Bab 1 Amputasi.docx

  • Uploaded by: Yulia Patma Desita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Amputasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,026
  • Pages: 12
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah. Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien. Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan amputasi? 2. Apa saja faktor predisposisi Amputasi? 3. Bagaimanana metode Amputasi? 4. Apa saja jenis-jenis Amputasi? 5. Bagaimana Manifestasi klinik Amputasi? 6. Bagaimana Pemeriksaan diagnostik Amputasi? 7. Bagaimana Pencegahan Amputasi? 8. Bagaimana Penatalaksanaan Amputasi? 9. Bagaimana Komplikasi Amputasi? 10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Amputasi? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui konsep dasar amputasi dan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Amputasi berasal dari kata “amputare“ yang kurang lebih diartikan“pancung“. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan tekhnik lain atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sisem cardiovaskuler. Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel – embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000) Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien Vol. 3. 1998) 2.2 Etiologi Penyebab utama amputasi ekstremitas atas adalah trauma berat (cedera akut, luka bakar listrik, luka bakar dingin), tumor ganas, infeksi gas ganggren fulminal, osteomielitis kronis dan malforasi kongenital. (Smeltzer, 2002: 2387). Trauma amputasi biasanya hasil langsung dari pabrik, peternakan, atau kecelakaan perkakas listrik atau dari kecelakaan kendaraan bermotor. Bencana alam, perang, dan serangan teroris juga bisa menyebabkan amputasi traumatik. Trauma adalah penyebab paling sering dari suatu amputasi, cedera terkait pekerjaan, aktivitas di alam bebas, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera terkait pekerjaan. Terdapat suatu insiden yang lebih besar dari hilangnya ekstermitas bawah, meliputi hampir 10% tindakan amputasi, terutama pada kecelakaan kerja.  Penyebab/faktor Predisposisi Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi : 1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki 2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki 3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat 4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya 5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif 6. Deformitas organ

7. Trauma  Metode Amputasi Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode : 1) Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. 2) Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi. 2.3 Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi amputasi antara lain :  Nyeri akut  Keterbatasan fisik  Pantom syndrome  Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman  Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam diri 2.4 Patofisiologi Terjadinya amputasi (kehilangan bagian tubuh) pada seseorang dapat disebabkan karena berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada pembuluh darah, trauma disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor tulang) serta congenital (bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa diartikan sebagai diskontinuitas jaringan tulang dan otot yang dapat mengakibatkan terputusnya pembuluh darah dan syaraf serta kehilangan bagian tubuh, dimana pada terputusnya pembuluh darah dan syaraf ini akan menimbulkan rasa nyeri yang sering kali berdampak pada resiko terjadinya infeksi pada luka yang ada dan gangguan mobilitas fisik yang dapat menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul. Selain disebabkan oleh nyeri, gangguan mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya bagian tubuh terutama pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat menimbulkan stress emosional dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya perubahan dari struktur tubuh yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan penurunan intake oral. Pada penurunan intaka oral ini biasanya akan menimbulkan resiko kurangnya pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh dan akan terjadi kelemahan fisik serta resiko penyembuhan luka yang lambat.

patway Fraktur tulang Terputusnya kontinuitas jaringan tulang Vasikularisasi kejaringan menurun Perfusi jaringan menurun Iskemik Nekrosis Tindakan kooperatif (Amputasi)

Pembuangan bagian tubuh Luka post op

Imobilisasi Kerusakan mobilitas fisik

Nyeri

kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operatif

Penurunan fungsi peran Gangguan harga diri / citra tubuh

2.5 Jenis Amputasi Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi : Menurut Amalia , 2013. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi, dibedakan menjadi : 1.

Amputasi selektif/terencana Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir

2. Amputasi akibat trauma Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

3. Amputasi darurat Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas. Jenis amputasi yang dikenal adalah : 1.) amputasi terbuka 2.) amputasi tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya. 2.6 Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh Adapun pengaruhnya meliputi: a. Kecepatan metabolisme Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal. b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar darianabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan

rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis. c. Sistem respirasi 1) Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa. 2) Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia. 3) Mekanisme batuk tidak efektif Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal. d. Sistem kardiovaskuler 1) Peningkatan denyut nadi Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi. 2) Penurunan cardiac reserve Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup. 3) Hipotensi Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan. e. Sistem muskuloskeletal 1) Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot. 2) Atropi otot Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot. 3) Kontraktur sendi Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak. 4) Osteoporosis Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos. f.

Sistem pencernaan 1) Anoreksia Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan. 2) Konstipasi Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan spincter anus menjadi konstriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan feces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

g. Sistem perkemihan Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal, tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK (Infeksi Saluran Kemih). h. Sistem integumen Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik a. Foto Rontgen Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang b. CT Scan Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi d. Kultur luka Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab e. Biopsy Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna f. Led Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi g. Hitung darah lengkap / deferensial Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi 2.8 Komplikasi Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan. Dengan peredaran darah yang buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. (Smeltzer, 2002:2389) 2.9 Pemeriksaan Penunjang 1. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang 2. CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan hematoma. 3. Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi. 4. Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah 5. Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas. 6. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk sembuh. 7.Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.

8. LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi. 9. Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab. 10. Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna. 11. Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi. 2.10Pencegahan 1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat 2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan mengajarkan perawatan kaki 3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman 4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3 2.11 Penatalaksanaaan a. Tingkatan Amputasi Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor: peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan protesis). Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri doppler, penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan (PaO2) merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi kemungkinan dapat dilakukan. Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis. Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan meningkat dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka pemantauan kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapats seimbang. Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi bawah luut lebih disukai daripada di atas lutut karena peningnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi roda. Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat terhadap

prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya. Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal. b. Penatalaksanaan Sisa Tungkai Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk penggunaan prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka unuk menghindari infeksi. - Balutan rigid tertutup Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti. - Balutan lunak. Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. - Amputasi Bertahap Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit. - Protesis. Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah

proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps. Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan. Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :  Kecepatan metabolisme Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan metabolismebasal.

 System musculoskeletal Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.  System integument Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.

2.12 Perawatan Pasca Amputasi Pasang balut steril, tonjolan – tonjolan hilang di balut tekan. Pemasangan perban elastic harus hati – hati jangan sampai terjadi kontriksi puntung diproksimalnya sehingga distalnya iskemik Meninggikan puntung dengan mengangkat kaki jangan di tahan dengan bantal, sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut Luka ditutup, drain diangkat setelah 48 – 72 jam sedangkan puntung tetap dibalut tekan, angkat jahitan hari ke 10 – 14 Amputasi bawah lutut tidak boleh menggantung di pinggir tempat tidur / berbaring / duduk lama dengan fleksi lutut Amputasi di atas lutut jangan diasang bantal diantara paha / membiarkan abduksi puntung / menggantungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah kontraktur lutut dan paha Latihan – latihan, 1 hari pasca bedah atau sesegera mungkin berjalan dengan kruk, puntung baru dilepas balutannya setelah benar – benar sembuh

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""