Bab Ii Tinjauan Teori Bismilaaahh.docx

  • Uploaded by: annisa arishanti
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinjauan Teori Bismilaaahh.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,142
  • Pages: 30
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 TEORI PERSALINAN 2.1.1. Pengertian Persalinan Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang di mulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37- 42 minggu. Setelah persalinan ibu maupun bayi dalam kondisi baik.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan A. POWER (Kekuatan Ibu) His (kontraksi ritmis otot polos uterus) adalah kekuatan mengejan ibu keadaan kardiovaskuler respirasi metabolik ibu. Kontraksi uterus berirama teratur dan involunter serta mengikuti pola yang berulang. Setiap kontraksi uterus memiliki tiga fase yaitu: increment (ketika intensitasnya terbentuk), acme (puncak atau maksimum), decement (ketika relaksasi). Kontraksi uterus terjadi karena adanya penimbunan dan pengikatan kalsium pada Retikulum Endoplasma (RE) yang bergantung pada Adeno Triphospat (ATP) dan sebaliknya E2 dan F2 mencegah penimbunan dan peningkatan oleh ATP pada RE, RE membebaskan kalsium ke dalam intra selular

dan

menyebabkan

kontraksi

miofibril.

Setelah

miofibril

berkontraksi, kalsium kembali lagi ke RE sehingga kadar kalsium intraselular akan berkurang dan menyebabkan relaksasi miofibril. Peregangan serviks oleh kepala janin akhirnya menjadi cukup kuat untuk menimbulkan daya kontraksi korpus uteri dan akan mendorong janin maju sampai janin dikeluarkan. Ini sebagai umpan balik positif, kepala bayi meregang serviks, regangan serviks merangsang kontraksi fundus mendorong bayi ke bawah dan meregangkan serviks lebih lanjut, siklus ini berlangsung terus menerus.

5

6

Kontraksi uterus bersifat otonom artinya tidak dapat dikendalikan oleh parturien, sedangkan saraf simpatis dan parasimpatis hanya bersifat koordinatif.  Kekuatan his kala I bersifat -

Kontraksi bersifat simetris.

-

Fundus dominan.

-

Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien.

-

Kekuatan makin besar

-

Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang berkontraksi tidak akan kembali ke panjang semula.

-

Setiap kontraksi mulai dari “pace maker” yang terletak sekitar insersi tuba dengan arah penjalaran ke daerah serviks uteri dengan kecepatan 2 cm per detik.

 Kekuatan his kala II Kekuatan his pada akhir kala pertama atau permulaan kala dua mempunyai amplitudo 60 mmHg, interval 3-4 menit, durasi berkisar 60-90 detik. Kekuatan his menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan kepala atau bagian terendah menekan serviks di mana terdapat fleksus frikenhauser sehingga terjadi reflek mengejan.  Kekuatan his kala III Setelah istirahat sekitar 8-10 menit berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya.  Kekuatan his kala IV Setelah plasenta lahir kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sekitar 60-80 mmHg. Kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus

terjadi

penghentian

pengeluaran

darah

postpartum

(Wiknjosastro, 2002).

B. PASSAGE (Keadaan jalan lahir) Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir mempunyai kedudukan penting dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan

7

demikian evaluasi jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau sectio sesaria. Pada jalan lahir tulang dengan panggul ukuran normal apapun jenis pokoknya kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran, akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil dari pada standar normal, sehingga biasa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam.

C. PASSANGER (JANIN) Passager adalah janinnya sendiri, bagian yang paling besar dan keras pada janin adalah kepala janin, posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan, kepala janin ini pula yang paling banyak mengalami cedera pada persalinan D. PSIKOLOGI Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga biasa melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang belum pasti“ sekarang menjadi hal yang nyata. Psikologis meliputi : Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual, pengalaman bayi sebelumnya, kebiasaan adat, dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu. E. PENOLONG Peran dari penolong persalinan dalam hal ini adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan. 2.1.3. Tahapan-tahapan Persalinan A. Kala I

8

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Kala 1 selesai apabila, pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala 1 berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada multi kira-kira 7 jam. Tabel penilaian dan intervensi Kala I

B. Kala II Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi, di mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosa persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak pada vulva. Kontraksi selama kala dua adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-kira 3 kali dalam 10 menit yang berlangsung selama 35 detik. Tanda dan gejala Kala II 

Dorongan meneran



Tekanan anus



Perineum menonjol



Vulva membuka

9

C. Kala III Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat implantasi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal dan dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina.  Manajemen Aktif Kala Tiga Bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala tiga persalinan dan mengurangi kehilangan darah. Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu di indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan, dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retentio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan menejemen kala tiga. Manajemen aktif kala tiga terdiri dari 3 langkah utama : 

Pemberian suntikan oksitosin



Melakukan penegangan tali pusat terkeldali



Massage Fundus uteri

D. Kala IV Kala IV dimulai saat plasenta lahir sampai 2 jam pertama postpartum. Pada Kala ini ibu baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.

10

Rata-rata perdarahan yang normal pada persalinan adalah 250cc. Sementara perdarahan persalinan yang lebih dari 500 cc adalah perdarahan abnormal. Kemudian evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum serta lakukan penjahitan bila terjadi laserasi dan menyebabkan perdarahan aktif. Selanjutnya, observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam pertama setiap 15 menit dan 1 jam kedua setiap 30 menit, hal ini dilakukan

untuk

menghindari

terjadinya

perdarahan

postpartum

(Haemoragic Post Partum). Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran, pemeriksaan tanda tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan jumlah pendarahan serta pengecekan kandung kemih. 2.1.4. Derajat Laserasi Perineum Klasifikasi Derajat Robekan/Laserasi Perineum menurut buku saku maternal11

Derajat

Penjelasan

1

Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja

2

Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan kerusakan sfringter ani

3

Kerusakan pada otot sfringter ani 3a : robekan <50% sfringter ani eksterna 3b : robekan >50% sfringter ani eksterna 3c : robekan juga meliputi sfringter ani interna

4

Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus

2.1.5. Sebab Terjadinya Robekan Perineum13 A. Faktor Maternal 

Tetania uteri Tetania Uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus. Akibatnya terjadilah luka- luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi

11

dapat terjadi perdarahan intrakranial. Pada presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat. 

Primipara Pada

persalinan

primipara

sekitar

75%

kelahirannya

mengalami laserasi atau robekan. Perineum bila tidak ditahan, akan robek (ruptura perinei), terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. 

Kelenturan jalan lahir Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi ruptura perinei tingkat II dan tingkat III. Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya lebih dari 35 tahun. Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir dan otot-otot sekitarnya. Senam kegel yang dilakukan pada saat hamil memiliki manfaat yaitu dapat membuat elastisitas perineum. Selain itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan lahir (tanpa atau sedikit “jahitan”).

B. Faktor Janin 

Janin Besar Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram.

12



Presentasi defleksi Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB) yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas.



Distosia bahu Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan manuver obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada traktus genitalis bawah seperti laserasi perineum.



Kelainan kongenital seperti Hidrosefalus Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak sehingga kepala janin menjadi besar serta ubun-ubun menjadi lebar. Sering dijumpai kelainan seperti spinabifida dan cacat bawaan lain pada janin.

C. Faktor Penolong Persalinan -

Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri.

-

Keterampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala.

-

Anjuran posisi meneran

-

Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif. Adapun macam-macam posisi meneran adalah : 

Duduk atau setengah duduk Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membentu kelahiran kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan perineum.



Merangkak

13

Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang. 

Jongkok atau berdiri Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko terjadinya laserasi (perlukaan jalan lahir).



Berbaring miring kekiri Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia, karena suplai oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan dan dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.



Hindari posisi terlentang -

Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :

-

Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya

suplai

oksigen

dalam

sirkulasi

uteroplasenta sehingga dapat menyebabkan hipoksia bagi janin. -

Rasa nyeri yang bertambah.

-

Kemajuan persalinan bertambah lama.

-

Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.

-

Buang air kecil terganggu.

-

Mobilisasi ibu kurang bebas.

-

Ibu kurang semangat.

-

Resiko laserasi jalan lahir bertambah.

-

Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.



Episiotomi

14

2.1.6. PERDARAHAN PASCA SALIN B. Perdarahan Pasca Salin ( Hemoragik Postpartum) 1.1.Definisi Perdarahan Pasca Salin Perdarahan pascasalin atau hemoragic post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang melebihi dari normal, apalagi sudah mempengaruhi tanda vital (seperti penurunan kesadaran, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi kurang dari 90 mmHg dan nadi lebih dari 100 x/menit) maka penanganan harus segera dilakukan. PPP bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya perdarahan karena atonia uteri, perdarahan karena robekan jalan lahir, perdarahan karena sisa plasenta atau karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan postpartum bias banyak, bergumpal gumpal, sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti. 1.2.Shock Hemoragik Shock hemoragik adalah suatu shock yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, dan rupture uteri, juga disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan seperti atonia dan laserasi serviks atau vagina. Gejala klinik syock hemoragic bergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi mulai dari yang ringan hingga berat sesuai dengan table berikut. Klasifikasi Perdarahan Kelas

Jumlah Perdarahan

Gejala Klinik 

I

15 % (ringan)

Tekanan darah dan nadi normal



Test Tilt (+)



Takikardi atau takipneu

II

20-25 % (sedang)



Tekanan nadi kurang dari 30 mmHg



Tekanan darah sistolik

15

rendah 

Pengisian darah kapiler lambat



Kulit dingin, berkerut, pucat

 III

30 – 35 % (berat)

Tekanan darah sangat rendah



Gelisah



Oliguria



Asidosis metabolic (pH < 7.5)

IV

40 – 45 % (sangat berat)



Hipotensi berat



Hanya nadi karotis yang teraba



Syok irreversible

Pada shock yang ringan gejala gejala dan tanda gejala tidak hjelas terlihat, tetapi adanya shock yang ringan dapat diketahui dengan “tilt test” yaitu apabila pasien didudukan terjadi hipotensi dan atau takikardi, sedangkan dalam keadaan berbaring tekanan darah dan frekuensi nadi masih normal. 1.3.Ciri Ciri Perdarahan Post Partum Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukan kenaikan tekanan darah sebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bias ditemukan normotensi setelah perdarahan. Perdarahan postpartum yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68 – 73 % dalam satu minggusetelah bayi lahir, dan 82 – 88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir. Berdasarkan saat terjadinya perdarahan pascasalin dapat dibedakan menjadi perdarahan pascasalin primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang dapat terjadi karena inversion uteri.

16

Perdarahan pasca salin sekunder terjadi seelah 24 jam pasca salin, biasanya terjadi karena karena sisa plasenta yang tertinggal. Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50 % darijumlah darah yang hilang. Perdarahan yang aktif dan merembes terus dalam waktu lama saat melakukan prosedur tindakan yang aktif dan merembes terus dalam waktu yang lama saat melakukan tindakan dapat menyebabkan perdarahan pascasalin. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan hematocrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan ang terjadi saat persalinan dibandingan dengan prapersalinan. 1.4.Penyebab Perdarahan Pascasalin Penyebab perdarahan pasca salin pada dasarna dapat dibedakan menjadi 1.4.1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta a. Hipotoni sampai atonia uteri 

Akibat anastesi



Distensi yang berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)



Partus lama, partus kasep



Partus presipitatus



Persalinankarena induksi oksitosin



Multiparitas



Korionamnionitas



Pernah atonia uteri sebelumnya

b. Sisa plasenta 

Kotiledon atau selaput ketuban tersisa



Plasenta susenturiata



Kelainan perlekatan plasenta

1.4.2. Perdarahan karena robekan a. Episiotomy yang melebar b. Robekan pada perineum, vagina, dan serviks c. Rupture uteri 1.4.3. Gangguan Koagulasi

17

a. Jarang terjadi tetapi bias memperburuk keadaan diatas, misalnya pada kasus trombofilia, sindroma HELLP, preeklamsi, solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan emboli air ketuban.

1.5. Penyebab Perdarahan dan Tata Laksana Sesuai Penyebab 1.5.1. Atonia Uteri 1. Factor predisposisi perdarahan karena atonia uteri adalah sebagai berikut : 

Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar.



Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep



Kehamilan grande-multi para



Ibu dengan keadaan umum yang jleek, anemis, atau menderita penyakit menahun



Mioma uteri yang menganggu kontraksi Rahim.



Infeksi intrauterine (korionamnionitis)



Adanya riwayat atonia uteri sebelumnya

2. Diagnosis Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat itu juga masih terperangkap dalam uterus dan harus diperitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. 3. Tindakan Karena banyaknya darah yang keluar akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bias masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai shock hipovolemik. Pada umumnya dilakukan secara simultan hal hal sebagai berikut :

18



Sikap trendelenburg, memasang venus line, dan memberikan oksigen



Merangsang kontraksi uterus dengan cara o Massase fundus uteri dan merangsang putting susu o Pemberian oksitosin dan turunan ergit melalui suntikan secara im, iv, atau sc. o Kompresi bimanual eksternal atau dan internal o Kompresi aorta abdominalis o Pemasangan kondom kateter atau tampon kondom o Bila semua tindakan gagal, maka persiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif atau melakukan histerektomi.

1.5.2. Robekan Jalan lahir Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan mempermudah robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan disaat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps, atau vacuum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi. Robekan yang terjadi bias ringan, luka eposiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perineum totalis, robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra, bahkan yang terberat sampai dengan uteri. 1.5.3. Retensio plasenta Bila palsenta tetap tertinggal dalam yterus setengah jalm setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bias disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan korpus. Factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Sisa plasenta yang masih tertinggal ini dapat menyebabkan perdarahan primer maupun sekunder.

19

Sisa plasenta bias diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi uterus sudah baik dan robekan sudah terjahit. 1.5.4. Perdarahan Karena Gangguan Pembekuan Darah Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan. Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio lasenta, kematian janin dalam kandunga, eklamsi, emboli air ketuban, dan sepsis. 1.6. Pencegahan Perdarahan Post Partum Kalsifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan iu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dengan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Untuk Antisipasi hal tersebut dapat dilakukan : 1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dna lain lain sehingga pada saat hamil dan persalinanpasien tersebut ada dalam keadaan optimal 2. Mengenal factor presdisposisi seperti multiparas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat HPP sebelumnya dan kehamilan risiko tinggi lainnya yang risikonya akan muncul pada saat persalinan 3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama

20

4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan difasilitas rumah sakit rujukan 5. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan ditenaga kesehatan yang terlatih 6. Menguasai langkah pertolongan pertama pada kasus perdarahan pascasalin (HPP)

1.7.Penanganan syock hemoragik dalam kebidanan Bila terjadi syock hemoragik dalam kebidnana, segera lakukan resusitasi, berikan oksigen, infus cairan, dan transfuse darah dengan “crossmatched” diagnosis plasenta previa atau solusio plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG. Selanjutnya atasi koagulopati dan lakukan pengawasan janin dengan memonitor denyut jantung janin. Bila terjai tanda tanda hipoksia, janin harus segera dilahirkan. Jika terjadi atonia uteri pascapersalinan segera lakukan massase uerus, berikan suntik ergometrin (0,2 mg) I.V dan oksitosin I.V. atau perinfus (20-40 unit) 2.2. TEORI BAYI BARU LAHIR 2.2.1. Definisi Bayi Baru Lahir19 Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Dewi, 2010).

2.2.2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 25004000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-

21

160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010).19 2.2.3. Klasifikasi Bayi Baru Lahir19 Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi menurut Marmi (2015), yaitu: 1. Neonatus menurut masa gestasinya a. Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu) b. Cukup bulan (aterm infant) : 259-294 hari (37-42 minggu) c. Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau lebih) 2. Neonatus menurut berat badan lahir a. Berat lahir rendah : < 2500 gram b. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram c. Berat lahir lebih : > 4000 gram 3. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) a. Nenonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB) b. Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

2.2.4. Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Normal a. Penilaian kondisi bayi. 1) Penilaian sekilas. Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaian sekilas untuk menilai kesejahteraan bayi secara umum.Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi dapat menangis spontan maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa dalam kondisi baik. b. Jaga kehangatan bayi.

22

1) Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir. 2) Untuk mencegah terjadinya hipotermi, bayi baru lahir harus segera dikeringkan dan dibungkus dengan kain kering kemudian diletakkan tertelungkup diatas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu. 3) Menunda memandikan bayi baru lahir sampai tubuh bayi stabil.pada bayi baru lahir cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2.500 gram dan menanggis kuat bias dimandikan ± 24 jam setelah kelahiran dengan tetap mengunakan air hangat. Pada bayi baru lahir beresiko yang berat badan kurang dari 2.500 gram atau keadaannya sangat lemah sebaiknya jangan dimandikan sampai suhu tubuhnya stabil dan mampu mengisap asi dengan baik. 4) Menghindari kehilangan panas pada bayi baru lahir. Ada empat cara yang membuat bayi kehilangan panas, yaitu melalui: -

Konduksi Panas di hantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya

yang

kontak

langsung

dengan

tubuh

bayi.sebagai contoh: ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan,tangan penolong yang dingin memegang bayi baru lahir, dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL. -

Konveksi Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak.sebagai contoh: konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau menepatkan BBL dekat jendela atau membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin.

-

Radiasi Panas di pancaran dari BBL keluar tubuhnya kelingkungan

yang

lebih

dingin.

Sebagai

contoh:membiarkan BBL dalam ruangan AC tanpa di berikan pemanas,membiarkan BBL dalam keadaan

23

telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan ruangan yang dingin. -

Evaporasi Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada kecepatan dan kelembapan udara (pemindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap).

c. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir (BBL) Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. Saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Keadaan pada saat bayi baru lahir21 a) Kesadaran dan

reaksi terhadap sekeliling, perlu dikurangi

rangsang terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsang sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan. b) Keaktifan Bayi normal melakukan gerakan- gerakan tangan yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pada pemeriksaan lebih lanjut. c) Simetris Apakah secara keseluruhan badan seimbang, kepala, apakah terlihat simetris, benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya terdapat di sebelah kiri atau kanan saja, atau di sisi kiri atau kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur

24

kepala, pengukuran lingkar kepala dapat ditunda sampai kondisi benjol (Capput sucsedeneum) di kepala hilang dan jika terjadi moulase, tunggu hingga kepala bayi kembali pada bentuknya semula. d) Muka wajah Bayi tampak ekspresi, mata perhatikan kesimetrisan antara mata kiri dan kanan, perhatikan adanya tanda – tanda perdarahan.berupa bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu. e) Mulut Penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak terdapat pada bayi normal, bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan adanya kelainan bawaan saluran cerna. f)

Leher dada dan abdomen Melihat adanya cedera akibat persalinan perhatikan ada tidaknya kelainan pada pernafasan bayi, karena bayi biasanya ada pernafasan perut.

g) Punggung Adanya benjolan, tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna, bahu, tangan, sendi, tungkai, perlu perhatikan bentuk, gerakannya, fraktur bila ekstermitas lunglai atau kurang gerak, varises. h) Kulit dan kuku Dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang – kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan, waspada timbulnya kulit yang warnanya tidak rata (Cutis marmorata) ini dapat disebabkan karena temperatur dingin, telapak tangan, telapak

kaki atau kuku

yang menjadi biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercak – bercak besar biru yang sering terdapat di sekitar bokong

25

(Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. i)

Kelancaran menghisap dan pencernaan Harus diperhatikan tinja dan kemih, diharapkan keluar dalam 24 jam pertama, waspada bila terjadi perut yang tiba – tiba membesar, tanpa adanya keluarnya tinja, disertai muntah dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk

pemeriksaan

lebih

lanjut,

untuk

kemungkinan

Hirschprung/ Congenital Megacolon. d. Perawatan tali pusat Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013). Tata lakasana perawatan tali pusat: 1) menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih 2) cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. 3) bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan kapas basah. 4) bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa bersih atau steril, popok atau celana bayi harus diikat dibawah tali pusat,tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin. 5) hindari penggunaan kancing,koin atau uang logam untuk membalut tekan tali pusat. e. Inisiasi menyusu dini Untuk mempererat ikatan batin antara ibu dan anak, setelah di lahirkan sebaiknya bayi langsung di letakakan di dada ibunya sebelum bayi di bersihkan, sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan efek psikologis yang dalam di antara ibu dan anak.

26

Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu 10 untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke- 45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 19

f. Pemberian vitamin K1. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

g. Pemberian salep mata. Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berikan salep mata dalam 1 garis lurus mulai dari bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju keluar mata.

h. Pemberian imunisasi Hepatitis (HB 0) Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

i. Pemberian ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan

27

pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi.

2.2.5. Bahaya Bayi Baru Lahir. a. Pada system pernafasan tanda dan gejalanya yaitu: 1) Sulit Bernafas. 2) Biru pada lidah dan bibir. 3) Nafas terhenti lebih dari 20 detik. 4) Terlihat tarikan dinding dada saat bernafas. 5) Frekuensi pernafasan 60 kali/menit atau lebih b. Suhu tubuh Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Suhu tubuh panas > 38o C 2) Suhu tubuh dingin < 36o C c. Warna kulit. Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Kuning pada 24 jam pertama setelah lahir. 2) Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari 3) Kuning sampai telapak tangan atau kaki 4) Biru atau pucat. d. Pemberian ASI sulit. Tanda dan gejala yaitu: 1) Hisapan lemah. 2) Mengantuk berlebih. 3) Banyak muntah. e. Tali pusat. Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Merah, bngkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah.

28

f. Infeksi. Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Suhu meningkat. 2) Warna merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk pada bagian yang terinfeksi. g. BAK (buang air kecil) Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Tidak BAK dalam 24 jam. h. BAB (buang air besar). Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Tidak BAB dalam waktu 3 hari. 2) BAB lembek, sering, berwarna hijau tua, ada lendirnya, ada darah. i. Masalah mata. Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Mata bengkak atau mengeluarkan nanah. j. Diare. Tanda dan gejalanya yaitu: 1) Kondisi psikologis yang tidak stabil. 2) Makanan yang merangsang peristaltic usus. 3) Makanan pedas, dll.

2.3

TEORI NIFAS 2.3.1 Pengertian Masa Nifas23 Pengertian Masa Nifas Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Masa nifas merupakan masa pemulihan kembali mulai dari persalinan selesai hingga fungsi organ tubuh dan reproduksi kembali seperti semula, kira – kira lamanya 6 minggu. Dimana selama masa pemulihan berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis yang sebenarnya. Namun, jika tidak dilakukan

29

pendampingan

melalui

asuhan

kebidanan

maka

tidak

menutup

kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. (Bahiyatun, 2009). Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009, p.2) Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan (Saleha, 2009, p.4). 2.2.2 Periode Masa Nifas23 Lamanya masa nifas ini bisa berkisar antara 6 – 8 minggu. Nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu : a. Puerperium dini Kepulihan ketika ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan. b. Puerperium intermedial Kepulihan secara menyeluruh pada bagian alat – alat genital c. Remote puerperium Waktu pemulihan yang cukup lama agar kondisi sehat sempurna, kira – kira mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun lagi. Selama masa nifas ini tenaga kesehatan khususnya bidan dapat menerapkan konsep dengan hypnosis untuk membantu pemulihan kondisi ibu serta mencegah dan menanggulangi masalah – masalah yang mungkin terjadi.Bidan memiliki peranan penting dalam masa nifas ini melalui pendidikan kesehatan, monitoring, dan deteksi dini bahaya nifas. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari : a. Pemeriksaan tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu) b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri Involusi

Tinggi Fundus Uteri

Berat Uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

30

Uri lahir

2 jari dibawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertwngahan pusat simpisis

500 gram

2 minggu

Tak teraba diatas simpisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 Gram

c. Pemeriksaan lochea dan cairan per vaginam Menurut Mochtar, 1998 Lokhe adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. -

Lokhea Rubra Berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca peralinan.

-

Lokhea sanguinolenta Berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.

-

Lokhea serosa Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

-

Lokhea alba Berwarna putih, setelah 2 minggu.

-

Lokhea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.

d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif e. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan ibu nifas, bayi baru lahir, dan juga keluarga berencana f. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan

2.3.3 Pendidikan Kesehatan untuk Ibu Nifas

31

1. Perawatan Payudara 2. Early Ambulation (Mobilisasi Dini) 3. Diet Makanan 4.

ASI dan ASI Esklusif

2.3.4 Tanda Bahaya Masa Nifas24 1.

Pendarahan post partum a.

Tanda dan Gejala Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Prawirohardjo, 2010).Menurut waktu terjadinya dibagi atas 2 bagian: 1) Pendarahan

Post

Partum

Primer

(Early Post

Partum

Hemorrage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2) Pendarahan Post Partum Sekunder (Late Post Partum Hemorrage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi antara hari ke 5-15 post partum. Penyebab utama adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta (Prawirohardjo, 2010). Menurut Manuaba (2008), pendarahan post partum merupakan penyebab penting kematian maternal khususnya di Negara berkembang. b. Faktor Penyebab 1) Grandemultipara 2) Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun 3) Persalinan yang dilakukan dengan tindakan

2.

Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina) Tanda dan Gejala a. Keluarnya cairan dari vagina b. Adanya bau yang menyengat dari vagina c. Disertai dengan demam > 38oC

32

3.

Bengkak di wajah, tangan, dan kaki atau sakit kepala dan kejang Edema atau pembengkakan ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Edema paling umum terjadi pada feet (tungkai-tungkai) dan legs (kakikaki). Pembengkakan adalah akibat dari akumulasi cairan yang berlebihan dibawah kulit dalam ruang-ruang didalam jaringan-jaringan

4.

Demam lebih dari 2 hari Peningkatan suhu tubuh pada ibu selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi nifas. a.

Tanda dan Gejala Biasanya terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan dengan suhu > 38 oC.

b.

Penanganan 1) Istirahat baring 2) Kompres dengan air hangat 3) Perbanyak minum 4) Jika ada syok, segera bawa ibu ke fasilitas kesehatan

5.

Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit Untuk dapat melancarkan ASI, dilakukan persiapan sejak awal

kehamilan dengan melakukan masase, menghilangkan kerak pada putting susu sehingga duktusnya tidak tersumbat.Untuk menghindari putting susu terbenam sebaiknya sejak hamil, ibu dapat menarik-narik putting susu dan ibu harus tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik.Sedangkan untuk menghindari putting lecet yaitu dengan melakukan teknik menyusui yang benar, putting harus kering saat menyusui. Putting lecet dapat disebabkan karena cara menyusui dan perawatan payudara yang tidak benar, bila lecetnya luat menyusui 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa (Manuaba, 2008). Beberapa keadaan abnormal pada masa menyusui yang mungkin terjadi, yaitu : a. Bendungan ASI

33

Penyebab : penyempitan duktus laktiferus, kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna, kelainan pada putting susu. Gejala :timbul pada hari ke 3-5, payudara bengkak, keras, tegang, panas dan nyeri, suhu tubuh meningkat. Penanganan : a) Susukan payudara sesering mungkin b) Kedua payudara disusukan c) Kompres hangat payudara sebelum disusukan d) Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui, sanggah payudara. e) Kompres dingin pada payudara diantara menyusui f)

Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg peroral setiap 4 jam.

b. Mastitis Suatu peradangan pada payudara biasaya terjadi pada 3 minggu setelah melahirkan. Penyebabnya salah satunya kuman yang menyebar melalui luka pada putting susu/peredaran darah (Manuaba, 2008) . Tanda dan gejala: 1) Payudara membesar dan keras 2) Payudara nyeri, memerah dan membisul 3) Suhu tubuh meningkat dan menggigil

Penanganan: 1) Sanggah payudara 2) Kompres dingin 3) Susukan bayi sesering mungkin 4) Banyak minum dan istirahat yang cukup

c. Abses Payudara Terdapat masa padat mengeras dibawah kulit yang kemerahan terjadi karena mastitis yang tidak segera diobati. Gejala sama dengan mastitis terdapat bisul yang pecah dan mengeluarkan pus (nanah). (Manuaba, 2008)

34

2.

Post Partum Blues Perubahan emosi selama masa nifas memiliki berbagai bentuk dan

variasi. Kondisi ini akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke 12 setelah melahirkan. Pada 0 – 3 hari setelah melahirkan, ibu nifas berada pada puncak kegelisahan setelah melahirkan karena rasa sakit pada saat melahirkan sangat terasa yang berakibat ibu sulit beristirahat, sehingga ibu mengalami kekurangan istirahat pada siang hari dan sulit tidur dimalam hari.Dan ibu merasa tidak mampu merawat bayinya. Pada 3 -10 hari setelah melahirkan, Postnatal blues muncul biasanya disebut dengan 3th day blues.

Related Documents


More Documents from "Ester Yohanna"