Bab Ii Pembahasan Tugas Legis (1).docx

  • Uploaded by: Putri Farahmida
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Pembahasan Tugas Legis (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,822
  • Pages: 15
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Ucapan puji syukur senantiasa terucap kepada Tuhan YME dengan RahmatNya yang melimpah serta kesehatan dan kesempatan yang dihadiahkan di setiap saat sehingga makalah legislasi veteriner dapat terselesaikan. Serta salam dan shalawat kepada Rasululah Muhammad Saw. beserta keluarga dan sahabat yang telah mewariskan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Makalah Legislasi Veteriner ini diselesaikan sebagai syarat tugas yang diberikan dosen, sebagai bahan penilaian dan pembelajaran bagi dosen dan mahasiswa sendiri. Ucapan terima kasih dihaturkan kepada dosen pengajar serta teman-teman dan berbagai pihak yang turut membantu dalam penulisan tugas ini. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan maupun kekeliruan mengingat bahwa penulis juga masih dalam proses belajar mencapai tahap kebenaran yang hakiki. Oleh karena itu, diharapkan krtitik dan saran yang membangun dari pembaca sebagai bahan pembelajaran bagi penulis. Semoga makalah yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Terima kasih. Wassalamua’laikum Wr.Wb. Makassar, 28 Agustus 2017

Legislasi Veteriner

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. .i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1.

Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2.

Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II.PEMBAHASAN .......................................................................................... 3 A.

Pengertian Tentang Kesejahteraan Hewan ................................. 3

B.

Prinsip-Prinsip Atau Azas Kesejahteraan Hewan ...................... 3

C.

Petugas Pengawasan Kesejahteraan Hewan ............................... 6

D.

Tindak Pidana Dalam Pelanggaran Kebijakan Kesejahteraan Hewan ............................................................................................. 6

BAB III.PENUTUP .................................................................................................. 7 III1

KESIMPULAN .......................................................................... 7

III2

SARAN....................................................................................... 7

Legislasi Veteriner

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 9

ii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang beranekaragam dan memiliki kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa perlu adanya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hewan adalah salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Manusia membutuhkan hewan untuk dikonsumsi, namun juga untuk beberapa hewan, manusia membutuhkan hewan sebagai teman dalam menjalani kehidupannya. Negara-negara di dunia telah membicarakan mengenai kesejahteraan hewan sebagai bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Pemerintah diharapkan ikut turut campur tangan untuk membentuk suatu peraturan hukum yang menyangkut tentang kesejahteraan hewan. Indonesia sendiri telah mengakomodir pengaturan kesejahteraan hewan atau animal welfare dalam beberapa peraturan, salah satunya yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pengertian kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Fauzani, 2015). Animal welfare merupakan suatu usaha kepedulian yang dilakukan oleh

sebaiknya mampu bertanggung jawab terhadap seluruh hewan yang hidup dipelihara maupun hidup liar. Selayaknya manusia, hewan juga mempunyai perasaan kebosanan, kenyamanan, kesenangan, atau penderitaan (Eccleston,

Legislasi Veteriner

manusia untuk memberikan kenyamanan kehidupan terhadap hewan. Manusia

1

2009). Dalam konsep animal welfare terdapat lima aspek kebebasan hewan yang telah diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan yakni kebebasan dari kelaparan dan kehausan, kebebasan dari ketidaknyamanan, kebebasan

dari

kesakitan,

cedera,

dan

penyakit,

kebebasan

untuk

mengekspresikan tingkah laku secara alamiah, kebebasan dari ketakutan dan stres (Wenno dkk., 2015). Dalam kehidupan sehari-hari, peternak tidak terlalu memperhatikan tentang pentingnya kesejahteraan hewan atau cara memperlakukan hewan dengan selayaknya. Latar belakang kejadian ini masih terjadi di masyarakat karena kurangnya pengetahuan atau informasi tentang konsep animal welfare, masyarakat awam menganggap tidak penting atau terlalu berlebihannya memperlakukan hewan, bahkan kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa memperlakukan hewan selayaknya hanya membuang waktu dan tidak memiliki keuntungan. Padahal keuntungan dari animal welfare untuk peternak sangatlah besar artinya, hanya saja merka belum terjamah informasi tentang pentingnya penerapan kesejahteraan hewan untuk ternak mereka. Meskipun telah memiliki undang-undang tentang animal welfare namun penerapannya tidak sempurna atau menyeluruh. Informasi mengenai undangundang tersebut hanya segelintir orang yang mengetahuinya, maka dari itu kami akan membahas tentang legislasi veteriner tentang pentingnya kesejahteraan hewan diterapkan di peternakan. I.2 Tujuan 1.2.1

Mengetahui pengertian dan pentingnya animal welfare

1.2.2

Prinsip-prinsip atau azas kesejahteraan hewan

1.2.3

Kasus transportasi lumba-lumba melalui pesawat Sriwijaya Air

1.2.4

Hukum pidana dalam pelanggaran mengenai transportasi lumba-

Legislasi Veteriner

lumba

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tentang Kesejahteraan Hewan Kesejahteraan hewan melingkupi jaminan akan kebutuhan hewan. Kesejahteraan hewan berkaitan erat dengan kesehatan hewan, dan menjadi bidang baru yang menjadi prioritas rencana strategis Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/ OIE), “Food Safety and Animal Welfare “ (semula OIE hanya bergerak dalam bidang kesehatan hewan) (Budinuryanto, 2015). Namun keduanya mencakup hal yang berbeda. Ketentuan ini di atur dalam UU Nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan: Pasal 1: (Ayat 2): Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan pelindungan sumber daya Hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan serta penjaminan keamanan Produk Hewan, Kesejahteraan Hewan, dan peningkatan akses pasar untuk mendukung kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan asal Hewan. (Ayat 42): Kesejahteraan Hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental Hewan menurut ukuran perilaku alami Hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi Hewan dari perlakuan Setiap Orang yang tidak layak terhadap Hewan yang dimanfaatkan manusia.

B. Prinsip-Prinsip Atau Azas Kesejahteraan Hewan Prinsip kesejahteraan hewan yang menjadi landasan setiap peternakan dan usaha peternakan dalam memperlakukan hewan antara lain (Budinuryanto, 2015): a) Bebas dari rasa lapar, haus dan malnutrisi

harus memikirkan kesediaan pakan ataupun bahan pakan untuk memenuhi konsumsi hewan. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan dijelaskan mengenai pakan dan bahann pakan:

Legislasi Veteriner

Prinsip ini menjadi pedoman untuk pendirian usaha peternakan

3

Pasal 1: (Ayat 22): Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. (ayat 23): Bahan Pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, Peternakan, atau bahan lain serta yang layak dipergunakan sebagai Pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. b) Bebas dari ketidaknyamanan Salah satu hal dalam membebaskan hewan dari ketidaknyamanan adalah

proses

pengangkutan

hewan.

Dalam

menerapkan

prinsip

kesejahteraan hewan yang kedua ini, maka diatur ketentuan dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan: Pasal 36: (Ayat 1): Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran Hewan atau Ternak dan Produk Hewan di dalam negeri maupun ke luar negeri. c) Bebas dari rasa takut dan tertekan Bentuk rasa takut hewan dapat dinilai dari perlakuan yang dialami oleh hewan itu sendiri, sehingga untuk ,emguragi perlakuan yang tidak sewajarnya terhadap hewan, hal ini di atur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan: Pasal 66A: (Ayat 1): Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif. (Ayat 2): Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang. d) Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit Dalam menyelenggarakan pedoman kesejahteraan hewan untuk

UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan: Pasal 68:

Legislasi Veteriner

menghindari hewan dari rasa sakit, luka dan penyakit. Maka di atur dalam

4

(Ayat

1):

Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

sesuai

dengan

kewenangannya menyelenggarakan Kesehatan Hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik I ndonesia. (Ayat 2): Dalam menyelenggarakan Kesehatan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban meningkatkan penguatan tugas, fungsi, dan wewenang Otoritas Veteriner. Pasal 68: (Ayat 1): Otoritas Veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) mempunyai tugas menyiapkan rumusan dan melaksanakan kebijakan dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan. e) Bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normal Salah satu contoh yang berkaitan dengan perilaku normal hewan antara lain kawin dan mencari makan. Bentuk peran pemerintah dalam menjamin perilaku kawin hewan sebagai perilaku alami diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan berikut ini: Pasal 32: (Ayat

1):

Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

sesuai

dengan

kewenangannya berkewajiban mendorong agar sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budi daya Ternak sesuai dengan pedoman budi daya Ternak yang baik. (Ayat

2):

Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

sesuai

dengan

kewenangannya memfasilitasi dan membina pengembangan budi daya yang dilakukan oleh Peternak dan pihak tertentu yang mempunyai kepentingan khusus. (Ayat

3):

Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

sesuai

dengan

kewenangannya membina dan memberikan fasilitas untuk pertumbuhan

Penganiayaan terhadap hewan dibagi menjadi dua bentuk yaitu : Bentuk fisik ataupun psikis hewan.

Legislasi Veteriner

dan perkembangan koperasi dan badan usaha di bidang Peternakan.

5

Bentuk kekerasan terhadap hewan secara fisik antara lain (Soekanto, 1981): 1. Sengaja memukul atau menyakiti jasmani hewan tersebut. 2. Membiarkan hewan peliharaan kelaparan dan kehausan. 3. Tidak pernah merawat hewan tersebut sehingga timbul penyakit kulit, atau penyakit dalam. 4. Selalu mengikat hewan tersebut. 5. Membiarkan hewan di luar tanpa menyediakan tempat berteduh dari hujan dan panas. Bentuk kekerasan terhadap hewan secara psikis antara lain (Soekanto, 1981): 1) Tidak memberikan kasih sayang sehingga hewan menjadi agresif. 2) Sering mengabaikan kebutuhan dan kesehatan hewan. 3) Mengurung

dan

mengikat

hewan

tersebut

sehingga

tidak

bisa

bersosialisasi. C. Tindak Pidana Dalam Pelanggaran Kebijakan Kesejahteraan Hewan Dalam menjamin aturan mengenai kesejahteraan hewan terlaksanan secara utuh maka pemerintah membuat sanksi yang tegas untuk para pelanggar kebijakan. Ketentuan ini diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan: Pasal 91 B: (Ayat 1): Setiap Orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). (Ayat 2): Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana

berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 66A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat I (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan

Legislasi Veteriner

dimaksud dalam Pasal 66A ayat (l) dan tidak melaporkan kepada pihak yang

6

dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). D. Pengangkutan Lumba-Lumba yang tidak sesuai dengan Aturan Lumba-lumba yang diangkut pesawat awal bulan tahun ini menjadi viral dan diprotes. Cara mengangkut lumba-lumba itu dinilai tak sesuai dengan standar Cites. Cites alias Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Konvensi Perdagangan Internasional atas spesies terancam punah dari flora dan fauna liar) yang juga dikenal sebagai Konvensi Washington. Ini adalah perjanjian multilateral yang sudah diratifikasi 183 negara, termasuk Indonesia sejak tahun 1978. Di Indonesia, aturan ratifikasi ini dipastikan berlaku di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai management authority dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai scientific authority Cites mengatur tersendiri untuk mengangkut ikan dan mamalia laut seperti lumba-lumba, paus dan dugong. Dalam Guide for Transport untuk mamalia laut disebutkan hanya binatang sehat saja yang boleh diangkut. Disebutkan pula wadah atau kontainer mamalia laut itu haruslah yang tahan bocor dan terbuka di atasnya. Di bawah kontainer itu harus ada matras atau busa yang tidak mengganggu sirip mamalia laut itu. Air harus ditambahkan ke dalam kontainer sehingga 1,5 hingga dua pertiga tubuh mamalia laut itu terbenam dalam air. Agar bagian tubuh yang tidak tenggelam tetap lembab maka harus diolesi dengan zat lanoline yang memiliki fungsi sebagai pelembab. Pada bagian atas kontainer harus terbuka. Dalam aturan Cites juga disebutkan harus adanya ‘pawang’ khusus yang menemani perjalanan hewan. Jika hewan yang diangkut lebih dari satu maka dibutuhkan lebih dari satu pawang yang menemani perjalanan. Pemberian obat penenang atau sejenisnya pada hewan hanya boleh dilakukan

ruangan tetap stabil, pihak transportasi juga harus menjaga agar hewan terhindar dari segala macam gangguan.

Legislasi Veteriner

sesuai anjuran dan bukan sesuatu yang wajib. Selain harus menjaga suhu

7

Beberapa aktivis pecinta hewan mempermasalahkan cara Sriwijaya Air yang disebutnya mengangkut lumba-lumba dalam keadaan kering. Bukan dalam kondisi basah seperti yang diatur oleh Cites. Proses pengangkutan satwa laut yang hanya diselimuti dengan kain tebal dan basah serta dalam wadah yang

sempit

Aturan

Cites

disebut

akan

menyebutkan

membuat jika

proses

satwa

stres

pengangkutan

dan

tersiksa.

kering hanya

diperbolehkan untuk jarak pendek dan singkat. Itupun hanya untuk satwa berukuran kecil Pramudya Harzani dari JAAN mengungkapkan pengangkutan dengan pesawat sangat menyiksa lumba-lumba. Lumba-lumba diangkut secara kering, hanya beroleskan vaseline.Di ketinggian, lumba-lumba harus berhadapan dengan gravitasi. Selain itu perbedaan tekanan yang bisa merugikan serta kebisingan pesawat yang merusak sistem hewan akustik. Pramudya mengatakan, pengangkutan satwa lewat pesawat diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 7 dan 8 yang terbit tahun 1999. Pengangkutan bisa dilakukan untuk dikirim ke kebun binatang atau untuk tujuan penelitian dengan syarat seperti izin dari Departemen Kehutanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Presiden Republik Indonesia. BAB VI Pengiriman Atau Pengangkutan Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi Pasal 25 (1) Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa dari jenis yang dilindungi dari dan ke suatu tempat di wilayah Republik Indonesia atau dari dan keluar wilayah Republik Indonesia dilakukan atas dasar ijin Menteri. (2) Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus: a. dilengkapi dengan sertifikat kesehatan tumbuhan dan satwa dari instansi yang berwenang; b. dilakukan sesuai dengan persyaratan

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Legislasi Veteriner

teknis yang berlaku.

8

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Presiden Republik Indonesia. Bab X Pengiriman Atau Pengangkutan Tumbuhan Dan Satwa Liar: Pasal 42 (1) Pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan keluar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau pengangkutan. (2) Dokumen dinyatakan sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. standar teknis pengangkutan; b. izin pengiriman; c. izin penangkaran bagi satwa hasil penangkaran; d. sertifikasi kesehatan satwa dari pejabat yang berwenang. (3) Izin pengiriman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b wajib memuat keterangan tentang : a. jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa; b. pelabuhan pemberangkatan dan pelabuhan tujuan; c. identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa; d. peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa. Pasal 63 (1) Barangsiapa melakukan pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa dokumen pengiriman atau pengangkutan, atau menyimpang dari syarat-syarat atau tidak memenuhi kewajiban, atau memalsukan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dihukum karena turut serta melakukan penyelundupan dan atau pencurian dan atau percobaan melakukan perusakan lingkungan hidup. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum

denda administrasi

sebanyak-banyaknya

Rp. 250.000.000,00

(duaratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang

Legislasi Veteriner

bersangkutan

9

BAB III

III.1

KESIMPULAN 1. Kesejahteraan hewan melingkupi jaminan akan kebutuhan hewan. Kesejahteraan hewan berkaitan erat dengan kesehatan hewan 2. Prinsip dan azas animal welfare yaitu bebas dari rasa lapar haus dan malnutrisi diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang

Legislasi Veteriner

PENUTUP

1 0

peternakan dan kesehatan hewan pada ayat 22 dan ayat 23. Yang kedua yaitu Bebas dari ketidaknyamanan diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan pada pasal 36 ayat 1. Yang ketiga yaitu bebas dari rasa takut dan tertekan diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan pada pasal 36 ayat 1 dan ayat 2. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan pada pasal 32 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3. Dan asaz terakhir adalah Bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normal UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan pada pasal 32. 3. Petugas pengawas kesejahteraan hewan diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan pasal 68 ayat 1 4. Tindak pidana dalam pelanggaran kebijakan kesejahteraan hewan tercantum dalam UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesejahteraan hewan ayat 1-2.

III.2

SARAN Sebagai mahasiswa yang bergelut di bidang veteriner dan sangat

berperan penting dalam penegakan animal welfare perlu kesadaran untuk memperkenalkan serta menyebarkan pentingnya animal welfare dalam kehidupan dan kesejahteraan manusia kedepannya. Untuk melakukan perubahan yang besar diperlukan perubahan yang kecil terlebih dahulu, dan perubahan kecil tersebut berasal dari kita sendiri. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di awal bahwa kurangnya kesadaran masyarakat tentang animal welfare jadi diperlukanlah campur tangan mahasiswa dalam

Legislasi Veteriner

hal ini.

1 1

DAFTAR PUSTAKA Budinuryanto, Dwi Cipto. 2015. Hewan Qurban, Animal Welfare dan Daging Asuh. Laboratorium Produksi Ternak Potong, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran: Bandung. Fauzani, Sherina. 2015. Perlindungan Para Pihak dalam pelaksanaan Perjanjian Operasi Bedah Hewan di Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ) di DKI Jakarta.Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Wenno, Christine Regina Fenita , Ida Bagus Ngurah Swacita, dan I Ketut Suada. 2015. Penerapan Animal Welfare pada Proses Pemotongan Sapi Bali di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran, Denpasar Bali. Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 4, No.3. Widhi K, Nograhany. 2017. Ramai Soal Lumba-lumba, Ini Aturan Angkut Mamalia Laut di Pesawat. https://news.detik.com/berita/d-3399285/ramai-soal-lumbalumba-ini-aturan-angkut-mamalia-laut-di-pesawat Fauziah, Syifa. 2017.Pengangkutan lumba-lumba jadi viral, ini penjelasan Sriwijaya Air. https://www.brilio.net/serius/pengangkutan-lumba-lumba-jadi-viral-inipenjelasan-sriwijaya-air-170120k.html Pramesti, Olivia Lewi. 2012. Pengangkutan via Pesawat Terbang Menyiksa Lumba-lumba Lumba-lumba diangkut secara kering, hanya beroleskan vaseline

dan

ditaruh

bersama

barang

penumpang.

http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/pengangkutan-via-

Legislasi Veteriner

pesawat-terbang-menyiksa-lumba-lumba

1 2

1 3

Legislasi Veteriner

Related Documents


More Documents from "Rina Nur Shabrina"

Daftar Pustaka.docx
November 2019 15
Makalah.docx
November 2019 20
1.docx
November 2019 15
Jalur Obat.docx
April 2020 16