Bab Ii Tinjauan Pustaka Fix.docx

  • Uploaded by: robbi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tinjauan Pustaka Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,306
  • Pages: 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Normalnya ketuban pecah saat pembukaan persalinan lengkap atau hampir lengkap (9 - 10 cm) atau normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan . Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans (APROM) atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PPROM.

2.2 Epidemiologi Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, diperkirakan 20-30% rasio berulang. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta

berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.11 Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10% wanita mengalami KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. 12 2.3 Etiologi Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.6 Berkurangnya kekuatan membran sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan

bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.7,8 Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : 1. Serviks inkompeten dan serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 2. Ketegangan rahim berlebihan a. Kehamilan ganda, Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi ibu maupun janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan yang intensif. Faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah faktor ras, keturunan, umur, dan paritas.9 b. Polihidramnion. Polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa meningkat dalam beberapa hari disebut hidramnion akut, atau secara perlahan-lahan disebut hidramnion kronis. sering ditemukan pada kehamilan ganda dan beberapa penyakit ibu seperti diabetes mellitus, preeklampsia.9 3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. 4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). 5. Amnionitis/ Korioamnionitis Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis.3 Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.4 Grup

B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli

dan

Staphylococcus epidermidis

adalah

bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.4,7 Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi.10 6. Infeksi genitalia Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling umum yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan kelahiran preterm belum jelas. Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada kondisi pencernaan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan oleh infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500 gram). Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi paling umum yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Herpes simpleks adalah virus menular seksual yang jarang tetapi serius yang bisa tetap tidak aktif sampai orang mengalami stres atau tidak sehat. Infeksi herpes primer biasanya menyebabkan demam ringan dan perasaan tidak sehat. Muncul lesi yang menimbulkan nyeri sekitar genital internal dan eksternal/serviks, ulserasi, dan biasanya sembuh dalam tiga minggu. Herpes aktif bisa terdiagnosa dengan inspeksi klinis didaerah genital untuk lesi yang tampak (internal/eksternal) pada saat awitan persalinan atau pecah ketuban spontan. Sectio saeraria merupakan satu-satunya indikasi bila infeksi masih aktif sehingga lesinya jelas. 3,10 7. Trauma

Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi 8. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya 9. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. 10. Faktor usia ibu Usia ibu yang ≤ 20 tahun termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. Sampai sekarang, rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100% siap.5,7 Wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.3,4 11. Faktor tingkat sosio-ekonomi

Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat. 2.4 Patogenesis Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.17 Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perrubahan struktur, jumlah sel, dankatabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.17 Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah: berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen; kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.17 Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jarinagan spesifik dan inhibitor protease.17 Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik

dari matriks ekstraselular dan membrane janin. Aktivasi

degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.17 Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisilogis.Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini saat prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solution plasenta 2.5 Gejala Klinis Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan ‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau

perineum. Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina. Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik antara lain : 1. Anamnesis a. Kapan keluarnya cairan, warna, dan baunya. b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks). 2. Inspeksi Keluar cairan pervaginam. 3. Inspekulo Bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan. Keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI). 4. Pemeriksaan dalam a. Ada cairan dalam vagina b. Selaput ketuban sudah pecah Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah :  Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan ketuban pecah.  Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit. Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah >12 jam, maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama 2 jam. Bila setelah 2 jam tidak ada tandatanda inpartu maka dilakukan terminasi kehamilan 2.6 Diagnosa Menegakkan diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting. karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negative palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa Ketuban Pecah Dini di tegakkan dengan cara : 1.

Anamnesa Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Jumlah atau volume cairan ketuban, berbau yang khas, dan warna perlu diperhatikan. Keluarnya cairan sebelum ada his atau his belum teratur dan belum ada pengeluran lendir darah.2

2.

Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.2

3.

Pemeriksaan fisik Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat. Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi

4.

Pemeriksaan dengan speculum Pemeriksaan dengan speculum pada Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), apabila belum juga tampak keluar maka fundus uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau mengadakan manuvover valsava atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior/posterior.2 Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah : -

Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

-

Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.

-

Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.

Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseriagonorea.3,4 5.

Pemeriksaan dalam

Didapat cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu di pertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam.

Karena

pada

waktu

pemeriksaan

dalam,

jari

pemeriksa

akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalam vagina dilakukan apabila Ketuban Pecah Dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan di batasi sedikit mungkin.2,4 6.

Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini 1) Pemeriksaan Laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret vagina.4 a.

Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru.

b.

Pemeriksaan

leukosit

darah,

bila

meningkat

>

15.000

/mm3

kemungkinan ada infeksi. c.

USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

d.

Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.

e.

Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.

f.

Mikroskopik (tes pakis) yaitu memasang speculum steril menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan specimen, baik dari cairan vorniks vagina posterior maupun cairan dari orifisium serviks karena lendir serviks juga berbentuk pakis, hapus specimen pada objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal 10 menit kemudian lihat di bawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis.

2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini di maksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.4 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.13 Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini adalah.12,14,15 - Pastikan diagnosis. - Tentukan umur kehamilan. - Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin. - Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin. Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan beberapa hal berikut: a.

Fase laten: -

Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses persalinan.

-

Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.

-

Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ; 

 b.

Korioamnionitis: o

Abdomen terasa tegang.

o

Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.

o

Protein c reaktif meningkat.

o

Kultur cairan amnion positif.

Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.

Perkiraan berat janin Perkiraan berat janin yang rendah berbanding lurus dengan kemungkinan kematian dan kelainan saat di lakukan terminasi.

c.

Presentasi janin intrauteri Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan. Dapat di lakukan dengan pemeriksaan fisik obestri dan dapat di lakukan pemeriksaan penunjang USG

d.

Usia kehamilan

Makin muda kehamilan maka diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur. Namun semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal. Medikamentosa a.

Kortikosteroid Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan (20 – 35,4%), hemoragi intraventrikular (7,5 – 15,9%), enterokolitis nekrotikans (0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih kontroversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.4,16

b.

Antibiotik Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.4,16

KETUBAN PECAH ≤ 37 MINGGU INFEKSI

≥ 37 MINGGU NON-

INFEKSI

NON-

INFEKSI 

Penisilin





INFEKSI

Amoksilin



Penisilin

Gentamisin

+



Gentamisin



Metronidazol

Eritromisin



Metronidazol



Lahirkan

untuk 7 hari



Lahirkan bayi



Lahirkan bayi



Berikan penisilin



bayi

Steroid

atau

untuk

ampisilin

pematangan paru Antibiotik setelah persalinan PROFILAKSIS Stop antibiotik

Tabel 2.7.1

c.

INFEKSI

NON-INFEKSI

Lanjutkan untuk 24-48 jam

Tidak

setelah bebas panas

antibiotic

perlu

Penggunaan antibiotik untuk ketuban pecah dini

Agen Tokolitik Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.

Tatalaksana Ketuban Pecah Dini Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini : a.

Konservatif Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sebagai profilaksis (mencegah infeksi). Antibiotik yang dianjurkan : -

Ampicillin (untuk infeksi Streptococcus β) : 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.

-

Eritrosin dosis tinggi (untuk infeksi Clamydia trachomatis, ureoplasma, dan lainnya). Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi semakin

meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi. b.

Tatalaksana aktif Dilakukan untuk memperpanjang usia kehamilan dengan pemberian kombinasi :

-

Kortikosteroid untuk pematangan paru (Betametazon IM 12 mg 24 jam atau deksametazon IM 6 mg 12 jam selama 2 hari).

-

Tokolitik untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus, dapat diberikan :

-



Β – Sympathomimetic : Ritodrine



Magnesium sulfat



Indometacin



Nifedipine : Epilate



Atosiban : Tractocile

Antibiotik untuk profilaksis infeksi (mengurangi peranan infeksi sebagai pemicu terjadinya proses persalinan) Tindakan tatalaksana aktif juga tidak terlalu banyak meningkatkan

maturitas janin dan paru.Dalam keadaan terpaksa harus dilakukan terminasi kehamilan untuk menyelamatkan janin dan maternal.4,16 Dalam

menunda

persalinan

ini,

ada

lima

kriteria

yang

dapat

dipertimbangkan: -

Usia kehamilan < 26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan sampai aterm atau sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu. Bahaya infeksi dan oligohiramnion akanmenimbulkan masalah pada janin. Bayi dengan usia kehamilan kurang dari 26 minggu sulit untuk hidup dan beradaptasi di luar kandungan.

-

Usia kehamilan 26 - 31 minggu. Persoalan tentang sikap dan komplikasi masih sama dengan usia kandungan < 26 minggu. Namun pada rumah sakit yang sudah maju, dimungkinkan adanya perawatan intensif neonatus. Pertolongan bayi dengan berat < 2.000 gram dianjurkan dengan seksio sesarea.

-

Usia kehamilan 31 - 33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk menetukan kematangan

paru,

atau

test

busa

(bubble

test).

Memperhatikan

kemungkinan infeksi intrauteri. Bayi dengan berat > 2.000 gram sangat mungkin ditolong. -

Usia kehamilan 34 - 36 minggu. BB janin sangat baik sehingga dapat dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea.

-

Usia kehamilan > 36 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga dapat hidup diluar kandungan dan selamat.Kehamilan pada usia ini dapat di induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri. 

Bila pembukaan / skor pelviks < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

 c.

Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan.15

Tatalaksana Bedah Sesar Bedah sesar dilakukan bila ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda karena mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan yaitu : -

Infeksi intrauteri.

-

Solution plasenta.

-

Gawat janin.

-

Prolaps tali pusat.

-

Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau redup.

-

BB janin cukup viable untuk beradaptasi di luar kandungan.

Pemilihan bedah sesar sangat sulit bila pada ketuban pecah dini, janin masih premature. Keadaan janin yang premature akan menghadapi berbagai kendala umum akibat ketidakmampuannya beradaptasi dengan kehidupan diluar kandungan. Hal ini diakibatkan organ vital yang belum siap untuk menghadpi situasi yang sangat berbeda dengan keadaan intrauteri sehingga menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.4,16

Grafik 2.7.1Tatalaksana ketuban pecah dini preterm

Grafik 2.7.2

Tatalaksana ketuban pecah dini aterm

2.8 Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.17 2.8.1

Infeksi Resiko infeksi pada ibu dan anak meeningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu

terjadi korioamnionitis. Pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Ketuban pecah dini saat preterm, infeksi lebih sering terjadi daripada saat aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. 2.8.2

Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 2.8.3

Hipoksia dan asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menyebabkan penekanan

tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. 2.8.4

Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary. 2.9 Prognosis Menurut Achadiat, C.M (2004) prognosis dari ketuban pecah dini tergantung dari cara penatalaksanaan, komplikasi yang ditimbulkan oleh ketuban pecah dini dan umur dari kehamilan ibu. Prognosis yang pertama di tentukan oleh faktor penataklasanaan yang diberikan kepada ibu dengan ketuban pecah dini. Faktor kedua yang mempengaruhi prognosis dari ketuban pecah dini adalah tergantung dari komplikasi pada janin maupun komplikasi pada ibu. Faktor ketiga yang menentukan prognosis adalah umur kehamilan.

Semakin muda umur kehamilan maka prognosis terutama pada janin akan semakin buruk. Prognosis pada janin yaitu kelahiran prematur. Kelahiran prematur berhubungan denagan kecacatan dan kematian janin. Menurut Sujiyatini, et al (2009) hipoplasia paru adalah salah satu komplikasi yang mencapai angka 100% jika bayi lahirpada usia kehamilan 23 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Poedjo Hartono. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran “Ketuban Pecah Dini”.Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2. Moudy E.U Djami. 2015. Diagnostik dan Penanganan Ketuban Pecah Dini, Amnionitis dan Emboli Air Ketuban. 3. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 4. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 5. Myers VS. 2007.Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa UK Ltd. 6. Roosdhantia, I.R. 2012. Perbedaan SkorAPGAR Pada Ketuban Pecah Dini Usia Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 7. Mochtar, Rustam. 1998. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC. 8. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 9. Manuaba et al. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 10. Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea, Obstretri dan Ginekologi. Yogyakarta : Tosca enterprise. 11. Sudarmi, 2013. Hubungan Ketuban Pecah Dini ≥ 12 Jam Dengan Gawat Janin di Ruang Bersalin RSUP NTB Tahun 2012. Media Bina Ilmiah. Volume 7, No. 5 Oktober 2013. 12. Safari F.R.N, 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini di RSU H. Abdul Manan Simatupang Tahun 2016.Wahana Inovasi Volume 6 No.2 JuliDes 2017 ISSN : 2089-8592 13. ACOG Committee on Practice Bulletins-Obstetrics, authors. Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. (ACOG Practice Bulletin No. 80: premature rupture of membranes). Obstet Gynecol 2007;109:1007–1019

14. Roosdhantia, I.R. 2012. Perbedaan SkorAPGAR Pada Ketuban Pecah Dini Usia Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 15. Karkata.M.K, Kristanto.H., Kurniawan Harry, Gondo I, Wicaksana B, Wijayanti, Mamo.H.I, 2012. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Komisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 16. Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006; 17. Prawiroharjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka 18. Sujiyatini, et al. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika 19. Achadiat, C.M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Related Documents


More Documents from "Yepi 05011995"

Bab 2-3.docx
June 2020 24
Jurnal (1)l.docx
June 2020 19
Tugas Biokim.docx
June 2020 14
1-7.docx
June 2020 8