: -

Anak dirawat di rumah sakit

-

Diberikan oksigenasi bergantung pada saturasi oksigen

-

Diberikan antibiotik yang sesuai

-

Diberikan pengobatan sesuai simptomatik

Pada pasien dalam kasus ini ditemukan adanya wheezing +/+ sehingga diberikan nebulisasi dengan menggunakan bronkodilator sesuai dengan rumusan tatalaksana dalam teori.

40

DEFISIENSI BESI

POLUSI UDARA

BBLSR

(?)

-

RHONKI BASAH HALUS NYARING

-

WHEEZING

BRONKOPNEUMONIA

FOTO THORAX GAMBARAN BRONKOPNEUMONIA

41

DD: BRONKIOLITIS ASMA BRONKIAL

DAFTAR PUSTAKA



Antonius., editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 2; 2011.Jilid 1 Hal 250



Depkes RI. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Depkes RI.



Said M. Pneumonia. Dalam: Supriyatno B., Rahajoe N., editors. Buku Ajar Respirologi Anak.



Sectish T. Pneumonia. In: Behrman M., Kliegman S., editors. Nelson Textbook of Pediatric. 17th edition. Wisconsin. Elsevier.2004. p. 1432-1435.



Supriyanto. 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut Pada Anak. Sari Pediatri Vol. 8 No.2

42

Related Documents