Bab I Glomerolunefritis.docx

  • Uploaded by: Rosid
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Glomerolunefritis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,204
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.Peradangan dimulai dalam glomelurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahan (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B.

Tujuan a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, dan gejala klinis dari glomerulonefritis dan poliuri. b. Untuk menjelaskan penatalaksaan, dan komplikasi yang mungkin muncul karena glomerulonefritis.

C.

Rumusan masalah a.

Apakah definisi, etiologi, patofisiologi, dan gejala klinis dari Glomerulonefritis dan poliuri ?

b.

bagaimana penatalaksanaan, komplikasi, yang ditimbulkan oleh Glomerulonefritis ?

1

BAB II PEMBAHASAN

A.

Glomerolunefritis Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana pada kasus seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.Pada keadaan ini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan ginjal dibutuhkan untuk menopang kehidupan.( Blaiir, 1990). Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus ( seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock, 1988). Glumerulonefritis merupakan kerusakan fungsi glomerulus yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Gangguan gangguan pre-renal , seperti hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , satu bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta) Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu

2

mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan.(Suriadi&Rita Yuliani,2001, hal.125) Untuk tujuan pembahasan pada bab ini glomerulonefritis akan dibahas baik akut maupun kronik sebagai berikut: I. Glomerulonefritis Akut A. Pengertian Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita.(Ngastiyah, 1997, hal.294) Glomerulonefritis adalah peradangan dari membran kapiler glomerulus. Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini. Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela (chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis akut pasca infeksi yang serupa. (Porth,2005)

B. Etiologi Menurut Ngastiyah (1997) Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1.

Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina

2.

Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A

3.

Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.

3

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain. Mungkin factor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus. GNA juga disebabkan karena sifilis, keracunan, (timah hitam tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura, anafilaktoid, dan lupus eritematosis. Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik menunjukkan hipotensi sebagai berikut : 1.

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus

dan kemudian merusaknya. 2.

Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak glomerulus 3.

Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen

yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis ginjal. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri

:

Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2.

Virus

:

Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl 3. Parasit

:

Malaria dan toksoplasma

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu Sterptolisin O dan Sterptolisin S. 1) Sterptolisin O Streptilisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup

4

dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas. 2) Sterptolisin S Streptolisin S adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.

C. Patofisiologi Membran dari glomerulus yang normal ada tiga macam sel, epitel, membran lapisan bawah, dan endothelium. Salah satu dari ketiga sel tersebut bisa terpengaruh oleh glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glomerulus yang menimbulkan bengkak dan kematian sel-sel kapiler. Reaksi antigen antibodi mengaktifkan jalur komplimen yang berdampak chemotoxis kepada polymorfonaclear (PMN) leukosit dan mengeluarkan

enzim

lysosomal

yang

menyerang

glomerular

basement

membrane

(GBM)/membran dasar glomerulus. Respon pada GBM adalah peningkatan terhadap ketiga jenis sel glomerular. Berbagai jenis kesatuan penyankit mau menyerang sel spesifik, karena itu disebut diagnosa diferensial dengan biopsi renal. Kemampuan membuat diferensial diagnosa terutama di bantu oleh peningkatan pengetahuan tentang sistem imunitas. Tanda-tanda dan gejala yang berefleksi kepada keruskan glomerulus dan terjadinya kebocoran protein masuk ke dalam urin (proteinuria) dan eritrosit (hematuri). Karena proses penyakit terus berlanjut terjadilah perut yang berakibat menurunnya filtrasi glomerulus dan berdampak oliguri dan retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen. Kesemua itu berdanpak produk sisa kebanyakan cairan, edema,dan

5

azotemia yang di tampilkan melalui nafas pendek, udim yang dependen, sakit kepala, lemah dan anoreksia. Menurut Nursalam (2008,hlm.54) patofisiologi dari glomerulonefritis sebagai berikut: a). Terjadi sesudah infeksi organ tubuh atau merupakan perkembangan sekunder dari gangguan sistemik b). Merupakan reaksi antigen-antibody terhadap produksi kompleks imun yang tertinggal di glomerulus dan menghasilkan membran. c). Scarring dan kehilangan filter bisa menyebabkan gagal ginjal. Menurut smeltzer (2001, hal.1438) patofisiologi dari glomeulonefritis akut sebagai berikut : proliferasi seluler ( peningkatan sel endotelia yang melapisi glomerulus), Infiltrasi leukosit ke glomerulus, dan penebalan membran filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak pasien, antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing) mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen penyerang. Elektron-mikroskopis dan analisis imunogluoresen mekanisme imun membantu identifikasi asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis glomerulonefritis akut.

D. Tanda dan Gejala Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.

E. Manifestasi Klinis Menurut Nursalam manifestasi klinis penyakit glomerulonefritis sebagai berikut : 1) Penyakit ringan umumnya ditemukan saat dilakukan urinalisis secara rutin 2) Riwayat infeksi : faringitis oleh streptokokus kelompok A, Virus hepatitis B, dan Endokarditis 3) Proteinuria, Hematuria, dan Oliguria

6

4) Wajah seperti bulan dan edema pada ekstremitas 5) Lemah dan anoreksia 6) Hipertensi (ringan, sedang, atau berat) 7) Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urine 8) Dari hasil study klinik kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari : 

Diuresis biasanya mulai satu-dua minggu sesudah serangan



Renal clearence dan konsentrasi urea darah kembali normal



Edema dan Hipertensi berkurang



Pada pemeriksaan mikroskop proteinuria dan hematuria masih ada selama beberapa bulan.

Menurut Ngastiah (1997, Hal.296) Gambaran klinik dapat bermacam-macam. Kadangkadang gejala ringan tetapi sering juga pasien datang sudah dalam keadaan payah. Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria( kencing berwarna merah seperti air daging). Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau dapat juga seluruh tubuh. Umumnya terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik. Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum serta kelainan jantung. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, diare sering menyertai pasien GNA. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air di reabsorpsi kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang, ureum pun direabsorpsi kembali lebih dari biasa. Akibatnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan urema, hiperfosfatemia, hidremia, dan asidosis metabolik.

7

Menurut Baughman (2000. Hal.196) Pada bentuk penyakit yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, malaise, edema fasial, dan nyeri hebat. Umumnya terjadi hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA)

F. Pengelolaan Menurut Nursalam : 1)

Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalaksanaan hiperkalemia

(berhubungan dengan insufisiensi renal), H2Blocker(untuk mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat (untuk mengurangi fosfat dan menambah kalsium) 2)

Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada)

3)

Pembatasan cairan

4)

Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN meningkat. Pembatasan perlu

diperketat jika mengarah ke gagal ginjal 5)

Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi katabolisme protein.

6)

Asupan potasium dan sodium diperketat jika terdapat edema, hiperkalemia, atau tanda

gagal jantung (CHF) 7)

Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi : 

Penggantian plasma



Pemberian Imunosupressan (corticosteroids;cyclopfosphamid (Cytoxan))

Menurut Baughman (2000, Hal.197) Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk memulihkan fungsi ginjal dan untuk mengobati komplikasi dengan cepat. 1)

Penisilin, untuk infesi streptokokus residual

2)

Preparat diuretik dan antihipertensi

3)

Pertukaran plasma (plasmaferesis) dan pengobatan dengan obat-obat steroid dan sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, pada penyakit yang berkembang dengan pesat.

4)

Kadang diperlukan dialisis

5)

Tirah baring, selama fase akut sampai urine jernih dan BUN, kreatinin, dan tekanan darah

kembali normal. Nutrisi :

8

1)

Diit protein dibatasi pada peningkatan BUN

2)

Natrium dibatasi pada hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif

3)

Karbohidrat untuk energi dan penurunan protein katabolisme

4)

Cairan diberikan sesuai kehilangan cairan dan berat badan harian ; masukan dan haluaran.

G. Komplikasi Menurut Nursalam (2008) : 1)

Hipertensi, congestive heart failure (CHF), end

2)

okarditis

3)

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut

4)

Malnutrisi

5)

Hipertensi Encephalopati

Menurut Ngastiyah (1997) : 1) Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. 2) Ensefalopati hipertensi merupakan gejla serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3)

Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronki basah,

pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4) Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetin yang menurun. H. Pencegahan Pencegahan terhadap glomerulonefritis akut oleh streptokokus adalah pengobatan yang tepat dari faringitis dan infeksi saluran pernapasan atas. Harus dibuat kultur dan pemberian antibiotik yang tepat. I. Prognosis

9

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.

J. Pemeriksaan Diagnostik Menurut ngastiah (1997,hal.297) pemeriksaan diagnostik untuk glomerulonefritis akut yaitu laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (+), Leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. Albumin serum sedikit menurun, demikian juga lomplemen serum (globulin beta-IC), ureum dan kreatinin meningkat. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi infeksi streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien. Pemeriksaan yang lebih penting dan mendesak adalah urinalisis untuk mengetahui proteinuria, hematuria dan debri-debri jaringan. BUN dan kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan imunologi seperti titer antigen antibodi dan immunoelectrophoresis dilaksanakan..

10

K. Penyuluhan Kesehatan Menurut Baughman (2000. Hal. 197) 1) Instruksikan pada jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, urinalis untuk protein, dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan apakah penyakit telah tereksaserbasi 2)

Instruksikan untuk memberitahu dokter bila gejala gagal ginjal terjadi misalnya ;

kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran urinarius 3) Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera 4)

Rujuk ke perawat kesehatan komunitas yang diindikasikan untuk pengkajian dan

deteksi gejala dini.

II. Glomerulonefritis Kronik A. Pengertian Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens,1993,page.1496) Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah,1997)

B. Etiologi Penyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan glomerulopati sebagai penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul gejala-gejalanya.

C. Tanda dan gejala Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung

11

lama. Umumnya GMK tidak mempunyai hubungan dengan GNAPS (Glomerulonefritis akut pasca streptokok) maupun GNPC (Glomerulonefritis progresif cepat), tetapi kelihatannya merupakan penyakit denova. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Menurut stadium penyakit, mungkin akan timbul poliuria atau oliguria, berbagai derajat proteinuria, hipertensi, ozotemia progresif dan kematian akibat uremia. Pada GNK yang lanjut maka ginjal tampak mengkerut, kadang-kadang beratnya hanya tinggal 50 gram saja dan permukaannya bergranula. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Dilihat dengan mikroskop maka tampak sebagian besar glomerulus mengalami perubahan. Mungkin terdapat campuran antara perubahanperubahan membranosa dan proliferatif dan pembentukan epitel berbentuk sabit. Akhirnya tubulus mengalami atropi, Fibrosis interstisialis dan penebalan dinding arteria. Kalau semua organ strukturnya telah mengalami kerusakan hebat, maka organ ini disebut ginjal stadium akhir, dan mungkin sulit menentukan apakah lesi asalnya terjadi pada glomerulus, interstisial, dan disebabkan oleh pielonefritis kronik, atau vaskuler. Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). (Smeltzer,2001, hlm.1440)

D. Patofisiologi Menurut Smeltzer(2001, hlm.1440) Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang.

12

Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRG).

E. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer (2001, hlm.1440) Gejala Glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata. Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau kejang yng terjadi secara mendadak. Beberapa pasien hanya memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit bengkak dimalam hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala umum seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan umumnya terjadi. Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapat terjadi. Bunyi krekel dapat didengar di paru. Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit. Temuan lain mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi).

F. Pemeriksaan Diagnostik Menurut

Smeltzer(2001,hal.1440)

Sejumlah

nilai

laboratorium

abnormal

muncul.

Urinalisis menunjukkan gravitasi spesifik mendekati 1.010, berbagai proteinuria, dan endapan

13

urinarius (butir-butir protein yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun di bawah 50 ml/menit, perubahan berikut dapat dijumpai :  Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis, dan katabolisme.  Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.  Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)  Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran glomerulus yang rusak.  Serum fosfot meningkat akibat penurunan ekskresi renal  Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfot untuk mengkompensasi peningkatan kadar serum fosfor)  Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang mengandung magnesium  Kerusakan hantara syaraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.

Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.

G. Penatalaksanaan Gejala yang muncul pada pasien glomerulonefritis kronis akan menjadi pedoman perawatan rawat jalan. Jika terjadi hipertensi, tekanan darah diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk susu, telur dan daging) diberikan untuk mendukung status nutrisi yang baik pada pasien. Kalori yang adekuat juga penting untuk menyediakan protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut. Jika edema berat terjadi, pasien harus tirah baring. Kepala tempat tidur dinaikkan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian dipantau, dan diuretik digunakan untuk mengurangi

14

kelebihan cairan. Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal pasien untuk mengekskresi air dan natrium. Dimulainya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar kondisi fisik paien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal. Rangkaian penanganan dialisis sebelum pasien menunjukkan komplikasi signifikan adalah lambat. Menurut Lukman and Sorensen’s (1993, page.1492) obat yang biasa dipakai seperti rifampin, penicillin, sulfonamid, cepalospirin, allopurinol, captopril, cimetidine, azathioprine, phenytoin, thiazin, lithium,, nonstreroid anti agen inflamasi dan furosemide bila memungkinkan.

H. Prognosis Menurut Ngastiah (1997, hal.302) Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahanlahan, tetapi kadang dapat berangsung cepat dan berakhir dengan kematian terjadi dalam 5-10 tahun bergantung pada kerusakan ginjal.

I. Penyuluhan Menurut Baughman,Diane C (2000,hal.1999) 1) Anjurkan pasien dan keluarga tentang rencana pengobatan yang dianjurkan dan resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi termasuk penjelasan dan penjadwalan untuk evaluasi tindak lanjut tekanan darah urinalisis untuk protein dan cast, darah terhadap BUN dan kreatinin. 2)

Rujuk pada perawat kesehatan rumah atau perawat yang bertugas di rumah untuk

pengkajian yang seksama atas kemajuan pasien dan penyuuhan berlanjut tentang masalahmasalah yang harus dilaporkan. Pada pemberi asuhan keperawatan, diit yang dianjurkan dan modifikasi cairan, dan penyluhan tentang obat-obatan 3) Berikan bantuan pada klien dan keluarga serta dukungn mengenai dialisis dampak jangka panjang.

15

B. POLIURIA a). Definisi Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal, disebabkan gangguan fungsi ginjal dalam mengkonsentrasi air kemih. Defenisi lain poliuria adalah volume air kemih lebih dari 3 liter per hari, biasanya menunjukan gejala klinik bila jumlah air kemih antara 4-6 liter per hari. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat kegagalan ginjal dalam memekatkat air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi dan lain-lain.

Menurut Brenner poliuria dibagi 2 macam : 1.Poliuria non fisiologis : pada orang dewasa dengan konsumsi diet Eropa, poliuria didapatkan bila air kemih lebih dari 3 liter/hari. 2.Poliuria berbasis fisiologi : volume air kemih dibandingkan dengan volume air kemih yang diharapkan karena rangsangan yang sama,dikatakan poliuri bila volume air kemih lebih besar dari volume yang diharapkan.

b). Etiologi 1. Intake cairan berlebih. Misalnya pada polidipsia primer, kondisi ini terjadi pada orang dengan gangguan psikologis yang mana orang tersebut tidak sadar minum air begitu banyak. 2. Peningkatan muatan cairan tubular. Intinya muatan yang terkandung di dalam darah meningkat melebihi kondisi normalnya. Misalnya saja kadar ureum meningkat pada gagal ginjal kronis atau kadar glukosa meningkat pada diabetes mellitus. 3. Gradien konsentrasi medula yang terganggu. Penyebabnya adalah penyakit pada medula ginjal seperti nefrokalsinosis, nefropati analgesik, nekrosis papiler ginjal atau penyakit kistik medula. 4. Menurunnya produksi hormon antidiuretik (ADH) pada diabetes insipidus. Kondisi ini bisa terjadi karena ada trauma kepala, atau tumor pada hipotalamus maupun hipofisis sehingga terjadi gangguan produksi ADH. Disebut juga diabetes insipidus kranial.

16

5. Respon tubular terhadap ADH terganggu. Kalau yang ini, ADH-nya berhasil diproduksi. Cuma sayangnya tidak bisa direspon. Akibatnya terjadi hiperkalsemia, menurunnya kadar kalium, toksisitas lithium, dan bisa diwariskan ke keturunannya karena dapat bertaut dengan kromosom X. Kondisi ini disebut juga diabetes insipidus nefrogenik. 6. Poliuria juga bisa terjadi karena orang tersebut baru saja sembuh dari obstruksi (penyumbatan) saluran kemih sehingga urinenya baru bisa keluar dan langsung tergolong banyak jika dibandingkan normal 7. cuaca dingin.

Penyebab poliuria yang sering adalah diabetes mellitus, diabetes insipidussentral (diabetes insipidus neurogenik, diabetes insipidus kranial atauhipotalamik), diabetes insipidus nefrogenik (diabetes insipidus renal,diabetes insipidus resisten ADH), polidipsi primer atau diabetes insipidusdipsogenik. Diantara berabagai penyebab di atas, penyebab yang paling utama adalah diabetes mellitus dan diabetes insipidus. Selain itu dalam beberapa keadaan fisiologik dapat meningkatkan pengeluaran urin misalnya : stress, latihan, dan cuaca panas dengan minumyang berlebihan

c). Tanda dan gejala : Seringnya buang air kecil, polidipsia (rasa haus dan minum yang kronik hingga berlebihan), gampang haus, dan nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil). Seandainya ditemukan gejala tersebut, selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pengecekan kadar gula darah. Seandainya kadar gula darah tidak naik, perlu dilakukan pemeriksaan kreatinin, kalsium, dan kalium. Pemeriksaan yang lain yang bisa dilakukan yaitu tes pengurangan cairan, pengukuran osmolalitas urine dan pengubahan osmolalitas urine.

d). Patofisiologi Poliuria merupakan hasil dari satu dari empat mekanisme ini : (a) peningkatan cairan yang masuk

17

(b) peningkatan GFR (glomerular filtration rate), (c) peningkatan bahan seperti sodium chlorida dan glukosa yang keluar,dan (d) ketidakmampuan ginjal untuk mereabsorpsi air di tubulus distal. Ada beberapa gangguan dan penyakit lain yang juga menampakkan tanda dan gejala poliuria ini, antara lain: penyakit ginjal polikistik, penyakit anemia sel sabit, pielonefritis, amiloidosis, sindrom Sjorgen, dan myeloma. Proses pengobatan pada penyakit tertentu juga ada yang memberikan efek samping berupa poliuria ini, misalnya obat antihipertensi. Jadi, waspadalah ketika mengalami poliuria, karena banyak hal yang dapat menjadi sebab terjadinya poliuria tersebut. Gangguan pada penyakit diabetes, analoginya mirip seperti proses membangun gedung. Ibaratnya sel adalah gedung yang sedang dibangun, insulin adalah tukang bangunannya, dan glukosa adalah semen atau bahan bangunannya. Jika stok bahan bangunan melimpah, namun tukang bangunannya hanya sedikit, maka proses membangun gedung tersebut akan tersendat, sama halnya dengan diabetes. Jika glukosa dalam darah melimpah namun insulin kurang memadai, maka proses metabolisme dalam sel akan terganggu juga. Hal ini sejalan dengan mekanisme terjadinya poliuria. Poliuria terjadi karena tingginya kadar glukosa dalam darah, sehingga darah menjadi lebih pekat atau kental. Salah satu sifat kimia glukosa adalah dapat menarik air (bersifat hidrofilik) dari dalam sel, sehingga volume darah pun ikut meningkat. Dengan volume dan kekentalan darah yang meningkat, hal ini menyebabkan ginjal harus bekerja lebih keras untuk menyaring darah karena ambang batas ginjal hanya 180 mg/dL. Jika dalam darah terdapat glukosa >180 mg/dL maka glukosa tersebut akan dibuang melalui urine, dan terjadilah poliuria. e). PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan poliuria tergantung dengan diagnosisnya. Jika diagnosis adalah diabetes mellitus, pakai terapi DM. Kalau karena diabetes insipidus, maka gunakan terapi DI. Yang terpenting dalam penatalaksanaan poliuria yaitu memperhatikan defisit air utama sehingga tidak menimbulkan dehidrasi.

18

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Glumerulonefritis merupakan kerusakan fungsi glomerulus yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Gangguan gangguan pre-renal , seperti hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , satu bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia. Gejalagejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi Tujuan

utama

dalam

penatalaksanaan

glomerulonefritis

adalah

untuk

meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan

19

kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus. Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik. Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal, disebabkan gangguan fungsi ginjal dalam mengkonsentrasi air kemih. Defenisi lain poliuria adalah volume air kemih lebih dari 3 liter per hari, biasanya menunjukan gejala klinik bila jumlah air kemih antara 4-6 liter per hari. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat kegagalan ginjal dalam memekatkat air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi dan lain-lain.

B. Saran 1.

Bagi Penulis Sebagai mahasiswa haruslah dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.

2.

Bagi Pembaca Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit glomerulonefritis.

3.

Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang glomerulonefritis.

20

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta Patologi klinik.Edisi 4. Jakarat: EGC Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson :Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC Brunner and Suddarth, 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.Jakarta : EEC Chandrasoma Parakrama ,Clive R Taylor, 1994. Patologi Anatomi. Edisi 2.Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC Engram Barbara, 1999.Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal Bedah.Vo.l 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2.Jakarta : Media Aesculapius. FKUI

21

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"