Bab I.docx

  • Uploaded by: Nabila Ulfany Ulfa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,050
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis. Manajemen dari atresia ani pada periode neonatal sangatlah penting karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana tinjauan teoritis dari Atresia Ani ? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan Atresia Ani ?

Page 1

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan klien dengan Atresia Ani dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat 2. Tujuan Khusus 1) Mengetahui pengertian atresia ani 2) Mengetahui klasifikasi atresia ani 3) Mengetahui etiologi atresia ani 4) Mengetahui patofisiologi atresia ani 5) Mengetahui WOC atresia ani 6) Mengetahui manifestasi klinis atresia ani 7) Mengetahui komplikasi atresia ani 8) Mengatahui pemeriksaan penunjang atresia ani 9) Mengetahui penatalaksanaan atresia ani 10) Mengetahui asuhan keperawatan pre dan post operatif atresia ani

Page 2

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Dapat disimpulkan bahwa, Atresia Ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

B. Klasifikasi Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu : 1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar. 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus. 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali rendah / infralevator Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

Page 3

2. Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

C. Etiologi Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : 1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang

menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal. 2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

Page 4

D. Patofisiologi Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal. Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).

Page 5

E. Pathway

Page 6

F. Manifestasi Klinik Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula.Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul (Ngastiyah, 2005): 1. Perut kembung dan membuncit 2. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. 3. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam paertama setelah kelahiran. 4. Tidak ada anus yang terbuka ( lubang anus ) 5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. 6. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.

G. Komplikasi 1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan. 2. Obstruksi intestinal 3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan. 4. Komplikasi jangka panjang : a. Eversi mukosa anal. b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis. b. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid. c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. d. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi. e. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi (Betz, 2002).

H. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untukmengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.

Page 7

3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan dengan menggunakan termometer anal 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

I. Penatalaksanaan 1. Penanganan secara preventif antara lain: 1) Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhatihati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani. 2) Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya. 2. Rehabilitasi dan Pengobatan Penatalaksanaan Atresia ani tergantung klasifikasinya : 1. Melakukan pemeriksaan fisik anus 2. Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. 3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium. 4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6

Page 8

bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. 5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua. 6. Pada

kelainan

tipe

tiga

dilakukan

pembedahan

rekonstruktif

melalui

anoproktoplasti pada masa neonatus 7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan) 8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through" .manfaat kolostomi adalah antara lain: a. Mengatasi obstruksi usus b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

Page 9

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama, tempat tanggal lahur, umur, jenis kelamin, alamat, agama , suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, no RM, tanggal masuk RS, diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : distensi abdomen b. Riwayat kesehatan sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin. c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran. d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain 3. Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi terhadap kesehatan Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan. b. Pola aktifitas kesehatan/latihan Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi. c. Pola istirahat/tidur Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain. d. Pola nutrisi metabolik Klien hanya minum ASI atau susu formula e. Pola eliminasi Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium. f. Pola kognitif perseptual Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada orang lain. g. Pola konsep diri : belum bisa dikaji h. Pola seksual Reproduksi : klien masih bayi dan belum menikah Page 10

i. Pola nilai dan kepercayaan Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan j. Pola peran hubungan Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara mandiri k. Pola koping Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah

4. Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. Pemeriksaan Fisik Head to toe 1. a. Kepala Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom. b. Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat. c. Hidung Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir. 5. Mulut d. Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis. e. Telinga Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna f. Leher Tidak ada webbed neck.

Page 11

g. Thorak Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan normal h. Jantung Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur i. Abdomen Distensi abdomen, teraba padat akibat penumpukan feses, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, Pada auskultasi terdengar peristaltic. j. Getalia Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis. k. Anus Tidak terdapat anus, anus nampak merah,thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. l. Ektrimitas atas dan bawah Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat m. Punggung Tidak ada penonjolan spina gifid n. Pemeriksaan Reflek a. Suching + b. Rooting + c. Moro + d. Grip + e. Plantar +

B. Diagnosis keperawatan 1. Diagnosis Pre Operasi a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengana kurang asupan makanan e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif Page 12

f. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomis g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan 2. Diagnosis Post Op a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi tubuh c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

C. Intervensi Keperawatan 1. Intervensi Keperawatan pre operasi

NO 1

DIAGNOSA

NOC

NIC

KEPERAWATAN Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan

pola nafas

keperawatan 1 x 24 jam,

berhubungan

ketidakefektifan pola nafas

dengan penurunan

pasien dapat teratasi dengan

ekspansi paru

kriteria hasil:

Airway management 1. Buka jalan nafas. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

a. Respiratory

Status

:

Ventilation

4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu

Indikator :

5. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara

1) Respiratory rate dalam rentang normal 2) Tidak

ada

retraksi

dinding dada

tambahan 6. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy

mengalami 1. Pertahankan jalan nafas yang paten

3) Tidak

dispnea saat istirahat

2. Atur peralatan oksigenisasi

ditemukan 3. Monitor aliran oksigen

4) Tidak

4. Pertahankan posisi pasien

orthopnea

ditemukan 5. Observasi

5) Tidak

adanyan

tanda



tanda

hipoventilasi

atelektasis b. Respiratory

alat jalan nafas.

Status

: 6. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenisasi

Airway Patency

Page 13

Indikator :

Vital Sign Monitoring

1) Respiratory rate dalam rentang normal

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

2) Pasien tidak cemas 3) Menunjukkan jalan nafas yang paten

3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2

Nyeri akut

Setelah dilakukan tindakan

berhubungan

keperawatan 1 x 24 jam,

dengan agen cidera

diharapkan :

komprehensif termasuk lokasi,

biologis

Tujuan : Kebutuhan rasa

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

nyaman terpenuhi dengan

dan faktor presipitasi

kriteria tenang, tidak

NIC : a. Lakukan pengkajian nyeri secara

b. Observasi reaksi nonverbal dari

menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

ketidaknyamanan c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Kaji tipe dan sumber nyeri f. Tingkatkan istirahat g. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur h. Monitor vital sign

3

Hipertermi

Setelah dilakukan tindakan

1. Monitor suhu sesering mungkin

berhubungan

keperawatan selama 1 x 24

2. Monitor warna dan suhu kulit

dengan proses

jam, hipertermi pasien dapat

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Page 14

infeksi

teratasi dengan kriteriaa hasil

4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

:

5. Monitor WBC, Hb, dan Hct 1. Termoregulasi

6. Monitor intake dan output cairan

Indikator :

7. Terapi

a. Suhu 36-37

farmakologis,

pemberian

antipiretik

b. Nadi dalam rentang normal

8. Selimuti pasien 9. Berikan cairan intravena

c. Tidak ada perubahan

10. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

warn kulit, tidak

11. Tingkatkan sirkulasi udara

pusing, dan merasa

12. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

nyaman

13. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa

4

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan

Management Nutrisi

nutrisi : kurang dari

keperawatan 3 x 24 jam,

a. Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan

kebutuhan tubuh

diharapkan :

nutrisi yang biasa dimakan dan

berhubungan

NOC :

kebiasaan makan

dengan kurang

Status Nutrisi

asupan makanan

Kriteria Hasil :

b. Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat

1. Berat badan pasien sesuai umur

badan, ukuran kulit trisep c. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan

2. Stamina

asi rutin

3. Tenaga

d. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk

4. Kekuatan menggenggam

menentukan jumlah kalori dan nutrisi

5. Penyembuhan jaringan

yang dibutuhkan

6. Daya tahan tubuh

e. Monitoring Nutrisi

7. Konjungtiva tidak anemis

f. Monitor turgor kulit

8. Pertumbuhan

g. Monitor mual dan muntah h. Monitor intake nutrisi i. Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak

5

Kekurangan volume

Setelah dilakukan tindakan cairan keperawatan 2 x 24 jam

Page 15

NIC : a. Pertahankan catatan intake dan output

berhubungan

resiko kekurangan cairan

dengan kehilangan dapat diatasi cairan aktif

b. Monitor status hidrasi (kelembaban

NOC :

membran mukosa, nadi adekuat, tekanan

Fluid balance

darah ortostatik), jika diperlukan

Kriteria Hasil :

c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan

a. Keseimbangan intake dan out put 24 jam

retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin, albumin, total protein)

b. Berat badan stabil

d. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

c. Mata tidak cekung

e. Kolaborasi pemberian cairan IV

d. Membran mukosa

f. Berikan cairan oral

lembab

g. Berikan prosedur nasogastrik jika

e. Kelembaban kulit

diperlukan

normal

6

yang akurat

h. Atur kemungkinan tranfusi

Gangguan

Setelah dilakukan tindakan

eliminasi urine

keperawatan selama 2x 24

berhubungan

jam, gangguann eliminasi

dengan obstruksi

urine pasien dapat teratasi

anatomis

dengan kriteria hasil :

b) Urinary continuence Kriteria hasil: a) Kandung

kemih

kosong secara penuh b) Tidak ada residu urine >100-200cc c) Intake cairan dalam renang normal

spasme

bladder f) Balance

penilaian

kemih

yang

komprehensif berfokus pada inkontinenala (output

urine,

pola

berkemih,

fungsi

b) Gunakan

kekuatan

sugesti

dengan

menjalankan air atau disiram toilet c) Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut d) Masukkan kateter kemih e) Anjurkan pasien atau keluarga untuk merekam output urine f) Instruksikan

cara

untuk

menghindari

konstipasi atau impaksi tinja

d) Bebas dari ISK ada

a) Lakukan

kognitif dan masalah kencing praesisten)

a) Urinary elimination

e) Tidak

Urinary Retention Care

cairan

seimbang

g) Memantau asupan dan keluaran h) Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi i) Membantu dengan toilet secara berkala j) Menerapkan kateterisasi intermiten

Page 16

7

Ansietas

Setelah dilakukan tindakan 1.

berhubungan

asuhan

dengan kurang

diharapkan hasil, Kecemasan

pengetahuan

orang tua dapat berkurang

tentang penyakit

Kriteria Hasil :

dan prosedur perawatan.

Reduction

(penurunan

keperawatan kecemasan) 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Jelaskan semua prosedur dengan baik 3. Dengarkan

a. Anxiety self – control

kecemasan

dengan

penuh

perhatian

Indikator :

4. Identifikasi tingkat kecemasan

1) Monitor intensitas cemas 2) Menghilangkan

3) Menurunkan

ransangan

lingku ngan saat cemas 4) Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan 5) Berencana

mengatasi

situasi stress 6) Monitor lamanya waktu kejadian cemas 7) Mempertahankan kinerja peran,

5. Bantu orang tua mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 6. Dorong orang tua untuk mengungkapkan

kecemasan

memelihara

hubungan

social,

mempertahankan kosen trasi, 8) Mempertahankan

tidur

yang cukup 9) Control

Anxiety

respon

cemas

pasien

Page 17

perasaan, ketakutan, persepsi 7. Instruksikan untuk menggunakan teknik relaksasi

2. Intervensi Keperawatan Post-Op

NO 1

DIAGNOSA

NOC

NIC

KEPERAWATAN Nyeri

akut Setelah dilakukan tindakan

berhubungan

keperawatan 1 x 24 jam,

NIC : a. Lakukan pengkajian nyeri secara

dengan agen cidera diharapkan :

komprehensif termasuk lokasi,

fisik

Tujuan : Kebutuhan rasa

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

nyaman terpenuhi dengan

dan faktor presipitasi

kriteria tenang, tidak

b.

menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Kaji tipe dan sumber nyeri f. Tingkatkan istirahat g.

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

h. Monitor vital sign 2

Gangguan

citra Citra Tubuh

tubuh berhubungan

Peningkatan citra tubuh :

Kriteria hasil :

1) Tentukan

dengan perubahan

1. Gambaran iternal diri

fungsi tubuh

2. Kesesuaian realitas

antara

tubuh

dan

ideal tubuh dengan penampilan tubuh 3. Deskripsi

bagian

tubuh yang terkena (

Page 18

harapan

citra

diri

pasien

ditentukan pada tahap perkembangan 2) Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan pasien terkait perubahan-perubahan citra tubuh yang telah diprediksikan 3) Tentukan jika terdapat perasaan tidak suka terhadap karakteristik fisik khusus yang menciptakan dsfungsi paralisis sosial untuk remaja dan kelompok dengan risiko tinggi

dampak ) 4. Sikap

lain terhadap

menyentuh

pasien

untuk

mendiskusila

perubahan-perubahan

bagian

tubuh yang terkena (

disebabkan

penyakit

dampak )

pembedahan dengan cara yang tepat

5. Sikap

atau

5) Banyu pasien menentukan keberlanjutan

strategi

dari perubahan-perubahan aktual dari tubub

meningkatkan

atau tingkat fungsinyatentukan perubahan

penampilan 6. Kepuasan

fisik saat ini apakah berkontribusi pada dengan

penampilan tubuh 7. Sikap

terhadap

penggunaan untuk

adanya

tubuh

terhadap

penggunaan untuk

bagian

4) Bantu

strategi

meningkatkan

fungsi tubuh

citra diri pasien 6) Bantu pasien memisahkan penampilan fisik dari perasaa n berharga secara pribadi, dengan cara yang tepat 7) Bantu pasien untuk menentukan pengaruh dari peer group terhadap persepsi pasien

8. Penyesuaian terhadap perubahan fisik

8) bantu pasien untuk mendiskusikan stressor

9. Penyesuaian terhadap perubahan

mengenai citra tubuh saat ini

fungsi

yang mempengaruhi cirtra diri terkait dengan

kondisi

kongenital,

cedera,

penyakit atau pembedahan.

tubuh

9) Monitor

frekuensi

dan

pernyataan

mengkritisasi diri Monitor pernyataan yang mengidentifikasi citra tubuh 3

Resiko

infeksi Setelah dilakukan asuhan

berhubungan dengan invasif

keperawatan pasien tidak

prosedur menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil: a) Immune status b) Knowledge: infection control

Infection Control (Kontrol Infeksi) a) Bersihkan

lingkungan

setelah

dipakai

pasien lain b) Batasi pengunjung bila perlu c) Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

c) Risk control

d) Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci

Page 19

tangan

Kriteria hasil: a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b) Mendeskripsikan proses

penularan

setelah

melakukan tindakan f) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung g) Pertahankan lingkungan aseptik selama

penyakit

pemasangan alat

c) Menunjukkan kemampuan

e) Cuci tangan setiap sebelum dan

untuk

mencegah timbulnya

h) Ganti letak IV perifer dan line sentral dan dressing sesuai dengan petunjuk umum i) Berikan terapi antibiotik bila perlu

infeksi d) Jumlah leukosit dalam batas normal

j) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal k) Monitor kerentanan terhadap infeksi l) Berikan perawatan kulit pada daerah epidema m) Inspeksi

kulit

dan

membran

mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase n) Dorong masukan nutrisi yang cukup o) Dorong istirahat p) Ajarkan cara menghindari infeksi q) Laporkan kecurigaan infeksi

D. Implementasi Keperawatan Perawat melakukan tindakan yang telah di buat intervensinya supaya dapat membantu mengatasi masalah-masalah keperawatan yang dialami oleh klien dengan Atresia Ani.

E. Evaluasi Keperawatan Perawat melakukan evaluasi keberhasilan dan keefektifan tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan Atresia ani untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.

Page 20

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L. A, 2002). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. d. Berkaitan dengan sindrom down. e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit atresia ani pada anak, sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut.

Page 21

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"