Bab Ii Tugas Zakat.docx

  • Uploaded by: Rina Nur Shabrina
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Tugas Zakat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,138
  • Pages: 11
BAB II Penelitian Terdahulu Tujuan utama UU Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 adalah mewujudkan kesejahteraan sosial melalui mobilisasi dana zakat. Undang-Undang Pengelolaan Zakat juga merupakan respons terhadap meningkatnya jumlah lembaga pengelola zakat di Indonesia. Undang-undang Pengelolaan Zakat ini diproyeksikan memiliki dampak yang jelas terhadap sistem pengelolaan zakat yang dilakukan dengan baik, profesional, dan bertanggung jawab di Indonesia. Namun, modernisasi manajemen zakat di bawah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 masih menyisakan beberapa perdebatan. Banyak amil zakat tradisional dapat dikenakan sanksi jika dimasukkan sebagai lembaga zakat “tidak resmi”. Sentralisasi pengelolaan zakat sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah juga bermasalah karena BAZ masih tidak dapat berkinerja baik dibandingkan dengan lembaga yang dikelola secara pribadi karena berbagai alasan. Akibatnya, itu belum menjadi pusat pengelolaan zakat di Indonesia. Makalah ini berpendapat bahwa manajemen zakat sebagaimana diatur dalam UU 23/2011 perlu ditinjau kembali untuk mempertahankan dan meningkatkan lembaga-lembaga manajemen zakat non pemerintah yang telah melayani umat Islam ketika pemerintah tidak ada. Pilihan masyarakat dalam menentukan lembaga zakat mana yang mereka percayai untuk mengelola dana zakat mereka sebagai ungkapan religiusitas mereka perlu dilestarikan. Sektor zakat swasta terbukti lebih aktif dan kreatif dalam memobilisasi dana zakat. Jawaban untuk masalah ini adalah membangun badan pengatur untuk pengelolaan zakat di Indonesia. Badan pengatur ini harus secara efektif mengatur BAZ dan LAZ. Dari perspektif pengembangan koleksi zakat, pembentukan Koleksi Zakat membuat peningkatan yang signifikan pada jumlah koleksi zakat. Lembaga ini telah disetujui untuk mendapatkan pengakuan kualitas internasional melalui ISO. Dalam hal efisiensi administrasi zakat, persentase administrasi zakat terhadap total pengumpulan cukup tinggi dibandingkan dengan persentase biaya administrasi terhadap total pengumpulan pajak yang dilakukan di negara-negara tertentu. Aspek penting dari manajemen yang baik menyiratkan pencapaian manfaat maksimum dengan biaya administrasi minimum. Untuk mengurangi biaya administrasi, beberapa alternatif yang mungkin dapat dipertimbangkan. Misalnya, alih-alih merekrut orang-orang berpendidikan tinggi dari luar, orang-orang yang memenuhi syarat yang tinggal di daerah tempat zakat dikumpulkan harus dipekerjakan. Ini membantu untuk menghindari biaya yang tidak perlu yang terlibat dalam mengatur transportasi dan fasilitas perumahan. Opsi kedua adalah mempekerjakan pekerja paruh waktu atau mendapatkan sukarelawan paruh waktu seperti yang dipraktikkan di Pakistan. Untuk mencapai dampak strategis zakat, sentralisasi pengelolaan zakat tampaknya menjadi satusatunya pilihan kebijakan. Dengan memusatkannya, koordinasi antara lembaga zakat nasional dan pembuat kebijakan fiskal dapat dilaksanakan dengan lebih mudah. Konsep zakat juga dapat dimasukkan ke dalam kebijakan fiskal yang dirumuskan oleh pemerintah. Akhirnya, dengan memiliki manajemen zakat yang baik dan efektif, diharapkan konversi penerima zakat menjadi pembayar zakat dapat terjadi untuk menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan segmen yang kurang beruntung dijamin.

Berdasarkan diskusi lanjutan, kami memiliki saran-saran berikut: Sebagai pungutan agama atas kekayaan, Zakat tidak harus dibatasi pada bentuk-bentuk kekayaan yang ada pada masa Nabi SAW, dan cakupannya tidak harus dibatasi. oleh konsep yang dipengaruhi oleh mode temporal produksi; Dengan penurunan substansial peran pertanian dalam ekonomi nasional, Zakat pada industri, bisnis, dan layanan harus mendapat perhatian yang cukup. lebih banyak penelitian harus dilakukan untuk menentukan sejauh mana 'Zakat' dari sektor-sektor ini; Kriteria 'Zakatabilitas' item kekayaan baru, yaitu, Nisab mereka, harus ditentukan dengan cara yang menjaga konsistensi dengan item-item yang disebutkan dalam ucapan. Ini mungkin cukup rendah untuk membuat 'Zakatable' tidak hanya orang kaya tetapi juga orang miskin. Selanjutnya, nisab barang baru termasuk uang yang tidak didasarkan pada emas atau perak harus ditentukan atas dasar pemahaman yang komprehensif tentang Nisab yang disebutkan dalam ucapan; Tarif Zakat untuk item baru kekayaan juga harus konsisten dengan tarif yang ditentukan dengan mempertimbangkan faktor transformabilitas kekayaan dan sifat multidimensi dari kegiatan ekonomi kontemporer; Pengecualian dari Zakat setiap kali disarankan untuk kegiatan ekonomi baru juga harus selaras dengan yang diterapkan pada aktivitas lama dan juga harus selaras dengan yang diterapkan pada aktivitas lama dengan cara yang tidak menciptakan diskriminasi yang tidak dapat dibenarkan. Di antara berbagai kategori orang 'Zakat'; Zakat dapat memberantas kemiskinan di dunia Muslim dalam periode waktu yang wajar, hanya jika bentuk-bentuk baru kekayaan dan sumber-sumber pendapatan baru, terutama di sektorsektor industri, perdagangan, keuangan dan jasa, dianggap 'Zakat', yaitu cukup besar hasil dikumpulkan dan didistribusikan; Negara harus mengambil langkah-langkah kuat untuk memastikan bahwa mencapai perbendaharaannya dan didistribusikan kepada orang miskin dan yang membutuhkan; Bentuk-bentuk distribusi yang inovatif dengan penekanan pada rehabilitasi permanen masyarakat miskin dan memberi mereka sumber pendapatan permanen harus diadopsi. Ini adalah persyaratan saat itu bahwa beberapa inovasi harus diperkenalkan dalam sistem zakat di negara seperti Pakistan., Yaitu, pengembangan usaha kecil-menengah perusahaan, program untuk pengurangan tingkat kemiskinan melalui generasi peluang kerja baru, paket rehabilitasi yang diusulkan dalam system harus ditingkatkan dan diimplementasikan dengan benar. Mekanisme ZIC yang diusulkan harus diimplementasikan secara serius seharusnya lebih efisien dari sudut pandang kedua, yaitu, syariah dan ekonomi. Dengan mengambil saran yang disebutkan di atas perkembangan sosial ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan.

BAB III KONSEP ZAKAT

A. Definisi Zakat Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari ilmu ruku Islam. Di samping ikrar tauhid (syahadat) dan shalat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keIslamannya.1 Zakat menurut bahasa adalah nama yang berarti : kesuburan, thoharah, kesucian, keberkahan, dan berarti juga tazkiyah, mensucikan.2 Dalam eksiklopedi Islam Indonesia zakat menurut bahasa berarti tumbuh berkembang, bersih atau baik dan terpuji. Menurut istilah fiqih zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat tertentu. Munawir Syadzali mengutip pendapat Achmad Tirtosudiro, bahwa zakat adalah pengambilan sebagian harta dari orang muslim untuk kesejahteraan orang muslim dan oleh orang muslim.3 Dalam UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama yang diberikan kepada yang berhak menerimanya.4 Allah berfirman yang artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan 5Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS, AtTaubah :103). B. Dasar Hukum Zakat Merupakan salah satu rukun Islam, zakat diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah, perwajiban terjadi setelah perwajiban puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Adapun dasar-dasar hukum zakat diantaranya adalah: a. Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 103 :

1

Yusuf Qardlawi, Fiqhuz-Zakat (Hukum Zakat) diterjemahkan oleh Salman Harun. Didin Hafidhuddin. Hasanuddin,, (Beirut, Libanon: Muassasat ar-Risalah, cet. 2, 1973),(jakarta: PT. Litera Antar Nusa),3 2 Teungku Muhammad Hasbi Ash SHiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet 3, 1999), 3. 3 Munawir Sadzali, dkk, Zakat dan Pajak, (Jakarta: Bina Rena Pariwara cet. 2, 1991), 160 4 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: CV. Bima Sejati, 2000), 81 5 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Gema Risalah, 162

َ ُ ‫صدَقَةً ت‬ َّ ‫سك ٌَن لَ ُه ْم َو‬ )١٠٣( ‫س ِمي ٌع َع ِلي ٌم‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ‫صالتَك‬ َ ‫ص ِِّل َعلَ ْي ِه ْم ِإ َّن‬ َ ‫ط ِ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ِّكي ِه ْم ِب َها َو‬ َ ‫ُخذْ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬ 103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. b. Hadits Sebagaimana sebuah hadits dari peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum Mulimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Rasulullah. “Apakah itu Islam?”Nabi menjawab:“Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis di atas, jelas bahwa mengeluarkan zakat itu hukumnya wajib sebagai salah satu rukun Islam. Bahkan dalam sejarah Islam, sahabat Abu Bakar pernah memerangi orang yang tidak menunaikan zakat. Beliau mengatakan dengan tegas bahwa “demi Allah akan kuperangi orang-orang yang membedakan antara shalat dengan zakat”.6 C. Tujuan Zakat Ada beberapa macam mengenai tujuan zakat, diantaranya yaitu: 1. Bertujuan untuk menutupi kebutuhan pihak-pihak yang memerlukannya, misalnya anak yatim yang tidak punya harta dan tidak ada seseorangpun yang menafkahinya, orang fakir yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya, orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan lain sebagainya. Karena itu zakat bisa menjadi aspek penting dalam kehidupan, terutama jika mengetahui cara pengelolaannya. 2. Dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Melihat kenyataan sekarang, masyarakat ummat Islam yang mayoritas di Indonesia ini, yang status sosialnya masih lemah dan ekonominya belum mapan. Untuk itulah salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menanggulangi masalah tersebut adalah melalui zakat. 3. Supaya harta itu tidak hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang artinya: ”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam 6

Ibid, 328

perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.7 D. Hikmah Zakat Di kehidupan masyarakat, kedudukan setiap orang itu tidak sama. Ada yang mendapat karunia Allah lebih banyak, ada yang sedikit dan bahkan ada yang untuk makan sehari haripun susah mendapatkannya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 71 yang artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki”.8 Di antara hikmah zakat antara lain yaitu: a. Untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyadari bahwa kebahagiaan di peroleh dengan jalan menafkahkan hartanya di jalan Allah. b. Mendidik dan menumbuhkan perasaan kasih sayang terhadap fakir miskin dan golongan yang lemah lainnya dengan jalan memberikan bantuan dan pertolongan yang mereka perlukan. c. Untuk membesihkan jiwa orang yang berzakat dari sifat sombong dan kikir, serta membersihkan hartanya dari bercampur baurnya dengan hak orang lain. d. Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dari para pendosa dan pencuri. E. Intitusi zakat 1. Zakat ketika zaman Nabi SAW Kewajiban zakat diterima oleh Nabi SAW dalam Hijra tahun ke-9. Mematuhi perintah Allah ini, Nabi mengirim amil atau penagih pajaknya ke seluruh bagian Arab untuk mengumpulkan zakat di properti, jelas dan tidak jelas. Animlas adalah salah satu yang tampak sementara emas dan perak adalah di antara properti yang tidak terlihat. Bersama dengan amils ini, ia mengirim amir yang mungkin berada di komando pasukan yang dimaksudkan untuk menegakkan pembayaran (Siddiqi, 1968, hal.192). Pada saat itu administrasi Islam adalah kontrol ganda, yaitu fungsi yang berdampingan dengan dua perwira, yang satu berkaitan dengan pengumpulan pendapatan dan lainnya berada di komando pasukan dan administrasi umum. Setelah zakat dikumpulkan, dana ini disalurkan di antara mereka yang membutuhkan bantuan. 2. Zakat di bawah Khalifat Abu Bakar Menghindari zakat, seperti yang kita lakukan hari ini, adalah kecenderungan yang muncul di antara kita pada tahap yang sangat awal. Tidak lama setelah Nabi

7 8

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Sygma Publishing, 542 Ibid, 269

meninggal, pengumpul zakat yang dia tunjuk diusir dari banyak suku Arab. Sukusuku ini rela tetap tinggal Muslim asalkan tidak ada zakat yang dikumpulkan dari mereka. Karena mereka rela sholat, tetap puasa dan melakukan haji. Hazrat Omar meminta Khalifa untuk tidak menghukum mereka karena tindakan murtad ini. Tetapi Abu Bakar bertekad untuk mengajar mereka pelajaran yang akan hidup dalam sejarah Islam. Dia percaya zakat adalah bagian integral dari Islam bersama dengan shalah, puasa dan haji. Dengan demikian Abu Bakar meyakinkan Omar tentang urgensi untuk mengambil tindakan terhadap mereka yang menolak untuk membayar zakat. Abu Bakar menyadari pentingnya zakat sebagai faktor sosial ekonomi dalam masyarakat yang sedang tumbuh. Meskipun situasi militer dan politik di Saudi sangat parah, ia menyatakan "Demi Allah, saya akan menyatakan perang terhadap mereka yang akan menolak membayar zakat atau menguranginya bahkan dengan menggunakan tali untuk mengikat kaki unta". Selanjutnya, ia memerintahkan Khalid bin Walid untuk mengumpulkan zakat dari suku-suku. 3. Zakat di bawah Bani Umayyah Omar bin Abdul al-Aziz mendirikan kembali lembaga zakat dalam bentuk aslinya. Dia menunjuk amil atau kolektor di berbagai belahan dunia Muslim, untuk mengumpulkan zakat atas kekayaan yang tampak (seperti hewan) dan kekayaan yang tidak tampak (emas, perak). Secara garis besar pemerintah provinsi di bawah Umayyah adalah bahwa di kepala provinsi berdiri amir, atau wali, yang ditunjuk oleh Khalifate dan didakwa dengan setiap tuduhan seorang raja (Siddiqi, 1968, p. 194). Tuduhannya adalah kepala petugas provinsi dan kadang-kadang dikombinasikan dengan biaya administrasi pendapatan. 4. Pemerintah Malaysia punya peran besar dalam pengaplikasian zakat dengan mengeluarkan berbagai kebijakan melalui Enakmen di 14 Negeri. Sejak era Melayu tradisional sampai tahun 90-an, kebijakan dan pengelolaan zakat menjadi kekuasaan Majelis Agama Islam masing-masing Negeri. Undang-undang zakat yang telah ada, belum secara utuh menerapkan zakat. Karena diperhatikan, Enakmen-enakmen tersebut belum mengatur semua sumber zakat yang telah disebutkan seperti zakat pertanian, zakat pendapatan, zakat perniagaan, dan zakat perusahaan. Tidak semua sumber zakat ini dikelola sepenuhnya oleh Negeri, seperti zakat perusahaan yang belum populer karena ini menjadi otoritas pemerintah pusat. Seiring dengan kemajuan ekonomi umat Islam, pemerintah melihat bahwa potensi zakat semakin meningkat. Oleh karena itu, pada tahun 90-an, pemerintah mulai menggalakkan sistem pengelolaan zakat secara profesional yaitu dengan sistem corporate. Pengeloalaan ini dimulai pertama kali oleh PPZ yang diresmikan Mahathir Mohamad pada tahun 1991. Zakat yang mempunyai nilai ekonomi, turut mendukung program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Meskipun potensi zakat semakin berkembang seiring

dengan kemajuan ekonomi orang Melayu khususnya dan Malaysia umumnya, zakat bukan satu-satunya upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Upaya lain untuk mengentaskan kemiskinan ini diprogram pemerintah secara khusus dengan adanya kementerian Perpaduan Negara dan Pembangunan Masyarakat (Jabatan Kebajikan Masyarakat) dan Kementerian Pembangunan Luar Bandar (KPLB) yang khusus membidanginya. 4.1. Malaysia 4.2. Sejarah Pengembangan Lembaga Zakat Konstitusi Malaysia telah mendaftarkan zakat di bawah otoritas negara. Meskipun Islam adalah agama untuk Federasi, itu tidak berarti bahwa Pemerintah Federal memiliki otoritas penuh dalam urusan agama. Penguasa Melayu atau Yang Dipertuan Agong telah membentuk hukum Administrasi Islamnya sendiri yang sejalan dengan ketentuan konstitusional untuk melaksanakan kewenangannya atas masalah agama. Biasanya ketentuan terkait dengan zakat adalah bagian dari hukum. Lembaga zakat di Malaysia telah berdiri selama 70 tahun terakhir. Pada saat itu Dewan Agama Islam telah berkonsentrasi pada zakat fitr dan zakat pada pertanian / zakat pada petani padi atau padi yang sebenarnya bagian termiskin di masyarakat. (Mohd Rais Haji Alias, 2004). Tidak ada zakat pada produk pertanian lainnya seperti karet, minyak sawit, dan kakao (Mohd Daud Abu Bakar, 1998). Dengan demikian pertimbangan serius tentang potensi zakat properti yang sebenarnya tidak diberikan penekanan yang tepat, seperti penerima gaji, manajer dan pendapatan pengusaha. Sebelum 1991, lembaga yang memiliki tanggung jawab dalam administrasi zakat adalah Dewan Agama Islam (Majelis Agama Islam) dari masing-masing 13 negara bagian di Malaysia dengan Wilayah Federal Kuala Lumpur dan Labuan memiliki dewan mereka sendiri memberikan total 14 Dewan Islam di Malaysia . Semua hal yang berkaitan dengan agama adalah tanggung jawab Dewan Islam. Kantor manajemen zakat di bawah Dewan Islam masing-masing negara biasanya dikenal dengan berbagai nama seperti Zakat dan Kantor Baitulmal, Komite Zakat, Unit Zakat atau departemen Zakat. Selain mengumpulkan zakat di mal / properti, amil individu ditunjuk untuk mengumpulkan zakat di bulan Ramadhan. Amil bisa menjadi imam masjid, pemerintah dan swasta staf kantor atau petugas lain yang dipilih untuk melaksanakan tugas tersebut. Ini adalah kerja sama yang sangat erat antara Dewan Islam negara dan pemerintah negara bagian masing-masing seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa administrasi dewan disediakan oleh Departemen Islam negara masing-masing. Departemen ini adalah bagian dari pemerintah (Mohd Dahan Abd Latif, 1998). Di tingkat federal, Departemen Perdana Menteri, khususnya JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) bertanggung jawab atas administrasi urusan Islam untuk seluruh negara serta mengoordinasikan berbagai negara. Ada banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh JAKIM secara langsung karena masing-masing pemerintah negara bagian juga mendanai program-program Islam, kegiatan dan proyek menggunakan dana negara masing-masing.

Selain itu, ada komite di tingkat internasional untuk menjalin kerja sama di antara negara-negara Asia Tenggara yang dikenal sebagai Dewan Agama untuk Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) dan Organisasi Negara-negara Islam (OKI) yang mewakili 57 negara Islam saat ini diketuai oleh Malaysia (Mohd Rais Haji Alias, 2004). 5. Pakistan Di Pakistan sistem zakat diperkenalkan melalui Peraturan Presiden pada bulan Juni 1980 yang mengatur penilaian, pengumpulan, pencairan, inspeksi, audit dan pengaturan evaluasi (Mannan, 1998). Hukum zakat berlaku untuk semua warga negara Muslim Pakistan, tetapi jika seseorang merasa bahwa pungutan zakat tidak sesuai dengan iman dan mazhab fikihnya, ia dapat meminta pembebasan dari pungutan tersebut dengan mengisi deklarasi sumpah, menurut resep yang ditentukan. prosedur (Islam dan Sarker, 1998). Sistem zakat dan ushr memiliki organisasi zakat lima tingkat. Tiga adalah Dewan Zakat Pusat (pembuatan kebijakan tertinggi), Dewan Zakat Provinsi (satu di setiap provinsi), Kabupaten Zakat (satu di setiap kabupaten), Tehsil Zakah (satu di setiap Tehsil, yaitu pembagian kabupaten) dan Komite Zakat Lokal (satu setiap desa di daerah pedesaan dan satu untuk setiap Mohallah, yaitu daerah perumahan kecil di daerah perkotaan (Shirazi, 2003). Dewan Zakat Pusat yang beranggotakan 18 orang dipimpin oleh hakim Pengadilan Tinggi Pakistan, 10 anggota tidak resmi termasuk tiga uleam dan dua wanita, dan tujuh anggota resmi termasuk Administrator Jenderal Zakat dari Empat Provinsi. Dewan Zakat Provinsi yang beranggotakan 10 orang di sebuah provinsi dipimpin oleh hakim Pengadilan Tinggi, lima anggota non-resmi lainnya, termasuk tiga ulama dan empat anggota resmi. Tujuh anggota Komite Zakat Distrik terdiri dari Ketua yang tidak resmi, 5 lainnya anggota tidak resmi dan Wakil Komisaris. Tujuh anggota Komite Tehsil terdiri dari seorang ketua, Asisten Komisaris Tehsil dan lima anggota tidak resmi. Tujuh anggota Komite Zakat Lokal terdiri dari seorang ketua dan 6 anggota yang semuanya tidak resmi. Saat ini ada sekitar 39.000 Komite Zakat Lokal yang bekerja di seluruh negeri dan lebih dari 250 ribu orang secara sukarela terlibat dalam kerja sistem tersebut (Shirazi, 2003). Lembaga keuangan yang terlibat dalam pengumpulan tidak mengenakan biaya apa pun. Penilaian ushr dan koleksinya gratis biaya. Pekerjaan sukarela ini membuat sistem administrasi zakat dan ushr (barang pertanian) unik. Pemerintah Pakistan juga telah mendirikan Yayasan Zakat Nasional, yang membiayai berbagai proyek untuk memberikan penghasilan reguler kepada orang-orang yang layak. Ini memiliki prosedur rinci untuk pengawasan, persetujuan, inspeksi dan pemantauan proyek (Mannan, 1998). Zakat dikurangi wajib setahun sekali pada tingkat 2,5 persen pada sebelas jenis aset; menyimpan rekening bank; perhatikan akun setoran; akun deposito tetap; sertifikat tabungan / deposito; Unit Perwalian Investasi Nasional; Investasi

Perusahaan Sertifikat Reksa Dana Pakistan; Surat Utang Negara; Efek; Anuitas; Kebijakan Asuransi Jiwa; Saldo Kredit Dana Provident. Selain itu ada adalah aset harus dibayar berdasarkan penilaian sendiri, yaitu emas, perak, dan produk manufaktur; kas; hadiah obligasi; akun mata uang asing; piutang pinjaman; stok dalam perdagangan; hasil pertanian; hewan diberi makan gratis di padang rumput. Di Pakistan, zakat didistribusikan di antara orang-orang yang layak melalui komite zakat setempat. Dewan Zakat Pusat mentransfer sejumlah zakat ke pemerintah provinsi untuk pencairan selanjutnya. Enam puluh persen dari jumlah total yang diterima dari CZC didistribusikan langsung di antara orang-orang yang membutuhkan sebagai tunjangan subsisten dan rehabilitasi, sementara 40 persen dari jumlah tersebut didistribusikan melalui Lembaga Pendidikan, Sekolah Agama Islam, Lembaga Kesehatan dan Lembaga Kesejahteraan Sosial. Rata-rata, sekitar 60 persen dari jumlah total yang dikumpulkan dipindahkan ke provinsi dan sekitar 40 persen dipertahankan oleh CZC. Beberapa dana zakat yang ditahan oleh CZC dipindahkan ke lembaga medis, pendidikan dan kesejahteraan nasional, baitul mal dan beberapa dibagikan dengan alasan darurat di antara orang-orang yang terkena dampak banjir dan bencana nasional lainnya. Shirazi (2003) mempelajari efek redistributif zakat di seluruh kelompok pendapatan di Pakistan. Dia mengklasifikasikan kelompok pendapatan menjadi tiga kelas. Kelompok pertama adalah rumah tangga sebagai penerima zakat (berpenghasilan rendah). Kelompok kedua adalah kedua penerima dan pembayar pada saat yang sama (kelompok tidak miskin tetapi menerima zakat karena penyalahgunaan transfer zakat). Kelompok ketiga adalah pembayar zakat (berpenghasilan tinggi). Hasil dari sistem zakat yang ada tidak menggembirakan. Pendapatan rata-rata tahunan per rumah tangga dalam kelompok pendapatan pertama meningkat di kisaran 0,20 hingga 1,20 persen. Hal ini disebabkan implementasi sebagian dari sistem zakat setengah hati dan sebagian. Sistem zakat tidak berbasis luas dan seluruh aset yang secara teknis tunduk pada zakat tidak termasuk. Banyak pengecualian telah diberikan dalam pengumpulan zakat, mis. WAPDA, Bearer Bond, Sertifikat Tabungan Khusus, Rekening Giro dan Rekening Mata Uang Asing. Pengikut Al-Fiqh al-Ja'fari (Syiah) dikecualikan. Beberapa Sunni kaya diketahui telah mendeklarasikan diri mereka sebagai Syiah untuk menghindari pembayaran zakat. Namun potensi pengumpulan dan distribusi zakat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan rumah tangga dalam kelompok pendapatan mulai dari 10,63 persen hingga 19,23 persen. Oleh karena itu, zakat memiliki peran potensial untuk dimainkan tetapi menuntut upaya serius dari pihak pemerintah. Penelitian ini menggunakan Kahf (1987 dan 1989) memperkirakan tentang potensi pengumpulan zakat untuk Pakistan untuk Akun Pendapatan Nasional. 6. Indonesia Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia memiliki pengalaman berbeda dalam menangani implementasi zakat. Sampai saat ini pengorganisasian zakat sedang dilakukan oleh dua jenis institusi. Yang pertama

adalah yang disponsori oleh masyarakat / komunitas, ini dikenal sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ). Yang kedua adalah yang disponsori oleh pemerintah yang dikenal sebagai Badan Amil Zakat (BAZ). Salim (2006) mencatat bahwa pada Juli 1967, Saefuddin Zuhri sebagai Menteri Agama, mempresentasikan rancangan UU Zakat kepada legislatif (DPRGR), tetapi tidak ada diskusi lebih lanjut dari legislatif. Pada bulan Juli 1968 Mohammad Dachlan, ketika Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri tentang dasar Badan Amil Zakat (Badan Zakat) yang diatur untuk komite zakat pemerintah untuk didirikan pada tingkat administrasi alaa lintas negara. Dekrit ini tidak bertahan lama, ketika Presiden Soeharto berpidato pada perayaan Isra Mi'raj pada 26 Oktober 1968 mengumumkan untuk mengambil alih administrasi zakat secara pribadi sebagai warga negara. Operasi agen zakat di bawah Presiden Soeharto dipertahankan hanya untuk beberapa tahun hingga berakhir pada tahun 1974 dengan mengumpulkan Rp 39,5 juta dan USD 2.473 untuk waktu dua tahun. Sejumlah administrasi provinsi didirikan agen zakat yang disponsori pemerintah disebut BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sedekah). Kemudian Badan Zakat Nasional didirikan pada tahun 1996 di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah Badan Zakat pada tahun 1996 adalah 277 di tingkat kabupaten, dan 3160 di tingkat kecamatan, dan 38177 di tingkat desa. (PIRAC, 2002). Sementara itu pada tahun 1997/1998 jumlahnya masing-masing adalah 287, 3550 dan 48041. Dalam hal volume dana zakat, pada tahun 1997/1998, zakat al maal dan zakat al fitr menyumbang Rp 187.014.659.053,00 (Kasubdit Zawaib Depag, 2002). Selain lembaga zakat yang disponsori pemerintah seperti BAZIS, juga muncul banyak lembaga zakat yang disponsori komunitas swasta yang dikenal sebagai LAZIS (Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah atau Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah). Diantaranya lembaga yang memiliki lisensi sebagai badan zakat nasional adalah Yayasan Dompet Dhuafa (DD), Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF), Yayasan Darut Tauhid (DT), Dompet Sosial Umul Quro ’(DSUQ) / Rumah Zakat Indonesia, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), dan Baitulmal Muamalat (BMM). PIRAC (2002) mencatat bahwa dana yang dikumpulkan oleh lembagalembaga ini adalah Rp 15 miliar oleh DD, Rp 3,5 miliar oleh YDSF, Rp 4,5 miliar oleh DT, Rp 2,5 miliar oleh DSUQ, Rp 3 miliar PKPU, dan Rp 4,2 miliar oleh BMM. Hafidhuddin (2009) menyebutkan bahwa pada tahun 2006 pengumpulan zakat di tingkat nasional berjumlah Rp300 miliar, dan meningkat menjadi Rp700 miliar pada 2007. Pada 2008, jumlahnya naik menjadi Rp 900 miliar. Ada peningkatan yang konsisten dari waktu ke waktu dalam pengumpulan, namun jumlahnya masih tidak setara dengan jumlah potensinya di Rp 19 triliun per tahun. Adapun pendekatan yang diterapkan di Indonesia, jelas bahwa kasus Indonesia dapat dikategorikan ke dalam jenis desentralisasi, karena ia memungkinkan berbagai lembaga zakat yang didirikan oleh swasta / masyarakat. Namun, ada juga lembaga zakat yang disponsori pemerintah (BAZ), yang ada berdampingan dengan zakat yang disponsori masyarakat institusi (LAZ). Data terbaru seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa LAZ (diwakili oleh Rumah Zakat Indonesia, Dompet

Dhu'afa dan Pos Keadilan Peduli Umat) bahkan berkinerja lebih baik daripada BAZ (diwakili oleh Badan Amil Zakat Nasional), terutama jika kolektibilitas dana digunakan sebagai indikator.

BAB IV 1. Kesimpulan Potensi dana zakat di Indonesia sangat besar sekali jika dikelola dengan manajemen yang baik, orang-orang yang amanah, pendistribusian yang benar, sehingga tercapai tujuan daripada zakat itu sendiri. Belum banyak kesadaran masyarakat dalam membayar zakat menjadi satu hal berkurangnya pendapatan zakat, kurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat juga memicu hal tersebut, apalagi kondisi pada saat ini banyak juga masyarakat yang membayar zakat kepada ustadznya atau kiai nya sendiri sehingga tidak dilaporkan kepada lembaga zakat. Menurut saya terkait masalah membayar zakat di Indonesia ini, mari tahap demi tahap melakukan pengumpulan zakat ketika zaman Abu Bakar, Abu Bakar meyakinkan Omar tentang urgensi untuk mengambil tindakan terhadap mereka yang menolak untuk membayar zakat. Abu Bakar menyadari pentingnya zakat sebagai faktor sosial ekonomi dalam masyarakat yang sedang tumbuh. Meskipun situasi militer dan politik di Saudi sangat parah, ia menyatakan "Demi Allah, saya akan menyatakan perang terhadap mereka yang akan menolak membayar zakat atau menguranginya bahkan dengan menggunakan tali untuk mengikat kaki unta". Selanjutnya, ia memerintahkan Khalid bin Walid untuk mengumpulkan zakat dari suku-suku. Pemerintah harus mendata siapa saja masyarakat Indonesia yang sudah wajib dalam membayar zakat, kemudian setelah itu lakukan pengumpulan zakat dengan cara mendatangi rumah yang berkewajiban dalam membayar zakat dengan cara door to door untuk memberikan pemahaman kepada yang bersangkutan dalam membayar zakat. Jika sudah diberikan pemahaman tentang itu, tetapi yang berkewajiban membayar zakat masih enggan untuk menunaikan kewajibannya dalam membyar zakat maka harus ada sanksi kepada yang bersangkutan.

Related Documents

Bab Ii Tugas Ipa.docx
November 2019 32
Bab Ii Tugas Zakat.docx
October 2019 23
Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47

More Documents from ""