Bab I Jadi - Copy.docx

  • Uploaded by: Lita Setiawati
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Jadi - Copy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,097
  • Pages: 49
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hipertensi dikenal dengan penyakit “the silent killer”. Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan yaitu dibawah 140/90 mmHg. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti jantung, ginjal, otak dan pembuluh darah besar. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Berdasarkan laporan NHANES tahun 1999-2000 insidensi hipertensi orang dewasa mencapai 29-31% atau 58-65 juta orang di Amerika.48 Di Indonesia, angka kejadian hipertensi juga sangat tinggi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, angka kejadian hipertensi pada 5 tahun terakhir sebanyak 31,7% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara kasus yang belum terdiagnosa diperkirakan sangat tinggi, mencapai hingga 76%. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2004, hipertensi menempati urutan ketiga sebagai penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan. Pada tahun 2006, hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang paling sering diderita pasien oleh pasien rawat jalan Indonesia (4,67%) setelah ISPA (9,32%).14 Data tahunan di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit menunjukkan bahwa penyakit Hipertensi menduduki peringkat ketiga penyakit terbanyak dengan jumlah 977 orang pada tahun 2017. Selain itu wawancara singkat yang dilakukan pada 6 pengunjung didapatkan bahwa 4 diantaranya merupakan perokok aktif sedangkan 2 pengunjung lainnya tidak merokok. Saat dilakukan pengukuran tekanan darah, didapati peningkatan tekanan darah pada 4 pengunjung yang merupakan perokok aktif dibandingkan dengan 2 orang yang

1

2

tidak merokok. Angka kejadian ini cukup signifikan sehingga peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur”.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah atau keadaan yang dikemukakan maka yang menjadi permasalahan adalah “Adakah hubungan antara perilaku merokok terhadap risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Diketahuinya hubungan antara perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. 2. Tujuan Khusus Diketahuinya jumlah terjadinya hipertensi akibat lamanya merokok pada masyarakat yang berobat di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan . 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dan dampak dari penyakit hipertensi tersebut sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan perubahan tingkah laku masyarakat.

b. Manfaat Aplikatif 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenaga-tenaga kesehatan.

3

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sehingga mencegah dan meminimalkan risiko penyakit akibat hipertensi c. Manfaat Metodologik Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat membantu menemukan metode baru dan muncul strategi baru terhadap penanggulangan hipertensi yang lebih efisien.

D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah hubungan antara perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. Dalam penelitian ini menggunakan metode dengan pendekatan cross sectional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hipertensi

4

1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. 28 Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang akan memberi gejala, yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/ right ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).8 Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. Menurut Hull hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.17 Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

5

2. Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih. Sedangkan menurut 2 JNC VII (Seventh Join National Committee) 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140–159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90–99 mmHg, stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangkan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 110 mmHg.32 Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH Klasifikasi tekanan darah

Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)

Normal

<130 dan <85

Prehipertensi

130-139 atau 85-89

Hipertensi Stadium I

140-159 atau 90-99

Hipertensi stadium II

>160 atau >100

Hipertensi stadium III

> 180 atau > 110

Sumber: WHO-ISH 1999

1. Kategori normal yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya di bawah 130 mmHg dan tekanan darah diastoliknya di bawah 85 mmHg. 2. Kategori normal tinggi (pre hipertensi) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 130-139 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 8589 mmHg.

6

3. Kategori hipertensi ringan (stadium 1) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 140-159 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 9099 mmHg. 4. Kategori hipertensi sedang (stadium 2) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 160-179 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 100-109 mmHg 5. Kategori hipertensi berat (stadium 3) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 180-209 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 110-119 mmHg. 6. Kategori hipertensi maligna (stadium 4) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya 210 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastoliknya 120 mmHg atau lebih. Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi. Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan. Tekanan darah sistolik, yang berupa angka yang diatas, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung berkontraksi dan memompa darah ke dalam peredarannya. Tekanan diastolik, yang berupa angka bawah, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung santai setelah kontraksi. Oleh karena itu tekanan diastolik mencerminkan tekanan minimal yang dikenakan pada arteri-arteri tersebut.13 Klasifikasi hipertensi menurut kausanya dibagi menjadi dua sekunder dan primer (esensial). Hipertensi primer merupakan hipertensi yang penyebab spesifiknya tidak diketahui. Sekitar 30% penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktor-faktor genetik. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab tertentunya diketahui. Klasifikasi hipertensi menurut gangguan tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu sistolik dan diastolik. Hipertensi sistolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah sistolik saja sedangkan hipertensi diastolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan diastolik. Klasifikasi beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi berat.9

7

3. Patogenesis Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara; pertama, meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Kedua, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Ketiga, bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. Menurut Bustan, Hipertensi dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plak yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.9 4. Gejala hipertensi Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

8

a. Sakit kepala b. Kelelahan c. Mual d. Muntah e. Sesak nafas f. Gelisah g. Pandangan menjadi kabur 5. Pengukuran Tekanan Darah Menurut Sustrani tekanan darah diukur dengan menggunakan alat tensimeter (sphygmomanometer) dan steteskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa atau (merkuri), aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaanya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya.40 Sebelum mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu : a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan. b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat). c. Pakailah baju lengan pendek. d. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling sedikit 80 % lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2/3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop.15

9

6. Etiologi Penyakit a. Hipertensi Esensial (Hipertensi Primer) Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti namun biasanya sebagai akibat dari sensitivitas garam, homeostasis renin, resistansi insulin, tidur apneu, genetik (keturunan), umur, dan obesitas. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. b. Hipertensi Sekunder Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu. 1) Penyakit Ginjal dengan kriteria stenosis arteri renalis, pielonefritis glomerulonefritis, tumor-tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), dan trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) atau akibat terapi penyinaran yang mengenai ginjal 2) Kelainan Hormonal seperti Hiperaldosteronisme, Sindroma Cushing (sekresi kortisol yang berlebihan), dan Feokromositoma. Tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). 3) Obat-obatan, biasanya jenis obat-obatan yang dikoonsumsi seperti pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan alkohol, dan konsumsi kayu manis (dalam jumlah sangat besar). 4) Penyebab lainnya bisa diakibatkan oleh koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, porfiria intermiten akut, keracunan timbal akut. 7. Komplikasi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut.

10

Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung. 8. Diagnosis Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal. a. Retina Retina merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi. b. Jantung Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan tersebut bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik untuk menggambarkan keadaan jantung). Bunyi jantung yang abnormal (disebut bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung paling awal yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. c. Ginjal

11

1) Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal. 2) Pemeriksaan pada penderita usia muda bisa berupa rontgen dan radioisotop ginjal, rontgen dada serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu. Untuk menemukan adanya kelainan ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal sebelumnya. 3) Sebuah stetoskop ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya bruit (suara yang terjadi karena darah mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang mengalami penyempitan). Dilakukan analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal.

9. Tinjauan Tentang Faktor Risiko Hipertensi a. Faktor Keturunan atau Gen Faktor-faktor genetika dianggap memainkan peranan penting dalam perkembangan hipertensi esensial. Namun demikian, gen-gen untuk hipertensi belum teridentifikasi (gen adalah kromosom sangat kecil yang menghasilkan protein-protein yang menentukan karakteristik individu).13 Sekitar 30 % penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktorfaktor genetik. Pada orang-orang yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita hipertensi, tekanan darah tinggi dua kali lebih tinggi pada populasi secara umum. Jarang sekali gangguan genetik tertentu yang tidak biasa yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar adrenal bisa menyebabkan hipertensi.13 b. Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan) Ada hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat di atas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara.25 Cara mudah untuk mengetahui seseorang termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah

12

berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT

Kurus

Kategori

IMT

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17,0-18,5

Normal Gemuk

18,5-25,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan

>25,0-27,0

(obesitas) Kelebihan berat badan tingkat berat

<27

Sumber: Depkes RI 2001

c. Faktor Jenis Kelamin (Gender) Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi.40 Pada sebuah penelitian berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan. d. Faktor Usia Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.40 Menurut Kaplon 1985 pria yang berusia <45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih,

13

sedangkan yang berusia >45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih.40 Dari hasil Riskesdas proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko 11,53 kali. e. Faktor Asupan Garam WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Garam merupakan faktor penting dalam patogensis hipertensi. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.25 f. Aktivitas Fisik (Olahraga) Menurut Arjatmo dan Hendra kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.5 g. Kebiasaan Merokok Menurut Smith dan Tom kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar.41

B. Tinjauan Tentang Rokok 1. Pengertian Rokok

14

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. 2. Kebiasaan Merokok Menurut Mustafa dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan.. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan.24 Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan

berhubungan

dengan

dalamnya

hisapan

rokok

yang

dilakukan.38 Artinya, makin banyak rokok yang dihisap, makin lama kebiasaan merokok, makin tinggi kadar tar dan nikotin yang dihisap, makin dalam seseorang menghisap rokoknya, maka semakin tinggi efek perusakan yang akan diterima orang tersebut.2

C. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat segera setelah menghisap hisapan pertama. Nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan ke seluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan Epinephrine (adrenaline). Hormon yang sangat kuat ini menyempatkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras di bawah tekanan yang lebih tinggi13. Setelah merokok dua batang rokok saja, tekanan sistolik dan tekanan diastolik meningkat rata-rata 10 mmHg. Tekanan darah tetap pada tingkat ini sekitar 30 menit setelah selesai merokok. Saat efek nikotin hilang, tekanan darah berangsur-angsur turun. Namun demikian, jika anda perokok berat, tekanan darah tetap pada tingkat yang lebih tinggi sepanjang hari.15

15

Bahan-bahan kimia dalam tembakau dapat merusak dinding-dinding dalam arteri, sehingga membuatnya lebih rentan terhadap akumulasi kolestrol yang mengandung endapan-endapan lemak (plak) yang menyebabkan penyempitan pada arteri. Tembakau juga memicu pelepasan hormon-hormon

yang

menyebabkan tubuh mempertahankan cairan. Kedua faktor ini, penyempitan arteri dan peningkatan cairan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.15 Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit.26 Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena merokok secara aktif maupun pasif pada dasarnya mengisap CO (karbon monoksida) yang bersifat merugikan.

Akibat gas CO terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan

pasokan jaringan berkurang.

Ini karena, gas CO mempunyai kemampuan

mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Seharusnya, hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya di hemoglobin. Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme dan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Durasi atau lama merokok merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam menentukan risiko hipertensi dan penyakit oaru-paru. Menghisap rokok 1 bungkus per hari selama 40 tahun lebih berisiko dibandingkan dengan menghisap rokok 2 bungkus selama 20 tahun, sehingga semakin lama durasi merokok maka semakin besar risiko untuk mengalami kejadian kanker paru.43 D. Kerangka Teori

16

Menurut Beevers tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, merokok, jenis kelamin, usia.7 Berdasarkan teori yang diperoleh maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi       

Variable Dependen

Perilaku Merokok Usia Jenis Kelamin Status Gizi Riwayat Hipertensi Stress Asupan garam

Hipertensi

Gambar 2.1 Kerangka Teori H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti.27 Berdasarkan kerangka pikiran dan tinjauan pustaka, maka peneliti mengambil beberapa variabel yang akan diteliti diantaranya variabel independen (faktor) dan variabel dependen (efek). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu hipertensi. Sehingga dapat digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Variable Independen Perilaku Merokok (dihitung berdasarkan rumus brinkman)

Variable Dependen Hipertensi

17

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

I. Hipotesis 1. Ada hubungan antara perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian Lokasi menjelaskan tempat atau lokasi tersebut dilakukan. Lokasi penelitian ini sekaligus membatasi ruang lingkup.27 Lokasi penelitian ini di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. Pengumpulan data

18

dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2018 dan dilanjutkan dengan pengolahan data serta penyusunan laporan hasil penelitian.

B. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko (variabel independen) dan variabel-variabel yang termasuk efek (variabel dependen) di observasi sekaligus pada waktu yang sama.27

C. Subjek Penelitian Populasi target dalam penelitian ini adalah warga perokok yang datang ke Poli Umum, Posbindu, Poslansia di wilayah kerja Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.27 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang menderita Hipertensi pada tahun 2017 sebanyak 977 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan perlu dianggap mewakili seluruh populasi.24

a. Besar Sample Penelitian Cara menetukan besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumus slovin: 𝑛

=

𝑁 1+𝑁(𝑑)2

Keterangan : n

: besarnya sampel

N : besarnya populasi d

: tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,10)

19

Sehingga diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : 𝑛=

𝑁 1 + 𝑁(𝑑)2

𝑛=

977 1 + 977(0,10)2

𝑛=

977 1 + 9,77

𝑛=

977 10,77

𝑛 = 90,71 dibulatkan menjadi 91 orang

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri – ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel.5

1. Kriteria Inklusi a. Dapat diajak berkomunikasi. b. Berusia 35 tahun keatas. c. Pasien yang datang berobat di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit, hadir pada Posbindu dan Poslansia d. Perokok aktif

2. Kriteria Eksklusi a) Tidak bersedia menjadi responden.

F. Variabel Penelitian 1.

Variable Bebas (Independent) Variable bebas (Independent) pada penelitian ini adalah perilaku merokok.

2.

Variabel terikat (Dependent) Variabel terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah hipertensi

20

G. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah rumusan pengertian variabel-variabel yang diamati, diteliti, dan diberi batasan.28 Untuk mendapatkan kesamaan penafsiran dan pengertian serta untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel yang diamati / diteliti agar tidak meluas sehingga terdapat persamaan persepsi, maka peneliti memberikan batasan-batasan istilah yang digunakan, yaitu

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

21

1. Perilaku Merokok

Faktor faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung.

Indeks Brinkman

2. Hipertensi

Gangguan yang Wawancara dimana ada peningkatan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg yang diukur dengan menggunakan tensi meter dan stetoskop

Hasil perkalian antara durasi merokok dalam tahun dikalikan dengan jumlah batang per hari

a. Perokok Ringan b. Perokok Sedang c. Perokok Berat

a. Wawancara dan b. membagi menjadi 5 c. d. kategori e.

Pre hipertensi Normal Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3

Ordinal

Ordinal

H. Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian Pengukuran pengetahuan adalah pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang akan kita ukur atau kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatannya.6 Alat ukur atau instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner (angket) yang dibuat sendiri dan tidak diuji validitas dan realibilitasnya oleh peneliti karena pertanyaan yang bukan bersifat persepsi dan memiliki jawaban yang pasti. Pertanyaan yang digunakan adalah jumlah rokok yang dihisap perhari dan berapa tahun merokok. Data yang berhasil dikumpulkan akan dihitung menggunakan rumus Indeks Brinkman dan disesuaikan dengan kategori derajat Indeks Brinkman. Pengumpulan data tersebut menggunakan metode wawancara dan mengisi formulir kesediaan (Informed consent) yang sudah tersedia dalam lembar wawancara. Rumus Indeks Brinkman a. Jumlah batang rokok per hari digolongkan menjadi :

22

1. Perokok Ringan (<10 batang per hari) 2. Perokok Sedang (10 – 20 batang per hari) 3. Perokok Berat (>20 batang per hari) b. Durasi merokok digolongkan menjadi : 1. Pasien yang merokok < 5 tahun 2. Pasien yang merokok 5-10 tahun 3. Pasien yang merokok >10 tahun Berdasarkan Indeks Brinkman, perokok diklasifikasikan menjadi tiga subkelompok yaitu perokok ringan (Indeks Brinkman 0-200), perokok berat (Indeks Brinkman > 600) dan perokok sedang (Indeks Brinkman 200-600). Cara menghitung Indeks Brinkman yaitu : Indeks Brinkman (BI) Jumlah batang rokok per hari x durasi lama merokok (tahun)

Sehingga, sampel pada penelitian ini dikelompokkan menjadi : a. Perokok ringan yaitu pasien dengan nilai Indeks Brinkman 0-200 b. Perokok sedang yaitu pasien dengan nilai Indeks Brinkman 200-600 c. Perokok berat yaitu pasien dengan nilai Indeks Brinkman > 600

I. Pengumpulan data 1.

Data Primer Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Dilakukan dengan cara wawancara berstruktur dan observasi langsung kepada penderita hipertensi yang dijadikan sampel. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop, tensi meter.

J. Pengolahan Data 1. Manajemen Data

23

Manajemen data yang perlu dilakukan sebelum melakukan analisis data adalah pengelolahan data. Pengolahan data untuk penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Editing Pada tahap ini yang dilakukan yaitu memeriksa pertanyaan pada kuesioner yang dikumpulkan berkaitan dengan kelengkapan dalam pengisian, kesalahan penelitian konsistensi jawaban dari setiap kuesioner dan berkesinambungan serta menjumlahkan kuesioner dan responden. b. Coding Tahap ini yaitu proses pemberian kode pada setiap pertanyaan dan jawaban dalam kuesioner untuk memudahkan pengolahan data. c. Entry Masukan data yang telah ditabulasi kedalam sistem komputerisasi secara manual. d. Cleaning Data yang dikelompokkan, selanjutnya pada tahap ini dilakukan pemeriksaan ulang bila ada kesalahan pada tahap sebelumnya, e. Tabulating Data Kegiatan memasukkan data dalam bentuk tabel-tabel.

2. Analisis Univariat Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap variabel.5 Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi relatif dimana frekuensi tiap kelas diubah dalam bentuk persen (%). Perubahan menjadi persen dilakukan dengan membagi frekuensi (f) dengan jumlah hasil observasi (N) dan dikalikan 100% dengan rumus: 𝑓

P = 𝑁 x 100% Keterangan : P = Proporsi 𝑓 = Frekuensi N = Jumlah Responden

24

3. Analisis Bivariat Uji statistik yang dilakukan adalah Chi Square untuk melihat hubungan dua variabel yaitu variabel independen dengan variabel dependen yang keduanya berbentuk kategori. Uji yang dipakai adalah uji chi-square dengan batas kemaknaan nilai α = 0,10.48 Analisis bivariat dilakukan dengan cara uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 90% (α = 0,10) untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pata tingkat signifikansi (nilai P), yaitu : a. Jika nilai P ≤ 0,10 maka hipotesis penelitian diterima b. Jika nilai P > 0,10 maka hipotesis penelitian ditolak Selain menggunakan uji statistik Chi Square peneliti juga menggunakan teknik komputerisasi.

K.

Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek penelitian adalah manusia, maka hak peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia. Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mendapat ijin dari Ketua Puskesmas Kelurahan duren Sawit dan dari responden sendiri melalui inform consent. Menurut Hidayat dalam buku Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data, etika yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian adalah :

1. Informed Consent Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

25

Anonimity memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi atau pun masalah – masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

BAB IV GAMBARAN KOMUNITAS A. Gambaran Umum Puskesmas

26

Indonesia sehat 2016 adalah visi pembangunan sehat di Indonesia. Puskesmas dijadikan sebagai ujung tombak upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat maupun kesehatan perorangan. Lebih dari tiga dasawarsa Republik Indonesia mencoba berupaya menyelesaikan persoalan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Gagasan–gagasan baru untuk menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan kesehatan dicoba namun demikian faktanya adalah kualitas pelayanan kesehatan di negara Indonesia masih jauh dari memuaskan bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. 1.

Definisi Puskesmas Puskesmas

adalah

Unit

Pelaksana

Teknis

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. 2.

Visi Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2015. Kecamatan sehat adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yang mencakup empat indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta, derajat kesehatan penduduk kecamatan. 3.

Misi b. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. c. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. d. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. e. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.

4. Tujuan

27

Tujuannya adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2016. 5.

Fungsi Ada tiga fungsi Puskesmas, yaitu :  Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Puskesmas mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, dengan indikator: a.

Tersedianya air bersih

b.

Tersedianya jamban yang sehat

c.

Tersedianya larangan merokok

d.

Adanya dokter kecil untuk SD atau PMR untuk SMP

 Pusat Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan

perorangan,

warga

dan

masyarakat

ini

diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat mempunyai indikator : a. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat b. Tumbuh dan kembangnya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) c. Tumbuh dan berfungsinya kesehatan masyarakat.  Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama a. Promosi kesehatan masyarakat b. Kesehatan lingkungan c. KIA ( Kesehatan Ibu dan Anak ) d. KB ( Keluarga Berencana ) e. Perbaikan gizi masyarakat

28

f. P2M ( Pengendalian Penyakit Menular ) g. Pengobatan dasar Pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh puskesmas meliputi:  Pelayanan Kesehatan Perorangan Pelayanan yang bersifat pribadi (Private Goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.  Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan yang bersifat publik (Public Goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 6.

Azas Azas penyelenggaraan dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.  Azas Pertanggungjawaban Wilayah a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan. b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. c. Membina

setiap

upaya

kesehatan

strata

pertama

yang

diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya. d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.  Azas Pemberdayaan Masyarakat a. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB) b. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD) c. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

29

d. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL), PSN DBD e. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), Jumantik Sekolah f. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda g. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) h. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) i. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).  Azas Keterpaduan Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni : a. Keterpaduan Lintas Program Contoh keterpaduan lintas program antara lain : 1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : Keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi kesehatan & pengobatan. 2) UKS : Keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja, kesehatan jiwa dan kesehatan lingkungan. 3) Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan jiwa & promosi kesehatan. b. Keterpaduan Lintas Sektor Upaya ini memadukan penyelenggaraan program puskesmas dengan program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatn dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektoral antara lain : KIA yakni keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) & Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Selain itu juga memadukan program UKS, perbaikan gizi, kesehatan kerja, dan kesehatan lingkungan.  Azas Rujukan

30

Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan

dan

juga

untuk

meningkatkan

efisiensi,

maka

penyelenggaraan setiap program puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan. a. Rujukan Medis Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal maupun horizontal). Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas : 1) Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan sikap medis (contoh : operasi) dan lain-lain. 2) Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. 3) Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas. b. Rujukan Kesehatan 1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan bahan pakaian. 2) Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, gangguan kesehatan karena bencana alam. 3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan kesehatan masyarakat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu. 7.

Upaya Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan garda terdepan dalam pembangunan kesehatan masyarakat yang berfungsi melayani tugas

31

teknis dan administratif. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni:  Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yaitu: a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi mayarakat e. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular f. Upaya pengobatan  Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas, yakni: a. Upaya kesehatan sekolah b. Upaya kesehatan olahraga c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat d. Upaya kesehatan kerja e. Upaya kesehatan gigi dan mulut f. Upaya kesehatan jiwa g. Upaya kesehatan mata h. Upaya kesehatan usia lanjut i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Penyelenggaran pelayanan kesehatan oleh Puskesmas meliputi : a. Promotif ( peningkatan kesehatan ) b. Preventif ( upaya pencegahan )

32

c. Kuratif ( pengobatan ) d. Rehabilitatif ( pemulihan kesehatan )

B.

Gambaran Umum Puskesmas Kelurahan Duren Sawit 1.

Profil Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Kelurahan Duren Sawit adalah merupakan salah satu dari 7 (tujuh) kelurahan yang terletak dibagian selatan kecamatan Duren Sawit kotamadya Jakarta Timur dan secara geografis berada diwilayah timur DKI jakarta. Dibangun pada tahun 1984 di atas tanah seluas 600 m2 dengan luas bangunan 400 m2. Berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 tentang penyempurnaan batas dan luas wilayah sebagai pelaksanaan keputusan gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251

tahun

1986

tentang

Pemecahan,

penyatuan,

penetapan

batas,perubahan nama kelurahan yang kembar atau sama dan penetapan luas wilayah kelurahan. maka kelurahan duren sawit memliki luas wilayah 455,55 ha yang ditata kedalam RT/RW sebanyak 17 RW dan 181 RT (jumlah RT sebelumnya 187 RT namun terjadi pengurangan yang disebabkan karena ada beberapa lingkungan RT terkena proyek banjir Kanal Timur (BKT) yaitu RT, 008,009,010 yang berada dilingkungan RW 02 RT. 006,/4 dan RT 011/11. 2.

Visi Menjadi Puskesmas yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan pelayanan standart Mutu Internasional menuju tercapainya Duren Sawit sebagai kota sehat.

3.

Misi - Meningkatkan mutu pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan. - Mengembangkan profesional SDM - Mengembangkan sarana kesehatan puskesmas. - Mewujudkan manajemen puskesmas kompak dan solid. - Mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan

33

4.

Struktur Organisasi

KA. PKM KEL Duren Sawit dr. Amalia Wkl.Manajemen Lisa Pujiastuti

DOCUMENT CONTROL Ririn Ardiani

KEPEGAWAIAN TATA USAHA Purnama Wati

KEUANGAN Nuriska

UMUM Idil Fitri

LOKET Idil Fitri

KESMAS dr. Amalia

YANKES drg. Wardah

PROMKES Fahmi

POLI UMUM dr. Amalia

POSYANDU/GIZI

KIA Susilawati

Fahmi

LOKET Idil Fitri

PERKESMAS Susiyawati

KB Nurhasanah

RW SIAGA Susiyawati

KAMAR OBAT Mariana

LANSIA Nuriska

P2ML Nuriska

KESLING Lisa Pujiastuti

TIM KPLDH

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Duren Sawit

5.

Data Geografis Puskesmas ini mencakup wilayah kerja seluas 455,55 Ha dengan batas wilayah Kelurahan Duren Sawit sebagai berikut: - Sebelah Utara

: Jalan Raya perumnas, Kelurahan kelender

34

- Sebelah Timur

: Kali buaran, Kelurahan malaka sari, Kel. pondok kelapa

- Sebelah selatan

: kalimalang, Kelurahan cipinang melayu,

- Sebelah barat

: Jalan basuki rahmat, Kelurahan pondok bamboo

Gambar 4.3

Peta

Wilayah

Puskesmas

Kelurahan

Duren Sawit

6.

Data

Demografik

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duren Sawit tahun 2017 adalah 70.509 jiwa termasuk di dalamnya 35.207 laki-laki, dan 35.302 perempuan. a. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Tabel 4.1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin No.

RW

WNI

WNA

JUMLAH

35

LK

PR

JUMLAH LK PR JUMLAH

1

01

3.397

3.099

6.496

-

-

-

6.496

2

02

1.849

1.964

3.813

-

-

-

3.813

3

03

2.089

2.341

4.430

-

-

-

4.430

4

04

1.703

1.850

3.553

-

-

-

3.553

5

05

2.689

2.880

5.569

-

-

-

5.569

6

06

1.599

1.775

3.374

-

-

-

3.374

7

07

3.620

3.437

7.057

-

-

-

7.057

8

08

1.401

1.579

2.980

-

-

-

2.980

9

09

2.169

2.083

4.252

-

1

1

4.253

10

10

2.247

2.140

4.387

-

-

-

4.387

11

11

1.546

1.384

2.930

-

-

-

2.930

12

12

1.211

1.256

2.467

1

-

1

2.468

13

13

1.731

1.610

3.341

1

-

1

3.342

14

14

1.292

1.257

2.549

-

-

-

2.549

15

15

1.930

1.909

3.839

-

1

1

3.840

16

16

2.409

2.439

4.848

-

-

-

4.848

17

17

2.323

2.297

4.620

Jumlah 35.205 35.300

70.505

4.620 2

2

b. Jumlah RT dan KK setiap RW

Tabel 4.2 Jumlah RT dan KK setiap RW No.

RW

RT

KK

1

01

13

1.600

2

02

9

873

3

03

9

916

4

04

8

987

5

05

9

1.105

6

06

14

810

7

07

9

1.626

8

08

16

728

4

70.509

36

9

09

16

828

10

10

12

830

11

11

10

785

12

12

8

518

13

13

10

1.768

14

14

9

589

15

15

8

907

16

16

9

1.400

17

17

11

822

180

17.902

Jumlah

7.

Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit adalah sebanyak 20 orang dengan rincian sebagai berikut:

8.

Dokter Umum

: 3 orang

Dokter Gigi

: 1 orang

Bidan

: 4 orang

Perawat

: 4 orang

Perawat Gigi

: 1 orang

Ahli Gizi

: 1 orang

Tata usaha

: 2 orang

Apoteker

: 1 orang

Kebersihan

: 2 orang

Keamanan

: 1 orang

Sarana Pelayanan Kesehatan RS Pemerintah

:1

Puskesmas

:2

37

Rumah Bersalin

:0

Posyandu

: 18

Karang Balita

: 17

Dokter Praktek

: 10

Bidan Praktek

:8

Apotek

:4

Shinse

:1

Akupunktur

:1

Taman Gizi

:1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Data Responden Penelitian

38

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 91 responden untuk meneliti hubungan perilaku merokok terhadap risiko terjadinya hipertensi. Dari 91 responden ini dapat dijelaskan datanya sebagai berikut:

1. Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin Frequency

Percent

Valid Percent

laki-laki

82

90,1

90,1

Perempuan

9

9.9

9,9

Total

62

100.0

100.0

Valid

Sumber, olah data primer 2018 Berdasarkan tabel diatas maka dapat dijabarkan bahwa dari 91 responden sebanyak 82 (90,1%) adalah laki-laki, sedangkan sebanyak 9 (9,9%) adalah perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dominan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan prosentasi 90,1%. 2. Berdasarkan Usia Table 5.2 Rentang Usia Responden RespondenUsia

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

35-50

54

59.3

59.3

50-65

23

25.3

25.3

> 65

14

15.4

15.4

Total

91

100.0

100.0

Sumber, olah data primer 2018 Berdasarkan data penelitian diatas didapatkan hasil bahwa rentang usia responden dari 35-50 tahun terdapat 54 (59,3%) orang, usia 50-65 tahun sebanyak 23 orang (25,3%), sedangkan usia yang lebih dari 65 tahun adalah sebanyak 14 orang

39

(15,4%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berusia 35-50 tahun dengan presentase 59,3%. b.

Analisis Data 1. Hasil Analisis Univariat a. Gambaran Perilaku Merokok berdasarkan Tingkat Derajat Merokok di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Derajat berat merokok dari responden ini adalah hasil yang didapat menggunakan rumus Indeks Brinkman yaitu hasil perkalian antara durasi merokok dalam tahun dikalikan dengan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap perhari.

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Sampel terhadap Tingkat Derajat Merokok di Puskesmas Kelurahan Duren sawit Derajat Indeks Brinkman

N

%

Ringan

19

20.9

Sedang

26

28.6

Berat

46

50.5

Total

91

100.0

Sumber : Olah Data Primer 2018 Dari data tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa responden merokok yang termasuk derajat merokok ringan terdapat 19 orang (20,9%), derajat merokok sedang sebanyak 26 orang (28,6%) dan derajat merokok berat sebanyak 46 orang (50,5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat merokok berat memiliki responden yang terbanyak yaitu dengan presentase 50,5%.

b. Gambaran Klasifikasi Hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Sampel berdasarkan Klasifikasi Hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren sawit

40

Klasifikasi Hipertensi

N

%

Normal

12

13.2

Pre Hipertensi

27

29.7

Stadium 1

27

29.7

Stadium 2

23

25.2

Stadium 3

2

2.2

Total

91

100.0

Sumber : Olah Data Primer 2018 Berdasarkan tabel 5.4 diatas maka dapat dketahui bahwa responden dengan tensi normal sebanyak 12 orang (13,2%), responden dengan kategori stadium 2 sebanyak 23 orang (25,2%), dan responden dengan stadium 3 sebanyak 2 orang (2,2%). Dengan ini dapat dipastikan bahwa sebagian besar responden menderita Pre Hipertensi dan Hipertensi stadium 1 dengan jumlah masing-masing 27 orang (29,7%).

2. Hasil Analisis Bivariat Berikut ini adalah hasil analisis bivariat antara tingkat derajat merokok dengan kejadian Hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.

Tabel 5.5 Proporsi Perilaku Merokok terhadap Hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Hipertensi

P- Value Total

Normal Kriteria Perokok

Ringan

N %

4 21.1%

Pre Stadium Stadium Stadium hipertensi 1 2 3 8 42.1%

6 31.6%

1 5.3%

0 0.0%

19 100%

41

Sedang

Berat

Total

N

8

8

7

3

0

26

%

30.8%

30.8%

26.9%

11.5%

0.0%

100%

N

0

11

14

19

2

46

%

0.0%

23.9%

30.4%

41.3%

4.3%

100%

N

12 13.2%

27 29.7%

27 29.7%

23 25.3%

2

91

2.2%

100%

%

0,001

Berdasarkan tabel diatas ditemukan bahwa responden dengan derajat perokok ringan yang berjumlah 19 orang, kecenderungan dengan tensi normal 4 orang (21,1%), prehipertensi berjumlah 8 orang (42,1%), hipertensi stadium 1 berjumlah 6 orang (31,6%), dan hipertensi stadium 2 berjumlah 1 orang (5,3%). Sedangkan untuk derajat perokok sedang (26 responden) yang berada pada tahap normal berjumlah 8 orang (30,8%), prehipertensi berjumlah 8 orang (30,8%), pada stadium 1 berjumlah 7 orang (26,9%) dan stadium 2 berjumlah 3 orang (11,5%). Untuk derajat perokok berat, responden yang berada pada tahap prehipertensi berjumlah 11 orang (23,9%), pada tahap stadium 1 berjumlah 14 orang (30,4%), stadium 2 berjumlah 19 orang (41,3%) dan stadium 3 berjumlah 2 orang (4,3%). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kecenderungan hipertensi umumnya terjadi pada responden yang termasuk dalam derajat perokok berat dengan total responden adalah 46 responden. Setelah diuji dengan statistic chi square ternyata didapatkan nilai p = 0,001. Akan tetapi, di bawah tabel hasil uji Chi Square terdapat keterangan bahwa hasil uji chi square ini memuat 6 cell (40%) data yang memiliki ekspektasi di bawah 5, sehingga hasil ini belum bisa diterima. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat dilakukan penggabungan cell. Tabel 5.6 Hasil Uji Chi Square Setelah Penggabungan Cell Hipertensi

PValue Total

Normal Kriteria

Rendah

N

12

Pre Stadium Stadium Stadium hipertensi 1 2 3 16

13

4

0

45

42

Perokok Tinggi

Total

%

26.7%

35.6%

28.9%

8.9%

N

0

11

14

19

%

.0%

23.9%

30.4%

41.3%

N

12

27

27

23

%

13.2%

29.7%

29.7%

25.3%

.0% 100.0% 2

46 0,001

4.3% 100.0% 2

91

2.2% 100.0%

Berdasarkan hasil uji chi square setelah dilakukan penggabungan cell, persentase jumlah cell yang memiliki ekspektasi di bawah 5 menurun menjadi 20%, sehingga hasil uji chi square ini telah dapat diterima. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, diperoleh nilai signifikan hasil pengujian sebesar 0,001. Oleh karena nilai signifikan yang diperoleh < 0,05 maka Ho ditolak dan disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara perilaku merokok dan tingkat hipertensi.

BAB VI PEMBAHASAN

A. Penafsiran dan Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kecenderungan hipertensi terutama hipertensi stadium 3 umumnya terjadi pada responden yang termasuk dalam

43

derajat perokok berat dengan total responden adalah 2 responden (4,3%). Sedangkan hipertensi stadium 2 sebanyak 19 responden dari derajat perokok berat (41,3%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor yang mempengaruhi hipertensi seseorang, salah satunya adalah aktivitas merokok. Karena setelah dilakukan uji statistik dengan chi square terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Smith dan Tom tentang kebiasaan merokok, minumminuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.38 Artinya, makin banyak rokok yang dihisap, makin lama kebiasaan merokok, makin tinggi kadar tar dan nikotin yang dihisap, makin dalam seseorang menghisap rokoknya, maka semakin tinggi efek perusakan yang akan diterima orang tersebut.2 B.

Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data primer dan design cross sectional, sehingga memiliki beberapa keterbatasan : 1.

Data yang didapat tergantung jawaban responden, mungkin responden tidak jujur dalam mengisi kuisioner

2.

Data tekanan darah yang didapat bisa dipengaruhi oleh faktor lain.

3.

Dibutuhkan sample yang lebih besar agar memperkecil simpangansimpangan dari hasil penelitian BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

44

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka didapatkan disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku merokok seseorang yang dihitung dari lama merokok pertahun dikali berapa bungkus rokok perhari mempengaruhi kecenderungan penyakit hipertensi, hal ini dibuktikan dengan sebanyak 46 responden (50,5%) dari 91 responden yang termasuk kriteria perokok berat didiagnosa dengan hipertensi. 2. Setelah dilakukan uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan risiko terjadinya hipertensi (p=0,001).

B. Saran 1. Bagi Petugas Kesehatan Memberikan penyuluhan tentang risiko terjadinya hipertensi. Bagi masyarakat hendaknya lebih memahami faktor-faktor dan dampak dari hipertensi sehingga diharapkan masyarakat memiliki kepedulian untuk mencegah timbulnya penyakit kronis yang disebabkan oleh hipertensi. 2. Bagi Responden Diharapkan dengan adanya penelitian ini, masyarakat mampu memahami pentingnya pengetahuan tentang kesehatan serta mencari informasi tentang hipertensi dan dampak yang bisa ditumbulkan. 3. Bagi Peneliti lain a. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lebih lanjut mengenai topik ini. b. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan lebih lanjut dengan meneliti variabel yang lebih bervariasi

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Y, dkk, 2006. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia. Department of Pulmonology & Respiratory Medicine Faculty of Medicine University

of

Indonesia.

Jakarta.

Available

http://www.searo.who.int/LinkFiles/GYTS_Indonesia-2006.pdf

from

:

45

Aditama TY. 1995. Proses Berhenti Merokok. Cermin Dunia Kedokteran.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anggraini, dkk. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode

Januari

sampai

Juni

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/

2008

[internet].

diakses pada tanggal 02

Oktober 2013

Arjatmo, T., Hendra, U., 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Kesehatan.

Riset

Kesehatan

Dasar

(RISKESDAS) 2007, Laporan Nasional 2007. Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta Desember 2008

Beevers, D. G. 2002. Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 17-18, 22-25, 35,37, 80-81, 84.

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta. __________,2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, Rhineka Cipta

Clerq, L.D & Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan (Suatu Pendahuluan). Semarang: UNIKA.

Departemen Kesehatan RI.2003. warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

______________________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta

Gardner, S, 2007, Smart Treatment for high Blood Pressure Panduan Sehat Mengatasi Tekanan darah Tinggi, Jakarta, Prestasi Pustakaraya

46

Goodman, Cathrine Cavallaro. 1998. Pathology Implication for The Physical Therapist. US : W. B. Saunders company

Gunawan,L. 2001. Hipertensi Darah Tinggi. Yogyakarta : kanisus

G.Sianturi, 2003. Merokok Dan Kesehatan. . http.//kompas.com diakses pada tanggal 02 Oktober 2013

Hull, Alison. 1996. Penyakit Jantung. Hipertensi dan Nutrisi. Jakarta : Bumi Akasara.

Jaya, M, 2009, Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok, Yogyakarta, Katalog Dalam Terbitan.

Jamal, S. (2006). Pria Desa Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak. www. pusdiknakes.or.id/pdpersi/?show=arsipnews&search=1&tgli=%20&tbl=arti kel&startnews=30 -. diakses pada tanggal 02 Oktober 2013

Litbang

Depkes.

Konsumsi

Rokok

dan

Prevalensi

Merokok.

www.litbang.depkes.go.id/.../media/.../ch.1-march.ino_SB1.mar04.pdf diakses pada tanggal 02 Oktober 2013

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi .7 nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007

Mc Gee, dkk. (2005). Is Cigarette Smoking Associated With Suicidal Ideation Among Young People? : The American Journal of Psychology. Washington. http://www.proquest.com/ [on-line].

Mangku, Sitepoe. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta:Gramedia.

47

Muhammadun, 2010, Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah tinggi Sang Pembunuh Sekejap, Yogyakarta. In-Books.

Moleong, Lexy. J. 2007. Metode Penelitian kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta. Pdparsi. 2003.

Nursalam; Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV. Sagung setyo

Palmer, anna. 2002. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga

Prevalence of a Metabolic Syndrome Phenotype in AdolescentsFindings From the Third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994 http://archpedi.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=481403

Diakses

pada tanggal 02 Oktober 2013

Prevalence of Hypertension in the US Adult PopulationResults From the Third National

Health

and

Nutrition

Examination

Survey,

1988-1991,

http://hyper.ahajournals.org/content/25/3/305.short diakses pada tanggal 02 Oktober 2013

Renaldi. 2003. Apakah mau berhenti merokok? Pasti berhasil. Bandung : Ind Publishing House

Robbin

dan

Kumar.

1995.

Buku

Ajar

Patologi

II.

Jakarta:

EGC.

Ruli A, Mustafa. 2005.

Ruli

A,

Mustafa.

2005.

Waspadai

Bahaya

Merokok.

www.Combat

2005.Glogdrive.com. diakses tanggal 27 Mei 2010

Santoso , S. S et al (1987). Kebiasaan makan sirih dan minum-minuman keras. Survey kesehatan Rumah tangga 1986. Seminar Analisa hasil SKRT 86.

48

Soetiarto F. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kerusakan Gigi pada Sopir Bis di Jakarta Tahun 1992.Proceeding Asean Meeting On Dental Public Health. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Padjajaran.1994

Suheni, Y, 2007, Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah CEPU.

Sukendro S. Filosofi Rokok. 2007.Yogyakarta : Pinus Book Publisher.

Suparto, 2000. Sehat Menjelang Usia Senja. Bandung: Remaja Rosdakarya Effset.

Sustrani, L, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

Smith Tom. 1986. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Arcan

______________. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995 Świątkowska, B. (2007). Modifi able risk factors for the prevention of lung. Rep Pract Oncol Radiother, 119-124.

The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 Wardoyo. 1996. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo:Toko Buku Agency

WHO,2011. Statistical annex http://www.wpro.who.int/nr/rdonlyres/a60f077a- 23d94787-bd03-a2cb1d6552a9/0/38statisticaltables2011.pdf

diakses

pada

tanggal 02 Oktober 2013

WHO. Konsumsi Tembakau dan Prevalensi Merokok di Indonesia. 2003.

49

Related Documents


More Documents from "Ramadhani"