No. ID dan Nama Peserta : dr. Annisa Yutami No. ID dan Nama Wahana : RSUD Muara Teweh Topik: Hernia Inguinalis Lateralis Irreponible Tanggal (kasus): Nama Pasien: Tn. K
No RM:122125
Alamat : Desa Lemo 2, Barito Utara Tanggal Presentasi:
Pembimbing : dr. Dippan Hutapea, Sp.B Pendamping: dr. Adhimas Brahmantyo
Tempat Presentasi: Obyektif Presentasi: Keterampilan
Keilmuan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik Neonatus
Masalah
Manajemen Bayi
Anak
Remaja
Istimewa Lansia
Dewasa
Bumil
Tujuan: Mengoptimalkan pengenalan gejala dan tanda, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan hernia inguinalis lateralis Bahan bahasan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
Presentasi dan
E-mail
Pos
Pustaka Cara membahas
Diskusi
diskusi
Data pasien
Nama: Tn. K
No RM: 122125
Nama Klinik:
Alamat : Desa Lemo 2,
Terdaftar sejak
Poliklinik Bedah RSUD
Barito Utara
03 Oktober 2018
Muara Teweh Data utama untuk bahan diskusi 1. Anamnesis Keluhan Utama : Benjolan pada lipat paha kanan hingga buah zakar kanan
dr. Annisa Yutami
Page 1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki, usia 64 tahun datang dengan
keluhan terdapat benjolan di lipat paha kiri dan buah zakar kiri. Keluhan pertama kali muncul 2 tahun yang lalu, berupa benjolan yang pertama kali muncul di lipat paha kiri. Awalnya benjolan muncul jika pasien melakukan aktifitas fisik dan hilang dengan sendirinya jika pasien beristirahat atau berbaring. Dalam 2 bulan terakhir pasien mengeluhkan benjolan muncul memanjang hingga ke buah zakar kanan dan tidak dapat hilang lagi, meskipun pasien dalam posisi berbaring. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada benjolan, dan siklus BAB pasien tidak ada gangguan. Pasien belum pernah memeriksakan benjolan tersebut ke dokter. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan tidak pernah sakit berat sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi (+). 3. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien. Riwayat tekanan darah tinggi (+), kencing manis (-), jantung dan ginjal tidak diketahui. 4. Kondisi lingkungan sosial dan fisik Pasien merupakan seorang pekerja swasta 5. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum: sedang Kesadaran
: compos mentis, GCS E4 V5 M6
Tekanan darah : 165/95 mmHg Suhu badan
dr. Annisa Yutami
: 36ºC
Page 2
Pernapasan
: 16x/menit, SpO2: 98% tanpa O2
Nadi
: 76 x/menit, teratur, kuat angkat
Status General Kepala : Mesosefali Mata
: Konjungtiva anemis (-), Ikterus (-), Refleks pupil (+), Edema palpebra
(-) THT Telinga
: Bentuk normal, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada.
Hidung
: Bentuk normal, Sekret tidak ada
Tenggorokan
: Faring hiperemis (-)
Leher Kelenjar getah bening : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar Thorax: Simetris, retraksi (-) Jantung Inspeksi
: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis tidak teraba
Auskultasi
: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru-paru Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis, Retraksi (-)
Palpasi
: Fremitus vocal simetris
Perkusi
: Sonor +/+ +/+ +/+
dr. Annisa Yutami
Page 3
Auskultasi
: Vesikuler +/+ Ronkhi -/-, Wheezing -/+/ +
-/-
-/-
+/+
-/-
-/-
Abdomen Inspeksi
: Datar, Distensi (-),
Auskultasi
: Bising usus (+) Normal
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Status Lokalis a/r Inguinalis Sinistra: Inspeksi : Terlihat benjolan di inguinal kiri sampai ke skrotum, warna kulit sama dengan daerah sekitarnya. Palpasi: Teraba benjolan, bentuk lonjong, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat
+
+
+
+
Edema
-
-
-
-
6. Assesment : -
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Irreponible
-
Hipertensi Grade II
7. Tatalaksana 1. Pro herniorafi dengan pemasangan mesh (hernioplasti) 2. IVFD RL 30 tpm makro 3. Inj. Ceftriaxon 1 gr pre operasi 4. Puasa 8 jam pre operasi
dr. Annisa Yutami
Page 4
8. Follow-up Hari/ S Tgl 03/10/ Benjolan 2018
lipat
O GCS :
paha E4V5M6
kanan
A
P
HIL sinistra
Dx: Cek DR, CT/BT, GDS
irreponible
Tx: Pro herniorafi,
dan TD: 165/95
skrotum
IVFD RL 30 tpm
mmHg
Inj. Ceftriakson 1 gr
kanan, tidak RR: 16x/min nyeri.
N: 76x/min (+) S : 36,6oC
BAB normal
Sat: 100%
04/10/ Benjolan 2018
lipat
preoperasi.
GCS :
paha E4V5M6
kanan
HIL sinistra
Pro herniorafi hari ini
irreponible
IVFD RL 30 tpm
dan TD: 160/90
skrotum
mmHg
kanan, tidak RR: 16x/min nyeri.
N: 68x/min (+) S : 36,0oC
BAB normal 05/10/ Nyeri 2018
luka GCS :
Post
Puasa, boleh minum
post operasi E4V5M6
Herniorafi
IVFD RL 20 tpm
(+) BAB (-) TD: 160/98
a/I HIL
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
flatus (+)
mmHg
sinistra
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
RR: 16x/min
irreponibel
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
N: 89x/min S : 36,1oC
HT Stage II PO. Amlodipin 10 mg (0-01)
Abdomen: Kembung, BU 1x/menit, nyeri tekan () perkusi hipertimpani
dr. Annisa Yutami
Page 5
06/10/ Nyeri 2018
luka GCS :
Post
Boleh makan, diet lunak
post operasi E4V5M6
Herniorafi
IVFD RL 20 tpm
berkurang
TD: 143/88
a/I HIL
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
mmHg
sinistra
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
RR: 16x/min
irreponibel
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
N: 74x/min
HT Stage II PO. Amlodipin 10 mg (0-0-
S : 36,2oC
1)
Abdomen: Kembung berkurang, BU (+) normal, nyeri tekan (-) 07/10/ Nyeri 2018
luka GCS :
Post
Boleh makan, diet lunak
post operasi E4V5M6
Herniorafi
IVFD RL 20 tpm
berkurang
TD: 131/85
a/I HIL
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
mmHg
sinistra
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
RR: 18x/min
irreponibel
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
N: 73x/min
HT Stage II PO. Amlodipin 10 mg (0-0-
S : 36,3oC
1)
Abdomen: Supel, BU (+) normal, nyeri tekan () 08/10/ Nyeri 2018
luka GCS :
Post
PO. Cefadroxil 2x500 mg
post operasi E4V5M6
Herniorafi
PO. Paracetamol 3x500 mg
berkurang
TD: 135/85
a/I HIL
PO. Amlodipin 10 mg (0-0-
mmHg
sinistra
1)
RR: 16x/min
irreponibel
Pasien boleh pulang dan
N: 72x/min
HT Stage II kontrol ke poliklinik bedah.
S : 36,2oC Abdomen: dr. Annisa Yutami
Page 6
supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-) Pemeriksaan Penunjang 1. Hasil Laboratorium Darah 03 Maret 2018 Pemeriksaan HEMATOLOGI Hemoglobin Lekosit Hematokrit Trombosit RDW-CV HITUNG JENIS Eosinofil Basofil Stab Segmen Limfosit Monosit GULA DARAH Glukosa Darah Sewaktu
dr. Annisa Yutami
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
12,1 5.0 36.1 164.000 14.4
12.00 – 15.60 4.5 – 11.0 37.00 – 47.00 150 – 356 12.1 – 14.0
g/dL rb/μL Vol% ribu/μL %
0 0 0 53 34 13
0-5 0-1 0-5 50-70 20-40 1-6
% % % ribu/ul ribu/ul ribu/ul
97
<200
mg/dl
Page 7
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio kasus
Resume Kasus Subyektif Pasien laki-laki, usia 64 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kiri dan buah zakar kiri. Keluhan pertama kali muncul 2 tahun yang lalu, berupa benjolan yang pertama kali muncul di lipat paha kiri. Awalnya benjolan muncul jika pasien melakukan aktifitas fisik dan hilang dengan sendirinya jika pasien beristirahat atau berbaring. Dalam 1 bulan terakhir pasien mengeluhkan benjolan muncul memanjang hingga ke buah zakar kiri dan tidak dapat hilang lagi. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada benjolan, dan siklus BAB pasien tidak ada gangguan. Obyektif Pemeriksaan fisik TD : 165/95 mmHg, Suhu: 36ºC, Pernapasan: 16x/m ,Nadi : 76x/m. Inspeksi : Terlihat benjolan di inguinal kiri sampai ke skrotum, warna kulit sama dengan daerah sekitarnya. Palpasi: Teraba benjolan, bentuk lonjong, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-) Assesment Pasien ini didiagnosa hernia inguinalis lateralis sinistra irreponible dengan hipertensi stage II Terapi -
Herniorafi dengan pemasangan mesh
Hernia Inguinalis 1.
Definisi dan Etiologi
dr. Annisa Yutami
Page 8
Hernia adalah penonjolan abnormal suatu organ atau jaringan melalui dinding yang membatasinya. Istilah hernia dapat diterapkan pada berbagai keadaan, misalnya penonjolan otot melalui fasia yang melapisinya, herniasi otak melalui fraktur tulang tengkorak atau melalui foramen magnum ke kanalis spinalis, sebagaimana dapat diterapkan pada penonjolan organ intraabdomen melalui defek pada dinding abdomen, pelvis atau diafragma. Meskipun demikian, hernia paling sering terjadi pada dinding abdomen, terutama hernia inguinalis.1,2 Penyebab suatu organ mengalami herniasi melalui dinding yang menahannya, dapat berupa terdapat suatu locus minoris pada dinding tersebut. Locus minoris tersebut dapat saja bersifat normal, yang ditemukan pada semua orang, dan berkaitan dengan konfigurasi anatomi normal seperti tempat dimana pembuluh darah masuk dan keluar dari rongga abdomen. Atau dapat juga locus minoris akibat kelainan kongenital, atau didapat sebagai akibat trauma atau penyakit.1 Faktor risiko yang berkaitan dengan terbentuknya hernia inguinalis meliputi: faktor keturunan, jenis kelamin (lebih sering terjadi pada laki-laki), usia (usia puncak hernia inguinalis indirek usia 5 tahun, sementara hernia direk usia puncaknya 70-80 tahun), metabolism kolagen (menurunnya rasio kolagen tipe I/III), riwayat prostatektomi, obesitas, peningkatan kadar matrix metalloproteinase, kelainan jaringan ikat (seperti Ehler Danlos sindrom), ras, konstipasi kronik, penggunaan tembakau, dan faktor sosial pekerjaan.3 Jenis kelamin laki-laki dan peningkatan usia yang menjadi faktor risiko utama terjadinya hernia inguinalis, faktor risiko lainnya adalah riwayat hernia inguinalis pada keluarga. Kondisi lainnya yang dilaporkan berkaitan dengan meningkatnya risiko hernia inguinalis pada laki-laki dan perempuan adalah merokok yang mana akan menyebabkan
dr. Annisa Yutami
Page 9
kerusakan metabolism jaringan ikat, dan penyakit paru obstruktif kronik. Tingginya tekanan intraabdomen, penyakit kolagen pembuluh darah, aneurisma aorta abdominalis dan torakalis, prosesus vaginalis persisten, riwayat appendiktomi terbuka, dan dialysis peritoneal juga merupaka faktor risiko terjadinya hernia inguinalis.4 Pasien dengan kelainan matrix metalloproteinase (MMP), seperti sindrom Ehler Danlos, sindrom Marfan, sindrom Hurler, dan sindrom Hunter juga meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis direk. MMP adalah bagian dari enzim protease yang mendegradasi komponen protein matrix ekstraseluler. Peningkatan aktivitas proteolitik tersebut dapat menimbulkan kelemahan struktur jaringan dan kelainan homeostasis jaringan ikat.4 2. Epidemiologi Hernia inguinalis angka kejadiannya meliputi 75% dari semua kejadian hernia abdominalis. Risiko hernia inguinalis pada laki-laki adalah 27% dan pada perempuan adalah 3%. Laki-laki 25 kali lebih sering mengalami hernia inguinalis dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-laki, hernia inguinalis lateralis (indirek) kejadiannya lebih tinggi dibandingkan dengan hernia inguinalis medialis (direk) dengan perbandingan 2:1. Meskipun hernia femoralis lebih sering terjadi pada wanita, namun hernia inguinalis masih merupakan hernia yang paling sering terjadi perempuan.2,5 3. Manifestasi Klinis Gejala hernia inguinalis dapat muncul perlahan seiring dengan waktu atau dapat muncul tiba-tiba, misalnya jika terjadi inkarserasi. Hernia inguinalis dapat bersifat asimptomatik dan dapat ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan fisik rutin. Pasien hernia inguinalis yang simptomatik sering datang dengan keluhan nyeri pada daerah inguinal, yang mana nyerinya dapat berupa nyeri hebat. Peregangan atau
dr. Annisa Yutami
Page 10
kerobekan jaringan disekitar kantong hernia dapat menimbulkan sensasi seperti rasa terbakar atau rasa pegal di daerah inguinal. Gejala klinis ini biasanya bersifat lokal, hanya dirasakan pada daerah hernia. Nyeri dapat bertambah berat dengan maneuver Valsalva. Pasien dapat juga mengeluhkan sensasi terasa berat pada daerah inguinal, terutama pada saat setelah selesai beraktivitas. Aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intarabdomen, misalnya batuk, mengangkat beban, atau mengedan, dapat menimbulkan isi rongga abdomen semakin terdorong ke dalam kantong hernia. Sehingga, benjolan hernia secara perlahan ukurannya dapat semakin membesar. Jika pasien mengaku bahwa benjolan tersebut menghilang ketika pasien dalam posisi berbaring telentang, maka kecurigaan hernia inguinalis semakin kuat.6 4. Diagnosis Benjolan pada daerah inguinal merupakan penemuan diagnostik utama pada kebanyakan hernia inguinalis. Kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri atau rasa tidak nyaman pada daerah inguinal, namun pada sepertiga pasien tidak memiliki keluhan apapun. Hernia inguinalis biasanya tidak menimbulkan nyeri yang hebat, kecuali terjadi inkarserasi atau strangulasi. Tanpa adanya temuan fisik berupa benjolan, penyebab lainnya nyeri pada daerah inguinal perlu dipertimbangkan. Selain itu, pasien juga dapat mengalami paraaestesia akibat kompresi atau iritasi nervus inguinalis oleh hernia. Massa selain hernia dapat terjadi di daerah inguinal. Pemeriksaan fisik saja sering dapat membedakan antara hernia inguinalis dan massa-massa lainnya. Meskipun terdapat keterbatasan data, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan fisik dalam mendiagnosis hernia inguinalis adalah 75% dan 96%.1,6 Hernia inguinalis diperiksa dengan pasien dalam posisi berbaring dan berdiri. Pemeriksa menginspeksi dan mempalpasi daerah inguinal, mencari asimetrisitas,
dr. Annisa Yutami
Page 11
benjolan, atau massa. Meminta pasien untuk batuk atau melakukan Valsalva Manuver dapat membantu identifikasi hernia.1 Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk membedakan jenis hernia inguinalis adalah dengan melakukan finger test, Zieman test, dan Thumb test. 7 -
Pemeriksaan finger test dilakukan dengan menggunakan jari ke-2 atau jari ke-5 yang dimasukkan lewat skrotum melalui cincing inguinalis eksternal ke kanalis inguinalis, kemudian pasien diminta untuk batuk. Bila impuls terasa di ujung jari, maka hernia inguinalis lateralis, sementara bila terasa disamping jari, berarti hernia inguinalis medialis.
-
Pemeriksaan Ziemen test dilakukan dengan penderita dalam posisi berbaring, bila terdapat benjolan, maka dimasukkan terlebih dahulu, jika hernia terdapat dibagian kanan, maka diperiksa dengan tangan kanan pula, begitu juga sebaliknya. Posisikan ujung jari tengah disekitar cincin inguinalis eksternal, ujung jai telunjuk disekitar cincin inguinalis internal, dan ujung jari manis disekitar kanalis femoralis, kemudian pasien diminta untuk batuk atau mengedan, dan rasakan rangsangan terasa di ujung
dr. Annisa Yutami
Page 12
jari yang mana. Jika terasa pada ujung jari telunjuk, maka hernia inguinalis lateralis, jika pada ujung jari tengah, maka hernia medialis, dan jika pada ujung jari manis, maka kemungkinan hernia femoralis.
-
Pemeriksaan Thumb test, sekitar cincin inguinalis internal ditekan dengan ibu jari dan pasien diminta untuk batuk atau mengedan, jika keluar benjolan berarti kemungkinan hernia inguinalis medialis, sementara jika tidak keluar benjolan, maka hernia inguinalis lateralis.
dr. Annisa Yutami
Page 13
5. Pemeriksaan Penunjang Meskipun pemeriksaan radiologi jarang diperlukan untuk mendiagnosis hernia, namun pada bebeapa situasi dapat bermanfaat. Pemeriksaan ultrasonografi dapat bermanfaat untuk mendiagnosis hernia inguinalis pada pasien yang melaporkan keluhan namun tidak teraba benjolan. Selain itu, USG juga dapat membantu membedakan hernia inkarserata dengan nodus limfatikus yang patologis atau massa lainnya. MRI memiliki sensitivitas tertinggi dalam mendeteksi hernia yang tersembunyi pada pasien yang secara klinis dicurigai memiliki hernia inginalis.4 6. Klasifikasi Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk hernia inguinalis. Salah satu jenis klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Nyhus. Meskipun tujuan dari klasifikasi ini adalah untuk menyamakan persepsi dan memudahkan dalam komunikasi antarklinisi dalam pemilihan tatalaksana, klasifikasi ini masih kurang dan masih diperdebatkan.2 Klasifikasi Nyhus Tipe 1 Hernia inguinalis indirek: cincin ingunalis internal normal (misalnya pada hernia pediatric) Tipe 2 Hernia inguinalis indirek: cincin inguinalis internal mengalami diltasi tetapi dinding posterior inguinalis intak; pembuluh darah epigastrika inferior tidak bergeser. Tipe 3 Defek dinding posterior A. Hernia inguinalis direk B. Hernia inguinalis indirek: cincin inguinalis internal mengalami dilatasi, melewati atau menembus fascia transversalis trigonum Hasselbach di medial. C. Hernia femoralis Tipe 4 dr. Annisa Yutami
Page 14
Hernia berulang A. Direk B. Indirek C. Femoralis D. Kombinasi
Hernia inguinalis secara umum diklasifikasikan menjadi hernia indirek, direk, dan femoralis berdasarkan lokasi herniasi terhadap struktur disekitarnya. Hernia inguinalis indirek menonjol ke lateral dari arteri epigastrika inferior, melalui cincin inguinal internal menuju ke cincin inguinal eksternal dan bahkan bisa sampai ke skrotum. Sementara, hernia inguinalis direk (medial) menonjol ke arah medial dari arteri epigastrika inferior dan cincin ingunalis internal, melalui trigonum Hesselbach. Batas-batas trigonum Hasselbach adalah ligamentum ingunalis di bagian inferior, tepi lateral otot rektus di medial, dan pembuluh darah epigastrika inferior di superolateral. Hernia femoralis menonjol melalui cincin femoralis yang kecil dan tidak fleksibel. Batas-batas cincin femoralis meliputi traktus iliopubic dan ligament inguinal di anterior, ligament Cooper di posterior, ligament lacunar di medial, dan vena femoralis di lateral.2
dr. Annisa Yutami
Page 15
Gambar 1.1 Anatomi struktur preperitoneal penting rongga inguinalis dextra2
Gambar 1.2 Anatomi regio inguinalis1
dr. Annisa Yutami
Page 16
7. Penatalaksanaan Kebanyakan dokter bedah merekomendasikan tatalaksana operatif pada pasien hernia inguinalis yang simptomatik karena dalam perjalanan penyakitnya, hernia inguinalis semakin membesar secara progresif, dan terdapat kemungkinan untuk terjadi inkarserasi dan strangulasi. Namun, pada pasien dengan gejala yang minimal, klinisi sering mempertimbangkan risiko komplikasi hernia seperti inkarserasi dan strangulasi, dengan komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Beberapa penelitian membuktikan bahwa strategi watchful waiting cukup aman untuk pasien usia tua dengan hernia inguinalis asimptomatik atau gejala minimal dan meskipun kelompok pasien tersebut menjalani tatalaksana operatif di kemudian hari, risiko operatif dan tingkat kejadian komplikasi tidak berbeda dengan pasien yang menjalani tatalaksana operatif lebih awal.2,8 Pasien yang memilih tatalaksana nonoperatif dapat mengalami perbaikan gejala dengan penggunaan truss. Pendekatan ini umumnya digunakan di Eropa. Pengukuran truss yang benar sangat penting, dapat mengatasi 30% gejala pada pasien. Komplikasi terkai penggunaan truss meliputi atrofi testis, neuritis ilioinguinal atau femoralis, dan inkarserasi hernia.2 Umumnya tatalaksana hernia nonoperatif tidak digunakan pada hernia femoralis karena tingginya insidens terkait komplikasi, umumnya strangulasi.2 Prosedur reapir hernia meliputi tiga tipe, yaitu herniotomi, herniorafi, dan hernioplasti. Herniotomi adalah prosedur pemotongan kantong hernia, herniorafi adalah prosedur herniotomi yang diikuti dengan repair dinding posterior kanalis inguinalis. Sementara hernioplasti merupakan herniotomi yang disertai dengan penguatan dinding posterior kanalis inguinalis dengan menggunakan jaring (mesh) sintetik.9 Prosedur repair hernia inguinalis dapat dibedakan menjadi anterior repair (open repair) dan laparoscopic repair. Open repair dibagi lagi menjadi teknik yang dr. Annisa Yutami
Page 17
menggunakan prosthesis untuk menghasilkan tension free repair (tension free anterior inguinal hernia repair / prosthetic repair) dan ada juga teknik yang merekonstruksi dinding kanalis ingunalis dengan menggunakan jaringan asli (tissue repairs). Tissue repair diindikasikan ketika penggunaan material prosthesis dikontraindikasikan (misalnya keadaan kontaminasi atau strangulasi).2,5 Tissue repair dapat menjadi alternatif ketika prosthesis tidak dapat digunakan. Indikasi untuk prosedur tissue repairs meliputi kontaminasi lapangan operasi, operasi darurat, dan ketika viabilitas isi hernia tidak jelas. Terutama pada kasus yang memerlukan reseksi usus, seperti pada hernia strangulasi. Pilihan teknik tissue repair yang dapat digunakan adalah repair traktus iliopubik, teknik Shouldice, teknik Bassini, dan teknik Mc.Vay.2,5 Prostetic repair merupakan metode yang paling umum digunakan untuk repair hernia. Mengingat betapa pentingnya peranan tekanan yang terbentuk dengan metode tissue repair dalam menimbulkan rekurensi, praktisi saat ini lebih memilih menggunakan jaring prostetis untuk menutup defek, konsep ini dipopulerkan oleh Lichtenstein. Terdapat beberapa pilihan peletakan jaring prostetik selama proses herniorafi, yang meliputi metode Lichtenstein, teknik plug and patch, teknik sandwich, dengan peletakan mesh masing-masing dianterior dan prepritoneal.2,5 Metode repair hernia dengan metode laparoskopik dilakukan dengan menguatkan dinding kanalis inguinalis melalui pendekatan posterior. Metode laparoskopik meliputi transabdominal preperitoneal (TAPP), totally extraperitoneal (TEP), dan metide yang paling jarang digunakan yaitu intraperitoneal onlay mesh (IPOM).2,5 Meskipun repair dengan metode laparoskopi merupakan metode yang aman, metode ini memerlukan anestesi umum. Sehingga, pada pasien-pasien yang dikontraindikasi
dr. Annisa Yutami
Page 18
untuk mendapatkan anestesi umum, tidak dapat dilakukan metode repair laparoskopi ini. 2,5
Indikasi repair dengan metode laparoskopi ini sama dengan indikasi pada open repair. Kebanyakan dokter bedah menyetujui bahwa metode laparoskopik lebih superior pada pasien-pasien dengan hernia inguinalis bilateral; atau hernia inguinalis berulang.2,5 Prostetic repair merupakan pilihan pertama dalam tatalaksana operatif hernia inguinalis, baik dengan open repair atau dengan metode laparoskopik. Metode yang terbukti terbaik selama ini adalah metode Lichtenstein dan metode laparoskopik. Sedangkan metode-metode lainnya masih memerlukan evaluasi lebih lanjut. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, metode laparoskopik memiliki waktu penyembuhan yang lebih cepat, risiko nyeri kronik yang lebih kecil, dan lebih hemat biaya. 8 Sementara pada pasien yang kontraindikasi dilakukan mesh/prosthetic repair, teknik open repair yang direkomendasikan adalah teknik Shouldice. Dalam sebuah penelitian Cochrane yang membandingkan teknik Shouldice dengan teknik open repair lainnya, kelompok dengan teknik Shouldice, tingkat rekurensi lebih kecil dibandingkan dengan teknik open repair non mesh lainnya. Tidak terdapat perbedaaan dalam nyeri kronik, komplikasi maupun lama rawat inap post operasi.8
dr. Annisa Yutami
Page 19
Bagan 1.1 Algoritma tatalaksana hernia inguinalis8
PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesis awal, pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lipat paha kiri yang memanjang hingga buah zakar kiri pasien, tidak terasa nyeri. Berdasarkan perjalanan klinis benjolan yang dialami pasien, awalnya benjolan tersebut kecil dan dapat menghilang dengan pasien beristirahat terutama dalam posisi berbaring. Kemudian, seiring dengan waktu benjolan semakin membesar dan memanjang hingga tidak dapat hilang lagi, keluhan tersebut tidak disertai dengan gejala sistemik apapun. Benjolan pada regio ingunalis dapat memiliki banyak diagnosis banding, diantaranya adalah testis ektopik, epidedimitis, adenopati/adenitis femoralis, aneurisma arteri femoralis, hematoma, hidradenitis, hydrocele, adenopati/adenitis inguinal, lipoma, limfoma, neoplasma metastatic, abses psoas, kista sebaseous, torsio testis, varicocele, dan dr. Annisa Yutami
Page 20
hernia inguinalis. Berdasarkan perjalanan klinis benjolan yang dikeluhkan pasien, kecurigaan paling kuat penyebab benjolan tersebut adalah suatu hernia inguinalis. Faktor risiko kemungkinan terjadinya hernia inguinalis pada pasien dalam kasus ini adalah lakilaki dan usia tua. Selain itu, dari pemeriksaan fisik ditemukan suatu benjolan unilateral yang memanjang dari inguinal hingga skrotum kiri dengan konsistensi kenyal dan tidak terdapat nyeri tekan. Dari anamnesis telah dicurigai bahwa penyebab benjolan tersebut adalah suatu hernia inguinalis, maka berdasarkan hasil pemeriksaan fisik kemungkinan besar benjolan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis (indirek), karena benjolan memanjang hingga skrotum, yang artinya kantong hernia melewati kanalis inguinalis dan melewati cincin ingunalis eksternal hingga sampai ke skrotum, sejalur dengan jalur korda spermatika. Berbeda dengan hernia inguinalis medialis (direk) yang herniasinya tidak memasuki kanalis inguinalis, namun turun melalui trigonum Hasselbach. Pada pasien dalam kasus ini, karena tidak ditemukan tanda inkarserasi maupun strangulasi, maka repair hernia direncakan secara elektif. Metode yang dipilih adalah hernioplasti dengan pendekatan anterior. DAFTAR PUSTAKA 1. Browse NL, Black J, Burnand KG, Thomas WEG. Browse’s Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. United Kingdom: CRC Press, 2005. 2. Townsend CM, Evers BM, Beauchamp RD, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice 20th Edition. Philadelphia: Elsevier Inc, 2017. 3. The HerniaSurge Group. International guidelines for groin hernia management. Hernia 2018; 22: 1-165.
dr. Annisa Yutami
Page 21
4. Onuigbo WIB, Njeze GE. Inguinal hernia. a review. Journal of Surgery and Operative 2016; 1(2): 1-10. 5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al. Schwartz’s Principle of Surgery Tenth Edition. United States: McGraw-Hill Education, 2015. 6. Edward
K,
Leanne
L,
Karl
A.
Inguinal
hernias:
diagnosis
and
management. American Family Physician, 2013. 7. Gilbert AI, Graham MF, Volgt WJ. Inguinal hernia:anatomy and management [cited 2019 January 12th]. Available on: https://www.medscape.org/viewarticle/420354_6 8. Kockerling F, Simons MP. Current concepts of inguinal hernia repair. Visc Med 2018; 34: 145-150 9. Kapoor VK. Open Inguinal Hernia Repair [cited on 2019 January 12th]. Available on: https://emedicine.medscape.com/article/1534281-overview
Muara Teweh, 22 Januari 2019 Pendamping
Peserta
dr. Adhimas Brahmantyo
dr. Annisa Yutami
Pembimbing
dr. Dippan Hutapea, Sp.B
dr. Annisa Yutami
Page 22