Tren Dalam Tatalaksana Prolapse Genitalia.docx

  • Uploaded by: Annisa Yutami
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tren Dalam Tatalaksana Prolapse Genitalia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,634
  • Pages: 13
Tren dalam tatalaksana prolaps genitalia: tinjauan mengenai teknik penggantungan apikal Ines Pereira*, Guillermo Willy Davila M** Departemen Obstetri Ginekologi – Rumah Sakit Pusat Lisboa Norte, Lisboa, Portugal Bagian Uroginekologi dan Bedah Rekonstruksi Pelvis, Departemen Ginekologi – Klinik Claveland Florida, Weston, EUA Abstrak Prolaps genitalia merupakan kelainan pada wanita yang prevalensinya cukup tinggi yang berakibat pada penurunan kualitas hidup dan fungsi seksual. Pada prolaps uterovagina, perbaikan dengan metode pembedahan dapat dengan atau tanpa histerektomi, namun mengembalikan penyangga puncak vagina harus selalu dilakukan untuk memastikan efektivitas terapi jangka panjang. Pemilihan prosedur operasi yang yang paling tepat perlu mempertimbangkan berbagai faktor, seperti lokasi kelainan anatomis, keparahan gejala, tingkat aktivitas ataupun kekhawatiran seberapa lama keadaan setelah dioperasi dapat dipertahankan. Pada artikel, kami mengulas data yang dapat membantu dalam mengambil keputusan ketika mentatalaksana prolaps puncak genital. Kata kunci: prolaps vagina setelah histerektomi; prolaps uterus; fiksasi sakrospinosus; sakrokolpopeksi; prosedur penggantungan apikal PENDAHULUAN Prolaps organ genitalia atau panggul merupakan kelainan dasar panggul pada populasi wanita yang cukup sering, akibatnya dapat mempengaruhi kualitas hidup dan fungsi seksual wanita. Prolaps dapat didefinisikan sebagai terturunnya dinding vagina dan/atau uterus ke arah muara vagina, menyebabkan menonjolnya organ panggul dari posisi anatomi normalnya. Gangguan pada penggantung organ panggul terbagi menjadi beberapa kategori, dapat dalam bentuk satu kelainan saja atau kombinasi, yang meliputi prolaps dinding vagina anterior, prolaps dinding vagina posterior, prolaps uterus atau prolaps puncak vagina post histerektomi.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, prevalensi prolaps organ panggul (POP) bervariasi antara 30-40%,1,2 dan berdasarkan penelitian epidemiologi yang luas, 6-8% wanita mengeluhkan sensasi terasa ada massa yang menonjol ke vagina.3,4 Meskipun prevalensinya tinggi, pengetahuan mengenai patofisiologi POP masih terbatas. Prolaps dapat terjadi akibat terganggunya struktur penyangga yang mampu menyangga dalam keadaan tekanan intraabdomen yang normal atau dapat juga terjadi akibat tingginya tekanan intraabdomen dalam waktu yang lama dalam keadaan sistem penyangga panggul yang normal. Meskipun, kemampuan menyangga dapat saja hilang sebagai akibat rusaknya struktur penyangga dasar panggul, yang meliputi tulang panggul, komponen fasia endopelvis, diafragma pelvis, atau badan perineal, ketertarikan mengenai peran cedera muskulus levator ani telah berkembang dalam beberapa tahun teakhir.5,6 (Gambar 1) Penelitian epidemiologi potong lintang (cross sectional) lainnya telah menghubungkan sejumlah faktor terhadap risiko munculnya prolaps genital. Diantara faktor tersebut, faktor demografi seperti usia atau status menopause, faktor obstetric seperti paritas atau jumlah melahirkan pervaginam, faktor gaya hidup seperti obesitas, merokok atau olahraga berat, faktor operatif seperti histerektomi atau operasi perbaikan POP, dan faktor media seperti konstipasi kronik atau kelainan jaringan ikat.2,7,8 Tatalaksana prolaps organ panggul dapat menjadi tantangan. Sehingga, terdapat beberapa pilihan terapi untuk gejala POP, meliputi tatalaksana ekspektatif, konservatif, dan operatif, memutuskan pilihan terapi harus berdasarkan tingkat keparahan gejala dan akibatnya dalam kehidupan sehari-hari wanita tersebut. Tujuan terapi operatif tidak hanya untuk mengembalikan posisi anatomi, namun juga untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi seluruh organ yang terlibat. Karena beberapa kerusakan struktur pengangga dapat terjadi secara bersamaan, sehingga penting bagi seorang operator untuk mengetahui bahwa mengkoreksi satu kompartemen saja tidak selalu mengembalikan fungsi seluruh organ dasar panggul menjadi normal. Peranan kerusakan kompartemen apikal pada POP kombinasi telah diteliti oleh berbagai penelitian klinis yang berbeda, yang menekankan bahwa prosedur prolaps apikal dapat menjadi pencapaian yang bermakna dalam mendapatkan hasil terbaik pada operasi prolaps vagina.9,10

EVALUASI AWAL Diagnosis yang akurat sangat krusial dalam menentukan rencana terapi yang komprehensif, dan menanyakan riwayat pasien adalah kunci untuk memahami gejala dan ekspektasi pasien. Diagnosis POP didasarkan pada gabungan beberapa gejala dan temua pemeriksaan panggul. Pada kebanyakan wanita yang pernah melahirkan, terutama wanita yang paritasnya lebih tinggi, biasanya mengalami relaksasi panggul, hal ini penting untuk memahami jika wanita yang mengalami prolaps genital tidak mengeluhkan gejala apapun. Gejala POP umumnya meliputi penonjolan vagina, tekanan pada panggul atau terasa berat, kencing yang abnormal atau defekasi abnormal dan disfungsi seksual. Walaupun tidak terdapat batasan anatomi yang pasti yang berhubingan dengan gejala-gejala tersebut, himen dapat menjadi patokan yang penting, karena biasanya gejala prolaps semakin bertambah dengan semakin terturunnya organ melewati struktur ini.11,12 Selain memastikan gejala, penting juga untuk menentukan seberapa mengganggu gejala tersebut terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Karena terapi prolaps bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, mengetahui gejala apa yang sebenarnya paling mengganggu bagi pasien akan sangat membantu dalam memutuskan rencana terapi atau mengevaluasi hasil intervensi. Untuk tujuan itu, telah dikembangkan beberapa kuisioner kualitas hidup dan telah divalidasi dalam berbagai bahasa. Kuisioner yang paling umum digunakan adalah: Pelvic Floor Distress Inventory (PFDI), Pelvic Floor Impact Quetionnaire (PIFQ), Incontinence Severity Index (ISI), atau Urogenital Distress Inventory Form (UDI).13 Pemeriksaan panggul yang teliti dengan maneuver Valsalva penting dilakukan untuk menentukan lokasi spesifik kelainannya, karena kelainan kompartemen puncak biasanya terjadi bersamaan dengan prolaps dinding vagina anterior dan/atau posterior. Penentuan lokasi dan tingkat prolaps perlu dilakukan dengan menggunakan alat seperti Pelvic Organ Prolapse Quantitative System (POP-Q), perlu juga mengevaluasi keadaan mukosa vagina dan ada atau tidaknya inkontinensia urin atau fekal. Berdasarkan sistem POP-Q, prolaps uterus atau puncak vagina dapat diketahui dengan terturunnya poin C dengan maneuver Valsalva (tanda C pada servix atau skar balon vagina) dari posisi normalnya, yang biasanya panjang vagina total adalah – 2 cm.

Evaluasi preoperative urodinak harus dipertimbangkan untuk memastikan gejala kandung kemih dan menyingkirkan inkontinensia urin yang tersembunyi. Meskipun wanita yang asimptomatik tidak memerlukan terapi apapun dan dapat diobservasi saja, wanita yang mengalami gejala harus segera diberikan intervensi konservatif. Penanganan konservatif bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menahan progresi prolaps, namun tidak untuk menyembuhkan kelainan anatomis. Pilihannya meliputi, terapi fisik untuk memperbaiki fungsi dan penyangga struktur dasar panggul, seperti latihan kegel atau latihan dasar panggul. Intervensi mekanik, seperti pemasangan pesarium vagina merupakan jenis terapi yang sering ditawarkan padan wanita dengan POP derajat rendah atau mereka tidak mau atau tidak dapat dilakukan prosedur pembedahan. Pesarium memerlukan perawatan regular oleh pasien sendiri atau dari klinisi. MEMILIH PROSEDUR OPERASI Untuk wanita dengan prolaps yang memerlukan terapi operatif, salah satu tantangan terbesar adalah memilih metode operasi mana yang akan digunakan, rute mana yang digunakan dan apakah jaringan asli atau graft yang seharusnya dipilih. Jika ditemukan kelainan penyangga puncak pada pemeriksaan fisik, penting untuk memasukkan koreksi apeks pada saat operasi, karena hal ini sangat berhubungan dengan ketahanan perbaikan setelah operasi dan risiko untuk berulang.10 Selain lokasi anatomi dan keparahan prolaps, faktor seperti kondisi kesehatan pasien dan tingkat aktivitas, keinginan pasien untuk mempertahankan uterus, atau terdapatnya gejala dasar panggul lainnya, semuanya berperan dalam penentuan metode operasi mana yang harus dilakukan. Berhubungan dengan terapi operatif pada kelainan apikal, beberapa pendekatan yang berbeda dapat dipilih dan eberapa teknik rekonstruksi telah dijelaskan dalam literature.14 operasi dapat dilakukan melalui vagina atau abdomen, dengan atau tanpa histerektomi pada hampir semua prosedur, jika uterus masih pada tempatnya. Karena terdapat berbagai keuntungan dan risiko pada setiap pendekatan, konseling operasi memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai jenis prosedur yang dapat dilakukan, juga mengenai kemungkinan prolaps berulang dan kemungkinan komplikasi dari setiap prosedur.

PROSEDUR TRANSVAGINA Operasi rekonstruktif jaringan alami Semua operasi transvaginal harus dilakukan dalam posisi litotomi telentang dengan kaki pasien diangkat di pennyangga kaki Allen dan pinggul tidak difleksikan melebihi 90o untuk mencegah cedera kompresi saraf. Jaringan pengangga alami mana yang harus digunakan bergantung pada keterlatihan dan keahlian operator, karena data-data yang ada yang membandingkan berbagai operasi rekonstruksi jaringan alami transvaginal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal efikasi dan keamanan.

15,16

Dengan dilakukannya histerektomi melalui vagina, bentuk dan panjang vagina

serta keparahan prolaps dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. MCCALL CULDOPLASTY Pada prolaps uterovagina, ketika tidak ada keinginan untuk mempertahankan uterus, histerektomi melalui vaginal diikuti dengan McCal kuldoplasti dan perbaikan dinding anterior dan posterior vagina dapat menjadi pilihan yang efektif untuk menghilangkan gejala, mengembalikan anatomi normal dan fungsi organ dasar panggul, dan juga mencegah terjadinya prolaps puncak vagina di masa depan.15 Pada saat penjahitan ligament uterosacral lebih ke proksimal, prosedur ini juga menggabungkan dinding vagina posterior bagian proksimal (Gambar 2). McCall kuldoplasti tidak hanya mencegah herniasi kandung kemih, tapi juga menyediakan penyangga apikal dan memperpanjang vagina. Hasil dari prosedur ini diulas oleh Sze dan Karram;16 dalam penelitian terbaru melaporkan 367 pasien, 88% pasien dipantau perkembangannya selam 1 sampai 12 tahun, hasilnya menunjukkan keberhasilan terapi 88-93% dan tingkat rekurensinya 11%. Sementara komplikasinya, risiko yang paling mengkhawatirkan adalah luka atau terpelintirnya ureter, terjadi pada hampir 2-4% kasus. Untuk alasan ini, penting untuk melakukan sistoskopi pada saat operasi setelah mengikat jahitan penggantung untuk memastikan patensi ureter.17 Prosedur ini mudah, efektif, dan aman, sehingga bayak spesialis mempertimbangkan McCall kuldoplasti setelah setiap histerektomi melalui vagina, meskipun tidak terdapat prolasp, untuk meminimalisasi risiko rusaknya kompartemen tengah kedepannya nanti.

FIKSASI LIGAMEN SAKROSIPNOSUS Fiksasi ligamen sacrospinous (SSLF) biasanya pilihan terapi pada prolaps puncak vagina post histerektomi sedang hingga berat, meskipun prosedur ini dapat juga dilakukan bersamaan dengan histerektomi melalui vagina atau bahkan histeropeksi, jika tidak ada keinginan untuk mempertahankan uterus. Biasanya operasi ini perlu dilakukan bersamaan dengan koreksi dinding vagina anterior dan posterior serta perbaikan enterokel, jika kelainan ini juga ditemukan. Untuk melakukan prosedur ini secara benar dana man, seorang operator harus memiliki pengetahuan mengenai anatomi dasar panggul. Ligament sacrospinous membentang dari spina ischiadika pada setiap sisi panggul, dan dapat dikenali dengan mempalpasi spina ischiadika dan menelusuri penebalan berbentuk segitiga ke araha tulang sacrum. Pada SSLF, digunakan benang yang diserap lambat dan/atau benang permanen untuk melekatkan puncak vagina ke ligament sacrospinous, pada pendekatan ekstraperitoneal. Mencapai ligament untuk penjahitan dapat melalui pendekatan vagina anterior atau posterior, dengan hatihati mukosa vagina dipisahkan dari dinding anterior atau posterior untuk membentuk ruang vesico vagina atau ruang pararektal. Meskipun SSLF dapat dilakukan bilateral, jahitan biasanya diletakkan unilateral pada salah satu sisi panggul, sehingga terdapat sedikit deviasi aksis vagina ke lateral dan ke bawah kea rah ligament sakrosipnous yang dipilih (Gambar 3). Kami lebih memilih pendekatan bilateral agar penyangga simetris, meskipun prosedur ini berhubungan dengan peningkatan kejadian dyspareunia dan obstipasi. Sementara fiksasi sacrospinous menunjukkan efektivitas untuk penyangga puncak vagina pada beberapa penelitian kohort akhir-akhir ini, prolaps uterovagiina cenderung berulang seiring dengan berjalannya waktu, terutama pada kompartemen anterior. Pada sebuah penelitian yang melibatkan 243 wanita, yang menjalani prosedur SSLF dan perbaikan vagina dengan pemantauan selama 73 bulan, angka rekurensi prolaps pada segemen anterior 37,4%, segmen posterior 13,6%, dan segmen apikal 8,2%.18 Penelitian yang sama menunjukkan angka bebas prolaps selama 1 tahun 88,3%, selama 5 tahun 79,7% dan selama 10 tahun 51,9%. Meskipun angka rekurensi bervariasi, bergantung pada definisi keberhasilan, rekurensi dapat mencapai 27% wanita.19

Komplikasi intraoperative yang jarang terjadi, namun serius selama SSLF meliputi: perdarahan akibat diseksi berlebihan yang mengenai pleksus venosus hipogastrika dan pembuluh darah pudenda dan glutea, yang bisa saja sulit untuk diatasi; cedera saraf dan perforasi rectum.17 PENGGANTUNGAN TINGGI LIGAMEN SAKROUTERINA Pendekatan alternatif untuk mengkoreksi prolaps apikal adalah penggantungan tinggi ligament sakrouterina bilateral (HUSLS). Sebagai teknik transperitoneal, prosedur ini sering dilakukan melalui vagina setelah histerektomi, meskipun dapat juga dilakukan melalui abdomen atau dengan laparoskopi. Menggantung puncak vagina ke fascia endopelvis ligament sakrouterina, prosedur ini mengarahkan aksis vagina pada garis tengah ke cekungan sakrum, tidak menimbulkan distorsi garis yang signifikan, berbeda dengan SSLF. Biasanya 2 sampai 3 jahitan (absorpsi lambat) sepanjang ligament sakrouterina pada setiap sisi panggul dan diseluruh lapisan dinding puncak vagina anterior dan posterior. Setelah balon vagina dikempeskan, mengikat jahitan penggantung apikal akan mengangkat puncak vagina setinggi posisi anatomi normalnya. Perbedaan utama antara McCall kuldoplasti dan HUSLS ada pada jumlah jahitan dan ketinggiannya sepanjang ligament sakrouterina. Semntara jahitan pertama pada HUSLS terletak setinggi jahitan pada McCall kuldoplasti, jahitan kedua biasanya lebih tinggi dari setengah ligamen, dekat dengan spina ischiadika, dan jahitan ketiga lebih tinggi lagi, setinggi kompleks ligament sacrospinous-ototr koksigeus, dimana segmen ligament sakrouterina disisipkan. Berdasarkan data yang telah dipublikasikan, rekurensi prolaps terjadi pada 25-30% wanita yang menjalani prosedur HUSLS.20,21 Margulies et al menunjukkan bahwa angka kesuksesan kompartemen anterior 81,2%, apikal 98,3%, dan posterior 87,4%, dan pasien dengan POP yang lebih berat (stage III dan IV) angka kesembuhannya cukup rendah. Komplikasi yang paling sering setelah HUSLS adalah nyeri skiatik akibat kompresi atau terperangkapnya akar nervus sakralis di jahitan, terjadi pada hampir 7% wanita.22,23 Meskipun cedera ureter dapat juga terjadi, risiko ini lebih jarang dilaporkan, hanya sekita 1-2% saja.20,21 Operasi Obliteratif Operasi obliteratif memperbaiki prolaps apikal dengan cara membuang dan/atau menurup seleuruhnya (kolpektomi) atau sebagian liang vagian (kolpoklesis). Prosedur ini cocok untuk wanita dengan prolaps uterus post histerektomi atau wanita dengan prolaps uterovagina yang tidak

berkeinginan mempertahankan uterunya atau pada wanita yang jika dilakukan prosedur histerketomi terlalu berisiko.16 Prosedur obliteratif tidak terlalu invasive dan lebih ditoleransi pada wanita yang lemah, usia tua, dan biasanya untuk pasien yang bukan kandidat untuk dilakukan operasi yang lebih ekstensif atau wanita yang tidak berencana untuk melakukan hubungan seksusal. Ketika dilakukan pada populasi yang cukup banyak, prosedur ini memiliki kelebihan, yaitu waktu operasi yang lebih singkat, morbiditas perioperative yang rendah, dan risiko rekurensi prolapse yang sangat jarang, serta tingkat kepuasan pasien yang tinggi.24-27 Namun, kerugina prosedur ini adalah tidak memungkinkan lagi untuk melakukan hubungan seksual melalui vagina, tidak dapat lagi mengevaluasi servix melalui vagina pada kasus prolaps uterovagina yang dilakukan kolpoklesis Le Fort. Semua prosedur kolpoklesis akan membuang epitelium vagian dan memperselisihkan otot vagina anterior dan posterior. Dengan demikian, dinding anterior dan posterior yang mengalami prolaps akan terbalik dan jaringan yang dijahit akan membentuk penyangga panggul. Baik kolpoklesis parsial atau total, pada 3-4 cm vagina distal, epiteliumnya harus disisakan untuk menghindari traksi di uretra posterior ketika menjahit otot vagina anterior dan posterior. Untuk menyempitkan muara vagina dan membentuk perineum, pelipatan levatir distal diikuti dengan perineorafi yang agresif harus selalu dilakukan sebagai langkah terakhir dalam prosedur ini.27 Histerektomi dapat dilakukan bersamaan dengan prosedur obliterarif ini, meskipun data mengenai serangkaian kasus menyaran bahwa melkukan histerektomi pada saat kolpoklesis dapat meningkatkan durasi operasi dan morbiditas.29,30 Meskipun demikian, histerektomi dapat saja disarankan pada wanita dengan faktor risiko kanker serviks atau endometrium walaupun belum ada penelitian yang mengevaluasi prosedur obliteratif pada sub-pupulasi seperti ini. Operasi transvagina dengan mesh Prosedur operasi transvaginal dengan mesh dikembangkan guna mengkombinasikan keuntungan perngkoreksian yang menggunakan mesh dengan pendekatan yang tidak terlalu invasif seperti rute vagina, untuk menurunkan angka rekurensi prolaps yang lebih sering ditemukan pada pengkoreksian dengan jaringan alami dan meminimalisir komplikasi operatif pembedahan intrabdomen.

Sejak awal tahun 2000 terdapat banyak berbagai merek dan tipe paket mesh yang dikenalkan ke pasaran. Paket yang pertama kali diperkenalkan menggunakan jarum transkutaneus panjang untuk menempelkan mesh pada fasia pelvis arkus tendon atau ligament sacrospinous, membentuk seperti tandu yang menyangga puncak vagina sepanjang dinding vagina anterior dan posterior, bergantung pada peletakan mesh. Meskipun, prosedur transvaginal yang menggunakan mesh ini lebih baik dibandingkan dengan prosedur rekonstruktif dengan jaringan alami untuk perbaikan puncak dinding anterior, dengan angka rekurensi yang rendah, namun komplikasi yang baru dan tidak lazim telah dilaporkan terkain dengan pemakaian mesh sendiri dan peletakan jarum, sehingga menimbulkan sejumlah perhatian mengenai keamanan prosedur ini.31 Rekonstruksi vagina saat ini dapat dilakukan dengan insisi-disesksi, dengan menggunakan fiksasi internal dan sistem penahan jaringan lunak atau sistem fiksasi untuk perbaikan kompartemen anterior, apikal, dan posterior. Penggunaan teknik ini dapat mengurangi masalah teknik yang saat ini banyak dihindari yang penggunaan paket mesh yang berlebihan, sehingga mengurangi jumlah mesh yang diperlukan untuk rekonstruksi dan meningkatkan akurasi ketahanan ligament penyangga, serta dapat menghindari penusukan jarum secara buta melalui panggul. Komplikasi yang terkai dengan mesh dapat berupa komplikasi fungsional, seperti nyeri panggul, nyeri tungkai dan paha, nyeri pada vagina atau dyspareunia, sampai komplikasi anatomi akibat paparan mesh ke epitelium vagina, erosi organ disekitarnya atau akibat kontraksi mesh. Berdasarkan tinjauan Cochrane terbaru pada operasi POP, paparan terhadap mesh merupakan salah satu komplikasi yang paling sering pada prosedur tranvagina yang menggunakan mesh sepenuhnya, dengan tingkat paparan mencapai 11,4% dan hampir setengahnya mengeluhkan gejala dan memerlukan terapi pembedahan ulang.31 Dalam hal mengatasi bahaya akibat pembedahan transvaginal dengan penggunaan mesh sepenuhnya, FDA (US Food and Drug Administration) mengeluarkan ketentuan bahwa “komplikasi serius yang terkai dengan teknik operasi yang menggunakan mesh untuk perbaikan POP secara transvaginal tidak jarang ditemukan” dan bahwa “seorang dokter harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai teknik pemasangan dan harus berhati-hati terhadap risiko operasi yang menggunakan mesh”. Akibat pernyataan ini beberapa paket mesh telah ditarik dari pasaran,

namun masih tersisa beberapa paket mesh yang penggunaannya untuk diletakkan pada ligament sacrospinous. Opearator dan peneliti menyadari bahwa terdapat peranan penggunaan mesh dalam risiko rekurensi POP pada operasi transvaginal untuk perbaikan POP. Upaya-upaya baru telah dilakukan guna mengembangkan bahan dan teknik pemasangan yang optimal, agar dapat meminimalisir komplikasi yang terkait dengan mesh dan dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. 32 Rekomendasi mengenai pasien yang mana saja yang dapat menjadi kandidat untuk penggunaan mesh juga telah diperbarui.33 Bahan cangkok biologic tidak menimbulkan kerugian seperti halnya yang ditimbulkan oleh bahan mesh sintetik seperti nyeri postoperasi, morbiditas umum, erosi ataupun kontraksi mesh.34 PROSEDUR PER ABDOMINAM Sakrokolpopleksi perabdominam Operasi rekonstruktif pervaginam dengan penggunaan jaringan alami yang memiliki tingkat rekurensi yang cukup tinggi, membuat para operator perlu mempertimbangkan pilihan lain yang dapat menjanjikan ketahanan yang lebih lama dalam hal perbaikan prolaps kompartemen apikal. Sakrokolpopleksi perabdominam (ASC/abdominal sacrocolpoplexy) dilakukan dengan cara mengamankan dinding anterior dan posterior vagina, melaui sebuah jembatan mesh, ke arah anterior dari ligamentum sacrum longitudinal diatas promontorium, membentuk sebuah aksis horizontal kearah liang vagina.35 Cangkok untuk prosedur ini meliputi bahan sintetik seperi mesh polyprophylene dan bahan biologic seperti xenograft atau allograft. Teknik yang biasanya dilakukan adalah pemasangan mesh permanen pada dinding posterior vagina mulai setinggi rectum dan pada dinding anterior vagina tepat diatas trigonum vesika urinaria, sehingga pemasangan mesh akan berbentuk seperti huruf Y atau menggunakan dua mesh yang terpisah. Dua buah mesh kemudian dijahit ke promontorim di ligamnetum longitudinal anterior (Gambar 4). Meskipun sakrokolpopleksi perabdominam (pemasangan antara promontorium dan puncak vagina pada waniya yang telah menjalani histerektomi total) merupakan prosedur yang paling

sering digunakan, prosedur pemisahan uterus (histeropeksi sacrum) atau servix (servikopeksi sacrum) juga dapat dilakukan. Ketika dibandingkan dengan perbaikan pervaginam yang menggunakan jaringan alami, ASC menunjukkan tingkat ketahanan yang beragam pada beberapa penelitian.31 Pada sebuah ulasan sistematis terhadap penelitian dari tahun 1996 sampai 2004, Nygaard et al melaporkan tingkat kesuksesan anatomis setelah ASC berkisar antara 76-100% dengan tingkat pembedahan ulang akibat prolaps rekuren adalah 4%.36 Meskipun demikian, keuntungan ini selalu dibayangi oleh waktu operasi dan waktu penyembuhan yang lebih lama, serta kemungkinan komplikasi yang serius. Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus dalam pembedahan dengan menggunakan mesh sintetik adalah tingkat erosi, pada ASC tingkat erosi berkisar antara 3,4-10,5%.31,36,37 tingkat erosi dapat bervariasi tergantung pada jenis mesh yang digunakan, mesh tipe 1 dengan bahan poluprophylene menunjukkan tingkat erosi yang lebih rendah.36 Komplikasi yang mungkin terjadi pada ASC sama dengan komplikasi operasi perabdominam umumnya, yang meliputi perdarahan, kerusakan pada jaringan ureter, vesika urinaria, kolon atau perforasi rectum dan infeksi luka. Karena tujuan dari operasi POP adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, penting untuk mengetahi bahwa meskipun ASC merupakan pendekatan yang lebih tahan lama, prosedur ini juga memerlukan tindakan operasi ulang yang terkait dengan mesh pada hampir 5-10% pasien dan meskipun komplikasi intraoperasi jarang terjai, hal ini tetap saja dapat mengancam nyawa pasien. Sakrokolpopleksi minimal invasif Sakrokolopleksi klasik biasanya dilakukan melalui insisi abdomen bagian bawah, pendekatan yang tidak terlalu invasive dapat dilakukan dengan sakrokolpopleksi melalui laparaskopi dengan bantuan robot mesin ataupun melalui laparoskopi konvensional. Metode yang tidak teralalu invasive ini telah pupuler dalam beberapa decade terakhir. Penelitian obsevasional menyebutkan bahwa penggunaan rute melalui laparoskopi konvensional dan laparoskopi dengan bantuan robot mesin dapat mengurangi waktu rawat inap pasien, waktu penyembuhan yang lebih cepat, dan nyeri post operatif yang lebih minimal dibandingkan dengan ASC, dalam hal efikasi jangka pendek.38-40 Namun, kerugian yang paling penting yang perlu dipertimbangkan pada prosedur yang tidak terlalu invasive ini adalah wakt

operasi yang lebih lama, biasanya lebih lama 1-2 jam , selain itu biaya yang lebih mahal juga perlu dipertimbangkan, terutama pada laparoskopi dengan bantuan robot mesin.41 Karena melakukan sakrokolpopleksi memerlukan penjahitan, beberapa operator lebih memilih laparoskopi dengan bantuan mesin robot untuk menutupi keterbatan teknik. Meskipun demikian, 2 percobaan acak melaporkan bahwa sakrokolpopleksi melalui laparoskopi dengan bantuan robot mesin dibandingkan dengan laparoskopi konvensional memiliki durasi operasi yang bahkan lebih lama (lebih lama 24-67 menit) dengan kemungkinan komplikasi dan hasil yang sama. 42,43

MEMPERTAHANKAN UTERUS DALAM PROLAPS UTEROVAGINA Dahulu, semua teknik operasi perbaikan untuk prolapse uterus atau uterovagina dimulai dengan melakukan hiterektomi pervaginam, dan untuk tujuan klinis, mempertahankan uterus hanya dipertimbangkan ketika fertilitas masih tidak jelas. Bagaimanapun, banyak wanita mulai bertanya alasan dipertahankannya uterus selain untuk fertilitas, yang meliputi penampilan luar, seksual, atau keyakinan budaya. Pada ulasan topik ini, Ridgeway et al menyimpulkan bahwa mempertahankan uterus dapat menjadi pilihan yang cocok pada beberapa kelompok pasien.44 Selain itu, hasil yang meyakinkan mengenai teknik penjahitan laparoskopik pada histeropeksi dan histeropeksi sacrospinous juga telah dilaporkan.45,46 Mempertahankan uterus dalam penanganan prolaps uterovagina memiliki keuntungan selain mempertahankan fungsi reproduksi, diantaranya adalah orbiditas yang lebih sedikit dan lama rawat inap lebih singkat dibandingkan dengan dilakukannya prosedur histerektomi,47,48 dan mempertahankan uterus juga berhubungan dengan angka erosi akibat mesh yang lebih rendah pada prosedur yang menggunakan mesh sintetis.49,50 Hampir semua teknik penggantungan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan bersamaan dengan prosedur histeropeksi, dengan beberapa modifikasi. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa prosedur pemisahan uterus tidak dianjurkan pada keadaan displasi servix, perdarahan uterus abnormal, atau risiko tinggi keganasan uterus, karena evaluasi dan tatalaksana masalah-masalah ini jauh lebih sulit ditangani setelah prosedur pemisahan uterus.

KESIMPULAN Penyangga puncak vagina berperan penting dalam kekuatan kompartemen dasar panggul. Operator yang melakukan perbaikan operatif pada POP harus benar-benar berpengalaman dan ahli dalam pemilihan dan pengerjaan teknik penggantungan apikal yang cocok untuk setiap pasien yang berbeda. Pada wanita dengan POP yang sudah lanjut, prolaps puncak harus dicurigai sampai terbukti bukan. Standar penggunaan prosedur McCall kuldoplasti atau penggantungan ligamentum sakrouterina pada saat histerektomi pervaginam sangat penting untuk menyediakan penyangga yang adekuat pada puncak vagina dan menurunkan insidensi enterokel lambat dan prolaps puncak vagina post histerektomi. Perbaikan kompartemen apikal transvaginal dengan jaringan alami mungkin menjadi pilihan terbaik pada wanita yang lebih tua yang aktif secara seksual, pada wanita yang prolapsnya tidak terlalu berat, atau wanita yang memiliko risiko operasi yang lebih tinggi. Wanita yang lebih tua dengan POP yang lebih berat, yang sudah tidak tertarik lagi untuk mempertahankan fungsi seksual, dapat dipilih prosedur obliteratif. Pada wanita yang lebih muda dan aktif dengan prolaps yang lebih berat atau prolaps berulang, sakrokolpopleksi dengan menggunakan cangkok polypropylene, baik dengan pembedahan terbuka ataupun dengan laparoskopi dapat menjadi pilihan pertama. Teknik pervaginam yang tidak terlalu invasive dengan menggunakan cangkok merupakan pilihan yang efektif untuk POP kombinasi yang melibatkan puncak vagina, bagaimanapun dengan mempertimbangkan komplikasi terkait mesh.

Related Documents

Tatalaksana
November 2019 31
Tren
June 2020 24
Uterovaginal Prolapse
June 2020 6
Uterovaginal Prolapse
November 2019 22
Rectal Prolapse
November 2019 28

More Documents from ""

Bab V.docx
November 2019 14
Annisa Yutami.docx
November 2019 26
Peb.docx
November 2019 5
Bab I.docx
November 2019 16