Peb.docx

  • Uploaded by: Annisa Yutami
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,322
  • Pages: 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preeklampsia Berat (PEB) 1. Definisi Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah menyeluruh dan vasospasme yang terjadi pada kehamilan usia diatas 20 minggu dan dapat muncul terlambat 4-6 minggu pasca persalinan. Preeklampsia didefinisikan jika terdapat (1) tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg; (2) proteinuria ≥300 mg/24 jam atau rasio kreatinin ≥ 0,3 atau protein dipstick 1+. Tingkat keparahan preeklampsia dapat dilihat pada tabel 2.1.4, 6 Tabel 2.1 Tingkat keparahan preeklampsia4 Abnormalitas Tekanan darah diastolic Tekanan darah sistolik Proteinuria Nyeri Kepala Gangguan penglihatan Nyeri perut bagian atas Oliguria Konvulsi (eclampsia) Kreatinin serum Trombositopenia (<100.000) Peningkatan transaminase serum Pertumbuhan janin terhambat Edema paru

Tidak Berat < 110 mmHg <160 mmHg ± Normal Minimal

Berat ≥ 110 mmHg ≥ 160 mmHg ± + + + + + Meningkat + Jelas

-

± +

3

2. Epidemiologi Di Indonesia, menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, penyebab langsung Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 13% adalah preeklampsia. Sementara secara global, hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 5-8% wanita hamil, sekitar 10 juta wanita hamil mengalami preeklampsia setiap tahunnya di seluruh dunia, dan sekitar 76.000 diantaranya meninggal dunia. Dan, jumlah neonatus yang meninggal akibat preeklampsia diperkirakan 500.000 neonatus setiap tahunnya. Di negara berkembang, wanita hamil berisiko 7x lebih besar mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil di negara maju, dimana 10-25% nya akan menyebabkan kematian Ibu.1, 2, 3 3. Klasifikasi Preeklampsia Hipertensi Kronis Hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau didapatkan pada umur kehamilan <20 minggu dan hipertensi menetap hingga >12 minggu setelah persalinan.4 Hipertensi Kronis Superimposed Preeklampsia Didapatkan gejala preeklampsia pada pasien hipertensi kronis atau kondisi hipertensi kronis yang memberat setelah umur kehamilan > 20 minggu.4 Preeklampsia TD > 140/90 mmHg dan minimal satu dari adanya:4 -

Proteinuria > 300mg/24jam atau ≥ 1+ dipstik

-

Serum kreatinin > l,l mg/ dl

4

-

Edema paru

-

Peningkatin fungsi liver (lebih dari dua kali)

-

Trombosit < 100.000

-

Nyeri kepala dan gangguan penglihatan Dikatakan Preeklampsia Berat jika didapatkan satu atau lebih gejala

dibawah ini: -

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

-

Proteinuri ≥ 5 gr/24 jam atau ≥ 3+ dalam pemeriksaan kualitatif

-

Kreatinin serum > 1,2 mg% atau oliguria (< 500 ml/24 jam)

-

Trombosit < 100.000/mm3

-

Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)

-

Peningkatan kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

-

Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral

-

Nyeri epigastrium yang menetap

-

Pertumbuhan janin terhambat

-

Edema paru

-

Sindrom HELLP

Hipertensi Gestasional Hipertensi yang baru terjadi pada umur kehamilan >20 minggu tanpa disertai tanda-tanda preeklampsia dan tidak menetap >12 minggu setelah persalinan. Eklampsia Kejang yang terjadi pada preeklampsia.

5

4. Faktor Risiko Terdapat

berbagai

faktor

risiko

yang

berhubungan

dengan

preeklampsia, diantaranya adalah obesitas, kehamilan ganda, usia ibu, hiperhomosisteinemia,

dan

sindrom

metabolic.

Wanita

dengan

preeklampsia pada kehamilan pertamanya memiliki berisiko lebih tinggi mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya. Selain itu, faktor risiko lainnya adalah kehamilan ganda, mola hidatidosa, riwayat penyakit aktivasi atau inflamasi sel endotel seperti diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular dan ginjal, serta faktor predisposisi genetik.4 5. Etiologi Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeclampsia tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:4 -

Implantasi plasenta dengan invasi pembuluh darah trofoblastik abnormal

-

Maladaptasi toleransi imunologis antara maternal, paternal (plasenta), dan jaringan janin

-

Maladaptasi perubahan kardiovaskular ataupun inflamasi maternal terhadap kehamilan normal

-

Faktor genetic termasuk gen predisposisi yang diturunkan dan pengaruh epigenetic

Invasi trofoblastik abnormal

6

Implantasi normal ditandai dengan remodeling luas pada arteri spiralis yang terdapat pada desidua basalis (Gambar 2.1). Trofoblas endovascular akan menggantikan dinding endotel dan muscular pada arteri untuk memperbesar diameternya. Sementara vena hanya diinvasi di superfisial. Pada beberapa kasus preeklampsia, dapat ditemukan invasi trofoblas yang tidak sempurna. Sehingga, hanya endotel desidua yang dilapisi oleh trofoblas endovascular, sementara endotel arteri yang lebih dalam, yaitu arteri pada myometrium masih dilapisi oleh sel endotel dan jaringan mukoelastik, serta diameternya hanya setengah dari diameter pembuluh darah yang terdapat pada plasenta normalnya. Pada umumnya, kelainan invasi trofoblas dikorelasikan dengan keparahan hipertensi.4

Gambar 2.1 Remodelling arteri spiralis4 Faktor imunologis Hilangnya toleransi imunologis maternal terhadap antigen plasenta dan janin yang berasal dari paternal, merupakan teori lainnya yang diduga

7

berperan terhadap sindrom preeklampsia. Terdapat perubahan histologis pada permukaan plasenta meternal diduga sebagai reaksi penolakan akut. Beberapa faktor lainnya dapat akibat disregulasi yang berupa imunisasi terhadap kehamilan sebelumnya, haplotipe reseptor HLA (human leukocyte antigen) dan sel NK (natural killer), dan kemungkinan gen yang berhubungan dengan diabetes dan hipertensi.4 Aktivasi sel endotel Inflamasi dapat terjadi sebagai proses lanjutan dari kelainan implantasi plasenta. Sebagai respons terhadap faktor plasenta yang dikeluarkan akibat iskemik atau penyebab lainnya, kaskade kejadianpun dimulai. Antiangiogenik dan faktor metabolic serta mediator antiinflamasi lainnya diduga berperan dalam memicu kerusakan sel endotel.4 6. Patofisiologi Patogenesis preeklampsia bersifat kompleks yang melibatkan interaksi berbagai faktor genetic, imunologi, dan faktor lingkungan. Diduga bahwa preeklampsia memiliki dua stadium penyakit. Stadium pertama bersifat asimptomatik, yang ditandai dengan plasentasi yang abnormal selama trimester pertama kehamilan, yang menimbulkan insufisiensi plasenta dan pelepasan material plasenta dalam jumlah besar ke sirkulasi maternal. Hal itulah yang mendasari munculnya stadium kedua, stadium yang simptomatik, dimana pada wanita hamil akan ditemukan hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria dan berisiko untuk sindrom HELLP, eclampsia, dan kerusakan organ lainnya.7

8

7. Manifestasi Klinis Plasentasi abnormal yang menimbulkan kegagalan remodeling trofoblas terhadap arteriole spiralis dapa mengakibatkan pelepasan faktor yang akan memasuki sirkulasi maternal, menimbulkan tanda dan gejala preeklampsia. Semua manifestasi klinis preeklampsia dapat bermanifestasi sebagai akibat dari endoteliosis glomerulus, peningkatan permeabilitas vaskular, dan respons inflamasi sistemik yang menimbulkan kegagalan organ dan/atau hipoperfusi. Manifestasi klinis ini umumnya muncul pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Adapun manifestasi klinis yang dapat muncul adalah:7 -

Hipertensi Bentuk toleransi kardiovaskular terhadap kehamilan adalah penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic yang akan menurunkan tahanan vaskular sistemik sekunder akibat vasodilatasi. Relaxin yang dilepaskan oleh ovarium sebagai pengaruh dari HCG, akan meningkatkan

regulasi

nitrit

oxide

(NO).

Sementara

pada

preeklampsia, akibat pelepasan material plasenta yang menimbulkan dominasi substansi vasokonstriktor (endothelin, thromboxane A2) dibandingkan vasodilator (NO, prostasiklin). -

Penurunan laju filtrasi glomerulus Pada wanita hamil yang normal akan ditemukan hiperfiltrasi glomerulus, 40-60% meningkat dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Hiperfiltrasi ini terjadi akibat penurunan tekanan onkotik plasma

9

di kapiler glomerulus. Penurunan tekanan onkotik ini diakibatkan oleh hypervolemia yang mengakibatkan hemodilusi sehingga konsentrasi protein plasma yang memasuki mikrosirkulasi glomerulus lebih rendah. Sementara pada preeklampsia, berbagai derajat insufisiensi ginjal terjadi yang ditandai dengan lesi glomerulus yang disebut glomerular endotheliosis. -

Proteinuria

-

Koagulopati dan sindrom HELLP

-

Eklampsia

8. Diagnosis Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini:8 -

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

-

Proteinuri ≥ 5 gr/24 jam atau ≥ 3+ dalam pemeriksaan kualitatif

-

Kreatinin serum > 1,2 mg% atau oliguria (< 500 ml/24 jam)

-

Trombosit < 100.000/mm3

-

Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)

-

Peningkatan kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

-

Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral

-

Nyeri epigastrium yang menetap

-

Pertumbuhan janin terhambat

-

Edema paru

-

Sindrom HELLP

10

9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan

kehamilan

yang

disertai

dengan

hipertensi

didasarkan pada tingkat keparahan, usia kehamilan, dan ada atau tidak preeklampsia. Jika disertai dengan preeklampsia, penatalaksanaan bervariasi tergantung pada keparahan kerusakan sel endotel dan ada atau tidak kegagalan multiorgan.4 Pada saat terdiagnosis preeklampsia, setiap wanita hamil harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap, protein urin (24 jam atau rasio protein/kreatinin), dan harus ditanyakan ada atau tidaknya gejala preeklampsia berat. Evaluasi janin harus dilakukan yang meliputi pemeriksaan USG (ultrasonography) untuk menentukan berat janin dan indeks cairan amnion (dalam centimeter), nonstress test (NST), dan profil biofisik (BPP) jika NST nonreaktif.4 Pada preeklampsia tidak berat, penatalaksanaan berupa rawat jalan dan evaluasi tiap 1-2 minggu. Sementara pada preeklampsia berat, penatalaksanaan meliputi medikamentosa dan perawatan aktif jika terdapat indikasi (Gambar 2.2).8, 9

11

Gambar 2.2 Alur tatalaksana PEB9 Cara pemberian MgSO4 Dosis awal Injeksi 4 gr MgSO4 (MgSO4 20%) 20 cc selama 5-10 menit (jika tersedia MgSO4 40%, berikan 10 cc ditambahkan 10 cc aqua). Atau dengan cara, 4 gr MgSO4 dilarutkan kedalam 100 mL RL/D5%, diberikan secara drip intravena dengan kecepatan 20-24 tetes per menit.8, 9 Dosis lanjutan Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1 gr/jam dengan syringe infusion pump atau dengan infusion drip.8, 9 Perawatan konservatif PEB9 -

Rawat inap, pemasangan infus dan kateter

12

-

Injeksi MgSO4 profilaksis sesuai protokol dan dipertahankan hingga 24 jam, kemudian dihentikan.

-

Injeksi steroid untuk pematangan paru (dexamethasone 2x6 mg atau betamethasone 1x12 mg diberikan selama 2 hari)

-

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah ≥ 160/110 mmHg (nifedipin dan/atau metildopa)

-

Evaluasi ketat gejala, vital sign, parameter laboraturium (RFT, LFT, albumin, proteinurin kuantitatif, darah lengkap), kesejahteraan janin serta tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

Perawatan aktif8 Belum inpartu -

Induksi persalinan 

Bishop skor ≥ 5: induksi persalinan dengan oksitosin drip atau pertimbangkan seksio sesaria bila berat janin diperkirakan ≥ 4000 gr



Bishop skor < 5: pematangan serviks dengan misoprostol 4x50 ug pervaginam/rektal. Bila dalam 24 jam belum matang dilakukan terminasi seksio sesarea.

-

Seksio sesaria Bila dalam 6 jam drip oksitosis belum masuk fase aktif.

Inpartu -

Kala I fase laten 

Drip oksitosin

13



Bila dalam 6 jam belum masuk fase aktif, pertimbangkan seksio sesaria

-

Kala I fase aktif 

Drip oksitosin



Bila dalam 6 jam belum masuk fase aktif, pertimbangkan seksio sesaria

-

Kala II Percepat kala II

10. Komplikasi Komplikasi pada ibu terutama berkaitan dengan memburuknya preeklampsia menjadi eklampsia, solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, rupture hepar, anemia hemolitik mikroangiopatik, perdarahn otak, edema paru, dan pelepasan retina. Komplikasi pada janin berhubungan dengan insufisiensi uteroplasenta akut dan kronis, serta persalinan dini.4 B. Oligohidramnion 1. Definisi Oligohidramnion adalah berkurangnya jumlah cairan amnion yang bersifat abnormal.4 2. Etiologi Kehamilan dengan komplikasi oligohidramnion dapat terjadi sejak awal trimester kedua ataupun saat kehamilan mendekati aterm atau sudah aterm. Pada oligohidamanion yang muncul pada saat trimester kedua kehamilan, hal tersebut mencerminkan adanya abnormalitas pada janin

14

yang berhubungan dengan urinasi janin, atau dapat juga mencerminkan abnormalitas pada plasenta yang cukup parah yang dapat menimbulkan gangguan perfusi. Selain itu, oligohidramnion yang muncul pada trimester kedua dapat juga terjadi akibat rupture membrane amnion, yang ditandai dengan adanya rembesan cairan, perdarahan vagina, atau kontraksi uterus.4 Sementara oligohidramnion yang muncul pada akhir trimester kedua atau pada trimester ketiga mencerminkan adanya pertumbuhan janin yang terhambat, abnormalitas plasenta, atau komplikasi maternal seperti preeklampsia atau penyakit vaskular. Pada keadaan seperti ini, biasanya penyebab utamanya adalah insufisiensi uteroplasenta yang dapat menimbulkan pertumbuhan janin terhambat dan menurunkan urine output janin.4 Anomali kongenital Pada usia kehamilan 18 minggu, ginjal janin merupakan contributor utama yang menentukan jumlah cairan amnion. Pada janin yang memiliki abnormalitas ginjal, kebanyakan kasus ditemukan penurunan volume cairan amnion pada usia kehamilan awal yang diakibatkan oleh aanomalysistem urogenital. Anomali organ lain, aneuploidy, dan sindrom genetic lainnya juga dapat menimbulkan oligohidramnion secara tidak langsung, baik akibat dekompensasi janin, pertumbuhan janin yang terhambat, atapupun melalui abnormalitas pada plasenta. Beberapa kelainan ginjal tertentu yang menimbulkan tidak adanya produksi urin janin adalah agenesis renal bilateral, dysplasia ginjal multikistik

15

bilateral, agenesis renal unilateral dengan dysplasia ginjal multikistik kontralateral, dan penyakit ginjal polikistik tipe infantile. Selain itu, kelainan sistem urinarium yangdapat menimbulkan oligohidramnion adalah obstruksi pada muara vesika urinaria janin.4 Obat-obatan Oligohidrmanion juga dihubungakan dengan paparan terhadap obatobatan yang menghambat sistem renin angiotensin. Obat tersebut diantaranya adalah ACEI (angiotensin converting enzyme inhibitor) dan NSAIDs (Nonsteroidal anti-inflammatory drugs). Obat ACEI dan ARB (angiotensin receptor blocker) jika dikonsumsi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dapat menimbulkan hipotensi janin, hipoperfusi ginjal, dan iskemia ginjal, yang pada akhirnya akan mengakibatkan gagal ginjal anuria. Sementara NSAIDs, dihubungkan dengan konstriksi ductus arteriosus janindan penurunan produksi urin janin.4 3. Diagnosis Oligohidramnion ditandai dengan beberapa hal berikut, yaitu:10 -

Penurunan volume cairan amnion

-

Volume cairan amnion <500 mL pada usia kehamilan 32-36 minggu

-

Single deepest pocket (SDP) < 2 cm

-

Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau <5 persentil. Diagnosis

ditegakkan

melalui

pemeriksaan

USG.

Melalui

pemeriksaan USG, oligohidramnion dapat dinilai secara subjektif melalui:10

16

-

Tidak adanya fluid pockets pada kavum uteri

-

Ekstremitas-ekstremitas janin yang menyatu

-

Tidak adanya pocket yang mengelilingi tungkai janin

-

Overlapping tulang rusuk janin (pada kasus berat). Sementara

penilaian

secara

objektif

dapat

menggunakan

penghitungan SDP dan AFI. Pemeriksaan ini dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring atau semi fowler. Gambar 2.3 menunjukkan AFI normal berdasarkan usia kehamilan.10

Gambar 2.3 AFI normal pada kehamilan tunggal10 Garis berwarna ungu menunjukkan rata-rata AFI, garis berwarna merah menunjukkan persentil 95, dan garis berwarna kuning menunjukkan persentil 5. Oligohidramnion didefinisikan sebagai AFI <5 cm, meskipun 8 cm adalah ambang batasnya. Atau dapat juga didefinisikan sebagai AFI kurang dari persentil 5. Nilai AFI antara 5-8 cm disebut juga dengan oligohidrmanion borderline. Pada pertengahan trimester ketiga, nilai AFI 8

17

cm berada dibawah persentil 5 pada diagram Moore. Usia kehamilan antara 24-34 minggu dengan AFI antara 5-8 cm dibandingkan dengan AFI diatas 8 cm tidak terlalu banyak perbedaan bermakna dalam hal komplikasi seperti hipertensi maternal, lahir mati, atau kematian neonatus. Namun, oligohidramnion borderline dihubungkan dengan persalinan premature yang lebih tinggi, persalinan dengan seksio sesaria akibat distress denyut jantung janin, dan pertumbuhan janin terhambat.4, 10 4. Penatalaksanaan Target penatalaksaan pada oligohidamnion adalah mengatasi etiologinya jika diketahui. Pada awalnya, evaluasi anomaly janin dan pertumbuhan janin penting untuk dilakukan. Pada kehamilan dengan komplikasi oligohidrmanion dan pertumbuhan janin terhambat, monitorinn ketat janin penting untuk dilakukan karena berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.10 Tirah baring dan hidrasi dapat meningkatkan produksi cairan amnion. Penelitian menunjukkan, hidrasi oral sampai 2 liter per hari dapat meningkatkan AFI sebanyak 30%.10 Amnioinfusion dapat diberikan saat intrapartum jika ditemukan denyut jantung janin yang mengalami deselerasi. Namun, amnioinfusion tidak

direkomendasikan

sebagai

oligohidramanion.10

18

penatalaksanaan

standar

pada

5. Prognosis Oligohidramnion

dihubungkan

dengan

meningkatnya

risiko

kehamilan yang memiliki prognosis buruk. Semakin dini oligohidrmanion muncul, maka prognosisnya semakin buruk. Angka kematian janin pada oligohidrmanion yang muncul pada trimester kedua adalah 80-90%. Kebanyakan mortalitas ini diakibatkan oleh kelainan kongenital mayor dan hypoplasia paru akibat rupture membrane premature yang terjadi sebelum usia kehamilan 22 minggu.4, 10

19

More Documents from "Annisa Yutami"

Bab V.docx
November 2019 14
Annisa Yutami.docx
November 2019 26
Peb.docx
November 2019 5
Bab I.docx
November 2019 16