BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja sejatinya adalah kebutuhan setiap manusia. Tuntutan ini semakin kuat akibat dunia yang semakin berkembang pesat serta kebutuhan hidup yang terus meningkat. Namun, disisi lain setiap pekerjaan memiliki risikonya masing-masing. Penggunaan teknologi dan bahan kimia yang terus mengalami kemajuan akan membuat risiko semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari angka kesakitan dan kematian akibat kerja yang selalu tinggi tiap tahunnya. Menurut data yang dihitung oleh ILO (2011), setiap tahunnya di dunia terdapat 340 juta kasus kecelakaan kerja dan 160 juta kasus penyakit akibat kerja. Dari kasus yang terjadi, 2.3 juta diantaranya merupakan kasus fatality. Sekitar 651.279 kasus disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang berbahaya. Di Indonesia angka kecelakaan kerja terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik bulan Agustus tahun 2009, sekitar 113,89 juta jiwa (49,13%) dari 231,83 juta penduduk Indonesia merupakan populasi usia produktif (15-64 tahun). Dari populasi usia produktif tersebut, 104,87 juta jiwa diantaranya (92,08%) merupakan angkatan kerja. Populasi yang bekerja di sektor formal sebesar 32,14 juta jiwa (30,6%) sementara yang bekerja di sektor informal lebih dari dua kali lipatnya yaitu sebanyak 67,86 juta jiwa (69,3%). (Kurniawidjaja, 2010)
Angka kecelakaan kerja di Indonesia tiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Di tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja. Tahun 2008 angka ini meningkat menjadi 94.736 kasus. Pada tahun 2009 angka ini kembali mengalami peningkatan dengan 96.314 kasus. Begitu pun di tahun 2010 dengan 98.711 kasus kecelakaan kerja. Angka ini terus mengalami peningkatan dan tak kunjung mendapat perbaikan, dimana pada tahun 2011 terdapat 99.491 kasus kecelakaan kerja. Dari 98.711 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2010, 6,647 diantaranya (6,73%) mengalami cacat. Dengan rincian 61,10% diantaranya cacat fungsi, 38,36% mengalami cacat sebagian dan 0,54% mengalami cacat total. Diantara kasus tersebut, sekitar 2191 kasus (2,22%) merupakan kasus fatality. Maka dapat diartikan terdapat sekitar 9 kasus meninggal dunia setiap hari kerja. Angka kasus fatality ini meningkat dimana pada tahun 2009 hanya terdapat 2.144 kasus. (Jamsostek, 2011) Dunia peternakan sendiri memiliki banyak risiko, risiko yang ada dapat mengakibatkan tertularnya penyakit, terjadi cedera, patah tulang, masuknya parasit, sampai dengan kematian. Saat ini peternakan di Indonesia masih belum memperhatikan sisi keamanan kerja bagi pekerjanya. Tentunya hal ini perlu menjadi evaluasi demi keselamatan dan keamanan pegawai ketika sedang bekerja.
1.2 Identifikasi Masalah 1.
Apa yang dimaksud dengan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.
Bagaimana peranan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap kesehatan sapi.
3.
Apa saja risiko kesehatan sapi yang berdampak langsung terhadap pekerja.
1.3 Maksud dan Tujuan 1.
Mengetahui
pengertian
dari
Manajemen
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja. 2.
Mengetahui peranan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap kesehatan sapi.
3.
Mengetahui risiko kesehatan sapi yang berdampak langsung terhadap pekerja.