2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian 1. Anamnesa A. Identitas a) Usia
: ≥ 65 tahun rentan terkena STEMI
b) Jenis kelamin
: pria lebih sering terkena hipertensi akibat pola
hidup dibandingkan dengan wanita c) Suku
: orang kulit hitam mengalami penyakit jantung
sebanyak 38,2 % dibandingkan kulit putih yakni 28,8 % B. Riwayat sehat dan penyakit a) Keluhan utama Sesak napas dan nyeri dada didaerah sternum yang menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri, dan kanan serta pada lengan, penderita tampak gelisah, keringat dingin, lemas dan pucat. b) Riwayat penyakit dahulu Riwayat obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus c) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya STEMI (genetik). C. Aktivitas dan latihan (ADL): a) Aktivitas / istirahat Gejala
:
kesulitan
dalam
beraktivitas,
kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup mentap dan jadwal olahraga tidak teratur Tanda
: takikardi, dispnea cardiac pada infark miokardium
yang kronis dapat timbul saat istirahat b) Nutrisi Gejala
: mual, anorekxia, bersendawa, dan nyeri ulu hati
Tanda
: penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
perubahan berat badan c) Eliminasi Gejala
: bising usus menurun
Tanda
: normal
d) Hygine Gejala
: kesulitan dalam melakukan tugas perawatan diri,
karena sakit didada dan cepat lelah Tanda
: kondisi tubuh tampak kusam
D. Pemeriksaan Fisik a) Breathing (B1) : klien terlihat pucat, sesak nafas, apnea, takipnea. Sesak napas terjadi karena kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. b) Blood (B2)
: Inspeksi, adanya distensi vena jugularis, edema
dependent maupun umum, jaringan parut pada dada klien, dengan keluhan nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas pericardum. Penyebaran nyeri dapat meluas pada daerah dada, bahu dan tangan. Palpasi, takikardi, bradikardi, distrimia, CRT ≥ 3 detik dan adanya thrill tanpa komplikasi. Auskultasi, penurunan tekanan darah akibat tidak adekuatnya volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup. Perkusi, batas jantung tidak mengalami pergeseran. EKG c) Brain (B3) meringis
:
kesadaran
kesakitan,
composmentis,
menangis,
merintih,
wajah
tampak
merenggang,
dan
mengeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada. d) Bladder (B4)
: pengukuran volume output dengan intake cairan
klien, untuk mengetahu adanya oliguria, yang merupakan tanda awal syok kardiogenik e) Bowel (B5)
: klien biasanya mengalami mual dan muntah,
pada palpasi abdomen ditemuka adanya nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA f) Bone (B6)
:
aktivitas
klien
biasanya
mengalami
perubahan yaitu sering merasa lemah, lelah, tidak dapat tidur, pola hidup menetap dan tanpa olahraga, serta adanya perubahan postur tubuh
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri
akut
berhubungan
dengan
agens
cedera
biologi
(ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium
akibat
sekunder
dari
penurunan
suplai
darah
ke
miokardium) yang ditandai dengan mengeluh sakit di dada yang menjalar ke extremitas, wajah meringis, memegang daerah yang sakit, skala 10 (rentang 1-10), dan takikardi. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan penurunan TD, adanya bunyi jantung tambahan dan distensi vena jugularis 3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 dalam darah yang ditandai dengan mengeluh sesak napas, dispnea, inspirasi mengi, takipnea, dan pernapasan dangkal 4. Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
menurunannya curah jantung yang ditandai dengan tampak lemah, pucat, mukosa mulut kering, CRT ≥ 3 detik dan suplay O2 menurun 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat
sekunder
dari
ketidakseimbangan
antara
suplai
oksigen
miokardium dengan kebutuhan yang ditandai dengan mengeluh lemah, lelah dan kesulitan dalam beraktivitas 6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan yang ditandai dengan gelisah, ketakutan, dan rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan
2.2.3 Perencanaan Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 dalam darah Goal
: Pola nafas klien kembali efektif
Objective : klien terbebas dari penurunan O2 dalam darah Outcomes : Dalam 1x24 jam perawatan, klien: 1) Kedalaman pernafasan klien kembali normal, 2) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas, 3) RR klien kembali normal (12-20x/menit)
Intervensi 1) Bantu
pasien
untuk
berada
pada
posisi
yang
nyaman,
yang
memungkinkan ekspansi dada maksimal. Contohnya, bantu pasien untuk beralih ke posisi fowler atau anjurkan pasien untuk bersandar pada meja yang ada di atas tempat tidur dengan menggunakan bantal. R/ Untuk memudahkan bernapas. 2) Berikan kesempatan pasien beristirahat diantara tindakan R/ Untuk memperlancar pernapasan dan menghindari keletihan. 3) Kaji dan catat status pernapasan, setidaknya setiap 4 jam R/ Untuk mendeteksi tanda-tanda awal gangguan. Auskultasi suara napas untuk mendeteksi suara napas tambahan. 4) Kolaborasi untuk pemberian oksigen sesuai program, berikan Oksigen 2-4liter/menit melalui kanul hidung, Hiperventilasi dengan sasaran pCO 2 35mmHg R/ untuk membantu menurunkan distres pernapasan yang disebabkan oleh hipoksia 5) Kaji kadar GDA menurut kebijakan fasilitas. R/ Untuk memantau status oksigenasi dan ventilasi, dan untuk mengetahui keseimbangan asam-basa
2. Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan
dengan
menurunannya curah jantung Goal
: klien terbebas dari ketidakefektifan perfusi jaringan perifer selama dalam perawatan.
Objective
: klien terhindar dari penurunan curah jantung
Outcomes : dalam jangka waktu 3 x 24 jam: 1) Perfusi jaringan meningkat 2) Klien tidak mengeluh pusing, lelah, lemah 3) Konjungtiva merah (tidak pucat) 4) CRT < 3 detik, 5) TTV dalam batas normal
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung Goal
: Klien akan mempertahankan curah jantung adekuat selama dalam perawatan
Objective
: Klien terbebas dari perubahan frekuensi jantung selama dalam perawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 1 x 24 jam : 1) Tekanan darah normal 140/90 mmHg 2) Irama dan frekuensi jantung stabil 3) Tidak adanya bunyi jantung tambahan Intervensi : 1) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi dengan panduan imajinasi R/ menurunkan rangsangan yang dapat menimbulkan stress. 2) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan. R/ menurunkan rangsangan simpatis dan meningkatkan relaksasi 3) Kolaborasi pemberian therapy farmakologis antiangina R/ Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen. 4) Kolaborasi Ptca (angioplastt koroner transluminal perkutan) R/ Angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan menghancurkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. 5) Observasi TTV, kualitas denyut sentral dan perifer, auskultasi tonus jantung dan bunyi jantung, kelembapan dan pengisian kapiler R/ mengetahui keadaan terbaru klien dan mewaspadai tanda penurunan curah jantung.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologi (ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium) Goal
: klien terbebas dari nyeri akut selama dalam perawatan
Objective
: klien terbebas dari agens cedera biologis selama dalam perawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 1 x 24 jam, klien : 1) Nyeri berkurang atau hilang 2) Skala nyeri < 3 (rentang 1- 5 ) 3) Tidak meringis kesakitan 4) TTV dalam batas normal (TD : systole 100-120, diastole 60-90 mmHg, Nadi : 60-100 X/menit, Respiratory : 12 – 20 X/ menit. Intervensi : 1) Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera R/ Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak. 2) Ajarkan klien teknik manajemen nyeri : relaksasi dan distraksi R/ mengalihkan perhatian klien dari sensasi nyeri dan mendapatkan efek tenang. 3) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. R/ lingkungan yang tenang memberikan kesempatan klien untuk rileks. 4) Kolaborasi pemberian analgetik non narkotik R/
analgetik
bekerja
menghambat
nocireseptor
sehingga
tidak
meneruskan sensasi nyeri ke otak. 5) Observasi keluhan nyeri dada, skala dan factor penyebab yang mungkin muncul R/ mencegah ketidaknyamanan dengan memantau keadaan klien (TTV).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan
Goal
: Klien dapat toleran terhadap aktivitasnya selama dalam perawatan
Objective
: Klien terbebas dari penurunan perfusi perifer selama dalam perawawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 1 x 24 jam : 1) Klien
berpartisipasi
dalam
aktivitas
sesuai
dengan
kemampuan klien 2) Irama dan frekuensi jantung stabil 60-100 x/menit 3) Tekanan darah dalam batas normal
Intervensi 1) Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya mengejan saat defekasi R/ Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk(maneuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardi juga menurunkan curah jantung dan takikardi dengan peningkatan tekanan darah. 2) Latih klien untuk menerapkan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, seperti bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan R/ Aktivitas yang meningkat dapat memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan 3) Rujuk ke program rehabilitasi jantung R/ Memberikan pengawasan ketat untuk proses penyembuhan
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan Goal
: Klien terbebas dari ansietas selama dalam perawatan
Objective
: Klien memahami perubahan status kesehatannya selama dalam perawawatan
Outcomes : dalam jangka waktu 2 x 24 jam : 1) Klien tampak rileks dan laporan ansietas menurun 2) Klien dapat beristirahat dengan tenang 3) Tekanan darah dalam batas normal
Intervensi 1) Ajakarkan teknik relaksasi dan distraksi seperti latihan nafas dalam, dan bimbingan imajinasi R/ Belajar cara yang rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas. 2) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik. R/ Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep. 3) Awasi respon fisiologis, misal : takipneu, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan. R/ Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok. 4) Catat petunjuk perilaku atau gelisah, mudah terangsang, kurang kontak mata, perilaku melawan. R/ Indicator derajat takut yang dialami pasien, misal : pasien akan merasa tak terkontrol terhadap situasi atau mencapai atatus panik.
2.2.4 Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan dilakukan sesuai rencana tindakan keperawatan
2.2.5 Evaluasi Keperawatan Dilakukan dengan 2 cara yakni evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
Evaluasi
bertujuan
untuk
mengetahui
apakah
setelah
implementasi dilakukan masalah keperawaan tersebut menjadi teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi.
Daftar Pustaka