a
Abstrak Dapat kita ketahui bahwa empedu merupakan sebuah organ yang berguna untuk melisiskan lemak dalam tubuh. Apa bila batu yang menghambat empedu dan terdapat batu pada ductus sistikus yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya radang pada kandung empedu. Pada pemeriksaan USG akan menunjukan batu empedu pada 90-95% kasus, pada kolesistitis akan terdapatnya tanda nyeri pada abdomen kanan atas, terkadang rasa nyeri akan berpindah hingga menuju disekitar punggung atau bahu kanan atas, gejala yang lain juga ada seperti mual atau muntah, rasa nyeri pada abdomen kanan, demam, rasa sakit memburuk ketika menarik nafas yang dalam, sakit lebih dari 1 jam terlebih ketika setelah makan makanan berlemak. Pencegahan yang dapat diakukan untuk menghindari dari terjadinya kolesistitis ini adalah dengan mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses peradangan di kandung empedu. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang dan kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping olahraga yang rutin. Kata kunci: kolesistitis, batu empedu, lemak
Abstract We can know that the bladder is an organ that is useful to lyse fat in the body. If the stone which inhibits bile and there are stones in the cystic duct that may cause inflammation of the gallbladder. On ultrasound examination will show gallstones in 90-95% of cases, the presence of cholecystitis will mark abdominal pain in the upper right, sometimes the pain will move up to head around the back or right shoulder top, the symptoms are also present such as nausea or vomiting, pain in the abdomen right, fever, pain worsened as deep breathing, sick more than 1 hour especially when after eating fatty foods. Prevention can be done to avoid the occurrence of cholecystitis is to reduce risk factors that cause an inflammatory process in the gall bladder. Diet is taken to be a balanced diet and subtract taking fatty foods in addition to regular exercise. Keywords: cholecystitis, gall stone, fat.
Pendahuluan Kolesistitis terjadi ketika ductus obstruksi kista pada duktus berkepanjangan yang mengakibatkan peradangan pada dinding kandung empedu. Pada kolesistitis akut berkembang di sekitar 20% dari pasien dengan kolik bilier jika mereka tidak diobati. Hal ini membuat kita sadar bahwa kesehatan tubuh yang sulit disembuhkan justru merupakan organ
Kolesistitis akut
yang jarang mendapatkan perhatian sepeti empedu, kita tau bahwa empedu merupakan sebuah organ yang berguna untuk melisiskan lemak dalam tubuh. Apa bila batu yang menghambat empedu dan terdapat batu pada ductus sistikus yang menyebabkan terjadinya radang pada kandung empedu. Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembacanya dapat mengerti tentang gambaran penyakit kolestisitis akut secara umum dalam anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis.
Anamnesis Anamnesis adalah suatu wawancara yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan pasien.1 Anamnesis dapat dilakukan baik secara langsung (autoanamnesis) maupun tidak langsung (alloanamnesis). Untuk pasien baru, sebaiknya dilakukan anamnesis komprehensif agar mendapatkan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan riwayat kesehatan pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lainnya dapat dilakukan anamnesis spesifik yang berkaitan dengan keluhannya.2 Pada orang dewasa, terdapat tujuh komponen dari anamnesis komprehensif, yaitu identifikasi data yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan, dan status perkawinan; keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari perawatan;
riwayat
penyakit
sekarang
yang
memberatkan
keluhan
utama
dan
mendeskripsikan lokasi, kualitas, kuantitas, waktu, kondisi saat terjadi gejala, faktor yang memperburuk atau meredakan, dan manifestasi hal-hal lain yang terkait gejala; riwayat pasien yang terdiri dari daftar penyakit dahulu dalam empat kategori (medis, bedah, obstetric/ginekologi, dan psikiatri); riwayat keluarga yang mencakup daftar penyakit keluarga dan keadaan anggota keluarga; riwayat pribadi dan sosial; dan tinjauan sistem mengenai gejala yang umum pada masing-masing sistem tubuh.2 Dari hasil anamnesis didapatkan seorang wanita 46 tahun mengeluh dirasa nyeri di ulu hati terus menerus semenjak 2 minggu yang lalu, demam tinggi 2 hari yang lalu, mual terus menerus, mata kuning namun tidak disadari. Pemeriksaan Fisik 2
Kolesistitis akut
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan terlebih dahulu penampilan pasien. Apakah pasien tersebut tampak sakit berat, sakit ringan, atau sehat. Kemudian perlu juga diperhatikan tingkat kesadaran pasien tersebut dan apakah pasien tersebut dalam keadaan yang gawat, seperti nyeri, gelisah atau depresi, atau kesulitan jantung dan pernapasan. Warna kulit dan lesi yang jelas juga perlu diperhatikan, begitu juga dengan pakaian, kebersihan, dan bau badannya. Ekspresi wajah, postur, dan aktivitas motorik juga dianggap penting untuk diperhatikan. Pasien pada kasus ini tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis, Pemeriksaan TTV penting untuk dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik yang spesifik. Pemeriksaan ini meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu tubuh. TTV memberikan informasi awal yang kritis dan biasanya berpengaruh pada pemeriksaan. Hasil pemeriksaan TTV pada kasus ini adalah sebagai berikut: tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 98x/menit, napas 24x/menit, suhu tubuh pasien 38,5C Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi yang dilakukan secara berurutan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan pasien memiliki sklera ikterik dan demam. Pemeriksaan Penunjang Karena hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik belum cukup untuk menemukan diagnosis kerja yang benar, maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Maka akan didapatkan hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis, dilakkukan pemeriksaan gangguan tes fungsi hati ditemukan bilirubin dan alkali pospatase meningkat, alkaline pospat akan meningkat pada 25% pasien dengan kolisistitis, didapatkan SGOT 207 dan SGPT 1,2 , pada bilirubin didapatkan hasil bilirubin total 2,7 dan bilirubin direk 1,2. Jika pada keadaan kadar amilase atau lipase serum yang mencolok mengarah pada kecurigaan adanya pankreatitis akut. harusnya dilakukan pemeriksaan USG abdomen, jika dilakukan pemeriksaan USG akan menunjukan batu empedu pada 90-95% kasus, dinding empedu yang menebal (edema), batu dan saluran empedu ekstrahepatik dan tanda Murphy sonografik. Cairan perikolesistik koleskinitgrafi misalnya mempergunakan zat radioaktif HIDA akan memastikan diagnosis bila menampakkan saluran empedu tanpa visualisasi kandung empedu, yang merupakan bukti adanya obstruksi ductus sitikus. CT scan abdomen pada kasus ini pilihan yang kurang tepat karna kurang sensitif dan mahal, namun mampu 3
Kolesistitis akut
memperlihatakan adanya batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga abses perikolistik yang masih kecil dan tidak terlihat di USG.3,4 Diagnosis Banding Diagnosis banding yang dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik adalah kolelitiasis, koledokolitiasis, pankreatitis akut. Kolelitiasis Kolelitiasis berpengaruh ketika gejala batu empedu muncul, dengan konsentrasi yang terbentuk pada traktus billiaris, biasanya pada kantung empedu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala yang serupa ada penyakit kolesistitis akut kadang dijumpai adanya demam, tachycardia persistent, hipotensi, dan jaundice. Secara laboratorium pemeriksaannya normal pada pemeriksaan CT scan ditemukan adanya batu pada bagian distal common biliary ductus.5 Koledokolotiasis Koledokolotiasis terjadi apabila batu menumpuk pada common biliary duct, teridiri dari 2 tipe koledokolitiasis seperti primer dan sekunder. Pada koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus. Kelainan laboratorim berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan fosfatase alkali, gamma GT serta peningkatan transaminase serum. Kadang infeksi timbul lebih akut dan cairan empedu menjadi purulen. Duktus koledokus menebal dan melebar, dan kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu intrahepatik dan menimbulkan abses hati, dan pakreatitis bilier.6 Pankreatitis Akut Pangkreatitis akut didefinisikan sebagai radang pancreas oleh enzim secara mendadak dan menyeluruh, yang diduga disebabkan oleh lepasnya enzim-enzim pancreas yang bersifat litik dan aktif ke dalam parenkim kelenjar pancreas. Penyakit ini paling sering ditemukan pada usia menengah dan sering kali dikatikan dengan penyakit saluran empedu dan alkoholisme. Terdapatnya udem atau obstruksi dari ampula/papilla Vateri yang menyebabkan refluks isi duodenum atau cairan empedu ke dalam saluran pancreas atau trauma langsung pada sel-sel asinar. Ciri-ciri pasien pankreatitis akut dengan gejala klinis sedang sampai berat 4
Kolesistitis akut
akan tampak keluhan sebagai berikut : lebih dari 90% pasien mangalami nyeri seperti ditusuk pada midepigastrium yang menyebar ke punggung dalam beberapa menit atau jam. Rasa perut penuh akan berkurang apa bila posisi pasien dalam keadaan duduk atau melengkung seperti bayi di dalam kandungan.7 Diagnosis Kerja Pada pasien yang terdiagnosis kolesistisis akut dimulai ketika pasien mulai menyebutkan gejala pada dokter, lalu pada pemeriksaan fisik. Ketika terasa adanya rasa sakit pada bagian atas kanan pada abdomen, maka harus dilakukan pengecekan dengan ultrasound sehingga dapat mendeteksi batu empedu, penebalan pada dinding kantung empedu, cairan ekstra intestinal, dan tanda-tanda lain dari kolesistisis. Pada pengecekan juga didapatkan ukuran dan bentuk dari kantung empedu. Pada pasien wanita 46 tahun ini mengalami kolesistisis akut pada saat dilakukan pemeriksaan lab dan usg.3,4 Etiologi Faktor risiko untuk kolesistitis kalkulus serupa dengan kolelitiasis yakni seperti jenis kelamin perempuan lebih berpengaruh, pada kelompok etnis tertentu seperti pada keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan kurang umum ditemukan pada orangorang yang berasal dari daerah sahara pada Afrika dan Asia, kemudian pada Amerika Serikat, orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi dari pada orang kulit hitam, dan pada pasien obesitas atau penurunan berat badan yang cepat sekali, juga ada pada obatobatan terlebih dengan terapi hormon pada wanita, pada masa kehamilan, dan pada peningkatnya usia lanjut. Sedangkan pada kolesistitis Acalculous berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan empedu stasis, yaitu pada penyakit kritis, pada operasi besar atau trauma / luka bakar hebat, pada keadaan sepsis, pada pasien dengan pemberian nutrisi parenteral dengan jangka panjang, puasa yang lama Pada pasein dengan gangguan jantung, termasuk infark miokard , pada penyakit sel sabit, infeki salmonella , diabetes mellitus , pada pasien dengan AIDS postif yang juga menderita infeksi sitomegalovirus, pada keadaan kriptosporidiosis, atau mikrosporidiosis, pada pasien yang immunocompromised memiliki risiko terkena kolesistitis akibat infeksi dari beberapa jenis kuman yang berbeda, juga pada kasus idiopatik.3,8 Epidemiologi
5
Kolesistitis akut
Diperkirakan pada 10-20 % orang Amerika memiliki batu empedu , dan sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Penatalaksanaan kolesistektomi berdampak baik untuk kolik bilier berulang atau untuk kolesistitis akut merupakan prosedur bedah yang paling umum dilakukan oleh dokter bedah umum, dengan prevalensi sekitar 500.000 operasi per tahun. Insiden kolesistitis meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penjelasan fisoologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut usia tidak jelas. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia diduga berkaitan dengan perubahan rasio hormon androgen terhadap estrogen.3,5 Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous juga lebih tinggi pada wanita. Pada wanita dengan kadar progesteron yang tinggi pada masa kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita hamil juga tinggi.3 Patofisiologi Pada kasus kolesistitis 90% kasus kolesistitis melibatkan batu di saluran kistik (kolesistitis calculous), dan 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis acalculous . Kolesistitis calculous akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi kandung empedu . Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis mukosa. Biasanya sumbatan ini disebabkan karna adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, cairan empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik dan senyawa lain dan membentuk matriks batu. Pada batu pigmen terdiri dari dua bentuk yaitu batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat. Ciri khas dari batu pigmen murni yaitu memiliki massa yang lebih kecil dan sangat keras, terlihat dengan warna hijau hingga warna hitam. Proses terbentuknya batu ini berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap didalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pada batu empedu yang mengobstruksi ductus sistikus menyebabkan cairan emmpedu menjadi statis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan terjadi supurasi. 6
Kolesistitis akut
Sementara itu mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas namun beberapa teori mencoba menjelaskan bahwa radang mungkin disebabkan karna terjadi akibat kondisi dipertahakannya konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya di kandung empedu, hingga keadaan tertentu. Seperti pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan begitu, empedu terkonsentrasi dan tetep stagnan di lumen.3,8,9 Manifestasi Klinik Gejala tersering pada kolesistitis yaitu terdapatnya tanda nyeri pada abdomen kanan atas, terkadang rasa nyeri akan berpindah hingga menuju disekitar punggung atau bahu kanan atas, gejala yang lain juga ada seperti mual atau muntah, rasa nyeri pada abdomen kanan, demam, rasa sakit memburuk ketika menarik nafas yang dalam, sakit lebih dari 1 jam terlebih ketika setelah makan makanan berlemak. Keluhan untuk ringan dan berat sangat bervariasi tergantung dengan adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangrene atau perforasi kandung empedu.7 Ikterus pada kolesistitis sering ditemukan sekitar 20% kasus, umumnya dengan derajat ringan yaitu kondisi bilirubin <4,0 mg/dl. Apa bila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic misalnya ductus koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan-makanan berlemak. Pada pasien dengan usia tua dan disertai dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala pada kolesisititis tidak akan terlalu spesifik bahkan yang muncul mungkin hanya mual saja.7 Komplikasi Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, dimana terkadang dapat berkembang menjadi gangren, empyema dan juga perforasi kantung empedu, abses hati serta peritonitis. Proliferasi bakteri pada kandung empedu yang mengalami obstruksi dapat menimbulkan empiema pada organ bersangkutan. Pasien dengan empiema mungkin akan mengalami reaksi toksik yang ditandai demam yang sering dan leukositosis. Bila ditemukan ada empiema, pasien seringkali memerlukan penanganan kolesistektomi. Pada kasus yang jarang terjadi, sebuah batu empedu yang besar dapat mengikis dinding kandung empedu dan keluar ke organ viseral lain yang berdekatan, biasanya ke duodenum. Sehingga, batu empedu
7
Kolesistitis akut
tersebut dapat melekat di ileum terminal atau di bulbus/pylorus duodenum, menyebabkan ileus paralitik batu empedu (gallstone ileus). Kolesistitis Emfisematosa terjadi pada sekitar 1 % kasus dan ditandai dengan adanya gas dalam dinding kandung empedu akibat invasi organisme yang memproduksi gas, seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan spesies Klebsiella. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, laki-laki, dan 28 % pada kolesistitis akalkulus. Karena tingginya insiden gangren dan perforasi, kolesistektomi darurat dianjurkan. Perforasi dapat terjadi hingga 15 % dari keseluruhan kasus. Komplikasi lainnya termasuk sepsis dan pankreatitis.3,10 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi seringkali dapat berobat jalan saja namun pada kasus yang disertai komplikasi harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil, drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitif diantaranya : kolesistektomi disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP juga merupakan pilihan yang baik.3,11 Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak mendapat asupan makanan per oral, kecuali bila kolesistitisnya tanpa komplikasi , pasien masih diijinkan makan dalam bentuk cair serta rendah lemak per oral hingga tiba saatnya operasi. Antibiotik juga diberikan untuk mengobati septicemia serta mencegah terjadinya peritonitis dan empyema. Antibiotik pada fase awal memiliki fungsi yang penting untuk mencegah komplikasi mikroorganisme seperti Escherichia coli, Streptococcus faecalis, Klebsiella, namun juga sering ditemukan kuman anaerob seperti Bacteriodes dan Clostridium. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan hemodinamik, antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan bakteri anaerobik, terutama bila curiga adanya infeksi saluran empedu. Antibiotik yang dapat dipilih seperti golongan sefalosporin, metronidazole, ampisillin sulbaktam, dan ureidopenisilin. Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik. Karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan.3,11 8
Kolesistitis akut
Terapi definitive kolesistisis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya dilakukan kolesitektomi laparoskopik secepatnya dalam waktu 2-3 hari dalam hitungan 7 hari dari onset gejala atau tunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatn karna akan mengurani waktu pengobatan rumah sakit. Beberapa dokter memilih terapi operatif dini untuk menghindari timbulnya gangrene atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi operatif lanjut ini merupakan pilihan yang terbaik karna operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi akan menjadi lebih sulit karna proses inflamasi akut di sekitar ductus akan mengaburkan gambaran anatomi. Apabila diberlakukannya kasus emergensi atau ada komplikasi seperti empyema atau perforasi maka harus segera dilakukan kolesistektomi.3,9,11 Kolesistektomi laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi dengan jaringan parut minimal
dan dapat beraktivitas lebih cepat.
Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis. Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun paling aman pada trimester kedua. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu mendeteksi adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai denga adanya defek pada dinding kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya batu empedu. Pada pasien yang memerlukan penangan secepatnya, namun dalam keadaan sakit keras atau sangat berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus diterapi secara medis dengan pemberian cairan, antibiotika, dan analgesic, bila terapi ini gagal, maka peril dipertimbangkan suatu kolesistotomi perkutan.3,9,11 Di sini, isi kandung empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan kateter yang ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah sembuh dari keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi medis cukup baik. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu, perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan koleisteksomi laparoskopik ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, 9
Kolesistitis akut
menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, serta memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktifitas pasien.3,9,11 Prognosis Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan tingkat kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien memerlukan operasi ataupun menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti seperti perforasi atau bisa terkena gangren, yang akan menyebabkan terjadinya prognosis pada penderita kolisistitis akut menjadi kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Tingkat keparahan kolesistitis akut memiliki dampak pada risiko cedera duktus empedu iatrogenik selama kolesistektomi. dua kali lipat dari risiko untuk mempertahankan lesi bilier pada pasien dengan kolesistitis akut berkelanjutan dibandingkan dengan mereka yang tidak kolesistitis akut.12 Pencegahan Pencegahan yang dapat diakukan untuk menghindari dari terjadinya kolesistitis ini adalah dengan mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses peradangan di kandung empedu. Seperti pada faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu seperti hyperlipidemia dan obesitas. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang dan kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping olahraga yang rutin.11
Penutup Kolesistitis adalah peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan gejala seperti nyeri perut kanan atas, demam, mual terus menerus. Pada kolesisititis akan dibagi berdasarkan penyebabnya seperti akut kalkulus karna batu atau akut alkakulus tanpa batu. 10
Kolesistitis akut
Pada wanita berusia 46 tahun ini memiliki gejala yang serupa, pada pasien dengan penerima nutrisi parenteral total resiko untuk menderita kolisititis akut tanpa batu. Pada penyakit ini harus segera ditangani dengan cepat jika tidak maka harus segera dilakukan tindakan bedah kolesistektomi untuk menghentikan radang. Untuk mencegah hal tersebut maka pasien disarankan untuk mengurangkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya proses peradangan di kandung empedu. Seperti pada faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu seperti hyperlipidemia dan obesitas. Diet yang diambil haruslah diet yang seimbang dan kurangkan pengambilan makanan yang berlemak di samping olahraga yang rutin.
11
Kolesistitis akut
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al., penyunting. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2008: h. 52. 2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 11th edition. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2013: p. 6-13, 56-7, 114-9. 3. Alan AB, BS A, Julian K. Cholecystitis. Medscape online. 15 April 2016. Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview#a5, 12 Juni 2016. 4. Ali NK, John K. Acute cholecystitis imaging. Medscape online. 10 Nov 2015. Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview#a3, 12 Juni 2016. 5. Heuman DM, Jeff A, Anastasios AM. Gallstone (cholelithiasis). Medscape online. 14 April
2016.
Downloaded
from
http://emedicine.medscape.com/article/175667-
overview#a1. 12 Juni 2016. 6. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010.h 718-20. 7. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1. Jakarta : CV Sagung Seto; 2012. H 175-7, 184, 603-7 8. Healthwise staff, E Gregory T, Arvydas DV. Cholecystitis. Emedicinehealth. 15 July 2011.
Downloaded
from
http://www.emedicinehealth.com/cholecystitis-
health/article_em.htm, 12 Juni 2016. 9. Emmanuel A, Stephan I. Gastroenterologi dan hepatology. Jakarta: Erlangga; 2014. 10. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Penyakit Batu Empedu. Edisi ke-1. Jakarta ; Fakultas Kedokteran Ukrida. 2013. Hal 82-69. 11. Nurman A. Batu empedu. Dalam : Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. H 161. 12. Siddiqui T, Macdonald A, Chong PS, et al. Early versus delayed laparascopic cholecystecsomy for acute cholecystitis : a meta-analysis of randomized clinical trials. Am J Surg. Jan 2008 ; hal 40-7.
12