BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003: 2). Pendidikan seperti ini merupakan pengejawantahan tujuan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat survive dalam menghadapi berbagai kesulitan (Tilaar, 2004: 1). Untuk menjadi bangsa yang cerdas diperlukan pendidikan karena hakekat pendidikan adalah usaha untuk memberdayakan manusia. Manusia yang berdaya adalah manusia yang dapat berpikir kreatif, mandiri dan dapat membangun dirinya dan masyarakat (Tilaar, 2004: 21). Jadi pendidikan yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah pendidikan yang memberdayakan peserta didik agar dapat berpikir kreatif dan mandiri sehingga dapat membangun dirinya dan masyarakat serta survive menghadapi kesulitan. Pendidikan di Indonesia melalui tiga jalur yaitu jalur formal, non formal dan informal (Depdiknas, 2003: 7). Dalam pendidikan jalur formal (sekolah) memuat pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya digunakan untuk mencapai satu tujuan yaitu mencerdaskan siswa, tetapi
1
2
dapat pula membentuk kepribadian siswa untuk bersikap jujur, disiplin, tepat waktu dan tanggung jawab serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif, dan kemampuan bekerjasama secara efektif. Berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa berpikir rasional (Depdiknas, 2004-a: 4). Implikasinya siswa perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, yang merupakan penguasaan kecakapan matematika yang dapat memahami dunia dan berhasil dalam kariernya. Kecakapan matematika yang ditumbuhkan pada siswa merupakan tujuan mata pelajaran matematika kepada kecakapan hidup yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika. Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama secara efektif perlu diberikan kepada peserta didik agar peserta didik mampu menghadapi perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) yang sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi, yang berdampak arus informasi datang dari berbagai penjuru dunia secara cepat dan melimpah ruah. Untuk tampil unggul sehingga mampu bertahan pada keadaan yang selalu berubah tidak pasti dan kompetitif, siswa perlu memiliki kemampuan untuk memperoleh, memilih dan mengelola informasi itu. Kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif membutuhkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan produktif tergolong kompetensi tingkat tinggi (high order competencies) dan dapat dipandang sebagai kelanjutan
3
dari kompetensi dasar (basic skills) yang dalam pembelajaran matematika biasanya dibentuk melalui aktivitas yang bersifat konvergen (umumnya cenderung berupa latihan-latihan matematika yang bersifat algoritmik, mekanistik dan rutin), sedangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan produktif bersifat divergen dan menuntut aktivitas investigasi masalah matematika dari berbagai perspektif (Sudiarta, 2007: 1). Dalam hal pemecahan masalah matematika tidak semata-mata bertujuan untuk mencari sebuah jawaban yang benar, tetapi juga bertujuan bagaimana mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahannya yang reasonable (layak, pantas, masuk akal) dan viabel (dapat ditampakkan). Karena itu kemampuan berpikir kreatif sangat penting untuk dikembangkan sebagai bekal untuk menghadapi kompleksitas permasalahan kehidupan. Pada umumnya orang berpandangan bahwa matematika adalah ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti, hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa,
padahal
matematika digunakan sebagai salah satu acuan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi bahkan digunakan dalam mendukung karier seseorang misalnya Tes Potensi Akademik (TPA) digunakan dalam seleksi penerimaan pegawai(Siswono, 2007-a: 1). Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah termasuk matematika.
4
Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Hal ini jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak mungkin dicapai hanya melalui hapalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta proses pengerjaan soal yang biasa. Untuk menjawab tuntutan tujuan yang demikian tinggi, maka perlu dikembangkan proses pembelajaran dan materi yang sesuai. Menurut Gagne (dalam Orton, 1991: 93) pemecahan masalah (problem solving) sebagai bentuk paling tinggi dalam pembelajaran, karena dalam pemecahan masalah menuntut siswa untuk dapat mencari solusi yang baik berdasarkan penemuannya dan kombinasi dari pembelajaran tentang aturan yang telah dipelajari dan dapat menerapkannya pada sebuah permasalahan yang ada. Menurut Tall (1991: 18) dalam pemecahan masalah menuntut suatu aktivitas yang kreatif, yang meliputi perumusan suatu praduga, suatu urutan aktivitas yang menguji, memodifikasi dan menyerap untuk menghasilkan suatu bukti formal dari suatu menetapkan dalil dengan baik. Hal ini dapat dipahami sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe belajar Gagne (signal learning, stimulus-respon learning, chaining, verbal assosiation, discrimination learning, concept learning, rule learning, dan problem solving). Selain itu menurut Shadiq (2004: 16), keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah didalam kehidupan sehari-hari. Menurut Winataputra (2005: 12.9), model pemecahan
5
masalah memusatkan perhatian pada upaya mencari dan menemukan jawaban atas suatu pertanyaan atau kasus, yang dapat mengembangkan kemampuan/kualitas pribadi seperti rasa ingin tahu, berpikir deduktif, berpikir induktif, berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir komprehensif dan berpikir hipotesis. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menjawab tuntutan kurikulum matematika sekolah pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses pembelajaran berlangsung dan dalam materi pembelajaran menjadi suatu keharusan. Sehubungan dengan pemecahan masalah (problem solving), National Council of Teachers of Mathematics (NCTM 2000) menyatakan bahwa pembelajaran matematika sekolah harus mengupayakan agar siswa dapat (1) membangun
pengetahuan
metematika
melalui
pemecahan
masalah,
(2)
memecahkan masalah yang muncul dalam konteks matematika dan konteks yang lain. Jadi pembelajaran matematika di sekolah perlu mengupayakan agar siswa mempunyai kemampuan memecahkan masalah dan menjadi pemecah masalah yang baik. Conney (dalam Hudoyo, 1988: 119) menyatakan bahwa mengajarkan pemecahan masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Menurut NCTM (2000), pemecahan masalah mempunyai dua fungsi dalam pembelajaran matematika. Pertama, pemecahan masalah adalah alat penting mempelajari matematika. Banyak konsep matematika yang dapat dikenalkan secara efektif kepada siswa melalui pemecahan masalah. Kedua, pemecahan masalah dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan alat sehinggga siswa dapat memformulasikan, mendekati, dan menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah mereka pelajari di sekolah.
6
Prestasi dan minat belajar matematika di Indonesia dan bahkan di banyak negara masih rendah, karena pembelajaran matematika masih didominasi aktivitas latihan-latihan pencapaian mathematical basic skills semata (Sudiarta, 2007-a: 2). Dengan demikian pembelajaran matematika, kini dan di masa yang akan datang tidak boleh berhenti hanya pada pencapaian basic skills saja, tetapi sebaliknya harus dirancang untuk mencapai kompetensi matematis tingkat tinggi (high order competencies). Menguatnya aspek kognitif tanpa disertai dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif tidak cukup untuk berkompetisi di era global, karena tantangan dalam hidup ini tidak cukup diselesaikan dengan kemampuan kognitif saja, melainkan diperlukan pemikiran yang kreatif
oleh karena itu dalam
pendidikan perlu keseimbangan antara pengembangan berpikir kreatif yang merupakan dominasi otak kanan dan kemampuan kognitif adalah fungsi otak kiri (Dwijanto, 2007: 20). Jadi kreativitas peserta didik perlu dikembangkan dan ditingkatkan sebagai kelanjutan kemampuan basic skills dan bekal untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan yang semakin kompleks dan kompetitif. Sebagai implikasinya, maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan
masalah.
pembelajaran
Dalam
untuk
dan
strategi-strategi
mengembangkan
dan
pemecahan meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat mencapai kompetensi matematis tingkat tinggi khususnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam penelitian ini akan dikembangkan perangkat pembelajaran dengan model kreatif siswa.
pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir
7
Salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa saat belajar matematika di SMP kelas VIII dan tercantum dalam kurikulum mata pelajaran matematika SMP/MTs adalah menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas yang termasuk aspek geometri dan pengukuran. Kompetensi ini sangat penting bahkan termasuk esensial sehingga termasuk diujikan dalam Ujian Nasional. Dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) 2008 salah satunya adalah memahami bangun datar, bangun ruang, garis sejajar, dan sudut, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Geometri kaya akan materi yang dapat dipakai untuk memotivasi yang dapat menarik perhatian dan imajinasi siswa dari tingkat dasar sampai sekolah menengah bahkan yang lebih tinggi, aktivitas-aktivitas geometri informal di sekolah menengah dapat digunakan untuk memperkenalkan ide-ide baru dan memperkuat materi pelajaran lama, serta aktivitas visualisasi dapat memperingan pikiran siswa dan membuat siswa fleksibel dan lebih kreatif (Sobel, 2004: 153). Penguasaan kompetensi ini sangat penting karena akan menjadi prasyarat saat siswa duduk di kelas IX mempelajari sifat-sifat tabung, kerucut dan bola serta menentukan ukurannya. Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan berkaitan dengan menentukan volume kubus, balok, prisma dan limas. Dalam mempelajari bangun ruang diyakini akan menumbuhkembangkan kemampuan dan daya imajinasi siswa karena untuk membantu memecahkan masalah maka siswa dituntut membuat sketsa bangun ruang. Untuk
menciptakan
proses
pembelajaran
sesuai
dengan
model
pembelajaran pemecahan masalah sehingga menumbuhkembangkan kemampuan
8
berpikir kreatif siswa diperlukan seperangkat pembelajaran yang menjadi acuan pembelajaran. Perangkat pembelajaran dimaksud adalah (1) Silabus, (2) RPP, (3) Buku Siswa, (4) LKS, (5) Buku Guru, (6) Tes Penjenjangan Berpikir Kreatif, dan (7) Tes Prestasi Belajar. Perangkat pembelajaran tersebut dikembangkan mengacu pada
model pengembangan perangkat yang ada misalnya model Thiagarajan,
Semmel dan Semmel yang memenuhi syarat kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
1.2Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1.2.1Apakah perangkat pembelajaran yang dihasilkan memenuhi syarat kevalidan, kepraktisan dan keefektifan? 1.2.2Bagaimanakah keefektifan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran hasil pengembangan?
1.3Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut (1) menghasilkan perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menurut penilaian ahli memenuhi kriteria valid dan praktis (dapat digunakan), (2) diperoleh gambaran keefektifan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran hasil pengembangan.
1.4Manfaat Penelitian
9
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat penelitian yang diharapkan sebagai berikut (1) setelah pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran hasil pengembangan maka kemampuan berpikir kreatif dan prestasi belajar siswa dapat meningkat, (2) adanya inovasi model pembelajaran matematika dari dan oleh guru yang menitikberatkan pada perangkat pembelajaran dengan model pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa sehingga dapat menunjang program pemerintah dalam meningkatkan kemampuan belajar mengajar dan hasil belajar siswa, khususnya mata pelajaran matematika, dan (3) diperoleh panduan implementasi inovasi model pembelajaran pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, yang selanjutnya dapat diimplementasikan untuk sekolah-sekolah yang lain pada jenjang yang sederajat bahkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk jenjang yang lebih rendah (sekolah dasar) maupun jenjang lebih tinggi (sekolah menengah).
1.5Batasan dan Penegasan Istilah Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan kesatuan pandangan dan pengertian yang berhubungan dengan rancangan tesis ini, maka perlu ditegaskan batasan dan istilah-istilah sebagai berikut 1.5.1Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan model pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang meliputi (1) Silabus, (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (3) Buku Siswa, (4) Lembar Kerja Siswa (LKS), (5) Buku Guru, (6) Tes Penjenjangan Berpikir Kreatif Siswa
10
dan (7) Tes Prestasi Belajar Siswa pada materi volume bangun ruang sisi tegak. Model pengembangan perangkat mengacu pada model Thiagarajan, Semmel dan Semmel yang dikenal dengan four D Model atau Model 4-D yang terdiri Define, Design, Develop dan Disseminate. Namun dalam penelitian ini karena keterbatasan waktu dan anggaran penelitian hanya sampai tahap develop. 1.5.2Pemecahan Masalah dan Langkah-Langkah Penyelesaiannya Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan sekaligus tujuan yang harus dicapai, pemecahan masalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran, digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep matematika, sedangkan pemecahan masalah sebagai tujuan dalam pembelajaran, diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan; merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dalam matematika; menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika; menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna (Sumarno, 2002: 15). Dalam penelitian ini langkah-langkah dalam pemecahan masalah peneliti mencoba menerapkan Siklus Pemecahan Masalah Sternberg (2006: 393) yang terdiri dari (a) identifikasi masalah, (b) definisi masalah, (c) konstruksi strategi untuk pemecahan masalah, (d) organisasi informasi tentang masalah, (e) alokasi dari sumber-sumber, (f) monitoring pemecahan masalah, (g) evaluasi pemecahan masalah. 1.5.3Berpikir Kreatif Matematik
11
Menurut Dwijanto (2007: 11-12), berpikir kreatif matematik adalah kemampuan dalam matematika yang meliputi 4 (empat) kemampuan yaitu (1) fluency (kelancaran) adalah kemampuan menjawab masalah matematika secara tepat, (2) flexibility (keluwesan) adalah kemampuan menjawab masalah matematika melalui cara yang tidak baku, (3) orisonil (keaslian) adalah kemampuan menjawab masalah matematika dengan menggunakan bahasa, cara, idenya sendiri, (4) elaboration (elaborasi) adalah kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan masalah-masalah baru atau gagasan-gagasan baru, Kemamuan berpikir kreatif matematik siswa dapat dijenjangkan ke dalam 5 (lima) jenjang yaitu (1) sangat kreatif, (2) kreatif, (3) cukup kreatif, (4) kurang kreatif, dan (5) tidak kreatif (Siswono, 2007-b: 1-2).