Bab I (repaired).docx

  • Uploaded by: Rossy Pratiwi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I (repaired).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,968
  • Pages: 41
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Angka

Kematian Ibu (AKI) 228 per 100.000 Kelahiran, Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) 44 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Angka kematian bayi dan anak hasil SDKI 2012 lebih rendah dari hasil SDKI 2007. Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Data SDKI

(2012) Tiga dari empat anak yang menderita ISPA (75

persen), 74 persen anak menderita demam, dan 65 persen anak yang menderita diare. Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI (Air Susu Ibu) sebelum berusia 4 bulan. Perilaku memberikan makanan tambahan selain ASI pada saat berusia 0-6 bulan sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut; (1) pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, (2) bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI ,(3) adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan yang paling sempurna.

1

2

Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan karena adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan ASI (dalam jumlah yang sedikit). Selain itu ASI juga selalu aman dan bersih sehingga sangat kecil kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk ke dalam tubuh bayi (Depkes, 2001). Pemberian pengganti susu ibu (PASI) sebelum anak berumur enam bulan tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan kemungkinan terkontaminasi dan meningkatkan risiko terkena penyakit, khususnya diare. (SDKI, 2012) Cakupan penemuan kasus diare Propinsi Riau menurut Kab/Kota tahun 2011 adalah sebagai berikut: Kuangsing 56,66%, INHU 62,08%, INHIL 40,36%, Pelalawan 66,60%, Siak 92,74%, Kampar 47,48% (belum masuknya laporan dari rumah sakit swasta), Rohul 59,38%, Bengkalis 83,03%, Rohil 65,57%, Pekanbaru 26,20% (belum masuknya laporan dari rumah sakit swasta), Dumai 95,04%, Kep. Meranti 90,20%. Rata-rata cakupan kasus diare di Propinsi Riau adalah 65,4% (Profil Kesehatan Propinsi Riau, 2011). Untuk Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, data yang tercatat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2011, jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 4174 bayi, kejadian diare sebanyak 914 kasus (22%). Kejadian diare yang tercatat di Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi wilayah Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2011 pada anak umur < 1 tahun kejadian diare sebanyak 85 kasus dari 109 bayi (77,98%). Tahun 2012 angka kejadian diare 100 kasus dari 179 bayi (55,86%). Angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Muara turun sebesar 22,12%. Karena angka kejadian

3

diare pada abak umur < 1 tahun masih banyak sebesar 55,86%, maka diperlu dicari apa yang menyebabkan kejadian diare ini. Berdasarkan hasil survey awal yang peneliti lakukan terhadap 6 orang anak yang terkena diare, 5 orang diataranya tidak ASI eksklusif atau sudah diberikan makanan seperti pisang dan air putih. Para ibu yang mempunyai anak yang terkena diare ini mengatakan bahwa mereka memberikan pisang kepada anaknya karena mereka ingin anaknya merasa kenyang, hal inilah yang banyak sarankan oleh orang-orang tua mereka. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dan Sosial Budaya Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2013”.

1.2

Rumusan Masalah Kejadian diare yang tercatat di Puskesmas Muara Lembu Kecamatan

Singingi wilayah Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2011 pada anak umur < 1 tahun kejadian diare sebanyak 77,98%. Tahun 2012 angka kejadian diare 55,86%. Angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Muara turun sebesar 22,12%. Karena angka kejadian diare pada anak umur < 1 tahun masih banyak sebesar 55,86%, maka diperlu dicari apa yang menyebabkan kejadian diare ini. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan sosial budaya dengan

4

kejadian Diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2013.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan sosial budaya dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.

Diketahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013.

2.

Diketahui hubungan antara sosial budaya dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti Peneliti bisa mengaplikasi ilmu yang peneliti dapat di perkuliahan dan menerapkannya di masyarakat.

5

1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan Penelitian ini akan sangat membantu bagi pihak instansi kesehatan (Puskesmas Muara Lembu) sebagai panduan untuk program penanggulangan penyakit diare. 1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013. Sehingga tenaga kesehatan bisa membuat program penyuluhan yang tepat sasaran.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini variabel independen adalah ASI eksklusif, sosial

budaya dan variabel dependen adalah kejadian diare pada bayi saat berumur umur 0-6 bulan. Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Juni 2013, jenis penelitian analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi > 6 bulan s/d 12 bulan sebanyak 574 orang. Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 86 orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

ASI Eksklusif

2.1.1. Defenisi ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan (Purwanti, 2004). ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara ekskluisf adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim, pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai usia 6 bulan (Roesli, 2009). Definisi ASI eksklusif menurut WHO adalah hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak memberikan tambahan dalam bentuk apapun dari usia 0 – 6 bulan (Riksani, 2012). Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga meningkatkan IgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva bayi. Ini disebabkan faktor pertumbuhan dan hormon sehingga dapat merangsang perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya penyakit otitis media, pneumonia, bakteriemia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat PASI (Matondang, dkk, 2008).

6

7

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi (Hendarto dan Pringgadini, 2008) Adapun hasil eksperimen pada hewan uji membuktikan bahwa limfosit yang terdapat di dalam ASI dapat melintasi dinding usus bayi dan masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan sistem imun bayi (Chantry, dkk, 2006). Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih (Matondang, dkk, 2008). Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2009). Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem pencernaan bayi yang belum matur (pada bayi 0-6 bulan) sehingga tidak menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang diberi ASI eksklusif terkena diare baik jarang maupun sering. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor baik dari bayi maupun perilaku ibu. Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar saluran pencernaan baik itu infeksi bakteri, virus, maupun infeksi parasit. Perilaku ibu juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti

8

tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak (Purwanti, 2004). 2.1.2 Komponen ASI Menurut Proverawati (2010) Komponen ASI adalah 1.

Kolostrum Cairan susu kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan kemampuan ginjal baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume besar. Jumlahnya tidak terlalu banyak tetapi kaya akan gizi dan sangat baik bagi bayi. Kolostrum mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi. Tetapi sayang karena kekurangtahuan atau karena kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak memberikan kolostrumnya kepada bayi.

2.

Protein Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein ASI mudah dicerna. Sedangkan pada susu sapi kebalikannya. Untuk itu pemberian ASI eksklusif wajib diberikan sampai bayi berumur 6 bulan.

3.

Lemak Lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan merupakan komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian OSBORN membuktikan bayi yang

9

tidak mendapatkan ASI lebih banyak menderita penyakit jantung koroner di usia muda. 4.

Laktosa Merupakan karbohidrat utama pada ASI. Fungsinya sebagai sumber energi,

meningkatkan absorbsi

kalsium

dan merangsang

pertumbuhan lactobacillus bifidus. 5.

Vitamin A Konsentrasi vitamin A berkisar pada 200 IU/dl.

6.

Zat besi Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini dikarenakan zat besi pada ASI yang lebih mudah diserap.

7.

Taurin Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan penting dalam maturasi otak bayi. DHA dan ARA merupakan bagian dari kelompok molekul yang dikenal sebagai omega fatty acids. DHA (docosahexaenoic acid) adalah sebuah blok bangunan utama di otak sebagai pusat kecerdasan dan di jala mata. Akumulasi DHA di otak lebih dari dua tahun pertama kehidupan. ARA (arachidonic acid) yang ditemukan di seluruh tubuh dan bekerja bersama-sama dengan DHA untuk mendukung visual dan perkembangan mental bayi.

8.

Lactobacillus Berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E. Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi.

10

9.

Lactoferin Sebuah besi-batas yang mengikat protein ketersediaan besi untuk bakteri dalam intestines, serta memungkinkan bakteri sehat tertentu untuk berkembang. Memiliki efek langsung pada antibiotik berpotensi berbahaya seperti bakteri staphylococci dan E. coli.

10. Lizozim Dapat memecah dinding bakteri sekaligus mengurangi insidens caries dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot). Enzim pencernaan yang kuat ditemukan dalam air susu ibu pada tingkat 50 kali lebih tinggi daripada dalam rumus. Lysozyme menghancurkan bakteri berbahaya dan akhirnya mempengaruhi keseimbangan rumit bakteri yang menghuni usus sistem. 2.1.3

Manfaat Menyusui Menurut Proverawati (2010) Manfaat Menyusui adalah:

1.

Keuntungan bagi ibu a.

Ibu tidak akan mengalami menstruasi dalam beberapa bulan (bisa dipakai sebagai KB alami).

b.

Uterus berkontraksi lebih cepat sehingga akan mempercepat proses pemulihan rahim untuk persiapan kehamilan kembali.

c.

Mempercepat proses pembentukan tubuh ke ukuran semula.

d.

Murah, lebih mudah, lebih ramah lingkungan.

e.

Ibu dapat melakukannya di mana saja, bahkan jika tidak ada air disekitar.

11

f.

Mengurangi kemungkinan mengembangkan kanker payudara, kanker ovarian, urinary tract infection dan osteoporosis.

g.

Lebih mudah menyusui pada malam hari.

h.

Ibu memiliki alasan untuk orang-orang yang mendapatkan makanan ringan dan minuman, karena ibu memiliki ASI.

2.

i.

Ibu menjadi perempuan yang lengkap karena dapat menyusui.

j.

Memberikan kesenangan dan kepuasan bagi ibu.

Manfaat untuk bayi a.

Mempromosikan ASI yang kuat dan aman untuk bayi.

b.

Merangsang lima indera manusia.

c.

Memberikan kehangatan dan kenyamanan bayi.

d.

Menjaga terhadap penyakit, alergi, SIDS dan infeksi.

e.

Membantu mengembangkan rahang dan otot wajah dengan benar.

f.

Mudah dicerna.

g.

Meningkatkan berat badan bayi.

h.

Benar-benar memberi gizi lengkap untuk tahun pertama kehidupan dan suplemen solids ke bayi.

i.

Perkembangan otak dan meningkatkan IQ.

2.1.4 Keuntungan ASI Terhadap Susu Lainnya ASI mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan susu formula. ASI murah, sehat dan mudah memberikannya. ASI mengandung zat imun yang dapat meninggikan daya tahan anak terhadap penyakit dan sesuai dengan kemampuan absorpsi usus bayi. ASI juga mengandung cukup banyak komponen yang diperlukan oleh bayi. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan

12

nutrien pada ASI ternyata lebih bagus bila dibandingkan dengan kandungan pada susu formula susu sapi, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan antara ASI dan Formula Susu Sapi Zat Gizi Protein

Kalsium

Besi (Fe)

Seng

Vitamin D

Faktor Imunitas

ASI Pada umumnya αlaktalbumin, suatu protein dengan mutu sangat tinggi Bayi menyerap kira-kira dua pertiganya

Bayi menyerap kira-kira 49%; defisiensi Fe jarang terjadi pada bayi yang hanya diberi ASI untuk umur kurang dari 6 bulan Kira-kira 60% diserap

Kandungannya sedikit atau tidak ada sama sekali

Ada (immunoglobin, lisozim) Sumber : Proverawati, 2010

2.2.

Formula bayi Kandungannya lebih tinggi

Kandungannya kira-kira 1,5 kali ASI; bayi menyerap seperempat sampai sepertiganya. Formula yang diperkaya dengan zat besi (Fe) mengandung kira-kira 24 kali ASI; hanya kira-kira 4% yang diserap. Kandungannya kira-kira 3-4 kali ASI; kira-kira 30%. Kandungannya 400 IU/qt, cukup untuk mempertahankan terjadinya riketsia. Tidak ada

Sosial Budaya Menurut Burnett (dalam Anneahira, 2013) kebudayaan adalah keseluruhan

yang kompleks. Kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan atau hasil olah pikir dalam bentuk lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Di masyarakat pengertian sosial budaya memang abstrak, namun demikian ada wujud nyata sebagai hasil olah cipta, rasa dan karsa masyarakat itu sendiri.

13

Pemberian pengganti susu ibu (PASI) sebelum anak berumur enam bulan tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan kemungkinan terkontaminasi dan meningkatkan risiko terkena penyakit, khususnya diare. Pemberian makanan lain selain ASI pada anak berumur 0-6 bulan salah satunya karena kebiasaan atau budaya dari orang tua yang turun temurun (SDKI, 2012). Membantu ibu agar bisa menyusui bayinya dengan benar memerlukan pemahaman tentang perilaku ibu, keluarganya, dan lingkungan sosial budayanya dalam hal menyusui. Apa yang mereka mengerti tentang ASI? Apa pendapat suami istri yang baru dikaruniai anak itu tentang menyusui? Apa kata keluarganya (orang tua, mertua, ipar) tentang ASI? Apa pula kata tetua adat tentang ASI? Bagaimana pula pendapat orang-orang di sekitarnya tentang menyusui? Apakah mereka mendukung ASI, tidak peduli, atau justru menghalangi pemberian ASI. Perawatan ini perlu agar bisa lebih mengetahui alasan ibu untuk menyusui atau tidak menyusui (Hidayati, 2010). Pada umumnya bayi diberi ASI hingga berusia 1.2 tahun. Penyapihan dapat menjadi lebih cepat apabila ibu berada dalam kondisi tidak sehat. Sebagai pengganti ASI dapat diberikan teh manis serta makanan tambahan. Orang Bandaneira juga menggunakan susu kaleng sebagai makanan tambahan bayi maupun sebagai pengganti ASI jika keadaan memaksa susu kaleng dapat dibeli di toko-toko dekat pelabuhan, namun pembeliannya tidak selalu rutin, karena tergantung dari tingkat kemampuan ekonomi dari masing-masing orang tua bayi (Hidayati, 2010).

14

Selain ASI, makanan tambahan bagi bayi yang banyak tersedia dalam lingkungan setempat adalah pisang dan bubur nasi. Tim sayuran juga diberikan setelah bayi berusia lebih dari tiga bulan (Hidayati, 2010). Pada masyarakat To Bunggu mengungkapkan bahwa makanan tambahan seringkali diberikan sebagai penenang agar bayi tidak selalu menangis. Masyarakat To Bunggu tidak menetapkan umur yang pasti untuk saat bayi harus mulai diberi makanan tambahan. Perilaku bayi lebih menjadi ukuran (Hidayati, 2010). Untuk mengetahui apakah bayi sudah harus diberi makanan tambahan atau belum, masyarakat setempat menetapkan patokan yang berasal dari pengetahuan budaya mereka, yaitu "ane nogeorno naratamo tempond" -jika bayi sudah sering menangis ketika sedang diberi air susu ibu, maka itulah saatnya bayi sudah harus musti diberi makanan tambahan. Keadaan seperti itu umumnya mulai ditunjukkan oleh bayi pada saat ia berusia dua minggu hingga dua bulan (Hidayati, 2010). Bubur nasi (ose nipeka) yang ditanak bersama jagung halus adalah jenis makanan tambahan yang diberikan kepada bayi. Setelah bubur matang, ibu menghaluskannya dengan sendok, yang dilakukan di atas piring. Makanan ini diberikan dua kali dalam sehari. Makanan tambahan lainnya adalah ubi jalar (‘ntoku) dan pisang (loka). Kedua jenis makanan ini berbeda cara menghaluskannya dengan bubur nasi dan jagung. Mirip seperti pemberian nasi pakpak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ‘ntoku atau loka dihaluskan oleh ibu dengan cara mengunyahnya (nipama). Setelah dianggap halus barulah makanan itu disuapkan ke mulut bayi dengan menggunakan tangan, sedikit demi sedikit (Hidayati, 2010).

15

2.3.

Diare

2.3.1. Pengertian Diare Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang belum sehat (Mansjoer, dkk, 2002) 2.3.2. Etiologi 1.

Infeksi: virus (Rotavirus, Adenovirus, Norwalk), bakteri (Shigella, Salmonela, E.Coli, Vibrio), parasit (protozoa: E. Histolytica, G. lamblia, Balantidium coli; cacing perut; Askaris, Trikuris, Strongiloideus; jamur: Kandida).

2.

Malabsorpsi: karbohidrat (intoleran laktosa), lemak, atau protein.

3.

Makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4.

Imunodefisiensi.

5.

Psikologi: rasa takut dan cemas. Pada

diare

akan

terjadi

kekurangan

air

(dehidrasi),

gangguan

keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa pernapasan kussmaul, hipoglikemia, gangguan gizi dan gangguan sirkulasi. Menurut Surininah (2009) Penyebab diare adalah kontak langsung dengan tinja yang terinfeksi melalui: 1.

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi baik yang sudah dicemari oleh serangga atau disentuh tangan yang kotor.

2.

Bermain dengan mainan yang terkontaminasi. Bayi sering memasukkan tangan/mainan/apapun ke dalam mulut.

16

3.

Penggunaan sumber air yang sudah tercemar atau air yang tidak dimasak dengan benar.

4.

Pencucian atau pemakaian botol susu yang tidak benar.

5.

Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar atau setelah membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.

2.3.3. Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah (Ngastiyah, 2005) : 1.

Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2.

Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3.

Gangguan mortilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.

17

2.3.4. Patofisiologi Menurut Surininah (2009) Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi: 1.

Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia).

2.

Gangguan

gizi

akibat

kelaparan

(masukan

kurang,

pengeluaran

bertambah). 3.

Hipoglekemia.

4.

Gangguan sirkulasi darah. Berdasarkan patofisiologinya, maka penyebab diare dibagi menjadi

(Mansjoer dkk, 2002): 1.

Diare sekresi, yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen dan apatogen; hiperperistaltik usus halus akibat bahan kimia atau makanan, gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin, alergi; dan defisiensi imun terutama IgA sekretorik.

2.

Diare osmotik, yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), atau bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

2.3.5. Pencegahan 1.

Terus berikan ASI.

2.

Setelah bayi memulai makanan pendamping (4-6 bulan), jagalah kebersihan makanan dan peralatan.

18

3.

Karena penularan diare adalah kontak langsung dari tinja melalui tangan/serangga, maka penting sekali menjaga kebersihan tangan dan lingkungan.

4.

Buang sisa susu atau makanan yang tidak habis terminum/ dimakan oleh bayi setelah satu jam. (Surininah, 2009)

2.3.6. Tahap Perencanaan Untuk mengatasi diare, pasien tidak selalu harus dirujuk. Hal ini disesuaikan dengan klasifikasinya. Ada tindakan yang dapat dilakukan sendiri oleh petugas di lapangan. Anak baru dirujuk apabila keadaannya tidak membaik. Sesuai dengan klasifikasi pada pedoman MTBS, tindakan yang diperlukan adalah: a. Diare tanpa dehidrasi (rencana terapi A) 1.

Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau. Saat berobat, orang tua perlu diberi oralit beberapa bungkus untuk diberikan pada anak di rumah. Juga perlu diberikan penjelasan mengenai: a) Beri ASI lebih lama pada setiap kali pemberian (bila masih bisa di beri ASI). b) Jika diberi ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan. c) Jika tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan salah satu cairan berikut ini, yaitu oralit, kuah sayur, air tajin, atau air matang. d) Ajarkan cara membuat dan memberikan orlit di rumah: 1) 1 bungkus oralit masukkan ke dalam 200 ml (1 gelas) air matang.

19

2) Usia sampai 1 tahun berikan50-100 ml oralit setiap habis berak. 3) Berikan oralit sedikit-sedikit dengan sendok. Apabila muntah tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi. e) Lanjutkan pemberian makan sesuai usia. f) Apabila keadaan anak tidak membaik dalam 5 hari atau bahkan memburuk, anjurkan agar anak dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan ke rumah sakit, oralit tetap diberikan. b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang (rencana terapi B) 1.

Berikan oralit dan observasi di klinik selama 3 jam dengan jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasarkan usia anak. Pemberian oralit pada bayi sebaiknya dengan menggunakan sendok. Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia atau berat badan dalam 3 jam pertama adalah: Tabel 2.2 Jumlah Pemberian Oralit Berdasarkan Usia Atau Berat Badan Dalam 3 Jam Pertama Sampai 4 bln (< 6 kg) 200-400 ml

4-12 bln (6-<10 kg) 400-700 ml

12-24 bln (10-<12kg) 700-900 ml

2-5 thn (12-19 kg) 900-1400 ml

Apabila anak menginginkan lebih, maka dapat diberikan. Anak berusia di bawah 6 bulan yang sudah tidak minum ASI, diberikan juga air matang sekitar 100-200 ml selama periode ini. 2.

Ajarkan pada ibu cara untuk membuat dan memberikan oralit, yaitu satu bungkus oralit dapat dicampur dengan 1 gelas (ukuran 200 ml) air matang.

20

3.

Lakukan penilaian setelah anak diobservasi 3 jam. Apabila membaik, pemberian oralit dapat diteruskan di rumah sesuai dengan penanganan diare tanpa dehidrasi. Apabila memburuk, segera pasang infus dan rujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera.

c. Diare dengan dehidrasi berat (rencana terapi C) 1.

Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera dirujuk. Selama dalam perjalanan, mintalah ibu untuk terus memberikan oralit sedikit demi sedikit dan anjurkan untuk tetap memberikan ASI.

2.

Jika tidak ada penyakit berat lainnya, diperlukan tindakan sebagai berikut. a) Jika dapat memasang infus, segera berikan cairan RL atau NaCl secepatnya secara intravena sebanyak 100 ml/BB dengan pedoman sebagai berikut: Tabel 2.3 Cairan RL atau NaCl Secepatnya Secara Intravena Sebanyak 100 ml/BB Umur

Jumlah pemberian 30 ml/kgBB, selama Bayi (< 12 bln) 1 jam pertama Anak (12 bln – 5 30 menit pertama thn)

Pemberian berikutnya, 70 ml/kgBB, selama 5 jam berikutnya 2,5 jam berikutnya

Keterangan: Periksa kembali setelah 1-2 jam, jika status hidrasi belum membaik (nadi lemah atau tidak teraba), ulangi pemberian pertama. Jika kondisi membaik, teruskan penanganan seperti pada dehidrasi ringan/sedang.

21

b) Jika tidak dapat memasang infus tetapi dapat memasang sonde, berikan oralit melalui nasogastrik dengan jumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jika anak muntah terus menerus dan perut kembung, berikan oralit lebih lambat. Jika keadaan membaik setelah 6 jam, teruskan penanganan seperti dehidrasi ringan/sedang. Jika keadaan memburuk segea lakukan rujukan. c) Jika tidak dapat memasang infus maupun sonde, rujuk segera. Jika anak dapat minum, anjurkan ibu untuk memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.

2.4.

Penelitian Terkait 1. Skripsi Winda Wijayanti Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2010 dengan judul “Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0-6 Bulan Di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta”. Hasil dari penelitian adalah subyek penelitian berjumlah 60 bayi yang terdiri atas 30 bayi mendapatkan ASI Eksklusif yang terdiri dari 6 bayi mengalami diare dan 24 bayi tidak mengalami diare sedangkan 30 bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif yang terdiri dari 20 bayi mengalami diare dan 10 bayi tidak mengalami diare. Hasil signifikansi menghasilkan p<0,05 dengan nilai signifikan 0,000 yang berarti signifikan atau bermakna. 1. Karya Tulis Ilmiah Kebidanan Fridha Nike Fardiansari tahun 2012 dengan judul Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Diare Pada Bayi di BKIA Rsi A.Yani Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu

22

yang memberikan ASI eksklusif hampir seluruhnya (88,9%) tidak mengalami diare dan hampir setengah yang tidak memberikan ASI eksklusif (76,5%) mengalami diare. Hasil uji chi-square diperoleh r = 0,000 < α = 0,05, maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan diare pada bayi di BKIA RSI A. Yani Surabaya.

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1

Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Kerangka konsep membahas saling ketergantungan antar variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau akan diteliti (Hidayat, 2011). Variabel Independen

Variabel Dependen

ASI Eksklusif Diare Sosial budaya

Skema 3.1 Kerangka Konsep

3.2.

Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No 1.

Variabel

Defenisi

ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak

Cara Ukur Wawancara

23

Alat Ukur Kuesioner

Skala Ukur Ordinal

Hasil Ukur Tidak ada memberikan makanan/ minuman selain ASI kepada bayi 0-6 bln kecuali obat = ASI

24

diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan kecuali obat.

2..

3.

Sosial budaya

Diare

3.3.

Eksklusif (0) Ada memberikan makanan/ minuman selain ASI kepada bayi 0-6 bln kecuali obat =Tidak ASI Eksklusif (1)

Kebiasan yang sudah turun termurun dari orang tua dalam pemberian ASI/MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan

Wawancara

Frekuensi buang air besar yang lebih dari 4 kali; konsisten faeces encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya lendir saja

Wawancara

Kuesioner

Ordinal

Positif : (0) Jika menjawab benar ≥ mean Negatif: (1) Jika menjawab benar < mean

Kuesioner

Ordinal

Tidak diare = jika tidak buang air besar yang lebih dari 4 kali (0) Diare = jika buang air besar yang lebih dari 4 kali (1)

Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho : - Tidak ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013 - Tidak ada hubungan sosial budaya dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013 Ha : - Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013

25

- Ada hubungan sosial budaya dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik yaitu untuk mengetahui apakah ada

hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan sosial budaya dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2013. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional merupakan penelitian yang mempelajari hubungan antar faktor dan resiko dengan faktor efek, dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011). Variabel yang diamati diukur pada saat yang sama pada waktu penelitian berlangsung yaitu variabel ASI Eksklusif, sosial budaya dan Diare.

4.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1. Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu. 4.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dimulai pada bulan April s/d Agustus 2013.

26

27

4.3.

Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi > 6 bulan s/d 12 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu tahun 2013 yang berjumlah sebanyak 574 orang. 4.3.2. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu ibu-ibu yang mempunyai bayi > 6 bulan s/d 12 bulan yang bisa tulis baca dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu tahun 2013. Teknik pengambilan sampel akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling. Besar sampel dihitung dengan rumus: 𝑛=

𝑁 1 + 𝑁(𝑑2 )

Keterangan: N = Besar populasi (574) n = Besar sampel d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (90%) 𝑛=

574 1 + 574(0,12 )

𝑛=

574 1 + 574 (0,01)

𝑛=

574 1 + 5,74

28

𝑛=

574 6,74

𝑛 = 85,16 = 86 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 Jadi sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah 86 orang.

4.4.

Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, melalui cara

pengedaran daftar pertanyaan berupa lembaran kuesioner, diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapat jawaban tentang variabel yang akan diteliti, yaitu tentang pemberian ASI Eksklusif, sosial budaya dan Diare (data primer).

4.5.

Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1. Pengolahan Data Sebelum melakukan analisis data, data diolah terlebih dahulu untuk merubah data menjadi informasi, langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1. Editing Setelah kuisioner diisi oleh responden, peneliti selanjutnya melakukan pemeriksaan kuisioner dengan tujuan agar data yang ada dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti. 2. Coding (pemberian kode) Memberikan kode pada setiap informasi yang terkumpul pada setiap pertanyaan untuk memudahkan pengolahan data. Adapun cara yang digunakan yaitu memberikan penomoran atau kode pada setiap lembar kuisioner yang telah terkumpul.

29

3. Tabulating (tabulasi data) Untuk memudahkan angka data serta mengambil kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam tabel dan mengatur angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. 4. Entry Variabel-variabel yang telah dicoding, kemudian dimasukkan ke dalam file data dengan menggunakan software statistik. 5. Cleaning Data yang telah di entry, dilakukan cleaning (pembersihan) dengan melakukan pengecekan varian data. 6. Proscessing Data diproses dengan mengelompokkan data ke dalam variabel yang sesuai, baik secara manual maupun dengan menggunakan program SPSS. 4.5.2. Analisa Data Analisa data berguna untuk menyederhanakan data sehingga mudah ditafsirkan dalam penelitian ini. Peneliti menganalisa data dengan 2 cara, yaitu: 1. Analisa Univariat Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

30

2. Analisa Bivariat Analisa data dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan batas derajat kepercayaan 0,05 (95%). Apabila uji statistik didapatkan : a.

p value < 0,05 Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara 2 variabel.

b.

p value > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara 2 variabel.

31

DAFTAR PUSTAKA

Anneahira (2013) Pengertian Sosial Budaya dari Para Ahli http://www.anneahira.com/pengertian-sosial-budaya.html Depkes (2001) Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI tahun 2001-2005. Makalah disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta . Fardiansari, Fridha Nike (2012) KTI: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Diare Pada Bayi di BKIA Rsi A.Yani Surabaya. http://share.stikesyarsis.ac.id/elib/main/dok/01159/HUBUNGANANTARA-PEMBERIAN-ASI-EKSKLUSIF-DENGAN-DIARE-PADABAYI-DI-BKIA-RSI-A.YANI-SURABAY Hendarto A. dan Pringgadini K (2008) Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI.Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hidayati, Nurul Laily (2010) Berbagai Perilaku Seputar Menyusui http://dinkes.kulonprogokab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi =lihat&id=23. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 Mansjoer, Arif, dkk (2002) Kapita Selekta Kedokteran ; Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Matondang C. S., Munatsir Z., Sumadiono (2008) Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar AlergiImunologiAnak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Moehji S (2003) Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti. Munasir Z. dan Kurniati N (2008) Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. In : IDAI.Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Ngastiyah (2005) Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta Nasuha. (2011) Penderita Diare di Pekanbaru Turun http://www.antarariau.com/berita/17295/penderita-diare-di-pekanbaruturun. diakses pada tanggal 1 Januari 2013 Notoatmodjo, S (2005) Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Nursalam, dkk (2008) Asuhan Keperawatan Bayi. Salemba: Jakarta

32

_____________(2007) Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta Proverawati, A & Rahmawati, E (2010) Kapita Selekta; ASI& Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika Purwanti, H, S (2004) Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC Profil Kesehatan Propinsi Riau (2011) Dinkes Riau dinkesriau.net/downlot.php?...Profil%20Kesehatan%20Provinsi%20Riau %2 Sumadiono (2008) Imunologi Mukosa. In : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N. (eds). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Riksani, R (2012) Keajaiban ASI. Jakarta: Dunia Sehat Roesli, U (2009) Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: TrubusAgriwidya Riduwan (2009) Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika. Alfabeta. Bandung. Surininah (2009) Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Susanti N.I. (2004) Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan. http://www.tabloitnakita.com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik diakses 1 Januari 2013 Tumbelaka A.R. dan Karyanti M.R (2008) Air Susu Ibu dan Pengendalian Infeksi. In : IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wijayanti, Winda (2010) Skripsi: Hubungan Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Angka Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0-6 Bulan Di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta. eprints.uns.ac.id/103/1/167710309201002361.pdf /

33

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA LEMBU KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TAHUN 2013

Data Umum Inisial Responden

:

Umur

:

Pendidikan

:

A. ASI Eksklusif 1.

Apa ibu hanya memberikan ASI saja tanpa ada memberikan makanan atau minuman lain walaupun itu hanya air putih pada saat umur bayi 0-6 bulan kecuali obat? a. Ya b. Tidak

B. Diare 1.

Apa anak ibu pernah mengalami buang air besar yang lebih dari 4 kali; BAB encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya lendir saja? a. Ya b. Tidak

34

C. Sosial Budaya 1.

Apakah ibu sudah memberikan makanan lain atau minuman lain kepada Bayi selain ASI? a. Ya b. Tidak

2.

Apakah ibu selalu mencuci tangan setiap kali ibu memegang peralatan yang kotor atau melakukan aktivitas yang membuat tangan kotor sebelum memegang bayi ibu? a. Ya b. Tidak

3.

Apakah orang tua atau pihak keluarga ada yang menyarankan ke ibu untuk memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada bayi ibu? a. Ya b. Tidak

4.

Apakah ibu mendapat bimbingan atau nasehat dari orang tua atau keluarga akan pentingnya ASI eksklusif bagi bayi? a. Ya b. Tidak

5.

Apakah ibu menjaga kebersihan ruangan atau mainan yang ada di sekitar bayi? a. Ya b. Tidak

35

6.

Apakah masyarakat di sekitar tempat tinggal ibu semuanya memberikan ASI eksklusif kepada bayinya? a. Ya b. Tidak

7.

Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang pentingnya ASI eksklusif dari masyarakat sekitar tempat tinggal ibu selain tenaga kesehatan? a. Ya b. Tidak

8.

Apakah keluarga ibu mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi ibu sampai umur 6 bulan? a. Ya b. Tidak

9.

Apakah masyarakat tempat tinggal ibu memahami akan pentingnya ASI eksklusif bayi? a. Ya b. Tidak

10. Apakah keluarga setuju ibu memberikan makanan atau minuman selain ASI kepada bayi ibu sebelum usianya 6 bulan? a. Ya b. Tidak

36

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................

i

KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

viii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN .........................................................................

1

1.1 Latar Belakang .........................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................

3

1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................

4

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................

4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

6

2.1 ASI Eksklusif ...........................................................................

6

2.1.1 Defenisi ASI Eksklusif ................................................

6

2.1.2 Komponen ASI .............................................................

8

2.1.3 Manfaat Menyusui .......................................................

10

2.1.4 Keuntungan ASI Terhadap Susu Lainnya ....................

11

2.2 Sosial Budaya ..........................................................................

12

2.3 Diare ........................................................................................

13

2.3.1 Pengertian Diare ..........................................................

13

2.3.2 Etiologi ........................................................................

13

2.3.3 Patogenesis ..................................................................

14

2.3.4 Patofisiologi .................................................................

15

2.3.5 Pencegahan ..................................................................

16

2.3.6 Tahap Perencanaan ......................................................

16

2.3 Penelitian Terkait......................................................................

19

iv

37

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ....

21

3.1 Kerangka Konsep ...................................................................

21

3.2 Defenisi Operasional ...............................................................

21

3.3 Hipotesis ..................................................................................

22

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................

23

4.1 Jenis Penelitian ........................................................................

23

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................

23

4.4 Instrumen Penelitian ................................................................

24

4.5 Uji Validitas dan Releabilitas ..................................................

24

4.6 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................

25

4.8 Pengolahan dan Analisa Data ...................................................

26

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

v

38

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................

vi

20

39

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional .......................................................................

vii

20

40

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Lampiran 2. Data Diare Lampiran 3. Jadwal Penelitian Lampiran 4. Lembar Konsultasi

41

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SOSIAL BUDAYA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA LEMBU KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH : ASNI PO 7142512116

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU PRODI D IV BIDAN KOMUNITAS PEKANBARU 2013

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"