BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab langsung kematian maternal dan perinatal di Indonesia, selain akibat perdarahan masif dan infeksi. Di Indonesia, menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, penyebab langsung Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 13% adalah preeklampsia. Sementara secara global, hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 5-8% wanita hamil, sekitar 10 juta wanita hamil mengalami preeklampsia setiap tahunnya di seluruh dunia, dan sekitar 76.000 diantaranya meninggal dunia. Dan, jumlah neonatus yang meninggal akibat preeklampsia diperkirakan 500.000 neonatus setiap tahunnya. Di negara berkembang, wanita hamil berisiko 7x lebih besar mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil di negara maju, dimana 10-25% nya akan menyebabkan kematian Ibu.1, 2, 3 Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan. Preeklampsia adalah keadaan dimana terjadinya hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Penyebab terjadinya pre-eklampsia hingga saat ini belum diketahui. Ada banyak spekulasi mengenai penyebab terjadi pre-eklampsia sehingga disebut penyakit teori. Banyak teori yang diungkapkan para ahli tetapi tiga hipotesis yang saat ini menempati penyelidikan utama, yaitu faktor imunologi, sindroma prostaglandin dan iskemia uteroplasenta.4, 5
1
Pre-eklampsia berat pada ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.5
2