Bab 1 Rev 260219.docx

  • Uploaded by: Mega Ayu Widayanti
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Rev 260219.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,488
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Transformasi kepemimpinan (leadership transformation) pertama kali di populerkan oleh James MacGregor Burns di tahun 1987 untuk menggambarkan suatu proses dimana para pemimpin dan pengikut saling membantu untuk maju ke tingkat moral dan motivasi yang lebih tinggi (Burns, J.M., 1978; 2004). Transformasi kepemimpinan diterapkan dalam berbagai bidang termasuk dalam organisasi atau perusahaan. Setelah dikenal sebagai teori baru dalam kepemimpinan, berbagai negara mulai menerapkannya termasuk di dalam perusahaan milik negara (state-owned enterprises) atau dikenal di Indonesia sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN sangat berperan dalam suatu negara. Menurut PriceWaterhouseCoopers (PWC) bahwa BUMN semakin berpengaruh di ekonomi global selama dekade terakhir. Misalnya, proporsi BUMN di Fortune Global 500 telah tumbuh dari 9% di tahun 2005 menjadi 23% di tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan peningkatkan kontribusi BUMN di Global 500 telah digerakkan terutama oleh BUMN China. Bahkan, tiga BUMN China (Sinopec Group, China National Petroleum dan State Grid) secara konsisten masuk sepuluh besar sejak 2010 dan 2007, menyumbang 16% dari total pendapatan dari 114 BUMN dalam daftar pada tahun 2014. Hal ini juga menggarisbawahi bagian pendapatan yang tumbuh dari BUMN milik China di antara perusahaan terbesar di dunia, serta BUMN dari seluruh Asia.

Gambar 1.1. Kontribusi BUMN terhadap APBN menurut wilayah

Sumber: www.pwc.com Gambar di atas menunjukkan bahwa kontribusi BUMN China sangat besar dibandingkan dengan negara lain. Salah satu penyebabnya ialah peristiwa transformasi

kepemimpinan

yang

terus

dilakukan

di

seluruh

BUMN.

Transformasi BUMN di China yang terkenal di dunia ialah Guangzhou Metro Corporation pada tahun 1992. Guangzhou Metro Corporation memiliki modal sebesar RMB 6,28 miliar dan aset sebesar RMB 22,4 miliar pada akhir 2005, Guangzhou Metro bertanggung jawab atas pengembangan dan pengoperasian sistem angkutan massal Guangzhou (Tse, E. 2006). Blue print transformasi Guangzhou Metro meliputi sebagaian besar aspek utama perusahaan termasuk strategi bisnis, tata kelola perusahaan, rasionalisasi

portofolio, bisnis dan proses manajemen, struktur organisasi, serta budaya (www.strategyand.pwc.com). Pada tahun 1999, Guangzhou Metro terganggu oleh skandal penipuan yang dilakukan oleh manajemen senior perusahaan saat itu. Lu Guanglin, sebagai pemimpin mampu mengubah Guangzhou Metro menjadi sebuahperusahaan yang efektif serta untuk membangun kembali kepercayaan publik (termasuk kepercayaan pada pemerintah). Perusahaan itu terganggu dengan banyak masalah yang biasa terjadi pada BUMN di China, seperti kurangnya proses manajemen formal, sistem pemeriksaan yang tidak memadai dan neraca. Lu menyadari bahwa untuk mengatasistigma, diperlukan transformasi yang sesungguhnya. Dia inginmembuat Guangzhou Metro menjadi "modern and outstanding enterprise." (Tse, E., dan Hamilton., B. A., 2006) Semenjak transformasi itu, Guangzhou Metro mengalami akselerasi perubahan cepat. Tahun 2017 telah dibangun 13 line dan Zhujiang New Town APM. Melayani setiap hari dengan penumpang setiap hari lebih dari 7 juta orang (kota tersibuk keempat di dunia). Guangzhou Metro mengoperasikan 257 stasiun sepanjang 476.26 KM (Guangzhou Metro, 2017). Transformasi yang dilakukan oleh Guangzhou Metro menjadi inspirasi bagi berbagai organisasi di dunia khususnya bagi BUMN. Selain China, Malaysia juga melakukan transformasi pada BUMN sejak tahun 2004 untuk merubah sistem operasional dan kinerja keuangan yang buruk. Program tersebut telah dieksekusi dengan membuat perusahaan lebih untung, dinamis, berorientasi pada kinerja, dan lembaga yang dikelola dengan baik (www.worldbank.org). Malaysia melakukan 4 perubahan dengan membuat perusahaan menjadi accountable, sosialisasi performance

indicator yang jelas, menyelaraskan program transformasi dengan pembangunan ekonomi nasional, serta berinvestasi pada sumber daya manusia. Transformasi tersebut menghasilkan perubahan besar bagi BUMN Malaysia sehingga meraih peningkatan 3 kali lipat dalam 10 tahun pada pendapatan luar negeri dari 20 BUMN

Malaysia

yang

mencapai

USD

22

miliar

pada

tahun

2004

(www.worldbank.org). Berbagai negara juga mencoba melakukan transformasi kepemimpinan seperti yang telah dilakukan oleh China dan Malaysia. Tunisia melakukan studi banding ke Malaysia untuk belajar tentang transformasi BUMN, Afrika Selatan juga mencari konsultan untuk melakukan transformasi, dan tentu Indonesia juga melakukan studi banding ke berbagai negera. Tidak semua BUMN memiliki kontribusi besar terhadap APBN, beberapa BUMN dengan aset besar tidak mampu dikelola dengan baik seperti di India dan Brazil. Begitu juga di Afrika Selatan, campur tangan politik yang bertindak mengedepankan kepentingan partai penguasa, tindakan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), sikap rasis antar konstituen menyebabkan BUMN memiliki kinerja buruk dan mengecewakan (www.news24.com). Sedangkan di BUMN Vietnam, Deputi Kementerian Perencanaan dan Investasi mengatakan bahwa banyak BUMN telah memegang aset negara dalam jumlah besar tetapi produksi, efisiensi bisnis, dan kontribusi mereka terhadap anggaran negara rendah. Sejumlah proyek mengalami kerugian besar karena ekuitisasi dan divestasi dari BUMN belum mencapai target pemerintah. Alasan utamanya adalah bahwa sejumlah pemimpin perusahaan tidak mau berubah, menghindari tanggung jawab atau mengkhawatirkan hilangnya minat jika model bisnis berubah. Masalah yang

berkaitan dengan tanah, penilaian aset, inefisiensi kelembagaan, peraturan, hambatan dalam menangani pengaturan tenaga kerja dan propaganda belum diselesaikan secara efektif. Selain itu, kapasitas manajemen perusahaan beberapa pemimpin lemah, terutama investasi dalam teknologi modern, tidak memenuhi tuntutan perubahan serta tantangan dalam Revolusi Industri Keempat dan integrasi ekonomi internasional (vietnamnews.vn). Setelah pemerintah Vietnam mengusulkan transformasi dan efisiensi pada BUMN, 74 dari 137 perusahaan telah equitised, menghasilkan triliunan đồng untuk APBN dan berkontribusi pada diversifikasi kepemilikan. Setelah equitisation, banyak bisnis terus berkembang, memastikan kualitas, reputasi dan merek. Namun, masih ada beberapa kekurangan seperti lambatnya pemerataan dan kinerja bisnis yang buruk di perusahaan lain. BUMN berkontribusi 22% terhadap total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 28% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (vietnamnews.vn). Kinerja buruk BUMN di berbagai negara hampir seluruhnya disebabkan oleh skandal (Benz dan Frey, 2007). Banyaknya skandal yang terjadi diperusahaan, terutama karena tidak adanya transparasi pada eksekutif perusahaan yang cenderung mendapat keuntungkan pribadi (Dorff, 2014), atau sistem kompensasi yang tidak berjalan dengan baik, adanya masalah pada hubungan antara atasan dan bawahan, kurangnya apresiasi terhadap capaian seseorang, budaya kerja yang buruk, kesalahan yang terstruktur (Frave, dkk., 2010), kurangnya inovasi dan adanya perusahaan yang kurang bertanggungjawab dalam

pengoperasian usahanya (Jia, dkk., 2016) menjadi penyebab rendahnya Good Corporate Governance (GCG). Kementerian BUMN Indonesia mendorong penerapan prinsip GCG sejak awal tahun 2000-an diatur dengan Kepmen BUMN No 117/2002. Kewajiban menjalankan GCG bagi BUMN (Tbk) lebih diperkuat dengan ketentuan pasar modal yang mewajibkan disclosure dan transparency bagi emiten. Berbagai program edukasi, benchmarking study, kerjasama supervise KPK-BUMN, serta lomba “Best of GCG Companies” sudah kerap dilakukan, namun dengan terungkapnya kasus korupsi yang terjadi beruntutan telah menyirnakan kepercayaan publik. Prinsip GCG yang ada pada BUMN seakan hanya sebuah teori, secara eksplisit perusahaan perusahaan BUMN menyatakan complience

atas

peraturan

GCG

namun

dalam

implementasinyakurang

dilaksanakan. Fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris terhadap Dewan Direksi tidak berjalan dengan baik meskipun sudah dibantu oleh berbagai macam expert yang tergabung dalam Komite Audit, Komisi Risk Management, bahkan dengan Komite GCG. Pelanggaran atas GCG ini didasari atas rendahnya kesadaran atas pentingnya implementasi GCG terhadap kinerja perusahaan. Abravanel (2006) menjelaskan perusahaan publik yang menerapkan GCG dengan baik akan mendapatkan harga premium dari investor sampai dengan 20%. Namun implementasi governance yang buruk akan langsung dihukum investor seperti yang terjadi pada kasus Enron pada Tahun 2001. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) di

perusahaan di Indonesia karena penerapan GCG di Indonesia saat ini realif tertinggal dibandingkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Masih kurangnya kesadaran korporasi Indonesia akan pentingnya GCG tercermin dari “ASEAN GCG Scorecard” tahun 2015 dan Indonesia hanya menempatkan 2 perusahaan, yaitu Bank CIMB Niaga Tbk (urutan ke-29) dan PT Bank Danamon Tbk (urutan ke-30) dalam 50 besar perusahaan Tbk terbaik di ASEAN (www.bumninc.com). Pencapaian Indonesia ini tentu masih tertinggal jauh dari Thailand yang mampu menempatkan 23 emiten, Filipina 11 emiten, Singapura 8 emiten dan Malaysia 6 emiten (www.cnnindonesia.com). Kepemimpinan transformasional secara positif mempengaruhi tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Joh (2003) menemukan bahwa praktik corporate governance yang buruk mengakibatkan kinerja yang rendah. Gompers dkk. (2003) juga menemukan hubungan positif antara indeks corporate governance dengan kinerja perusahaan jangka panjang. Di Indonesia sendiri, terdapat banyak kasus perusahaan yang melanggar peraturan tata kelola yang baik (GCG), dari mulai perusahaan swasta, BUMN bahkan sampai lembaga-lembaga pemerintahan. Tahun 2010, prinsip GCG belum sepenuhnya diterapkan oleh BUMN di Indonesia. Dari 25 BUMN di bidang usaha pertambangan, industri strategis, energi, dan telekomunikasi baru 16 perusahaan yang menerapkan prinsip GCG. BUMN dengan skor di atas 70. Diantaranya adalah PT Semen Gresik, PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Pertamina. Adapun 5 BUMN memperoleh skor di bawah 70 adalah PT Sarana Karya, PT Pindad, PT Industri Kapal Indonesia, PT

Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT Industri Kereta Api (PT INKA) (www.ekonomi.kompas.com).

Pada

tahun

2012,

Kementerian

BUMN

memberikan penghargaan kepada BUMN dengan beberapa nominasi sebagai berikut: 1. Inovasi manajemen BUMN terbaik: 1. PT Kereta Api Indonesia (KAI); 2. PT Garuda Indonesia; 3. PT IPC 2. Inovasi SDM BUMN terbaik: 1. PT Telkom; 2. PT Bank Mandiri; 3. PT Semen Gersik Indonesia 3. Inovasi GCG BUMN Tbk terbaik: 1. PT BNI; 2. PT Telkom; 3. PT. Jasa Marga 4. GCG non Tbk terbaik: 1. PT Jamsostek ; 2. PT Pertamina; 3. PT Asabri 5. BUMN Manufaktur terbaik; 1. PT Biofarma; 2. PT Wika; 3. INTI Persero 6. Inovasi agriculture BUMN Terbaik; 1. PT Perkebunan Nusantara IV; 2. PT Petrokimia Gersik; 3. PT Perkebunan Nusantara XIII 7. Inovasi Jasa produk BUMN terbaik: 1. PT Pos Indonesia; 2. PT Kereta Api; 3. PT Garuda Indonesia 8. Inovasi invensi teknologi BUMN terbaik: 1. PT Batan tek; 2. PT Biofarma; 3. PT Len Persero 9. Inovasi aplikasi teknologi BUMN terbaik: 1. PT Wika; 2. PT PP; 3. PT Telkom 10. Inovasi pelayanan publik terbaik: 1. Perum LKBN Antara; 2. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN); 3. PT. Kereta Api Indonesia 11. Inovasi Bisnis Global Terbaik: 1. PT Pertamina (persero); 2. PT Biofarma (persero); 3. PT Indonesia Port

Penghargaan di atas tentu diraih atas kerja keras untuk terus berbenah dalam menerapkan GCG. Tahun 2009, Direktur PT KAI mengundurkan diri seiring penunjukan Ignasius Jonan oleh Menteri BUMN Sofyan Jalil. Penunjukkan tersebut sangat mengejutkan karena Jonan bukan dari internal PT KAI. Pada saat itu, kondisi perkeretaapian Indonesia sangat memprihatinkan. Kondisi lingkungan jalur kereta api yang kumuh dengan bangunan liar, stasiun kotor dipenuhi pedagang kaki lima maupun pedagang asongan, dan perilaku Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum profesional dalam memberikan pelayanan menjadi temuan sehari-hari para konsumen. Pada masa kepemimpinan Jonan, gebrakan awal yang dilakukan adalah pembenahan internal (internal improvement) agar visi dan misi perusahaan dapat diaplikasikan. Maka model organisasi yang lamban dirombak dengan model organisasi modern agar fleksibel dalam bisnis dan proses usaha. Melihat kondisi perusahaan, Jonan fokus pada masalah sumber daya manusia (human capital) yang akan diciptakan agar dapat bekerja

secara

profesional

dengan

landasan

nilai-nilai

GCG

(www.republika.co.id). Pada periode yang hampir sama, PT Pos Indonesia juga sedang dalam kondisi buruk. Selama beberapa tahun 2004-2008 PT Pos Indonesia selalu merugi, bahkan seluruh infrastruktur perusahaan semakin kusam. Pada awal masa kepemimpinan I Ketut Mardjana tahun 2009, PT Pos Indonesia berubah sehingga dapat memeroleh keuntungan. Hingga di tahun 2011 pendapatannya naik menjadi Rp. 3.078 triliun dengan laba bersih Rp. 256.648 miliar. Saat I Ketut Mardjana ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Pos Indonesia, ia merumuskan langkah-

langkah transformasi. Langkah awal dari suatu perubahan, 2009-2010, dimulai dengan program empowerment and modernization. Dalam program ini ditekankan pada desentralisasi pengambilan keputusan (www.swa.com). Di bidang energi, BUMN Indonesia juga telah melakukan perubahan kepemimpinan maupun manajemen. PT Pertamina pada tahun 2008 mengalami banyak sekali permasalahan mulai dari tewasnya pekerja outsource akibat semburan api di kilang minyak Cilacap. Tahun 2009 terjadi kebocoran pipa penyulingan, sehingga kilang berhenti beroperasi selama sepekan. Tahun 2011 terjadi kebakaran pada penyimpanan bahan baku dan produk bahan bakar minyak serta berbagai permasalahan lainnya. Direktur Utama pada saat itu Karen Agustiawan memerintahkan pada unit pengolahan untuk melakukan perbaikan sehingga kecelakaan dapat diminimalisir (www.nasional.kompas.com). Pada tahun 2008, PT PLN sebagai perusahaan penyedia listrik juga di target untuk melakukan restrukturisasi dan perombakan manajemen agar kinerja perusahaan lebih baik (www.merdeka.com). Sejumlah 43 unit usaha menuntut perusahaan untuk melakukan desentralisasi agar perusahaan dapat beroperasi optimal. PT PLN pada masa itu mengalami masa transisi yang rumit, setelah habisnya masa jabatan Direktur Utama Eddie Widiono dan diganti dengan Fahmi Mochtar, kinerja PT PLN belum menunjukkan peningkatan dan juga kerugian terus meningkat (www.finance.detik.com). Pada tahun 2009, Dahlan Iskan diminta untuk menyelamatkan PT PLN sehingga mampu membawa perubahan yang baik. PT PLN mengalami kerugian hingga Rp. 1.5 triliun di tahun 2007 dan

pada tahun 2012 Dahlan Iskan mampu membawa perubahan dengan laba sebesar Rp. 9 triliun sebelum ia meninggalkan jabatannya (www.esdm.go.id). Kegagalan dan kesuksesan kepemimpinan mempengaruhi pengelolaan GCG sebuah BUMN. Berdasarkan laporan tahunan, diperoleh skor penilaian GCG keempat BUMN (PT KAI, PT Garuda Indonesia, PT Pertamina, dan PT PLN) sebagai berikut: TABEL 1.1. Hasil skor GCG PT KAI, PT Pos Indonesia, PT Pertamina dan PT PLN tahun 2009-2014 PT PT POS PT PT Tahun KAI Indonesia Pertamina PLN 2009 73.96 83.56 88.12 2010 76.96 86.79 77.9 2011 70.18 91.85 83.35 2012 78.06 93.51 81.51 2013 78.9 94.27 88.52 2014 84.3 81 94.43 84.62 (Sumber: Annual Report PT KAI, PT Pos Indonesia, PT Pertamina, dan PT PLN tahun 2009-2014) Berdasarkan tabel skor GCG di atas menunjukkan bahwa BUMN Indonesia mulai berbenah untuk mewujudkan pengelolaan perusahaan yang baik sehingga skor GCG mengalami kenaikan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari peran transformasi kepemimpinan yang dilakukan oleh BUMN (PT KAI, PT Pos Indonesia, PT Pertamina, dan PT PLN) dalam penerapan GCG. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

“Apa peran transformasi kepemimpinan BUMN terhadap penerapan GCG?” 1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian Tujuan

penelitian

ini

adalah

untuk

mengidentifikasi

peranan

kepemimpinan dalam penerapan GCG khususnya pada perusahaan BUMN di indonesia. Selain itu diharapkan hasil dari penelitian ini bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk mengambil keputusan strategis bagi BUMN Indonesia. 1.3.2. Manfaat Penelitian 1.3.2.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu manajemen strategi. Analisis yang dihasilkan dapat memperluas ilmu manajemen strategi dalam hal penerapan transformasi kepemimpinan dan GCG. Selain itu, hasil penelitian dapat digunakan untuk mengetahui cara untuk dapat mendorong perusahaan menjalankan transformasi kepemimpinan sehingga menghasilkan perusahaan yang memiliki kinerja sesuai prinsip GCG sehingga berdampak positif bagi perusahaan. 1.3.2.2. Manfaat Manajerial Bagi para pemangku kebijakan di tingkat nasional hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sifat kepemimpinan yang mampu mengarahkan perusahaan untuk menerapkan GCG di berbagai BUMN di Indonesia. 1.4. Lingkup Penelitian Poin

Lingkup Penelitian

Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan kajian literatur untuk membangun struktur penelitian. Kemudian, data sekunder dari berbagai sumber digunakan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan.

Isu Kunci

Peranan kepemimpinan dalam perusahaan BUMN di Indonesia

Teori yang mendasari

Transformational Leadership (Bass (1985)

penerapan

GCG pada

Behavioral Theory of Corporate Governance (Westphal dan Zajac (2013) The Behavioral Theory of the Firm (Cyert dan March (1963)

Unit yang Dianalisis

Transformasi Kepemimpinan dan GCG pada BUMN di Indonesia (PT KAI, PT Pos Indonesia, PT Pertamina, dan PT PLN).

Time frame

Cross Section atau waktu yang terbatas (Yin, 2002)

Instrumen penelitian

Multiple case study dengan menggunakan data sekunder

1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bab I berisi latar belakang penelitian yang menimbulkan pertanyaan penelitian. 2. Bab II merupakan kajian kepustakaan dan penelitian terdahulu yang terkait denganpertanyaan penelitian. 3. Bab III membahas mengenai metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. 4. Bab IV menguraikan analisis dan penalaran untuk sampai pada hasil yang menjawab pertanyaan penelitian

5. Bab V berisi deskripsi tentang kesimpulan, implikasi, keterbatasan, dan arah penelitian selanjutnya.

Related Documents

Bab 1 Rev 1.docx
May 2020 6
Bab 1 - Rev 2.doc
May 2020 8
Bab 1 Rev 260219.docx
December 2019 13
02 Bab 1 Rev Tesis
June 2020 25
Bab 1 Karbon E Rev 1.docx
November 2019 11
1. Rev 4 Bab 1.docx
May 2020 12

More Documents from "dwi gusti"

Bab 1 Rev 260219.docx
December 2019 13
Naskah.docx
December 2019 11