Bab Ii Revisi.docx

  • Uploaded by: Gugun Gunawan Permana Sidik
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,245
  • Pages: 39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Konsep Lansia a. Pengertian Lansia Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan menghadapi rangsangan dari dalam dan didalam Undang-Undang No

tubuh

dalam

luar tubuh, seperti

13 tahun 1998 yang isinya

menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Buku keperawatan gerpntik siti nur kholifah

b. Batasan lansia Menurut

WHO

dalam

(Sunaryo,dkk

2016),

lansia

di

kelompokan menjadi: 1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun, 2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan 3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun. (buku gerontik hal 236)

c. Teori proses menua Menurut Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial: 1) Teori Biologi a) Teori Seluler Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk

membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia dibiakkanlalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan membelah sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011). b) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis) Jaringan

seperti

kulit

dan

kartilago

kehilangan

elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga

terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah dan Lilik, 2011). c) Keracunan Oksigen Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa

mekanisme

pertahanan

diri

tertentu.

Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah dan Lilik, 2011). d) Sistem Imun Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa

penuaan.

Walaupun

demikian,

kemunduran

kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi

isomatik menyebabkan

terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini

akan

dapat

menyebabkan

sistem

imun

tubuh

menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L., 2011). e) Teori Menua Akibat Metabolisme Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa

proses

metabolisme.

Terjadi

penurunan

pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. 2) Teori Psikologis a) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011). b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan

dalam

memelihara

hubungan

dengan

masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah dan Lilik M, 2011). c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan 1) Hereditas atau ketuaan genetik 2) Nutrisi atau makanan 3) Status kesehatan 4) Pengalaman hidup 5) Lingkungan 6) Stres

e. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia 1) Perubahan-perubahan Fisik Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh,

sistem

respirasi,

muskuloskletal,

gastrointestinal,

genitourinaria, endokrin dan integument. 2) Perubahan-perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa b) Kesehatan umum c) Tingkat pendidikan d) Keturunan (Hereditas) e) Lingkungan f) Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian

g) Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Menurut Stanley Mickey (2006), Faktor-faktor yang sangat penting

yang

berhubungan

dengan

kondisi

pencapaian

kesehatan mental adalah: a) Kesehatan fisik Dua faktor utama yang mempengaruhi kesehatan mental adalah kesehatan fisik dan sumber-sumber keuangan.

Keduanya

saling

berhubungan

karena

kesehatan fisik yang optimum sering berhubungan dengan jumlah uang yang dihabiskan oleh seseorang dalam perawatan kesehatannya. b) Aktivitas fisik Salah satu komponen yang sangat menguntungkan dari program kesehatan mental adalah olahraga. Hal yang sangat mengagumkan adalah sekecil apapun jumlah aktivitas fisik yang dilakukan terutama di luar rumah, dapat meningkatkan sikap, mengurangi stress dan kesepian, menjadikan tidur lebih baik, dan mencegah perasaan depresi. Cahaya matahari sumber

vitamin D tidak hanya membantu absorbsi kalsium tetapi juga telah menunjukkan dapat membantu mencegah depresi. Keuntungan dari berbagai jenis aktivitas fisik tidak dapat dianggap remeh dalam mempertahankan kesejahteraan fisik dan mental. c) Aktivitas mental Aktivitas mental juga sama pentingnya dengan aktivitas fisik dalam mencapai penuaan yang sukses. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh lansia akan menolong pikiran mereka untuk tetap aktif dan membantu mereka mengembangkan intelektualnya lebih jauh lagi. Bahkan, bukti menunjukkan bahwa lansia yang mendapatkan lebih banyak edukasi dan stimulasi mental memiliki kemungkinan lebih kecil untuk

menderita

demensia

tipe

Alzheimer

atau

setidaknya perkembangan demensia dapat ditunda. d) Aktivitas sosial Dengan aktif dalam kegiatan sukarela lansia akan mendapatkan keuntungan dengan adanya perasaan diperlukan, berguna, dan diinginkan sehingga akan meningkatkan harga diri mereka. e) Dukungan sosial

Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan mental adalah adanya system pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara kandung atau cucu. Namun, struktur keluarga akan mengalami perubahan jika ada anggota yang meninggal dunia, pindah ke daerah lain atau menjadi sakit. Oleh karena itu, kelompok pendukung yang lain sangat penting. Beberapa dari kelompok ini adalah tetangga, teman dekat, kolega dan anggota lansia di tempat ibadah. 3) Perkembangan Spiritual a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970). b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner, 1970). skripsi 7

f. Masalah Kesehatan Jiwa Pada Lansia 1) Faktor resiko terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia Ada beberapa faktor resiko yang mendukung terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia. Faktor-faktor resiko tersebut adalah:

a) Kesehatan fisik yang buruk b) Perpisahan dengan pasangan c) Perumahan dan transportasi yang tidak memadai d) Sumber finansial berkurang e) Dukungan sosial kurang Sedangkan kriteria optimal yang sehat menurut WHO, 1959 (R. Siti Maryam, dkk. 2008:68 ) adalah sebagai berikut: a) Dapat menerima kenyataan yang baik maupun yang buruk b) Puas dengan hasil karyanya c) Merasa

lebih puas

untuk

memberi

daripada

menerima d) Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas e) Berhubungan dengan orang lain untuk tolongmenolong dan saling memuaskan f) Mengambil hikmah dari kejadian buruk g) Mengalihkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif h) Mempunyai rasa kasih sayang yang besar 2) Masalah kesehatan jiwa yang sering timbal pada lansia Masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, paranoid dan demensia.

Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering didapatkan. (R.Siti Maryam, 2008) skripsi 7

2. Konsep Dukungan Keluarga a. Pengertian Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya yang dapat diakses oleh keluarga yang dapat bersifat mendukung dan memberikan pertolongan kepada anggota keluarga (Friedman,2010:31). Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Setiadi, 2008: 23).

b. Jenis dukungan keluarga Menurut House Smet, 1994: 136 dalam (Setiadi,2008:22) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis dukungan keluarga,yaitu : 1) Dukungan informasional Jenis dukungan informasional meliputi jaringan komunikasi dan

tanggung

jawab

bersama,

termasuk

di

dalamnya

memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan dan pemberian informasi. Dukungan informasional berfungsi sebagai pengumpul informasi tentang segala sesuatu yang digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. 2) Dukungan penilaian

Dukungan penilaian menekankan pada keluarga sebagai umpan balik, membimbing, menangani masalah, serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga. Dukungan penilaian dapat dilakukan dengan memberikan pengakuan, penghargaan kepada anggota keluarga. 3) Dukungan instrumental Dukungan instrumental adalah dukungan yang memfokuskan keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan konkrit yaitu berupa bantuan langsung dari orang terdekat seperti materi, tenaga, dan sarana. Dukungan instrumental memiliki manfaat untuk mengembalikan energi, semangat yang menurun, memberikan perhatian dan kepedulian pada seseorang yang sedang mengalami kesusahan. 4) Dukungan emosional Dukungan emosional yaitu dukungan yang menempatkan keluarga sebagai tempat aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta dapat membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional memiliki beberapa aspek meliputi dukungan yang di wujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian.

c. Manfaat dukungan keluarga

Dukungan sosial keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda di dalam berbagai tahap-tahap kehidupan. Dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal yang dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman 2013 : 92). Wills menyatakan dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga, yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stress terhadap kesehatan dan efek utama, yaitu dukungan keluarga yang secara langsung peningkatan

kesehatan.

berpengaruh

terhadap

Efek-efek penyangga dan efek utama

dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan dapat berfungsi secara bersamaan. Keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 2013:2).

d. Tugas keluarga dalam kesehatan Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran di bidang kesehatan meliputu : 1) Mengenal masalah kesehatan keluarga, Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa

kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh sumber daya dana keluarga habis. 2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari perolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. 3) Merawat keluarga yang mengalmi gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. 4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk mempertahankan suasana rumah yang sehat dan menjamin kesehatan keluarga. 5) Memanfaatkan fasilitas pelaynan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. (Freeman,1981

Dalam

Gusti

ADP,2013;40)

(Freeman,1981 Dalam Gusti ADP,2013;40).

e. Tujuan keluarga menjadi fokus sentral dalam perawatan Alasan mendasar mengapa keluarga menjadi focus sentral dalam perawatan adalah : dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit,cidera,perpisahan) yang mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan unit secara keseluruhan.

1) Ada hubungan yang kuat dan signifikan antara keluarga dan status kesehatan para anggotanya. 2) Melalui perawatan kesehtan keluarga yang berfokus pada peningkatan. 3) Adanya masalah-masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga dapat menyebabkan ditemukannya faktorfaktor resiko pada anggota keluarga yang lain. 4) Tingkat pemahamn dan berfungsi seseorang individu tidak lepas dari andil sebuah keluarga. 5) Keluarga merupakan sistem pendukung yang sangat vital bagi kebutuhan-kebutuhan individu (Andarmoyo.2010:5).

f. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga Menurut Purnawan (2008) dalam Rahayu (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah: 1) Faktor internal Tahap perkembangan artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayilansia)

memiliki

pemahaman

dan

respon

perubahan kesehatan yang berbeda-beda. a) Pendidikan atau tingkat pengetahuan

terhadap

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan,

latar

belakang

pendidikan

dan

pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk

cara

berfikir

seseorang

termasuk

kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

tentang

kesehatan untuk menjaga

kesehatan dirinya. b) Faktor emosi Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya cenderung

berespon

terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. c) Spiritual Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

2) Faktor Eksternal a) Praktik di keluarga Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama. b) Faktor sosio-ekonomi Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan

dan

bereaksi

terhadap

penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan,

gaya

hidup,

dan

lingkungan

kerja.

Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi

keyakinan

kesehatan

dan

cara

pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera

mencari

pertolongan

gangguan pada kesehatannya. c) Latar belakang budaya

ketika

merasa

ada

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

3. Konsep Depresi a. Pengertian Depresi Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Rathus (1991) menyatakan orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi. Hal 12 Menurut Atkinson (1991) depresi sebagai suatu gangguan mood

yang

dicirikan

tak

ada

harapan

dan

patah

hati,

ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi, tak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonatan menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan

murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan.

b. Gejala-gejala depresi 1) Gejala Fisik Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti: hal 22 a) Gangguan pola tidur. Misalnya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur. b) Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti menonton TV, makan, dan tidur. c) Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada halhal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal

yang tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun, merokok terus menerus, sering menelepon yang tak perlu. Yang jelas, orang yang terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya jadi lamban. d) Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk

tetap

beraktivitas

membuatnya

semakin

kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti. e) Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri

adalah

perasaan

negatif.

Jika

seseorang

menyimpan perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan; dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka.

2) Gejala Psikis Perhatikan baik-baik gejala psikis di bawah ini, apakah Anda atau rekan Anda ada yang mempunyai tandatanda seperti di bawah ini: a) Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri

sendiri.

Pasti

mereka

senang

sekali

membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negatif lainnya. b) Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya

sensitif

sekali,

sehingga

sering

peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan.

Akibatnya,

mereka

mudah

tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apaapa), mudah sedih, murung, dan lebih suka menyendiri.

c) Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, seorang manajer mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan. d) Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut. e) Perasaan

terbebani.

Banyak

orang

yang

menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat. 3) Gejala Sosial

Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya memengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnyajuga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Depresi pada Lanjut Usia Menurut Amir (2005) dalam (Marta, 2012) faktor risiko terjadinya depresi pada lansia terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor biologis (usia, jenis kelamin, riwayat keluarga), faktor fisik (riwayat penyakit yang pernah diderita) dan faktor psikologis (kepribadian lansia dan kognitif). Faktor eksternal yaitu sosial, meliputi status perkawinan,

pekerjaan, stresor sosial dan dukungan sosial. Dukungan sosial terdiri dari empat komponen, yaitu: jaringan sosial, interaksi sosial, dukungan sosial yang didapat, dukungan keluarga (dukungan instrumental). 1) Jenis Kelamin Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih sering mencari pengobatan sehiingga depresi lebih sering terdiagnosis. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stresor lingkungan dan ambangnya terhadap stresor lebih rendah bila dibandingkan dengan pria. Adanya depresi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita menambah tingginya prevalensi depresi pada wanita (Marta, 2012). 2) Usia Gejala depresi pada lansia prevalensinya tinggi dan semakin meningkat seiring bertambahnya umur lansia. Lansia yang berumur 75 tahun keatas cendrung mengalami depresi daripada lansia yang berumur kurang dari 75 tahun keatas.penelitian yang dilakukan oleh Suryo (2011) dengan judul “Gambaran depresi pada lansia di panti werdha dharma bakti Surakarta” didapatkan hasil gambaran tingkat depresi lansia perspekrif umur pada lansia di Panti Werda

Dharma Bhakti Surakarta menunjukkan bahwa semakin tua lansia maka tingkat depresi lansia cendrung meningkat (Marta, 2012). 3) Status perkawinan Gangguan depresi mayor lebih sering dialami individu yang bercerai atau berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi, yaitu depresi menempatkan seseorang pada risiko diceraian. Wanita lajang lebih jarang menderita depresi dibandingkan dengan wanita menikah. Sebaliknya, pria yang menikah lebih jarang menderita depresi bila dibandingkan dengan pria lajang. Depresi lebih sering pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat (Marta, 2012) 4) Riwayat keluarga Risiko depresi semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam keluarga (Marta, 2012). 5) Riwayat penyakit Penyakit kronik yang diderita lansia selama bertahun-tahu biasanya menjadikan lansia lebih mudah terkena depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Chang-

Quan, Bi-Rong, Zhen-Chan, Ji-Rongdan Qing-Xiu (2009) menyebutkan bahwa beberapa penyakit kronik yang menjadi faktor risiko meningkatnya depresi yaitu, stroke, hilangnya

fungsi

pendengaran,

hilangnya

fungsi

penglihatan, penyakit jantung, dan penyakit kronik paru. 6) Kepribadian Seseorang dengan kepribadian yang lebih tertutup, mudah cemas, hipersensitif, dan lebih bergantung pada orang lain rentan terhadap depresi (Marta, 2012). 7) Stresor sosial Stresor adalah suatu keadaan yang dirasakan sangat menekan sehingga seseorang tidak dapat beradaptasi dan bertahan. Stresor sosial merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Peristiwa-peristiwa kehidupan baik yang akut maupun kronik dapat menimbulkan depresi, misalnya percecokan yang hampir berlangsung setiap hari baik di tempat kerja atau di rumah tangga, kesulitan keuangan, dan ancaman yang menetap terhadap keamanan (tingal di daerah yang berbahaya atau konflik) dapat mencetus depresi (Marta, 2012). 8) Dukungan sosial Seseorang

yang

tidak

terintegrasi

ke

dalam

masyarakat cendrung menderita depresi. Dukungan sosial

terdiri dari empat komponen, yaitu: jaringan sosial, interaksi sosial, dukungan sosial yang didapat, dukungan instrumental.

Jaringan

sosial

dapat

dinilai

dengan

mengidentifikasi individu-individu yang dekat dengan lansia. Interaksi sosial dapat ditentukan dengan frekuensi interaksi antara subyek dengan anggota-anggota haringan kerja yang lain. Isolasi sosial menempatkan seorang pada resiko depresi. Selain frekuensi, kualitas interaksi jauh lebih penting dalam menentukan terjadinya depresi (Marta, 2012). 9) Dukungan Keluarga Keluarga

merupakan

support

system

(sistem

pendukung) yang berarti sehingga dapat memberi petunjuk tentang kesehatan mental klien, peristiwa dalam hidupnya dan sistem dukungan yang diterima. Sistem dukungan penting bagi kesehatan lansia terutama fisik dan emosi. Lansia yang sering dikunjungi, ditemani dan mendapatkan dukungan akan mempunai kesehatan mental yang baik (Marta, 2012). 10) Tidak bekerja Tidak mempunyai mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Suatu survey yang dilakukan terhadap wanita dan

pria dibawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar enam bulan melaporkan bahwa depresi tiga kali lebih sering terjadi pada pengangguran daripada yang bekerja (Marta, 2012).

d. Jenis-jenis depresi 1) Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi dibagi menjadi: hal 36 a) Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stresjul yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat.

Perubahan

gaya

hidup

biasanya

dibutuhkan untuk mengurangi depresijenis ini. b) Moderate depression Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.

c) Severe depression/major depression Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan

untuk

bekerja,

tidur,

makan,

dan

menikmati hal yang menyenangkan. dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Depresi ini dapat muncul sekali atau dua kali atau beberapa kali selama hidup. 2) Menurut penyebabnya Menurut Greg Wilkinson (1995) depresi dapat di golongkan sebagai depresi “reaktif” dan “endogenus”. Hal 39 a) Depresi reaktif Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stress

luar

seperti

seseorang

atau

kehilangan

pekerjaannya. b) Depresi endogenus Pada depresi endogenus, gejalanya terjadi tanpa di pengaruhi oleh faktor luar. c) Depresi primer dan sekunder Tujuan pergolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang di sebabkan penyakit fisik atau psikiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi sekunder)

dengan depresi yang tidak mempunyai penyebabpenyebab ini (depresi primer). Pergolongan ini lebih banyak

di

gunakan

untuk

penelitian

tujuan

keperawatan. 3) Menurut arah penyakit a) Depresi tersembunyi Diagnosa depresi tersembunyi (atau tipikal) kadangkadang dibuat bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat di terangkan seperti wanita lanjut usia yang suka menguntil. b) Berduka Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan

yang

hubungan

dengan

menimpa, orang

menderita yang

di

putusnya cintai

dan

menyesuaikan kembali. c) Depresi pasca melahirkan Banyak wanita yag kadang-kadang mengalami periode gangguan dalam 10 hari pertama setelah melahiran bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka sedih dan

suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu. d) Depresi lansia Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Saat ini gangguan depresi pada lansia kurang di pahami sehingga banyak kasus depresi pada lansia tidak dikenali (under diagnosed) dan tidak di obati (under treated). Gambaran depresi pada lansia umumnya tidak khas dan sering bertumpah tindih dengan penyakit lain. Gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai bagian dari proses menua. Kadang-kadang depresi pada lansia di tutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Terjadi depresi pada lansia selalu merupakan interaksi faktor biologik, psiologik dan sosial. Seseorang lanjut usia yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal adanya mood depresi yang terlihat adanya gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit atau nyeri. Menurut Brodaty gejala yang sering tampil adalah kecemasan, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri, insomnia, pikiran bunuh diri. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada lansia.

e. Faktor pencetus depresi Ada empat sumber utama stressor yang dapat mencetuskan depresi (Sundeen & Stuart, 1998). a) Kehilangan

keterikatan,

yang

nyata

atau

yang

dibayangan, termasuk kehilanga cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual atau simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting. b) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaorkan sebagai pendahuluan episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah. c) Peran

dan

mempengaruhi

ketegangan

peran

perkembangan

telah

depresi

dilaporkan ,

terutama

wanita. d) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan depresi.

f. Pengukuran depresi pada lansia

Skala Depresi Geriatrik Yesavage atau biasa disebut dengan Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan instrumen yang disusun secara khusus untuk memeriksa depresi. Instrumen yang disusun sevara khusus untuk memeriksa depresi. Instrumen terdiri atas 30 atau 15 pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak. GDS ini telah diuji kesahihan dan keandalannya. Beberapa nomor jawaban Ya dicetak tebal, dan beberapa nomor lain jawaban TIDAK dicetak tebal. Jawaban yang dicetak tebal mempunyai nilai 1 apabila dipilih. Instrumen GDS dengan 30 item pertanyaan ini dikatakan juga dengan GDS Long Version, sedangkan yang menggunakan 15 item pertanyaan biasa di sebut GDS Short Version (Sunaryo, 2016).

B. Penelitian yang Relevan Tabel 2.1 Penelian yang Relevan No 1

2

Judul Karya Ilmiah dan Penulis Judul : HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BUMI II LAMPUNG UTARA Penulis: Fepi Susilowati, Helmi Tahun: 2015 Sumber: Laporan Penelitian. Juni 2015 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, Volume 8, Nomor 2. Desember 2015 Judul : DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO Penulis: Kamilatun Nisa, Eka

Variabel 1. Dukungan keluarga 2. Depresi 3. Lansia

Jenis Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional

Hasil Hasil penelitian menyimpulkan diperoleh gambaran kejadian depresi dengan kategori ringan berjumlah 93,5% dan lategori berat terdapat 6,5%. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lansia (p=0,020).

1. Dukungan keluarga 2. Depresi 3. Lansia

Desain penelitian Ada hubungan dukungan keluarga yang digunakan dengan tingkat depresi pada lansia di adalah Cross Desa Gayaman Kecamatan Sectional Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.

3

4

Diah K, SKM.,M.Kes, Sunyoto S.Kep.Ns Tahun: 2015 Sumber: Laporan Penelitian. Juni 2015 Judul : HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG Penulis : Siti Yuliharni Tahun : 2017 Sumber : Menara Ilmu, Vol 12 No 4 , April 2018

Judul : HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI LANSIA USIA 60-70 TAHUN YANG MENGIKUTI KEGIATAN KARANG WREDA PERMADI

1. Depresi 2. Dukungan Keluarga 3. Lansia

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional study

1. Dukungan keluarga 2. Lansia 3. Tingkat depresi

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional

1. Hanpir sebagian besar ansia mengalami depresi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. 2. Sebagia besar lansia mendapatkan dukungan keluarga yang baik dari keluarganya di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. 1. Dukungan keluarga kepada lansia, sebagian besar di kategorikan baik. 2. Tingkat depresi Lansia, sebagian besar dikategorikan tidak depresi. 3. Ada hubungan anatara

5

DI KELURAHAN TLOGOMAS KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG Penulis : Kanisius Siku Saju, Farida Halis Dyah Kusuma, Lasri Tahun : 2018 Sumber : Nursing News, Vo; 3, No.1, 2018 Judul : HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA Penulis : Wintri Utari, Yulia Susanti, Livana PH Tahun : 2015 Sumber : Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal STIKES Kendal, Vol 5, No 1, April 2015, Hal 22-28

dukungan keluarga dengan tingkat depresi lansia usia 6070 tahun yang mengikuti kegiatan Karang Wreda Permadi di RW 06 Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 1. Dukungan keluarga 2. Depresi 3. Lansia

Desian penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan secara cross sectional

Karakterisktik lansia di Kelurahan Bandengan Kabupaten Kendal sebagian besar usia 60-74 tahun, berjenis kelamin laki-laki, masih mempunyai pasangan, tidak sekolah, tidak ekerja, tidak ada pebdapatan dan tipe keluarga besar. Dukungan keluarga kepada lansia di Kelurahan Bandengan Kabupaten Kendal sebagian besar optimal. Tingkat depresi pada Lansia di Kelurahan Bandengan Kabupaten Kendal ebagian besar dalam batas normal. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Bandengan Kabupaten Kendal dengan nilai p=0,028 (pvalue<0,05).

C. Kerangka Teori

LANSIA (Lanjut Usia)

Masalah kesehatan jiwa pada Lansia

Cemas

Insomnia

Paranoid

DEPRESI

Demensia

Faktor Eksternal: Faktor internal: 1. faktor biologis  usia  jenis kelamin  riwayat keluarga 2. faktor fisik  riwayat penyakit yang pernah diderita 3. faktor psikologis  kepribadian lansia  kognitif.

1. Sosial  status perkawinan  pekerjaan  stresor sosial  dukungan sosial. 2. Dukungan sosial  jaringan sosial  interaksi sosial  dukungan sosial yang didapat 

dukungan keluarga (Informasional, penilaian, instrumental, dan emosional)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia

Tabel 2.2 Kerangka Teori Sumber: Amir (2005) dalam (Marta, 2012) Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Vaeriabel yang tidak diteliti

Related Documents

Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44
Bab Ii
October 2019 82

More Documents from "Mohamad Shodikin"