BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi Hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurangkurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. 17 Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang akan memberi gejala, yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan/right ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).5 Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. Menurut Hull hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.17 Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi
pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
2.1.2 Etiologi Hipertensi a. Hipertensi Esensial (Hipertensi Primer) Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti namun biasanya sebagai akibat dari sensitivitas garam, homeostasis renin, resistansi insulin, tidur apneu, genetik (keturunan), umur, dan obesitas. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. b. Hipertensi Sekunder Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu. 1) Penyakit
Ginjal
dengan
kriteria
stenosis
arteri
renalis,
pielonefritis
glomerulonefritis, tumor-tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), dan trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) atau akibat terapi penyinaran yang mengenai ginjal 2) Kelainan Hormonal seperti Hiperaldosteronisme, Sindroma Cushing (sekresi kortisol yang berlebihan), dan Feokromositoma. Tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). 3) Obat-obatan, biasanya jenis obat-obatan yang dikoonsumsi seperti pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan alkohol, dan konsumsi kayu manis (dalam jumlah sangat besar). 4) Penyebab lainnya bisa diakibatkan oleh koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, porfiria intermiten akut, keracunan timbal akut.
2.1.3 Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih. Sedangkan menurut 2 JNC VII (Seventh Join National Committee) 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi
stadium I apabila tekanan sistoliknya 140–159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90–99 mmHg, stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangkan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 110 mmHg.20 Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 2.1Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH Klasifikasi tekanan darah
Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal
<130 dan <85
Prehipertensi
130-139 atau 85-89
Hipertensi Stadium I
140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium II
>160 atau >100
Hipertensi stadium III
> 180 atau > 110
Sumber: WHO-ISH 1999
1. Kategori normal yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya di bawah 130 mmHg dan tekanan darah diastoliknya di bawah 85 mmHg. 2. Kategori normal tinggi (pre hipertensi) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 130-139 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 85-89 mmHg. 3. Kategori hipertensi ringan (stadium 1) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 140-159 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 90-99 mmHg. 4. Kategori hipertensi sedang (stadium 2) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 160-179 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 100-109 mmHg
5. Kategori hipertensi berat (stadium 3) yaitu keadaan dimana tekanan darah sistoliknya antara 180-209 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diantara 110-119 mmHg. 6. Kategori hipertensi maligna (stadium 4)
yaitu keadaan dimana tekanan darah
sistoliknya 210 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastoliknya 120 mmHg atau lebih. Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi. Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan. Tekanan darah sistolik, yang berupa angka yang diatas, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung berkontraksi dan memompa darah ke dalam peredarannya. Tekanan diastolik, yang berupa angka bawah, mewakili tekanan dalam arteri saat jantung santai setelah kontraksi. Oleh karena itu tekanan diastolik mencerminkan tekanan minimal yang dikenakan pada arteri-arteri tersebut.9 Klasifikasi hipertensi menurut kausanya dibagi menjadi dua sekunder dan primer (esensial). Hipertensi primer merupakan hipertensi yang penyebab spesifiknya tidak diketahui. Sekitar 30% penyebab hipertensi esensial dapat dikaitkan dengan faktor-faktor genetik. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab tertentunya diketahui. Klasifikasi hipertensi menurut gangguan tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu sistolik dan diastolik. Hipertensi sistolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah sistolik saja sedangkan hipertensi diastolik yaitu hipertensi yang disebabkan oleh peninggian tekanan diastolik. Klasifikasi beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi berat.6 2.1.4 Faktor Resiko Berhubung lebih dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau disebabkan oleh hipertensi primer, maka secara umum yang disebut hipertensi primer. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan hipertensi, yaitu :
a.
Faktor Keturunan
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
b. Ras Statistik menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih. c. Usia Wanita premenopause cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbdaan diantara jenis kelami kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita cenderung terlindungi dari penyakit jantung oleh hormone esterogen. d. Jenis Kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat. e. Stress psikis Stress
meningkatkan
aktivitas
saraf
simpatis,
peningkatan
ini
mempengaruhi
meningkatnya tekkana darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah tetap tinggi. f. Obesitas Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untu memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. g. Asupan garam Na Ion natrium mengakibatkan retemsi air, sehingga volume darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. h. Rokok Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal
untuk melepaskan efinefrin (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi. i. Konsumsi Alkohol Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang diminum semakin tinggi tekanan darah.
j. Olahraga Olahraga yang bersifat kompetensi dan meningkatkan kekuatan dapat memacu emosi sehingga dapat mempercepat peningkatan tekanan darah seperti tinju, panjat tebing dan angkat besi. Bentuk latihan yang paling tepat untuk penderita hipertensi adalah jalan kaki, bersepeda, senam, berenang dan aerobic.
2.1.5 Patogenesis Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara; pertama, meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Kedua, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Ketiga, bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. Menurut Bustan, Hipertensi dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plak yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan
kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.6
2.1.6 Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: a. Sakit kepala b. Kelelahan c. Mual d. Muntah e. Sesak nafas f. Gelisah g. Pandangan menjadi kabur
2.1.7 Diagnosis Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
a. Retina Retina merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk
memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi. b. Jantung Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan tersebut bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik untuk menggambarkan keadaan jantung). Bunyi jantung yang abnormal (disebut bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung paling awal yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. c. Ginjal 1) Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal. 2) Pemeriksaan pada penderita usia muda bisa berupa rontgen dan radioisotop ginjal, rontgen dada serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu. Untuk menemukan adanya kelainan ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal sebelumnya. 3) Sebuah stetoskop ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya bruit (suara yang terjadi karena darah mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang mengalami penyempitan). Dilakukan analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal.
2.1.8 Komplikasi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
2.2
Index Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran
yang
membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan “indeks”, IMT sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Markenson, 2004). Rumus penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah:
Pada remaja dan anak-anak tidak digunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) yang digunakan oleh orang dewasa. Pengukuran dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai presentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia anak karena kecepatan pertumbuhan tinggi badan serta berat badan tidak berlangsung dengan kecepatan yang sama, jumlah lemak tubuh yang masih sering berubah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak dan perbedaan jumlah lemak tubuh untuk anak laki-laki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan berlangsung. (Dinsdale H, Ridler C, Ells L, 2011).
Olahragawan mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang cukup tinggi dikarenakan peningkatan massa otot yang akan menunjukan kategori obesitas dalam pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) namun memiliki kadar lemak tubuh yang rendah (Maqsood S, 2011).
Tabel 2.2Kategori Ambang Batas IMT
Kurus
Kategori
IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5 Normal Gemuk
18,5-25,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
(obesitas) Kelebihan berat badan tingkat berat
>25,0-27,0 <27
Sumber:Depkes RI 2001
2.3
Hubungan Hipertensi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang yang obes akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Angka kejadian hipertensi pada pasien yang menderita obesitas menurut Sweedish Obese Study didapatkan sebesar 13,5% dan angka tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan IMT dan Waist Hip Ratio (WHR) (Sihombing, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Avihani RDH dan Sulcan M pada tahun 2013 menunjukan bahwa sekitar 7,5% hipertensi obesitik diderita oleh remaja awal (Avihani, Sulchan, 2013). Penelitian hipertensi pada pasien yang menderita obesitas berusia dewasa di Indonesia memperlihatkan bahwa, angka kejadian hipertensi pada pasien yang menderita obesitas sebesar 48,6%, presetase pada pasien laki-laki yang menderita obesitas terdapat 50,1% dan pasien perempuan yang menderita obesitas 47,9%. Hasil ini jika dibandingkan dengan angka
kejadian hipertennsi pada pasien yang menderita obesitas hasil laporkan Swedis Obese Study jauh lebih tinggi (Sihombing, 2010).
2.4
Kerangka Teori Menurut Beevers tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, merokok, jenis kelamin, usia.7 Berdasarkan teori yang diperoleh maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:
A. Kerangka Teori Menurut Beevers tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, merokok, jenis kelamin, usia.7 Berdasarkan teori yang diperoleh maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi
Perilaku Merokok Usia Jenis Kelamin Status Gizi Riwayat Hipertensi Stress Asupan garam
Variable Dependen Hipertensi
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.5
Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti.27
Berdasarkan kerangka pikiran dan tinjauan pustaka, maka peneliti mengambil beberapa variabel yang akan diteliti diantaranya variabel independen (faktor) dan variabel dependen (efek). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu hipertensi. Sehingga dapat digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :
Variable Independen Status gizi (indeks massa tubuh)
Variable Dependen Hipertensi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
H. Hipotesis 1. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan risiko terjadinya hipertensi di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur.