BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal.Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri.Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Keluhan masalah muskuloskeletal merupakan salah satu hal yang paling sering dikeluhkan pasien di tingkat layanan primer.Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang (Apley dan Solomon, 1995). Multiple fraktur adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai definisi multiple fraktur beserta asuhan keperawatannya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami mengenai konsep fraktur multiple fraktur. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan jenis penelitian berupa tinjauan pustaka. Metode analisis yang digunakan antara lain dengan mencari dari buku dan tulisan yang adekuat untuk dijadikan referensi, berdiskusi dengan teman.
1
1.2RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana anatomi dan fisiologi tulang ? 2. Apa definisi dari fraktur dan multipefraktur ? 3. Apa etiologi darifraktur ? 4. Apa saja klasifikasi darifraktur ? 5. Apa patofisiologi darifraktur ? 6. Apa manifestasi klinis darifraktur ? 7. Bagaimana pemeriksaan penunjang darifraktur ? 8. Bagaimana penetalaksanaan medis darifraktur ? 9. Bagaimana pencegahan darifraktur ? 10. Apa komplikasi dari penyakitfraktur ? 11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan multipefraktur ?
1.3 TUJUAN 1.Tujuan Umum Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan bermutu pada pasien dengan multipefraktur secara komperehensif yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosiologi, dan spiritual.
2.Tujuan Khusus Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan fratur multiple penulis diharapkan mampu : a. Mengerti dan memahami anatomi dan fisiologi tulang. b. Mengerti dan memahami definisi dari fraktur dan multipefraktur. c. Mengerti dan memahami etiologi darifraktur . d. Mengerti dan memahami klasifikasi darifraktur . e. Mengerti dan memahami patofisiologi darfraktur . f. Mengerti dan memahami manifestasi klinis darifraktur . g. Mengerti dan memahami pemeriksaan penunjang darifraktur. h. Mengerti dan memahami penetalaksanaan medis darifraktur. i. Mengerti dan memahami pencegahanfraktur. j. Mengerti dan memahami komplikasi darifraktur .
2
k. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan multipefraktur
1.4 MANFAAT 1. Bagi Bidang Akademik Makalah Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikantambahan daftar kepustakaan yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi dari perbandingan dalam pembuatan laporan tugas akhir selanjutnya, khususnya bagi intitusi dan mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan UG. 2. Bagi Profesi Keperawatan Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan profesi keperawatan yang profesional. 3. Bagi Masyarakat Agar keluarga mampu mengetahui tentangmultipelfraktur cara merawat keluarga dengan fraktur multiple serta mampu mencegah komplikasi yang bisa terjadi pada penderita multiple fraktur. 4. Bagi Penulis Makalah ini sebagai dasar melakukan asuhan keperawatan serta menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya fratur multiple.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi a. Struktur Tulang Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
b. Tulang Panjang Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari
4
tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. (Black, J.M, et al, 1993) Fungsi Tulang: 1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. 2) Tempat mlekatnya otot. 3) Melindungi organ penting. 4) Tempat pembuatan sel darah. 5) Tempat penyimpanan garam mineral. (Ignatavicius, Donna D, 1993) Jenis Fraktur: a. Menurut jumlah garis fraktur : · Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) · Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) · Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) b. Menurut luas garis fraktur : · Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) · Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) · Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) c. Menurut bentuk fragmen : · Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) · Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) · Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : · Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar. · Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
5
2.2Definisi Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Multiple fraktur Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang tergantuing pada jenis trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi. Multipel fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Fraktur Multipel adalah garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya. Fraktur Multiple adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
6
2.3 Etiologi Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.Fraktur dapat disebabkan oleh : Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada frakturpatologis.
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah: 1. Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan). 2. Fraktur patologik, kelemahan tulang karena penyakit/osteoporosis. 3. Patah karena letih, patah tulang karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi, seperti karena berjalan kaki yang terlalu jauh. 4. Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor. Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah: a. Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. b. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
7
c. Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2.4 Klasifikasi 1.Menurut jumlah garis fraktur : a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur) b Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur) c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas) 2. Menurut luas garis fraktur : a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung) b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total) c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang) 3.Menurut bentuk fragmen : a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang) b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring) c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar) 4.Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar : a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 : 1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm. 2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm. 3)Luka
besar
sampai
±
8
cm,
kehancuran
otot,
kerusakanneurovaskuler,kontaminasi besar. b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
8
2.5 Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. (Carpnito, Lynda Juall, 2000). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993) a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur 1) Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2) Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 2000 ) b. Biologi penyembuhan tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak
9
dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. 3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. 4) Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 5) Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
10
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
2.6 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya
fungsi,
deformitas,
pemendekan
ekstrimitas,
krepitus,
pembengkakan local, dan perubahan warna. a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan
deformitas,
ekstrimitas
yang
bias
di
ketahui
dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya. e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera f. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
11
2.7Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah: 1) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktu 2) X-ray: - menentukan lokasi/luasnya fraktur 3) Scan tulang: - memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 4) Arteriogram - dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. 5) Hitung Darah Lengkap -
hemokonsentrasi
mungkin
meningkat,
menurun
pada
perdarahan;
peningkatanlekosit sebagai respon terhadap peradangan. 6) Kretinin - trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal 7) Profil koagulasi - perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.
2.8 Penatalaksanaan Prinsip pennganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi( Brunner & Suddarth, 2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksifraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada
kebanyakan
mengembalikan
fragmen
kasus, tulang
reduksi ke
tertutup
posisinya
dilakukan
(ujung-ujungnya
dengan saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spesame otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan
12
reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi ekstern meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dengan harga diri (Brunner & suddarth, 2005). Prinsip penangan fraktur dikenal dengan empat R yaitu: aRekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah sakit. bReduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah fraktur. d.Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006). Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai berikut: a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang b. Atur posisi tujuannya untuk menimblkan rasa nyaman,mencegah komplikasi. c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah: 1. Merabah lokasi apakah masih ingat 2. Observasi warna 3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler 4.Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi 5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri 6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan.
13
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan e. Mempertahankan kekuatan kulit f. Meningkatkan gizi, makanan- makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300 gr/hari g.Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
2.9 Komplikasi 1. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
14
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7. Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
8. Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
9. Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)
15
2.10 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian
merupakan
tahap
awal
dan
landasan
dalam
proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: a. Pengumpulan Data 1) Anamnesa a) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b)Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: (1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. (2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
16
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995) c) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995). e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995). f) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
17
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan (1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995). (2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehariharinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. (3) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991) (4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
18
(5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). (6) Pola Hubungan dan Peran Klienakan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995). (7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000). (8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995). (9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
19
(10) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995). (11)Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000). 2) PemeriksaanFisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a) Gambaran Umum Perlu menyebutkan: (1)Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: (a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. (b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. (c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
20
(2)Secara sistemik dari kepala sampai kelamin (a) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. (b) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. (c) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. (d) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.Tak ada lesi, simetris, tak oedema. (e) Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) (f) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada lesi atau nyeri tekan. (g) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (h) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. (i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. 21
(j) Paru Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. (k) Jantung Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (l) Abdomen Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi :Peristaltik usus normal 20 kali/menit. (m) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB. b) Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: (1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
22
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae (d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) (2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
23
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995) 3) Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: · Bayangan jaringan lunak. · Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. · Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. · Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
24
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. (2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. (3)Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. (4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b) Pemeriksaan Laboratorium (1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. (3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. c) Pemeriksaan lain-lain (1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. (2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. (3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. (4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. (5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. (6) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995) 25
Diagnosa keperawatan 1) Nyeri akut b/dspasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. 2) Risiko cedera b/dgangguan integritas tulang 3) Gangguan mobilitas fisik b/dkerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO 1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
Nyeri
akut Tujuan: Setelah
b/dspasme
otot, dilakukan
INTERVENSI 1) Tinggikan
posisi
ekstermitas
gerakan
tindakan
fragmentulang,
keperawatan
RASIONAL
yang
mengalami fraktur. 2) Lakukaknb
dan
edema,
cedera selama 2 x 24
awasi latihan gerak
jaringan
lunak, jam diharapkan
pasif/aktif
pemasangan
traksi, nyeri hilang
keadaan klien
stress/ansietas.
Kriteria hasil : Skala
nyeri
berkurang Klien
tidak
merasakan nyeri/ hilang
nyeri
3) Lakukakn
sesuai
1) Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri 2) Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan
tindakan
untuk meningkatkan
sirkulasi vasikuler. 3) Meningkatkan
kenyamanan
sirkulasi
(masase, perubahan
menurunkan
posisi).
tekanan lokal dan
4) Ajarkan penggunaan teknik
manajemen
umum, area
kelelahan otot. 4) Mengalihkan
nyeri (latihan nafas
perhatian terhadap
dalam, - N imajinasi visual, y aktivitas dipersonal)
nyeri,
5) Lakukan
kompres
meningkatkan kontrol terhadapnyeri yang
dingin selama fase
mungkin
akut
berlangsung lama.
(24-48
jam
26
pertama)
sesuai
keperluan. 6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
5) Menurunkan edema
dan
mengurangi
rasa
nyeri. 6) Menurunkan nyeri
7) Evaluasi
keluhan
nyeri
(skala,
melalui mekanisme penghambatan
petunjuk verbal dan
rangsang
non
baik secara sentral
verbal,
perubahan TTV)
nyeri
maupun perifer. 7) Menilai perkembangan masalah klien.
2.
Risiko
cedera Tujuan: Setelah
1. Pertahankan
tirah
1. Meminimalkan
b/dgangguan
dilakukan
baring dan imobilitas
rangsangan nyeri
integritas tulang
tindakan
sesuai indikasi.
akibat gesekan
keperawatan
2. Rawat luka setiap
antara fragmen
selama 1 x 24
hari atau setiap kali
tulang dengan
jam diharapkan
bila pembalut basah
jaringan lunak di
tidak
atau kotor.
sekitarnya.
terjadi
cedera berat
3. Bila terpasang bebat,
Kriteria hasil: - -
Tidak
tanda
ada cedera
pada fraktur. - klien mampu melakukan aktivitas seperti biasanya.
sokong
fraktur
2. Mempercepat penyembuhan
dengan bantal atau
luka dan
gulungan
mencegah infeksi
selimut
untuk
lokal/sistemik.
nmempertahankan posisi yang netral. 4. Evaluasi
terhadap
resolusi edema 5. Kolaborasi pemasangan skeletal traksi.
3. Mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan. 4. Bila fase edema
27
6. Kolaborasi
telah lewat,
pemberian
obat
antibiotika.
kemungkinan bebat menjadi
7. Evaluasi
longgar dapat
tanda/gejala
terjadi.
perluasan
cedera
jaringan (peradangan lokal/sistemik,
5. Skeletal traksi
seperti peningkatan
menghasilkan
nyeri,
efek fiksasi yang
edema,
demam)
lebih stabil sehingga dapat meminimalkan resiko perluasan cedera. 6. Antibiotik bersifat bakteriosida/bakt eriostatik untuk membunuh / menghambat perkembangan kuman. 7. Menilai perkembangan masalah klien.
.
3.
Gangguan mobilitas fisik rangka
b/dkerusakan
Tujuan: Setelah
1. Pertahankan
1. Memfokuskan
pelaksanann aktivitas
perhatian,
reaksi
meningkatkan rasa
terapeutik
28
neuromuskuler, nyeri,
dilakukan
(radio,
terapi tindakan
koran,
kontrol diri/ harga
kunjungan
diri,
membantu
restriktif
keperawatan
teman/keluarga)
menurunkan isolasi
(imobilisasi)
selama 1 x 24
sesuai keadaan klien.
sosial.
jam diharapkan mobilitas
fisik
membaik Kriteria Hasil : -klien
dapat
menggerakan
tubuhnya
yang
fraktur Klien
dapat
melakukan
sirkulasi
ekstermitas yang sakit
muskuloskeletal,
maupun yang sehat
mempertahankan
sesuai keadaan klien.
tonus
3. Bantu
dan
diri
otot,
mempertahankan gerak
sendi,
mencegah
minasi)
kontraktur/atrofi
sesuai
keadaan klien 4. Ubah posisi periodik
secara mandiri
keadaan klien.
mampu
dorong
darah
(kebersihan/makan/eli
aktivitasnya
-Klien
2. Meningkatkan
gerak pasif aktif pada
perawatan
anggota
-
2. Bantu latihan rentang
dan
mencegah
secara
reabsorbsi kalsium
sesuai
karena imobilisasi. 3. Meningkatkan
5. Dorong/pertahankan
kemandirian klien
merawat diri dan
asupan cairan 2000-
dalam
menjaga
3000 ml/hari.
diri sesuai kondisi
kebersihan
6. Berikan diet TKTP
dirinya
7. Kolaborasi
mandiri
secara
insiden komplikasi sesuai
indikasi. 8. Evaluasi kemampuan - k mobilisasil klien dan program imobilisai. i e n
keterbatasan klien. 4. Menurunkan
pelaksanaan fisioterapi
perawatan
kulit
dan
pernafasan (dekubitus, atelektasis, pneumonia). 5. Mempertahankan hidrasi
adekuat,
mencegah komplikasi
29
urinarius
dan
konstipasi. 6. Kalori dan protein yang
cukup
diperlukan
untuk
proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi
fisiologis
tubuh. 7. Kerjasama dengan fisioterapis untuk
perlu
menyusun
program fisik
aktivitas secara
individual. 8. Menilai perkembangan masalah klien.
30
BAB III STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
STUDI KASUS Pada tanggal 03 Mei 2016 Nn.D mengalami kecelakaan lalu lintas ketika sedang mengendarai motor perjalanan pulang kerumah dari kuliah. Nn.D bertabrakan dengan mobil. Nn.D dibawa ke rumah sakit Semen Gresik dengan keluhan patah pergelangan tangan kiri, luka pada punggung kaki kanan dan ibu jari kaki kanan putus. Saat dibawa kerumah sakit Nn.D sadar dan menjerit kesakitan.Saat dilakukan pengkajian ditemukan luka lecet di tangan kanan, tangan kiri di pasang bidai dari pergelangan hingga lengan, dan kaki kanan di balut perban. BB: 50 kg, TD : 120/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit RR: 22x\mnt S: 36,5c , kesadaran composmentis, GCS E4M6V5. Di rumah sakit klien dilakukan tindakan pemasangan bidai, hecting luka, rawat luka, pemasangan infus, injeksi kalnex 500 mg, ketorolac 30 mg, ceftriaxone 1 gr.Klen didiagnosa Dr. Multiple fraktur (Fraktur colles kiri, fraktur phalang 2,3 pedis dextra, vulnus amputatum dan open skin degloving).
A.PENGKAJIAN Tanggal masuk
: 30 Juli 2016
Tanggal pengkajian
: 2 Agustus 2016
1.Identitas a.Identitas Pasien Nama
: Nn. D
Usia
: 22 Tahun
No Register
: C595763
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Mahasiswa
Status Perkawinan
: Belum menikah
Alamat
: Bandungrojo, Blora
31
Pendidikan Terakhir
: SMA
Diagnosa Medis
: Fraktur colles kiri, fraktur phalang 2,3 pedis
dextra, vulnus amputatum dan open skin degloving b.Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tn. K
Umur
: 49 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Bandungrojo, Blora
Hubungan dengan klien
: Ayah
2.Riwayat Kesehatan a.Keluhan Utama Nyeri b.Riwayat Penyakit Sekarang Keluarga klien mengatakan bahwa pada tanggal 30 Juli 2016 klien mengalami kecelakaan lalu lintas ketika sedang mengendarai motor perjalanan pulang kerumah dari kuliah. Klien bertabrakan dengan mobil.Klien dibawa ke rumah sakit Semen Gresik dengan keluhan patah pergelangan tangan kiri, luka pada punggung kaki kanan dan ibu jari kaki kanan putus.Saat dibawa kerumah sakit klien sadar dan menjerit kesakitan. c.Riwayat Penyakit Dahulu Keluarga mengatakan, pasien belum pernah mengalami kejadian yang serupa
diwaktu
dulu
dan
tidak
mempunyai
riwayat
penyakit
apapun.Penyakit yang pernah dialami pasien hanya sakit ringan, seperti flu, demam, pusing, batuk, pegal-pegal. d.Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami kejadian yang serupa. Penyakit yang pernah di alami oleh keluarga hanya penyakit ringan seperti flu, demam, batuk
32
a. Pemeriksaan Fisik Bagian
Keterangan Klien hanya terbaring di tempat tidurnya, kesadaran klien composmentis dengan GCS E4M6V5, terlihat ada beberapa
Keadaan umum
luka lecet pada tangan kanan, tangan kiri di bidai dan kaki kanan klien dibalut perban, terpasang infus pada tangan kanan. Klien tampak mengernyitkan dahi dan sesekali merintih karena sakit. TD = 120/70 mmHg
TTV
HR = 86 x/menit RR = 22 x/menit Suhu = 37 oC Inspeksi Bentuk kepala mesochephal, persebaran rambut merata,
Kepala
rambut berwarna hitam, rambut terlihat kotor, kulit kepala agak kotor, terdapat lesi di pipi kiri. Palpasi Tidak benjolan di kepala dan tidak ada nyeri tekan. Inspeksi Mata simetris, konjungtiva berwarna pink, sklera tidak
Mata
ikterik, pupil bereaksi terhadap cahaya, penyebaran bulu mata dan alis mata merata Palpasi Tidak ada nyeri tekan dan benjolan di area mata Inspeksi
Telinga
Bentuk simetris, tidak ada lesi, telinga dalam terdapat serumen Palpasi Tidak teraba benjolan Inspeksi Mukosa bibir kering, bibir berwarna kehitaman dan terlihat pecah-pecah, tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada
33
Mulut dan Gigi
perdarahan pada gusi, tidak ada somatitis, higienitas mulut dan gigi kurang Palpasi Tidak ada nyeri tekan di area mulut Inspeksi Warna kulit merata, tidak ada lesi dan jaringan parut, vena
Leher
jugularis tidak terlihat Palpasi Garis tracheal terletak di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan parotis Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat Palpasi Ictus cordis teraba kuat di intercosta kelima mid klavikula
Jantung
sinistra Perkusi Konfigurasi jantung dalam batas normal, batas atas jantung (ICS 2), batas bawah normal (ICS 5), batas kiri normal (ICS 5 midklavikula sinistra), batas kanan normal (ICS 4 midstrenalis dextra), terdengar bunyi pekak Auskultasi Suara jantung S1 lub, S2 dub, tidak ada bunyi tambahan (S3) Inspeksi Bentuk dada normal, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, ekspansi dada maksimal, pergerakan dada terlihat simetris, pola respirasi normal, tidak ada lesi Perkusi
Dada dan Paru
Sonor diseluruh lapang paru Palpasi Pergerakan dada simetris, tidak teraba massa Auskultasi Tidak terdengar suara nafas tambahan
34
Inspeksi Perut datar, umbilikus tidak menonjol, tidak ada lesi maupun bekas luka, warna kulit merata Auskultasi Abdomen
Bising usus 6x/menit Palpasi Tidak teraba massa, hepar tidak teraba, tidak ada nyeri tekan Perkusi Timpani pada area gaster, pekak pada area hepar Kanan Terdapat luka lecet, terpasang infus, tidak ada fraktur, akral
Ekstermitas atas
hangat, CRT 2 detik, kulit agak kering, kekuatan otot kanan 5 Kiri Terlihat tangan kiri dibidai dari telapak tangan hingga lengan atas, ada fraktur colles, akral hangat, CRT 3 detik, kekuatan otot kiri 5 namun diimobilisasikan Kanan Terpasang balutan perban, kulit kering, kuku terlihat kotor,
Ekstremitas Bawah
warna kuku terlihat pucat, ibu jari putus dan tampak luka jahitan CRT 3 detik, kekuatan otot kanan 5 namun diimobilisasikan, Kiri Kulit kering, kuku terlihat kotor, akral hangat, CRT 2 detik, kekuatan otot kiri 5
Genetalia
5
5
5
5
Tidak terkaji BB = 50 Kg
Atropometri
TB = 150cm IMT : 22,2 (N)
35
1.
Pengajian Kebutuhan Dasar Manusia 1) Oksigenasi Klien dapat bernafas tanpa mengunakan alat bantu pernafasan, klien tidak merasakan sesak nafas dan nyeri dada, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit 2) Nutrisi dan Cairan
Kebutuhan nutrisi
A
: BB = 50 kg TB = 150 cm IMT = 22,2
B
:Hemoglobin = 10,3 g/dL Leukosit = 10,710^3/uL Eritrosit = 3,7 10^6/uL Hematokrit = 31 % Trombosit = 348 10^3/uL
C
: Konjungtiva tidak anemis Mukosa bibir kering
D
:
No Pembanding
Sebelum sakit
Saat dikaji
1
2-3 x sehari
3x sehari
Frekuensi makan
Menghabiskan ¼ 2
±1 porsi orang -
Jumlah makan
dewasa
½
makanan
porsi yang
diberikan RS Tidak 3
Jenis makan
tentu.
Sayur, daging, tahu tempe
Bubur, daging dll
4
Alergi makan
Tidak ada
Tidak ada
5
Nafsu makan
Normal
Berkurang
6 7
Keluhan
(mual,
muntah, Tidak
kembung, anoreksia)
keluhan
Makanan pantangan
Tidak ada
ada
sayur,
Mual Tidak ada
36
Kebutuhan cairan
a. Balance cairan Intake
= infus = 1500 ml Minum = 750 ml Makanan = 100 ml
Output
= IWL = 15x50 24 = 750 ml Urine = 1000 ml
BC
=intake - (output+IWL) =2350 - (1750) = +600 ml
b. Rute cairan masuk Oral
= air putih, susu, teh
Parenteral = infus RL 20 tpm, terapi injeksi
c. Jenis cairan Infus RL 20 tpm, susu, air putih, teh, terapi injeksi d. Keluhan Ada keluhan terkadang mual, napsu makan menurun 3) Eliminasi BAB No
Pembanding
Sebelum sakit
Saat sakit
1
Frekuensi
2-3 hari sekali
Belum BAB 3 hari
2
Warna
Kuning kecoklatan
-
3
Bau
Khas
-
4
Konsistensi
Lembek
-
37
BAK No
Pembanding
Sebelum sakit
Saat sakit
1
Frekuensi
4-6 kali sehari
2 - 3 kali
2
Warna
Kuning jernih
Kuning jernih
3
Bau
Amoniak
Amoniak
4
Perasaan
Tidak sakit
Tidak sakit
4) Termoregulasi Sebelum sakit : Klien mengatakan bahwa sebelum sakit merasa baik-baik saja dan tidak demam Saat dikaji : Ketika dikaji suhu tubuh klien 37 0C
5) Aktifitas dan Latihan/ Mobilisasi Sebelum sakit : Klien sebagai mahasiswa setiap hari kuliah dan disaat akhir pekan pulang kerumah karena klien kuliah di luar kota.
Kegiatan klien
sebagai mahasiswa yaitu kuliah, berorganisasi, sepulang kuliah terkadang melakukan pekerjaan rumah, disela kesibukan klien berkumpul dengan teman dan keluarga Saat dikaji :Klien hanya berbaring ditempat tidur
Pengkajian Aktivitas dan Latian dengan Indeks Barthel No.
Item yang dinilai Skor
1.
Makan (Feeding)
Nilai
0 Tidak mampu 1 Butuh bantuan memotong, mengoles mentega dll.
1
2 Mandiri 2.
Mandi (Bathing) 0 = 0 Tergantung orang lain 1 = 1 Mandiri
3.
Perawatan
0 = 0 Membutuhkan bantuan orang lain
0 0
38
diri(Grooming)1
1 Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
4.
Berpakaian(Dress 0 = 0 Tergantung orang lain ing)
1 = 1 Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
0
2 = 2 Mandiri 5.
Buang
0air 0 Inkontinensia atau pakai kateter dan
kecil(Bladder)
tidak terkontrol 1 = 1 Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2
2 = 2 Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari) 6.
Buang
0 = 0 Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
air besar(Bowel) 1
enema) = 1 Kadang
Inkontensia
(sekali 0
seminggu) 2 = 2 Kontinensia (teratur) 7.
Penggunaan toilet 0 = 0 Tergantung bantuan orang lain 1
1 Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri
0
2 = 2 Mandiri 8.
Transfer
0 = 0 Tidak mampu 1 = 1 Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
1
2 = 2 Bantuan kecil (1 orang) 3 = 3 Mandiri 9.
Mobilitas
0 Immobile (tidak mampu) 1 Menggunakan kursi roda 2 Berjalan dengan bantuan satu orang 3
0
Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti, tongkat)
39
10.
Naik turun tangga 0 = 0 Tidak mampu 1 = 1 Membutuhkan bantuan (alat bantu)
0
2 = 2 Mandiri Total = 4 ketergantungan total Interpretasi hasil : 20
: Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan 9-11
: Ketergantungan Sedang
5-8
: Ketergantungan Berat
0-4
: Ketergantungan Total
6) Seksualitas Sebelum sakit dan saat sakit : Tidak terkaji 7) Psikososial (Stress, Koping & Konsep diri) a. Stress koping Sebelum sakit: Klien mengatakan jika dirinya merasa lelah dengan aktivitasnya. Klien
bersosialisasi
dengan
teman,keluarga
dan
tetangga,
terkadang jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau hanya sekedar menghabiskan waktu di cafe. Saat dikaji Klien mengatakan jenuh berada dirumah sakit.Ketika bosan klien mengobrol dengan keluarga. Klien mengatakan memikirkan skripsinya yang akan tertunda, saat ini klien adalah mahasiswa semester akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Klien juga sedih apabila teringat ibu jari kakinya putus dan kecewa karena saat di rumah sakit Blora dikatakan jarinya tidak bisa disambung namun saat di rumah sakit Kariadi mengatakan bahwa jarinya masih bisa di sambung. b. Konsep diri Citra tubuh
:
40
Klien mengatakan bahwa dirinya merasa nyeri pada bagian yang fraktur. Klien ingin segera sembuh dan pulang kerumah Identitas
:
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang perempuan berusia 22 tahun. Dirinya sebagai seorang anak, dan mahasiswa. Harga diri
:
Klien mengatakan malu dan bersedih karena merasa dirinya kurang sempurna sebagai seorang wanita karena pada saat kecelakaan ibu jari kaki kananya putus, tangan dan kakinya patah. Klien terlihat lebih banyak diam dan menjawab seperlunya. Peran
:
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak dapat menjalankan aktivitas seperti biasa, menjadi seorang mahasiswa dan sebagai anak Ideal diri
:
Klien mengatakan ingin segera sembuh agar bisa menjalankan aktivitas kembali 8) Rasa Aman dan Nyaman Sebelum sakit: Klien mengatakan tidak ada keluhan apapun sebelum kecelakaan. Saat dikaji: Klien mengatakan nyeri luka post operasi P : bergerak, tersenggol Q : nyeri yang dirasakan seperti ditekan R : nyeri pada kaki kanan, tangan kiri S : nyeri skala 4 T : hilang timbul 9) Spiritual Sebelum sakit: Klien rutin menjalankan sholat 5 waktu Saat dikaji: Klien
tidak
menjalankan
sholat
namun
selalu
berdoa
untuk
kesembuhannya
41
10) Hygiene No
Pembanding
Sebelum sakit
Saat sakit
1
Mandi
Sehari 2 kali
Sehari 1-2 kali
2
Keramas
2-3 hari sekali
Belum keramas
3
Ganti pakaian
Sehari 2 x
Sehari 1 x
4
Sikat gigi
Sehari 2 x
Sehari 1 x
5
Memotong kuku
Tidak rutin
Belum memotong kuku
11) Istirahat Tidur Sebelum sakit: Klien mengatakan biasanya tidur dari pukul 21.00WIB dan terbangun pukul 05.30 WIB Saat dikaji: Klien mengatakan sejak dirawat dirinya susah untuk tidur, klien mengatakan dimalam hari sering terbangun karena merasakan nyeri dan tidak nyaman berada dirumah sakit,klien merasa banyak yang dipikirkan sejak dirinya kecelakaan.Klien tidur kira-kira dari pukul 23.00 WIB sampai 04.00 WIB, klien mengatakan pusing 12) Aktualisasi Diri Sebelum sakit: Klien tidak memiliki kegiatan khusus.Klien hanya menjalankan rutinitas yaitu seorang mahasiswa. Saat dikaji: Klien tidak beraktualisasi diri seperti biasanya saat di Rumah Sakit. Klien merasa sedih tidak bisa mengikuti banyak kegiatan karena sedang sakit. 13) Rekreasi Sebelum sakit: Klien mengatakan jika dirinya bosan, klien menonton TV, berkumpul dengan keluarga atau teman, pergi berjalan-jalan dengan teman, dll. Saat dikaji:
42
Klien merasa bosan berada di rumah sakit.Hiburanya hanya mengobrol dengan keluarga dan bermain handphone. 14) Kebutuhan Belajar Saat dikaji: Klien sudah mengetahui bahwa dirinya memiliki mengalami patah tulang dan ibu jarinya putus. Klien tahu bagaimana cara penanganan apabila ada kegawatan pada lukanya saat dirumah yaitu periksa ke fasilitas kesehatan terdekat. Klien mengetahui tanda-tanda adanya infeksi pada lukanya.Klien mengatakan bingung dan takut dengan kondisi sakitnya sekarang.
2.
Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
10.3
g/dl
13 – 16
Hematokrit
31
10^3/ul
35-47%
Eritrosit
3,7
106/uL
4,4 – 5,9
MCH
28,6
pg
27 – 32
MCV
83,8
pg
76 – 96
MCHC
34,2
g/dl
29 – 36
Leukosit
10,7
103/uL
3,6 – 11
Trombosit
348
103/uL
150 – 400
RDW
12,5
%
11,6 – 14,80
MPV
8,6
fl
4 – 11
Natrium
139
mmol/L
136.0 – 145.0
Kalium
3.7
mmol/L
3.5 – 4.9
Chlorida
100
mmol/L
98.0 – 107.0
Ureum
26
mg/dl
15 – 39
Creatinin
0.64
mg/dl
0.6 – 1,30
Hematologi
Kimia Klinik Panel Elektrolit
43
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
10,5
detik
9,4 – 11
Koagulasi Plasma Prothombin Time (PPT) Waktu protombhin
10,4
-
PPT Kontrol Partial Thromboplastin time (PPTK) Waktu
30,4
detik
Thromboplastin
34,1
detik
27,7 – 40,2
APTT kontrol
b.
Terapi 1. RL20 tpmIV 2. Ketorolac3 x 30 mgIV 3. Ceftriaxon1 x 2 grIV 4. Gentamicin3 x 80 mg IV
44
3.1 ANALISA DATA
NO.
DATA PENUNJANG
ETIOLOGI
1.
Ds :
2.
DS: Gangguan - Keluarga klien muskuloskeletal mengatakan klien kecelakaan naik motor saat perjalanan pulang kuliah - Keluarga klien mengatakan pergelangannya patah, ibu jari kakinya putus. - Klien mengatakan belum bisa menggerakan tangan dan kakinya DO: - Tampak tangan kirinya di
PROBLEM
Agens cedera fisik Nyeri akut P : bergerak, tersenggol (gerakan fragmen tulang Q : nyeri yang dirasakan dan cedera pada jaringan seperti ditekan lunak) R : nyeri pada kaki kanan, tangan kiri S : nyeri skala 4 T : hilang timbul DO : - Klien terlihat mengernyitkan dahi - Klien terkadang tampak merintih kesakitan - TTV TD = 120/70 mmHg N = 86 x/menit RR = 22 x/menit S=36,5c
Hambatan mobilitas fisik
bidai dari telapak tangan hingga ke lengan atas -
Kaki kanannya di perban
-
Klien hanya berbaring di tempat tidur
45
-
Klien belum bisa untuk miring kanan kiri
-
Indeks
barthel
=
4
(ketergantungan total) -
Klien mengalami fraktur colles dan phalang 2,3 pedis dextra
3.
DS : Trauma jaringan - Klien mengatakan nyeri traksi tulang pada luka patah tulangnya kecelakaan DO: - Tampak adanya luka lecet pada tangan kanan - Kaki kanan di perban dan tangan kiri di bidai - Ada luka jahitan pada ibu jari kakinya
dan Resiko infeksi post
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (gerakan fragmen tulang dan cedera pada jaringan lunak) post kecelakaan 1. Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
muskuloskeletal 2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan traksi tulang
46
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
N
DIAGNOSA
O
KEPERAWATAN
1.
TUJUAN
Nyeri b\d pergeseran Setelah fragmen
1. Kaji
tulang, dilakukan
adanya perlukaan
INTERVENSI
karakteristik
nyeri:
tindakan
lokasi,
keperawatan 24
intensitas)
jam
nyeri terkontrol
*Nyeri
5. Kolaborasi:
*Ekspresi wajah
analgesik
tenang
tingkat rasa nyeri dapat
menentukan apa
yang
4. Berikan suport pada
pemberian
mengetahui
tindakan
imobilitas
berkurang
1. Untuk
sehingga
ekstermitas yang luka
KH:
tidur
durasi,
3. Pertahankan
klien meningkat,
istirahat
(penyebab,
tingkat 2. Kaji TTV setiap 6 jam
kenyamanan
*Klien
RASIONAL
akan
dilakukakan selanjutnya 2. Untuk
obat
mengetahui perubahan
TTV
setiap 6 jamnya. dapat dan
3. Mencegah pergeseran tulang dan pada
penekanan jaringan
luka 4. Menurunkanede ma,
dan
mengurangi nyeri 5. Untuk membantu mengurangi rasa nyeri
47
2.
mobilisasi fisik b\d Setelah kerusakan tulang, gerak
1. Kaji kemempuan
fragmen dilakukakan
pembatasan tindakan keperawatan 24 jam
terjadi
klien
dalam
1. Untuk mengetahui
melakukan
seberapa
ambulasi
kemampuan klien
2. Berikan
latihan
dalam
peningkatan
ROM pasif-aktif
melakukakn
ambulasi, dapat
sesuai
ambulasi.
melakukan
kemampuan
aktivitas secara
3. Ajarkan
pada
bertahap
klien
KH:
tempat
*
bertahap
Peningkatan
aktivitas fisik
2. Untuk
berpindah
4. Evaluasi
secara
klien
dalam melakukan
melakukan
ambulasi
kemampuanny
dalam
latihan
ROM pasif-aktif
klien agar tetap bergerak 4. Untuk
5. Beri HE kepada klien
kemampuan klien
3. Untuk membantu
* Klien dapat
aktivitas sesuai
melatih
dan
menentukan tindakan
apa
keluarga tentang n
yang
pentingnya g
dilakukan
ambulasi dini dan
selanjutnya
tahapanny 6. Kolaborasi
akan
5. Agar
klien
mampu
dengan fisioterapi
melakukan tahap
dalam melakukan
ambulasi
dan
ambulasi
keluarga
bisa
membantu
klien
untuk melakukakn ambulasi Membantu klien agar
mampu
melakukan
48
ambulasi dengan dibantu fisioterapi 3.
Resiko infeksi b\d Setelah trauma jaringan
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi
tanda
gejala
infeksi, dengan kriteria hasil: Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak
1. Kaji tanda gejala infeksi (kemerahan, pus, bengkak, peningkatan suhu tubuh) 2. Kaji TTV 3. Bersihkan lingkungan pasien 4. Instruksikan pada klien , keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 6. Anjurkan meningkatkan intake nutrisi 7. Kolaborasi pemberian antibiotik ceftriaxone 2 gr/24 jam
1. Untuk mengetahui kemerahan bengkak
dan
peningkatan suhu tubuh yang terjadi
pada
klien 2. Mengetahui keadaan pasien setiap 6 jam 3. Mengurangi terjadinya penyebaran kuman
dan
virus 4. Untuk membersihkan kuman
yang
terjangkit pada tangan 5. Untuk mengurangi penulatran kuman 6. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
49
7. Untuk mencegah terjadinya infeksi
50
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
TANGGAL\JAM
1.
03-05-2017\07.00
IMPLEMENTASI
PARAF
1. Mengkaji karakteristik nyeri: (penyebab, lokasi, durasi, intensitas) ( Penyebab: fraktur, lokasi: nyeri makin parah saat digunakan bergerak, skala nyeri 5)
03-05-2017\07.30
2. Mengkaji TTV setiap 6 jam (TD; 120\60, N: 100x\mnt S: 36c RR: 24x\mnt)
03-05-2017\08.00
3. Mempertahankan imobilitas ( Mempertahankan imobilitas yang terlalu berat)
03-05-2016\08.30
4. Memberikan suport pada ekstermitas yang luka ( Memberikan motifasi agar klien lebih tenang)
2.
03-05-2017\09.00
5. Kolaborasi: Memberikan obat analgesik
03-05-2017\09.30
1. Mengkaji kemempuan klien dalam melakukan ambulasi (Mengajarkan klien untuk bergerak, berjalan)
03-05-2017\10.00
2. Memberikan latihan ROM pasif-aktif sesuai kemampuan
03-05-2017\10.30
3. ( Membantu klien melakukan ROM aktif –pasif sesuai kemampuannya)
03-05-2016\11.00
4. Mengajarkan pada klien berpindah tempat secara bertahap ( Mengajarkan klien untuk mengubah posisi daerah yang sakit secara bertahap )
03-05-2017\11.00
5. Mengevaluasi klien dalam melakukan ambulasi ( kita catat hasil akhir kemampuan klien untuk melakukan ambulasi)
03-05-2016\11.30
6. Memberi HE kepada klien dan keluarga tentang pentingnya ambulasi dini dan tahapannya ( Memberikan penjelasan kepada keluarga dan pasien pentingnya melakukan ambulasi)
51
03-05-2016\11.30
7. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam melakukan ambulasi (fisioterapai
ikut
membantu
klien
untuk
malakukakn ambulasi) 3.
03-05-2017\12.00
1. Mengkaji tanda gejala infeksi (kemerahan, pus, bengkak, peningkatan suhu tubuh) (terjadi kemerahan, bengkak di daerah tangan dan
03-05-2017\12.30
kaki) 2. Mengkaji TTV (TD ; 110\70, N:86x\mnt, RR:22x\mnt, S: 36OC 3. Membersihkan lingkungan pasien
03-05-2017\13.00
4. Menginstruksikan pada klien , keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan (klien dan keluarga sudah mau melakukan cuci tangan)
03-05-2016\13.30
5. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien (keluarga sudah melakukan cuci tangan sebelum
03-05-2017\14.00
dan sesudah kontak dengan pasien) 6. Menganjurkan meningkatkan intake nutrisi (klien makan dan minum sesuai porsi yang di berikan)
03-05-2017\14.30
7. Kolaborasi pemberian antibiotik ceftriaxone 2 gr/24 jam (untuk mencegah terjadinya infeksi)
52
3.5 EVALUASI KEPERAWATAN
NO. DX
TANGGAL\WAKTU
1.
04-05-2017\08.00
EVALUASI
PARAF
S : Klien mengatakan masih nyeri di daerah fraktur . P: bergerakter senggol Q : nyeri yang di rasakan seperti di tekan R : nyeri pada kaki kanan tangan kiri S : skla nyeri 4 T : hilang timbul
O: * eksoresi wajah klien tampak meringis Kesakitan Klien masih susah tidur Masih ada nyeri Skala nyeri 3 A : masalah belum teratasi P : intervensi di lanjutkan. No. 1,2,3,4,5
2.
04-05-2017\08.00
S: - Keluarga klien mengatakan pergelangannya patah , ibu jari kakinya putus. - Klien mengatakan belum bisa menggerakan tangan dan kakinya sepenuhnya O: -
Tampak tangan kirinya di bidai dari telapak tangan hingga ke lengan atas
-
Kaki kanannya di perban
-
Klien hanya berbaring di tempat tidur
53
-
Klien belum bisa untuk miring kanan kiri
A : Masalah belum teratasi P : intervensi di lanjutkan no 1,2,3,5,7
3.
04-05-2017\08.00
S : klien mengatakan nyeri berkurang dan terasa gatal O: -
Tampak adanya luka lecet pada tangan kanan Kaki kanan di perban dan tangan kiri di bidai Ada luka jahitan pada ibu jari kakinya
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan no 1,2,6,7
54
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. Multiple frakturadalah suatu patahan pada kontinuitas tulang atau garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya atau tidak pada tulang yang sama, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya.
4.2 SARAN Bagi Penulis Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan terjadinya Fraktur. Bagi Pembaca Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Frakturlebih dalam sehingga dapat mengantisipasi diri dari Multiple Fraktur. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Fraktursehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah informasi tentang Multiple Fraktur serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.
55
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham ,Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995. Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing ProcessApproach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994. Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996. Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993. Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997. Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
56