BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atauketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipandang sebagai rentang dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Suau keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi,, benci atau marah. Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik pada diriny sendiri maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol ( Kusumawati,dkk,2010:80).
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara supranatural spirsitik yang hal hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib, Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinnya pada kesadaran, emosi, persepsi dan interjensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnnya sehingga individu, tidak mengalami kecemasan,stress, dan merasa bersalah dan bahkan merasa diri sendiri ( Kusumawati,dkk.2010; 80).
Menurut UU No 18. Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spritual, dan sosial hingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,dapat mengatasi tekanan, dapatr bekerja secara produktif,dan mampu memberikan kontribusi untuk komonitasnya. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif
sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan
1
memperhatikan semua segi kehidupan manusia, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, kesehatan jiwa yang tidak baik akan menimbulkan gangguan jiwa, dimana gangguan jiwa dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain (Direja, 2011).
Salah satu bentuk kewajiban yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi menurut nyumirah (2013) adalah skizoprenia. Skizoprenia adalah salah satu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosional, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu ( videback, 2008). Penyebab gangguan jiwa adalah emosional merupakan hasil interaksi antara faktor subjektif ( proses kognitif ), faktor lingkungan ( hasil belajar). Dan faktor biologis ( proses hormonal ), dengan kata lain emosi muncul pada saat manusia berinteraksi dengan lingkungan dan merupakan hasil upaya untuk beradaptasi dengan lingkungannya kemudian terjadi resiko perilaku kekerasan ( Herlina 2011 cit. yuliawati,2013).
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien
skizoprenia adalah resiko perilaku kekerasan ( Dwi & Prihantini,2014).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakn secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain , disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol ( Farida & yudi,2011).
Prevalensi gangguan jiwa menurut WHO tahun 2013 mencapai 450 juta jiwa di seluruh dunia, dalam satu tahun sesuai jenis kelamin sebanyak1,1 wanita, pada pria sebanyak 0,9 sementara jumlah yang mengalami gangguan jiwa seumur hidup sebanyak 1,7 wanita dan 1,2 pria. Menurut National institute of mental health ( NIMH) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Her,at al ( 2011) menunjukan bahwa terdapat 67 dari 1000 orang pasien dengan diagnose perilaku kekerasan yang dirawat di rumah sakit jiwa amerika serikat selama 10 tahun terakhir sebanyak 29% atau 42,7 dari 1000 orang pasien dilakukan rastrain setiap harinya. Australia
2
mengalami peningkatan jumlah restrain dari 9% Hingga 31% dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Hal ini menunujukan bahwa angak kejadian restrain masih cukup tinggi,prevalensinya dengan alasan untuk penanganan pasien dari tindakan yang dapat mencederai dirinya, orang lain dan lingkungan .
Perilaku yang lain menunjukan bahwa ada data klien perilaku kekerasan pada berbagai setting, menunjukan adanya perbedaan dari tiap tiap Negara, Australia 36,85%, Kanada 32, 61%, Jerman 16,06%, Italia 20,28%, Belanda 24,99%, Norwegia 22,37%, Swedia 42,90%, Amerika serikat 31,92%, dan inggris 41,73%. Studi di lakukan di berbagai setting mulai dari unit akut ,unit forensic, dan pada bangsal denga tife yang berbeda beda. Penelitian dilakukan denga jumlah total 69.249 klien dengan rata rata sampel 581,9 klien ( Bowers,et al, 2011). Angka tersebut tergolong bercukup tinggi di berbagai negara dunia.
Klien dengan perilaku kekerasa adalah tingka laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi ( Kusumawati & Hartono,2010). Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan respons tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan ( Keliat,dkk, 2011:81).
Berdasarkan riset kesehatan dasar ( Riskesdas tahun 2013 ) prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat banyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi selatan, Bali, Jawa tengah dan ibukota Jakarta .
Berdasarkan data yang di peroleh di
ruangan kresna laki laki ( PHCU )
didapatkan prosentase angka resiko perilaku kekerasan adalah yang paling tinggi yaitu pada bulan Agustus 25,30% dan pada bulan September 24,84%. menyebutkan peningkatan klien dengan skizofrenia yang berdampak pada perilaku kekerasan yang semakin meningkat, maka resiko yang mungkin terjadi
3
skizofrenia tersebut adalah perilaku kekerasan. Sedangkan gangguan jiwa skizofrenia dengan perilaku kekerasan ini jika tidak segara diatasi dapat merugikan orang lain maupun lingkungan, dari data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan dengan Judul “Asuhan keperawatn jiwa pada Tn. A dengan resiko perilaku kekerasan”.
1.2 TUJUAN PENULISAN 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa pada Tn . dengan Resiko perilaku kekerasan di Ruang Kresna laki laki Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. 1.2.2 Tujuan Khusus 1) Mampu memahami tentang konsep dasar resiko perilaku 2) Mampu menjelaskan pengkajian pada pasien RPK 3) Mampu memahami diagnosis perawatan pada pasien RPK 4) Mampu memahami intervensi mengatasi RPK 5) Mampu memahami evaluasi pada pasien RPK
1.3 Manfaat penulisan 1.3.1
Bagi rumah sakit Dapat menjadi dasar dalam pemberian asuhan keperawatan yang baik dan komprehensif pada pasien dengan skizofrenia paranoid
1.3.2
Bagi instutusi Bagi tolak ukur penilaian terhadap kemampuan yang telah diberikan oleh dosen
1.3.3 bagi mahasiswa Untuk menambah wawasan keterampilan kepada mahasiswa dalam mengetahui asuhan keperawatan pasien skizofrenia paranoid serta menjadi suatu
kesempatan
yang
berharga
bagi
mahasiswa
untuk
mengaplikasikan ilmu ilmu yang telah diperoleh selama masih kuliah
4
dapat
1.4 Sistem penulisan Dalam penulisan makalah ini penulis membagi dalam beberapa bab yang terdiri dari bab 1 pendahuluan berisi latar belakng yang akan di bahas, tujuan penulisan , dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan teori berisi defenisi , tanda dan gejala,, akibat , faktor faktor yang mempengaruhi resiko perilaku kekerasan BAB III Asuhan keperawatan berisi pengkajian ,diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan evaluasi keperawatan pada pasien resiko perilaku kekerasan . BAB IV berisi pembahasan kasus, BAB V penutup berisi kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka. Lampiran
5