Bab 1 Dikri.docx

  • Uploaded by: Rizkygumay
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Dikri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,621
  • Pages: 16
A.

Judul PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL DITINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

B.

Latar Belakang Masalah Dalam suatu perdilan pidana pihak-pihak yang berperan adalah penuntut umum, hakim, terdakwa, dan penasihat hukum serta saksi-saksi. Pihak korban diwaili oleh penuntut umum dan unutk menguatkan pembuktian lazimnya yang bersangkutan dijadikan saki (korban). Seringkali penuntut umum tidak merasa mewakili kepentingan korban dan cenderung bertindak sesuai kemauannya, sehingga kewajiban perlindungan hak-hak korban diabaikan. Pada tahap perkembangannya, korban kejahatan bukan saja orang perorangan, tetapi meluas dan kompleks. Persepsinya tidak hanya banyak jumlah korban (orang), namun juga korporasi, institusi, pemerintah, bangsa dan negara. Hal ini juga dinyatakan (Arif Gosita, 1989: 75-76) bahwa korban dapat berarti “individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah.1 Hubungan korban dan pelaku dapat dilihat dari tingkat kesalahannya. Menurut Mendelson (ibid. : 80), berdasarkan derajat kesalahannya korban dibadekan menjadi 5 macam, yaitu: a. Yang sama sekali tidak beraslah; b. Yang jadi koban karena kelalaiannya;

1

Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 11

1

c. Yang sama salahnya dengan pelaku; d. Yang lebih bersalah daripada pelaku; e. Yang korban satu-satunya yang bersalah (dalam hal ini pelaku dibebaskan).2 Berbicara tentang korban tentu erat kaitannya dengan praktik kejahatan. Dapat dikatakan kriminalitas karena ia menunjukan suatu perbuatan atau tingkah laku kejahatan. Seperti diartikan oleh S. Wojowasito dan WJS. Poerwadarminto (1980), bahwa crime adalah kejahatan dan criminal dapat diartikan sebagai perbuatan kejahatan. Membicarakan perbuatan kejahatan itu tidak terlepas pula dengan melibatkan akibat-akibat yang ditimbulkannya ditengah masyarakat, baik akibat terhadap individu maupun kelompok dan bersifat institusional dan keorganisasian. Akibat-akibat yang ditimbulkannya ini menjadi tolak ukur suatu modus kejahatan, apakah modus kejahatan itu berkategori ringan atau pemberatan.3 Dewasa ini tindak kejahatan di Indonesia beragam bentuknya dan Salah satu bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatanpendekatan yang terkait dengan seks yang tak Diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik

2

Ibid, hal. 14-19 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan Seksual Advokasi Dan Hak Asasi Perempuan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hal. 2-3. 3

2

merujuk pada seks.4 Salah satu bentuk pelecehan seksual adalah perbuatan cabul atau pencabulan. Dalam kejahatan pencabulan ini, salah satu unsur yang paling menonjol adalah unsur paksaan yang diikuti dengan ancaman kekerasan. Tindak pidana perbuatan cabul ini ironisnya tidak hanya berlangsung di lingkungan luar atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan sekitar korban (anak) yang seharusnya menjadi tempat korban (anak) memperoleh perlindungan berupa keamanan dan kenyamanan. Didalam Pasal 1 Ayat 2 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Perlindungan yang diberikan pada korban atau saksi dapat diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, atas dasar

4

https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual. pelecehan seksual

3

inisiatif dari aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan atau dari permohonan yang disampaikan oleh korban.5 Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur perabadan bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak meruapakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum.6 Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk membuat penulisan hukum dan membahasnya dalam bentuk Skripsi dengan judul: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL DARI ASPEK VIKTIMOLOGI. C.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka adapun rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh viktimologi terhadap tindak pidana perbuatan cabul? 2. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana perbuatan cabul ditinjau dari aspek viktimologi?

D.

Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis dapat mengemukakan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

5

Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Surabaya PMN, 2010), hlm. 69 6 Abdul Hakim G. Nusantara, Hukum dan Hak-Hak Anak, disunting oleh Mulyana W. Kusumah, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal 23

4

1. Untuk mengetaui pengaruh viktimologi terhadap tindak pidana perbuatan cabul. 2. Untuk mengetahui proses penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana perbuatan cabul ditinjau dari aspek viktimologi . E.

Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu memberikan kegunaan atau kontribusi positif baik secara teoritik maupun secara praktik, yaitu : 1.

Kegunaan Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan seba bahan masukan bagi pihak yang berkompeten di bidan hukum pada umumnya dan bidang hukum pidana dan acara pidana pada khususnya terutama bagi yang berhubungan dengan perlindungan hukum bagi korban kejahatan seksual. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperluas wawasan bagi para pembaca mengenai pengaruh viktimologi terhadap kejahatan kekerasan seksual dan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana kekerasan seksual ditinjau dari aspek viktimologi.

2.

Kegunaan Praktik Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat umum dan sebagai bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam memperhatikan aspek-aspek viktomologi.

5

F.

Kerangka Pemikiran Masyarakat membutuhkan ketertiban serta keteraturan, oleh karena itu membutuhkan hukum untuk dapat memberikan perlindungan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi masyarakat pasti menolak untuk diatur oleh hukum yang dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat tersebut. Maka cara-cara

untuk

lebih

mengadilkan,

membenarkan,

meluruskan,

serta

membumikan, hukum menjadi pekerjaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Cara-cara tersebut dilayani oleh penafsiran terhadap tek- teks hukum.7 Menurut Van Apeldoorn, hukum ditegakkan dengan tujuan mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehornatan, kemerdekaan, jiwa, harta, dan sebagainya terhadap yang merugikan.8 Perlunya diberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan 7

Anthon F. Susanto, Semiotika Hukum, Dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna,

(Bandung: Refika Aditama, Bandung, 2000) , hlm. 6. 8

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2001), hal 40

6

ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Perlindungan yang diberikan pada korban atau saksi dapat diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di siding pengadilan, atas dasar inisiatif dari aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan atau dari permohonan yang disampaikan oleh korban.9 Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 21 s/d 24 yakni: 1) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental; 2) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan

anak;

3)

Menjamin

perlindungan,

pemeliharaan,

dan

kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak; 4) Menjamin anak untuk

9

Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, PMN, Surabaya, 2010, hlm. 69.

7

mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. 10 Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak hanya terbatas pada individu yang secara nyata menderita kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi, swasta maupun pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan akibat penimbulan korban adalah sikap atau tindakan korban dan atau pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan.11 Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak hanya terbatas pada individu yang secara nyata menderita kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi, swasta, maupun pemerintah, sedangakan yang dimaksud dengan akibat penimbulan korban adalah sikap atau tindakan korban dan/ atau pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan.12 Sahetapy memberikan pengertian korban tidak hanya dibatasi sebagai korban kejahatan saja, karena dari sebab timabulnya dan akibat yang ada

10

Mahmudin Kobandaha, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalma Rumah Tangga Dalam Sistem Hukum Indonesia, Jurnal Hukum Unsrat, Vol. 23/No. 8/Januari/2017,8. 11 Rena Yulia, Viktimologi, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 43 . 12 Siswanto Sunarso, Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2015), hlm. 1.

8

mempunyai aspek yang luas dilihat dari beberapa segi, hal ini dapat dilihat pendapatnya mengenai korban yaitu: “korban adalah orang perorangan atau badan hukum yang menderita luka-luka, kerusakan atau bentuk-bentuk kerugian lainnyayang dirasakan baik secara fisik maupun kejiwaan. Kerugian tersebut tidak hanya dilihat dari sisi hukum saja, tetapi juga dilihat dari segi ekonomi, politik maupun social budaya. Mereka yang menjadi korban dalam hal ini dapat dikarenakan kesalahan si korban itu sendiri, peranan korban secara langsung atau tidak langsung, dan tanpa adanya peranan dari si korban. Berbicara tentang perlindungan terhadap anak, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa: (1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuana: a. Diskriminasi, b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. Penelantaran, d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, e. Ketidakadilan, dan f. Perlakuan salah lainnya. (2). Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. 13 G.

Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Deskriptif Analitis yaitu suatu metode penulisan yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

13

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadaa Anak Dan Perempuan, (Bandung: Refika Aditama,2014),hal.97.

9

daripada objek yang diteliti dengan menggunakan data atau mengklasifikasinya, menganalisa, dengan menulis data sesuai dengan data yang diperoleh dari masyarakat. Untuk dapat mengetahui dan membahas suatu permasalahan maka diperlukan adanya pendekatan dengan mempergunakan metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Spesifikasi Penelitian Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode penilitian deskriptif analitis, Menurut sugiono “Metode Deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikanatau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum”. Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah- masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.14 2. Metode Pendekatan Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

14

https://id.pdfcoke.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari-Metode-Deskriptif-Analitis-MenurutSugiono . siti faridah

10

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut: a. pendekatan Undang-Undang (statute approach); b. pendekatan kasus (case approach); c. pendekatan komperatif (comparative approach); d. pendekatan analisa dan konseptual (analitical and conceptual approach); e. pendekatan fakta (The fact apporoach); f. pendekatan sejarah (Historical apporoach); g. pendekatan prasa (world and phrase approach).15 Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini penulis bermaksud melakukan pendekatan-pendekatan yuridis normatif, maksudnya hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas, atau dogma-dogma, yang disertai dengan contoh kasus dan perbandingan sistem peradilan. Metode pendekatan merupakan prosedur penelitian logika keilmuan hukum, maksudnya suatu prosedur pemecahan masalah dari data yang diperoleh berdasarkan pengamatan kepustakaan, data sekunder yang kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis dengan memberikan kesimpulan.16

15

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, kencana, Jakarta, 2010, hlm. 93. Jhony Ibrahim, Theori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang, 2006, hlm. 57 16

11

3.

Jenis penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah termasuk kedalam jenis penelitian yurudis normative, yaitu penelitian hukum kepustakaan, atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.

4.

Tahap Penelitian Sebelum penulis melakukan penelitian, terlebih dahulu penetapan tujuan harus jelas, kemudian melakukan perumusan masalah dari berbagai teori dan konsepsi yang ada, untuk mendapatkan data primer dan data sekunder sebagaimana dimaksud di atas, dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua tahap, yaitu : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, yang dimaksud dengan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder dalam bidang hukum dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.17 1.

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a)

17

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Ibid. Hal.11

12

Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. 2.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

berupa buku-buku yang ada

hubungannya dengan penulisan Skripsi. 3.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan ini diperlukan untuk menunjang dan melengkapi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian untuk mencari dan mendapatkan data-data dengan cara melakukan tanya jawab dengan pihak yang berwenang. 5.

Teknik Pengumpulan Data a.

Studi Kepustakaan Dalam

penelitian

ini,

penulis

kepustakaan,tujuannya

untuk

perundang-undangan,

teori-teori,

penemuan-penemuan

yang

menggunakan

mencarionsepsi-konsepsi, pendapat-pendapat,

berhubungan

erat

dengan

metode peraturan ataupun pokok

permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Kepustukaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data atau bahan hukum dan alat

13

utama dalam penelitian tersebut. b.

Wawancara atau Interview Dalam (bahasa Inggris: interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya. Wawancara dilakukan dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan dari pewawancara kepada narasumber. Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara dapat menjadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi, jurnalis, atau orang biasa yang sedang mencari tahu tentang kepribadian seseorang ataupun mencari informasi.18 Teknik wawancara ini dilakukan secara langsung dengan pihak Kepolisian dan Pengadilan melalui diskusi dan atau tanya jawab secara lisan. Dengan menggunakan teknik ini diharapkan dapat mendekati keadaan yang sebenarnya karena didasarkan pada keahlian yang diwawancarai.

6.

Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang penulis jadikan objek penelitian adalah Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Kasus Perbuatan Cabul Ditinjau Dari Aspek Viktimologi.

18

https://id.wikipedia.org/wiki/Wawancara

14

H.

Lokasi Penelitian Penullis mengambil lokasi penelitian di Kepolisian Resor Cirebon Kota Jl. Veteran No.05, Kebonbaru, Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat 4512.

I. Daftar Pustaka Waluyo, Bambang. 2014. Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi. Jakarta: Sinar Grafika. Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan.2011. Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan Seksual Advokasi Dan Hak Asasi Perempuan. Bandung: Refika Aditama Susasnto, Anton F. 2000. Dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna. Bandung: Refika Aditama. Yulia, Rena. Viktimologi, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. 2010 Yogyakarta: Graha Ilmu. Sunarso, Siswanto. Viktimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana,.2015. Jakarta Timur: Sinar Grafika. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Huku. 2010. Jakarta: kencana Ibrahim, Jony. Theori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. 2006. Malang: Banyu Media. Arrasjid, Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum. 2001. Jakarta: Sinar Grafika. Nusantara, Abdul Hakim G., Hukum dan Hak-Hak Anak, 19886. disunting oleh Mulyana W. Kusumah, Jakarta: Rajawali.

15

Muhadar. Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana. 2010. Surabaya: PMN. Susanto, Anthon F. 2000. Semiotika Hukum. Dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna. Bandung: Refika Aditama. Gultom, Maidin. 2014. Perlindungan Hukum Terhadaa Anak Dan Perempuan. Bandung: Refika Aditama.

Kobandaha, Mahmudin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalma Rumah Tangga Dalam Sistem Hukum Indonesia. Jurnal Hukum Unsrat. Vol. 23/No. 8/Januari/2017. Wikipedia.

Wawancara.

https://id.wikipedia.org/wiki/Wawancara.

[online].

Diakses 17 Januari 2019 Wikipedia. Pelecehan Seksual. https://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual. [online]. Diakses 17 Januari 2019. Faridah,

Siti.

Pengertian

Dari

Metode

Deskriptif

Analitis.

https://id.pdfcoke.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari-MetodeDeskriptif-Analitis-Menurut-Sugiono. [online]. Diakses 17 Januari 2019.

16

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""

Contoh Bab Ii.docx
December 2019 13
Bab 1 Dikri.docx
December 2019 4