Blok 23.docx

  • Uploaded by: Angel Tsukiyomi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blok 23.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,368
  • Pages: 13
Remaja Dengan Gangguan Rhinitis Alergi

Abstrak Rhinitis alergi dimana penyakit ini merupakan reaksi inflamasi yang di sebabkan oleh allergen sehingga memicu kelainan pada hidung dengan memiliki gejala klinis bersin-bersin, tinorre, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar oleh allergen yang di perantarai oleh Ig E. Tindakan rhinolaryngoscopy dapat dilakukan jika komplikasi atau komorbiditas kondisi dapat muncul. Hal ini dapat membantu untuk mengevaluasi kelainan struktural seperti polip, hipertrofi adenoid, deviasi septum, massa, benda asing dan sinusitis kronis dengan memvisualisasikan bidang drainase sinus. Rhinitis alergi merupakan salah satu penyakit yang dapat sembuh sempurna jika diberikan perawatan yang tepat. Menghindari sumber allergen seperti debu, rambut hewan, bahkan benda-benda seperti baju yang mengandung bulu dapat dihindari agar tidak memicu terjadinya rhinitis alergi. Untuk tindakan dapat diberikan pemberian farmakoterapi, immunoterapi, untuk rhinitis alergi tidak di anjurkan untuk dilakukan tindakan operatif. Tindakan operatif hanya akan dilakukan bila terjadi masalah yang cukup kompleks yang dapat memperberat jalur pernapasan seperti otitis media dan sinusitis. Kata kunci: rhinitis alergi, allergen, sinusitis.

Abstract Allergic rhinitis where the disease is an inflammatory reaction which is caused by allergens that trigger abnormalities in the nose by having clinical symptoms of sneezing, tinorre, nasal itching and nasal mucosa after exposure to the allergen mediated by Ig E. Rhinolaryngoscopy actions can be done if complications or comorbid conditions may arise. This can help to evaluate structural abnormalities such as polyps, adenoid hypertrophy, septal deviation, masses, foreign bodies and chronic sinusitis sinus drainage by visualizing areas. Allergic rhinitis is a disease that can be cured completely if given proper care. Avoid sources of allergens such as dust, pet hair, even objects such as clothes containing feathers can be avoided so as not to trigger the allergic rhinitis. To act can be given administration of pharmacotherapy, immunotherapy, for allergic rhinitis are under no obligation to do operative measures. Operative action will only be done when there is a fairly complex problem that can aggravate the respiratory tract such as otitis media and sinusitis. Keywords: Allergic rhinitis, allergens, sinusitis

Pendahuluan Dalam sehari-hari manusia akan memiliki banyak aktifitas, tentunya di setiap aktivitas kita tidak mungkin terhindar dari benda asing yang akan masuk ke tubuh kita seperti debu,

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi rambut hewan, serbuk bunga dan masih banyak lain. Hal-hal seperti itu merupakan benda asing yang akan masuk ke dalam saluran pernapasan melalui hidung, beruntung sekali tubuh kita di lengkapi dengan mekanisme pertahanan diri seperti phili hidung. Phili-phili hidung kita berfungsi sebagai penyaring udara, proses yang terjadi seperti ketika menghisap bendabenda asing, benda asing tersebut akan di saring oleh phili hidung sehingga tidak masuk ke dalam paru-paru. Kemudian akan di buang dari lubang hidung dengan terjadinya reaksi bersin pada hidung untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada beberapa penyakit ada yang sangat berhubungan pada allergen, terutama seperti rhinitis alergi dimana penyakit ini merupakan reaksi inflamasi yang di sebabkan oleh allergen sehingga memicu kelainan pada hidung dengan memiliki gejala klinis bersin-bersin, tinorre, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar oleh allergen yang di perantarai oleh Ig E.1 Di dapatkan pada kasus kali ini seorang remaja berusia 15 tahun datang dengan keluhan sering pilek dan bersin. Pada makalah ini akan di bahas mengenai anatomi hidung, pemeriksaan penunjang, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, prognosis, pencegahan, penatalaksanaan, komplikasi, manifestasi klinik untuk penyakit rhinitis alergi. Anamnesis Anamnesis adalah suatu wawancara yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan pasien.2 Anamnesis dapat dilakukan baik secara langsung (autoanamnesis) maupun tidak langsung (alloanamnesis). Untuk pasien baru, sebaiknya dilakukan anamnesis komprehensif agar mendapatkan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan riwayat kesehatan pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lainnya dapat dilakukan anamnesis spesifik yang berkaitan dengan keluhannya.3 Dari hasil anamnesis yang di dapatkan secara autoanamnesis pasien mengeluh sering pilek dan bersin, dimana ketika ditanya riwayat penyakit keluarga pasien mengaku bahwa orang tuanya juga mengalami hal yang serupa dengannya. Pemeriksaan Fisik Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan terlebih dahulu penampilan pasien. Apakah pasien tersebut tampak sakit berat, sakit ringan, atau sehat. Kemudian perlu juga diperhatikan tingkat kesadaran pasien tersebut dan apakah pasien tersebut dalam 2

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi keadaan yang gawat, seperti nyeri, gelisah atau depresi, atau kesulitan jantung dan pernapasan. Warna kulit dan lesi yang jelas juga perlu diperhatikan, begitu juga dengan pakaian, kebersihan, dan bau badannya. Ekspresi wajah, postur, dan aktivitas motorik juga dianggap penting untuk diperhatikan.4 Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pasien ini di dapatkan hasil,pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan mukosa pucat. Pemeriksaan penunjang Total serum IgE Kadar total serum Ig E adalah pengukuran tingkat total IgE dalam darah. Sementara pasien dengan rhinitis alergi lebih mungkin untuk memiliki tingkat total IgE tinggi daripada populasi normal, tes ini tidak sensitif maupun spesifik untuk rhinitis alergi. Sebanyak 50% dari pasien dengan rhinitis alergi memiliki tingkat normal IgE total, sementara 20% dari individu yang tidak terkena bisa mengalami peningkatan kadar IgE total. Oleh karena itu, tes ini umumnya tidak digunakan sendiri untuk menetapkan diagnosis rinitis alergi, tetapi hasilnya dapat membantu dalam beberapa kasus bila dikombinasikan dengan faktor-faktor lain.1,5,6 Total blood eosinophil count Tidak jauh berbeda dengan total serum IgE, penghitungan eosinofil tinggi mendukung diagnosis rinitis alergi, tetapi tidak sensitif maupun spesifik untuk diagnosis. Hasil kadangkadang bisa membantu ketika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain.1,5,6 Radiografi Foto radiologi dapat membantu untuk mengevaluasi kemungkinan kelainan struktur atau untuk membantu mendeteksi komplikasi atau kondisi komorbiditas, seperti sinusitis atau hipertrofi adenoid. Pada sinus ethmoid sulit untuk memvisualisasikan dengan jelas di film xray. Foto polos x-ray dapat membantu untuk mendiagnosis sinusitis akut, tetapi CT scan sinus yang lebih sensitif dan spesifik. Untuk sinusitis kronis CT scan banyak disukai. Posisi lateral leher dapat membantu ketika mengevaluasi untuk kelainan jaringan lunak dari nasofaring, seperti hipertrofi adenoid. 1,5,6 Rhinoskopi

Meskipun

tidak

ditunjukkan

secara

rutin,

endoskopi

saluran

napas

atas

(rhinolaryngoscopy) dapat dilakukan jika komplikasi atau komorbiditas kondisi dapat 3

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi muncul. Hal ini dapat membantu untuk mengevaluasi kelainan struktural seperti polip, hipertrofi adenoid, deviasi septum, massa, benda asing dan sinusitis kronis dengan memvisualisasikan bidang drainase sinus.1,5,6 Diagnosis Banding Diagnosis banding yang dapat diperoleh dari pemeriksaan adalah rhinitis vasomotor. Rhinitis Vasomotor Rhinitis vasomotor merupakan suatu keadaan idiopatik dimana penyakit ini di diagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosiniofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat. Rinitis vasomotor digolongkan menjadi non alergi bila adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai pada anamnesis, tes kadar antiobodi IgE spesifik serum. Kelainan ini disebut juga non-allergic perennial rhinitis.1 Ciri khas yang sering ditemukan pada rhinitis vasomotor berupa rangsangan non spesifik seperti asap rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Gejala yang dominan berupa hidung tersumbat bergantian sisi kiri dan kanan, rinore yang mucoid atau serosa, gejala mumburuk pada pagi atau saat bangun tidur oleh karna perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan asap rokok. 1 Diagnosis Kerja Pada kasus ini di dapatkan bahwa pasien mengalami sering pilek dan bersin, dimana ketika ditanya riwayat penyakit keluarga pasien mengaku bahwa orang tuanya juga mengalami hal yang serupa dengannya. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik hidung didapatkan mukosa pucat. Hal ini merupakan gambaran khas pada penyakit ini ketika di lakukan pemeriksaan fisik hidung di dapatkan mukosa berwarna pucat atau livid di sertai secret encer yang banyak. Rhinitis alergi merupakan reaksi inflamasi yang di sebabkan oleh allergen sehingga memicu kelainan pada hidung dengan memiliki gejala klinis bersin-bersin, rinorre, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar oleh allergen yang di perantarai oleh Ig E.1,9,10 Anatomi 4

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi Udara dari luar akan masuk lewat cavum nasalis. Hidung bagian luar berbentuk piramid; pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya disebut puncak hidung. Pada arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang, yakni nares, yang terpisah oleh septum nasi. Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak atau kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal didalam cavum nasi yang disebut vestibulum yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.5 Permukaan infero-lateral hidung berakhir sebagai ala-nasi yang bulat. Ke arah medial permukaan lateral ini berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilage nasi lateralis dan cartilage ala nasi nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling berhubungan lihat pada gambar 1. Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya.5,6

Gambar 1. Anatomi Rongga Hidung.7 Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M. nasalis dan M. depressor septi nasi.5,6 Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh A. ethmoidalis anterior dan posterior, A. sphenopalatina cabang A. maxillaris interior, lalu A. palatina major, A. labialis superior. Pembuluh baliknya menuju V. facialis dan V. ethmoidalis anterior dan berakhir pada V. 5

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi opthalmica. Vena-vena rongga hidung membentuk plexsus venosus submukosa yang berfungsi sebagai termoregulasi tubuh yang akan menghangatkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Persarafan otot-otot hidung oleh di persarafi oleh N. maxillaris V2, N. olfactorius, N. Canalis Pterygoideus/ N. vidianus, N. infraorbitalis, dan N. ethmoidalis anterior, pada kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N. maxillaris.6 Terdapat sinus paranasalis, dinamakan sesusai tempatnya yang terdiri atas sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, sinus maxillaris. Sinus paranasalis berfungsi meringankan tulang tengkorak, menambah rosonansi suara, merubahan ukuran dan bentuk wajah setelah masa pubertas. Sinus maxillaris terletak pada os. maxilla, sinus maxilaris adalah sinus paranasal terbesar yang mampu menampung 15 cc/mL jumlah cairan yang dapat di tampung. Pada potongan coronal dapat terlihat processus alveolaris os. maxilla dan gigi mollar dapat terlihat. Sinus maxillaris diperdarahi oleh A. facialis, A. palatine major, A. infra orbitalis, Aa. alveolaris superior anterior dan posterior, dipersarafi oleh N. infra orbitalis, dan Nn. Alveolaris superior anterior, medius dan posterior. Sinus maxillaris paling sering terkena infeksi karna letaknya tinggi dan muara yang kecil, apa bila pada penderita infeksi tersebut ketika ia tertidur secara berbaring maka akan muncul cairan dari hidung dan berbau busuk. Sinus maxillaris juga berhubungan dengan gigi karna ada hubungan antara gigi maxilla dengan sinus maxillaris melalui n. alveolaris superior.8 Etiologi Terjadinya peningkatan kadar Ig E terhadap allergen tertentu yang spesifik terhadap reaksi alergi terhadap masing-masing individu menyebabkan degranulasi sel mast yang berlebihan. Degranulasi sel mast meleaskan mediator inflmasi seperti histamine, dan sitokin yang menimbulkan reaksi inflamasi lokal.1,9

Epidemiologi Di seluruh dunia, prevalensi rinitis alergi telah sedikit meningkat. Saat ini, sekitar 10 sampai 30% dari orang dewasa dan 40% dari anak-anak yang terpengaruh. Pada survey masyarakat kesehatan komunitas eropa mencatat prevalensi 10-41% pada orang dewasa dengan rhinitis alergi. Studi Skandinavia telah menunjukkan tingkat prevalensi kumulatif 6

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi 15% pada pria dan 14% pada wanita. Prevalensi rinitis alergi dapat bervariasi dalam dan di antara negara-negara. Prevalensi tertinggi gejala rinitis alergi yang parah pada anak-anak yang diamati di Afrika dan Amerika Latin. Hal ini mungkin karena perbedaan geografis dalam jenis dan potensi alergen yang berbeda dan beban aeroallergen keseluruhan.9

Patofisiologi Rinitis alergi melibatkan inflamasi membrane mukosa dari hidung dan mata, tuba Eusthachius, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung hampir selalu terlibat sedangkan keterlibatan oragan-organ lain dapat terjadi pada setiap individu dengan reaksi yang berbeda. Inflamasi membrane mukosa disebabkan interaksi kompleks mediator-mediator inflmasi yang dicetuskan oleh respon yang dimediasi immunoglobulin E.1,9

Kecenderungan untuk timbulnya alergi atau reaksi yang dimediasi oleh IgE terhadap allergen ekstrintsik memiliki komponen genetic. Pada individu yang rentan, pajanan terhadap allergen tentu menyebabkan sensitasi. Hal ini ditandai dengan produksi IgE spesifik terhadap allergen. IgE spesifik tersebut akan menempel pada permukaan sel mast yang berada pada mukosa nasal. Ketika terhirup kedalam hidung, allergen akan berikatan dengan IgE pada sel mast, menyebabkan degranulasi sel tersebut dan melepas mediator inflamasi.1,9

Mediator yang segera dirilis termasuk histamin, tryptase, chymase, kinins, dan heparin. Sel-sel mast cepat mensintesis mediator lainnya, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. mediator ini, melalui berbagai interaksi, akhirnya mengarah pada gejala rhinorrhea (yaitu, hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, merobek, bengkak, tekanan telinga, postnasal drip). kelenjar mukosa distimulasi, menyebabkan peningkatan sekresi. permeabilitas pembuluh darah meningkat, menyebabkan eksudasi plasma. Vasodilatasi terjadi, yang menyebabkan kemacetan dan tekanan. saraf sensorik dirangsang, menyebabkan bersin dan gatal-gatal. Semua peristiwa ini dapat terjadi pada menit; maka, reaksi ini disebut awal, atau langsung, fase reaksi.9

Selama 4-8 jam, mediator ini, melalui interaksi yang rumit dari peristiwa, mengarah pada perekrutan sel inflamasi lain untuk mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit, dan makrofag. Hal ini menyebabkan peradangan lanjutan, disebut respon akhir-fase. Gejala-gejala respon akhir-fase yang mirip dengan tahap awal, tetapi kurang bersin dan gatal-gatal dan 7

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi lebih terhambat dan lendir produksi cenderung terjadi. Tahap akhir dapat bertahan selama berjam-jam atau hari.9

Klasifikasi Rhinitis Alergi

Pada rhinitis alergi dapat kita klasifikasikan berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiativive ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten : muncul secara terkadang-kadang, bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2. Persisten atau menetap bila gejala lebih dari 4 hari atau minggu. Sedangkan untuk derajat berat atau ringan dari penyakit rhinitis alergi dibagi menjadi :1 1. Ringan : apa bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal yang dapat menggangu aktifitas sehari-hari. 2. Sedang hingga berat : apa bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja.

Manifestasi Klinik Manifestasi klinis dari rhinitis alergi di dapatkan tanda dan gejala seperti bersin, postnasal drip positif, terdapat rhinorrhea, sakit kepala, nyeri telinga, hidung tersumbat, rasa gatal pada bagian hidung, mata, telinga, langit-langit (palatum), sulit bernapas, mata berair, mata merah, terjadi pembengkakan pada periorbital, kelelahan akibat bersin yang terus menerus, mengantuk, dan malaise.9

Komplikasi Komplikasi yang mungkin dari rhinitis alergi dapat berupa terjadinya : 

Otitis media

8

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif atau otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi.1

Masing-masing otitis media yang sudah digolongkan menjadi dua dapat memiliki bentuk akut dan kronis seperti otitis media supuratif akut ( otitis media akut) dan otitis media supuratif kronis. Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis.1 

Sinusitis Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan pada praktik dokter sehari-hari. Dimana sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau juga disebabkan oleh rhinitis sehingga sering disebutkan sebagai rhinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus akan menjadi multisinusitis, bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Pada sinusitis yang paling sering terkena adalah sinus etmoidalis dan maksila. Sinus maksila letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah sekali menyebar ke sinus, hal ini sering disebut sebagai sinusitis dentogen. Sinusitis dapat membahayakan karna menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan juga peningkatan serangan asma yang sulit diobati.1

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien rhinitis alergi dapat dilakukan secara medika mentosa, serta non medika mentosa, yang akan di jabarkan di bawah ini : Medika mentosa Sebagian besar kasus rhinitis alergi menanggapi farmakoterapi. Pasien dengan gejala intermiten sering diperlakukan secara memadai dengan antihistamin oral dekongestan, atau keduanya yang diperlukan. Biasa menggunakan semprotan steroid intranasal mungkin lebih tepat untuk pasien dengan gejala kronis. penggunaan harian dari antihistamin, dekongestan, 9

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi atau keduanya dapat dianggap baik bukan atau di samping hidung steroid. Yang lebih baru, generasi kedua (yaitu, nonsedasi) antihistamin biasanya lebih baik untuk menghindari sedasi dan efek samping lain yang terkait dengan yang lebih tua, antihistamin generasi pertama.9 Levocetirizine Merupakan antagonis Histamine1-reseptor, Enansiomer aktif dari cetirizine. Pada kadar plasma puncak dicapai dalam waktu 1 jam dan T1/2 adalah sekitar 8 jam. Tersedia sebagai pecah tab 5 mg. Diindikasikan untuk rhinitis musiman dan rhinitis alergi yang bertahan lama.9 Pseudofedrin Dekongestan seperti pseudofedrin merangsang vasokontriksi dengan langsung mengaktifkan

reseptor

alpha-adrenergik

dari

mukosa

pernapasan.

Pseudophedrine

menghasilkan relaksasi bronkial lemah seperti pada epinefrin atau epifedrin dan tidak efektif untuk mengobati penyakit asma. Dekogestan dapat meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas dengan merangsang reseptor beta-adrenergik. Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan antihistamin untuk mengobati hidung tersumbat. Dapat terjadi gangguan cemas dan insomnia mungkin bisa terjadi.1,9 Beclomethasone Intranasal Kortikosteroid dengan sifat anti-inflamasi yang kuat. Memunculkan efek pada berbagai sel, termasuk sel-sel mast dan eosinofil. Hal ini juga memunculkan efek pada mediator inflamasi (misalnya, histamin, eikosanoid, leukotrien, sitokin). Tersedia dalam larutan atau suspensi bentuk dan disampaikan sebagai nasal spray.9 Budesonide Intranasal Kortikosteroid dianggap berkhasiat dan aman untuk rhinitis alergi. Dapat menurunkan jumlah dan aktivitas sel-sel inflamasi, yang mengakibatkan reaksi peradangan hidung bisa menurun.9 Operatif Perawatan bedah tidak diindikasikan untuk kasus rhinitis alergika tetapi hal ini mungkin dilakukan bila pasien memiliki penyakit penyerta atau kondisi yang rumit, seperti sinusitis kronis, terdapat septum deviasi yang berat sehingga menggangu jalan pernapasan 10

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi yang berat, pasien memiliki polip pada hidung atau mungkin memiliki kelainan anatomi pada bagian hidung. Hal-hal tersebut akan menjadi perhitungan sebagai indikasi apa bila diperlukan tindakan bedah atau tidak.1,9 Immunologi Indikasi khusus pemberian obat imun hanya pada alergi yang berat, diberikan pembentukan Ig G blocking antibody dan penerusan Ig E dilakukan secara intradermal atau dapat berupa sublingual. Obat-obatan ini merupakan ekstrak dari allergen yang sudah di buatkan antiobodi immunoglobulin E dari allergen-alergen spesifik yang di derita oleh pasien.1,10 Non-Medika Mentosa Edukasi Terhadap Pasien Di harapkan untuk bisa menghindari allergen dengan mengecek lingkungan ketika dia berada di rumah atau tempat umum untuk menjauh dari allergen tersebut, tidak menggunakan pakaian atau aksesoris dengan menggunakan bulu-bulu, karpet, boneka, dan tidak mendekati binatang peliharaan yang memiliki bulu seperti kucing dan anjing, menjaga kebersihan ruang tidur dengan selalu mengganti spray dan sarang bantal, memakai masker apa bila terpaksa harus mendekati allergen terutama pada saat kerja atau ingin mendekati hewan peliharaan, memakai lap basah saat membersihkan daerah berdebu agar debu tidak berterbangan di udara bebas, air conditioner harus sering di bersihkan.1,9,10 Prognosis Pada rhinitis alergi akan memiliki prognosis ad bonam dikarnakan rhinitis alergi bisa diobati dengan baik. Kasus alergi yang berat bisa diberikan suntikan imunoterapi. Pada beberapa orang terutama anak-anak dapat mengatasi alergi sebagai sistem kekebalan tubuh menjadi kurang sensitif terhadap alergi. Namun, sebagai aturan umum, sekali zat yang menyebabkan orang tersebut mengalami alergi, maka dapat terus mempengaruhi reaksi alergi dalam rhinitis alergi terus menerus dalam jangka yang panjang.1,9-11 Penutup Rhinitis alergi merupkan salah satu penyakit yang dapat diobati jika diberikan penatalaksaan yang tepat. Menghindari sumber allergen seperti debu, rambut hewan, bahkan 11

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi benda-benda seperti baju yang mengandung bulu dapat dihindari agar tidak memicu terjadinya rhinitis alergi. Untuk tindakan dapat diberikan pemberian farmakoterapi, immunoterapi, untuk rhinitis alergi tidak di anjurkan untuk dilakukan tindakan operatif. Tindakan operatif hanya akan dilakukan bila terjadi masalah yang cukup kompleks yang dapat memperberat jalur pernapasan seperti otitis media dan sinusitis.

12

Remaja dengan Gangguan Rhinitis Alergi

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restito RD. Buku ajar Ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016: h. 58-9,96-115, 127-8. 2. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al., penyunting. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2008: h. 52. 3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 11th edition. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2013: p. 6-13, 56-7, 114-9 4. McKinney M. Lippincott’s guide to infectious diseases. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.p. 118-9. 5. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: Penerbit EGC; 2007.h.5-21. 6. Evelyn C. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: Penerbit EGC; 2007.h. 258-62. 7. Di unduh dari http://content.answers.com/main/content/img/elsevier/dental/f009801.jpg. 18 March 2016. 8. Standring S, Borley NR, Collins P, Crossman AR, et al. Gray in basic anatomy. Spain: ELSEVIER; 2008. h. 404-23. 9. Sheikh J, Jean T. Allergic rhinitis. 16 March 2017. Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview#a5. 18 March 2017 10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran.Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2016. h. 1015-24, 1054-56. 11. Dennis L, Kasper, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, et al. Harrisons’s principles of internal medicine. 19th ed. NewYork : McGraw Hill Education Medical; 2016: h. 247-54.

13

Related Documents

Blok Cepu
December 2019 49
Blok Diagram.docx
November 2019 32
Blok Kutuphanesi
December 2019 36
Blok Perdagangan.pptx
November 2019 29
Blok 31
May 2020 27
Blok Situs.txt
June 2020 19

More Documents from "ferdy agathiya"

Blok 20.docx
June 2020 14
Aheng.docx
June 2020 17
Blok 23.docx
June 2020 17
Blok 19.docx
June 2020 16