BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis 2.1.1 Pengertian Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi
infark
miokard
dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI) (Perki SKA, 2015). Kematian jaringan miokardium yang disebabkan karena suplai darah ke miokardium menurun (Stilwell, 2015).
2.1.2 Epidemiologi Penyakit
kardiovaskuler
di
Amerika
Serikat
pada
tahun
2005,
mengakibatkan 864.500 kematian atau 35,3% dari seluruh kematian pada tahun itu, dan 151 kematian akibat infark miokard. Sebanyak 715.00 orang di Amerika Serikat menderita infark miokard pada tahun 2012 (Li Yulong et, al., 2014). Laju mortalotas awal (30 hari) pada penderita infark miokard akut mencapai 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum penderita infark miokard mencapai rumah sakit (Alwi, 2009). Pada tahun 2013, kurang lebih 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa penyakit jantung koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentase infark miokard (Depkes, 2013).
2.1.3 Etiologi Pada kondisi yang jarang STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik
(Alwi,
2009).
Selain
itu,
adanya
riwayat
merokok,hipertensi, gangguan toleransi glukosa, kolesterol dan usia lanjut merupakan faktor resiko yang memungkinkan terjadinya STEMI pada penderita (Ripa, 2012).
2.1.4 Tanda dan gejala 1. Nyeri hebat pada tengah dada, menjalar ke lengan kanan, leher, rahang atau tulang belikat. 2. Sesak napas, pusing, keringat, gelisah, mual dan muntah dan perasaan cemas yang hebat. 3. Perubahan EKG termasuk> 1mm elevasi ST pada dua lead ekstremitas berturut-turut, dan> 2mm di dua lead dada berturut-turut. 4. EKG menunjukkan tanda-tanda yang diduga bundle branch block kiri baru atau ST depresi di lead V1-V3, menunjukkan kemungkinan posterior (Thomson, 2010)
2.1.5 Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Sudoyo, 2010). Ditandai pengurangan atau hilangnya aliran darah melalui satu atau lebih dari arteri koroner, yang mengakibatkan iskemia otot jantung, dan selama periode terbatas, mengakibatkan nekrosis (Doengoes, 2010).
2.1.6 Pemeriksaan penunjang 1. ECG 12 sandapan pada STEMI meliputi T, elevasi segmen ST yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen-ST pada garis isoelektris, dan inversi gelombang T. Lokasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG, yaitu: Lokasi Anterior Anteroseptal Anterior ekstensif Posterior Lateral
V1 – V4 V1 – V3 V1 – V6 V1 – V2 I, aVL, V5 – V6
ST elevasi, Gelombang Q ST elevasi, Gelombang Q ST elevasi, Gelombang Q ST depresi, Gelombang R tinggi ST elevasi, Gelombang Q
Inferior Ventrikel Kanan
II, III, aVF V4R, V5R
ST elevasi, Gelombang Q ST elevasi, Gelombang Q
2. Pemeriksaan biokimia jantung: Pemeriksaan creatinin kinase dan isoenzimnya CK-MB, troponin I dan troponin T, myoglobin, aspartat aminotransferase, dan laktat dehidrogenase. Troponin jantung lebih sering digunakan sebagai penanda kerusakan miokard karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. CK-MB adalah alternatif laiinya jika pemeriksaan troponin tak tersedia (Fuster, et al., 2008).
2.1.7 Diagnosis STEMI
Gambar 5. Langkah-langkah reperfusi
1. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologi (ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium) yang ditandai dengan
mengeluh sakit di dada yang menjalar ke extremitas, wajah meringis, memegang daerah yang sakit, skala 10 (rentang 1-10), dan takikardi. 2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan penurunan TD, adanya bunyi jantung tambahan dan distensi vena jugularis 3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 dalam darah yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, dispnea, inspirasi mengi, takipnea, dan pernapasan dangkal 4) Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
menurunannya curah jantung yang ditandai dengan tampak lemah, pucat, mukosa mulut kering, CRT ≥ 3 detik dan suplay O2 menurun 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan yang ditandai dengan mengeluh lemah, lelah dan kesulitan dalam beraktivitas 6) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan yang ditandai dengan gelisah, ketakutan, dan rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan
2.1.8 Penatalaksanaan 1) Triage Semua pasien yang datang ke gawat darurat dengan gejala sugestif dari infark miokard akut (MI) harus dievaluasi dengan riwayat kesehatan yang mendukung
dan
pemeriksaan
fisik
fokus.
EKG
12
sadapan
diinterpretasikan oleh dokter yang berpengalaman dan harus diselesaikan dalam waktu 10 menit dari kedatangan pasien, di samping itu juga menyiapkan akses intravena (Zafari et al, 2017) 2) Manajemen awal Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) atau reperfusi farmakologis harus dilakukan sesegera mungkin untuk pasien dengan presentasi klinis STEMI dalam waktu 12 jam. a. Thrombolisis Trombolisis melibatkan pemberian obat fibrinolitik seperti tenecteplase, untuk memecah trombus, membangun rekanalisasi arteri koroner dan
memungkinkan reperfusi dari miokardium. Trombolisis awal adalah sangat penting untuk peningkatan fungsi dan kelangsungan hidup ventrikel kiri yang sangat berdampak ketika diberikan awal setelah awal gejala jantung. Peningkatan kualitas di Skotlandia menunjukkan bahwa pemberiannya harus 60 menit atau kurang untuk pasien dengan STEMI yang membutuhkan trombolisis. (Thomson, 2010) Kontraindikasi Mutlak Riwayat
Kontraindikasi Relative
perdarahan
intrakranial
sebelumnya Lesi
intrakranial
(primer
atau
(kecuali untuk stroke akut dalam 4,5
Riwayat stroke iskemik> 3 bulan
diseksi aorta
Perdarahan
aktif
atau
perdarahan
Demensia
Disebut patologi intrakranial
diatesis (tidak termasuk menstruasi)
tidak
tertutup kepala atau trauma
Operasi
intrakranial
atau
operasi
Hipertensi
parah yang tidak terkontrol
(tidak
responsif
terhadap
terapi
Trauma
atau
CPR
Recent perdarahan internal (dalam waktu 2-4 minggu)
darurat)
Noncompressible
vaskular
punctures
streptokinase
dipasarkan
dalam
berkepanjangan (> 10 menit)
intraspinal dalam waktu 2 bulan
tercakup
kontraindikasi absolut
wajah dalam waktu 3 bulan
Untuk
Sistolik tekanan> 180 mm Hg
mm Hg
jam)
Trauma
tidak
atau diastolik tekanan> 110
iskemik dalam 3 bulan terakhir
Riwayat
yang
parah,
terkontrol
metastasis) Stroke
kronis,
hipertensi
pembuluh darah otak
Neoplasma
Sejarah
di
AS):
lagi
Kehamilan
pengobatan
Penyakit ulkus peptikum aktif
Sedang
(tidak
berjarak 6 bulan dari sebelumnya
dalam
pengobatan
terapi antikoagulan: Semakin tinggi INR, semakin tinggi risiko perdarahan
Untuk streptokinase (tidak lagi dipasarkan di AS): paparan
Sebelum
(>
sebelumnya)
5
hari
atau
reaksi
alergi sebelum agen ini Table 1. Kontraindikasi absolute dan relative pemberian terapi Fibrinolytic pada pasien STEMI (Zafari et al, 2017) Fibrinolytic Agent
Dose
Fibrin
Antigenic
Specificity
Patency Rate
Non-fibrin specific Streptokinase
(no
1.5 million units IV
longer marketed in the
given over 30–
US)
60 min
No
Yes
60%– 68%
Fibrin specific Tenecteplase
30 mg for weight <60
++++
No
85%
++
No
84%
++
No
kg
(TNK-tPA) 35 mg for 60–69 kg
40 mg for 70–79 kg
45 mg for 80–89 kg
50 mg for >90 kg Reteplase (rPA)
10-U
IV
given
boluses 30
min
apart Alteplase (tPA)
Bolus
15
mg
followed by infusion 0.75 mg/kg for 30 min (maximum 50 mg), then 0.5 mg/kg (maximum 35 mg) over the next 60
73%84%
min; total dose not to exceed 100 mg. Table 2. Fibrinolytic Agents yang digunakan pada STEMI (Zafari et al, 2017) b. Primary percutaneous coronary intervention (PPCI). Untuk rumah sakit yang mempunyai fasilitas PCI, pemeriksaan angiografi koroner dan PPCI harus dicapai dalam waktu 90 menit. Untuk rumah sakit nonPCI, jika mereka tidak dapat dipindahkan ke rumah sakit yang tidak mempunyai fasilitas PCI dalam waktu 120 menit sangat penting untuk segera mengkaji data berikut untuk menentukan pemberian terapi fibrinolitik: 3. Waktu dari timbulnya gejala 4. Risiko komplikasi yang berhubungan dengan STEMI 5. Risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis 6. Adanya shock atau gagal jantung parah 7. Waktu yang dibutuhkan untuk transfer ke rumah sakit PCI-mampu (Zafari et al, 2017).
Daftar Pustaka
Ripa MS. 2012. The ECG as decision support in STEMI. Pubmed. United States Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta