MATERI DISLIPIDEMIA A. Definisi Dislipidemia adalah kelainan penguraian lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan salah satu fraksi lipid dalam tubuh.Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL , trigliserida , serta penurunan kolesterol HDL yang memiliki peran yang penting dan keterkaitan yang erat terhadap proses aterosklerosis. Trigiliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan di sekresi ke sirkulasi berbentuk VLDL. Dalam sirkulasi, trigliserid dalam VLDL akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Semakin banyak LDL dalam sirkulasi, semakin banyak akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh makrofag dan akan menjadi foam cell. Hal ini akan memicu terjadinya penumpukan plak pada dinding vaskular. (Perki, 2013 ; Setiati et al., 2014) B. Epidemiologi Peningkatan kolesterol didalam tubuh yang terjadi hingga melewati batas normal dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan Stroke. Secara Global peningkatan kolesterol di dunia menyebabkan 2,6 juta kematian dan 29,7 juta disability adjusted life years (DALYS).
Menurut riskesdas 2012, prevalensi
dislipidemia di Indonesia masih cukup tinggi. Bidang Biomedis riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi kolesterol total tinggi secara nasional sebesar 44,9%, LDL tinggi 73,1%, dan HDL rendah 35% (Setiati et al., 2014).
C. Patofisiologi Reyhan
D. Klasifikasi Dislipidemia dapat diklasifikasikan atas dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer tidak diketahui penyebabnya sedangkan dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom nefrotik, DM, dan hipotiroidisme. Klasifikasi dislipidemia dapat dibagi berdasarkan profil lipid yang
dominan dalam sirkulasi, seperti hiperkolesterolemi, hipertrigliseremi, isolated low HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran (Setiati et al., 2014).
E. Faktor risiko Faktor risiko terjadinya dislipidemia bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk riwayat keluarga yang mengidap dislipidemia, penuaan, obesitas, kurang aktivitas fisik, menopause, resistensi insulin, hipotiroidisme, dan diet tinggi lemak jenuh, lemak trans, serta kolesterol. Rokok merupakan faktor risiko lain yang dapat berkontribusi dalam penurunan jumlah kolesterol HDL (Gerber, J, 2006 ; Setiati et al., 2014).
F. Tanda dan gejala Keluhan pada orang yang menderita dislipidemia bisa dikatakan asimtomatik atau tanpa gejala. Alternatif untuk mengetahui apakah seseorang mengalami dislipidemia atau tidak adalah salah satunya dengan rutin mengecek profil lipid seperti kolesterol total, trigliserid, LDL, dan HDL. Namun pada beberapa orang, gejala dapat muncul seperti rasa sakit atau pegal ditengkuk kepala bagian belakang dan dapat merambat sampai ke pundak. Pasien kadang juga didapati dengan kaki bengkak, mudah merasa lelah, dan gampang mengantuk. Untuk tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien dengan dislipidemia dapat berupa:
Corneal Arcus Kekeruhan putih di pinggir kornea mata, dimana terkandung banyak kolesterol didalamnya
Corneal Opacition “Mata Ikan” seolah terdapat selaput putih membungkus bola mata
Xanthoma Penumpukan kolesterol di kulit (Setiati et al., 2014)
G. Prognosis Prognosis dyslipidemia untuk setiap penderita berbeda-beda bergantung pada penatalaksaan yang telah dilakukan apakah sudah cukup adekuat atau belum. Apabila pasien belum mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat maka dapat
timbul komplikasi seperti aterosklerosis yang akan menyebabkan infark miokard maupun sindrom coroner akut (Setiati et al., 2014).
H. Tatalaksana Target Terapi : Dalam penatalaksanaan dislipidemia, target primer atau target utama terapi adalah untuk menurunkan kadar kolesterol LDL. Besarnya penurunan konsentrasi kolesterol LDL di dalam darah berkaitan erat dengan reduksi resiko penyakit kardiovaskular. Setiap penurunan 1 mmol/l (40 mg/dL) kolesterol LDL berkaitan dengan penurunan hingga 22% terhadap mortalitas dan morbiditas kardiovaskular. Sedangkan target sekunder terapi dislipidemia adalah untuk mengontrol kadar kolesterol non HDL (Kolesterol non HDL : Kolesterol total – Kolesterol HDL) menjadi 30 mg/dL di atas target kolesterol LDL (Perki, 2013). Strategi intervensi : a. Target parameter lipid -
Primer
: Kolesterol LDL
-
Sekunder : Kolesterol non HDL
b. Prinsip startegi intervensi -
Selalu mempertimbangkan tingkat risiko kardiovaskular total
-
Semua pasien, kecuali yang tingkat risikonya rendah dan mempunyai konsentrasi kolesterol LDL praterapi ˂100 mg/dL, perlu mendapat intervensi perubahan gaya hidup.
-
Intervensi farmakologis dengan obat penurun lipid terhadap target primer dilakukan pada pasien dengan konsentrasi awal kolesterol LDL di atas target terapi.
-
Intervensi dengan obat penurun lipid terhadap target sekunder (kolesterol non-HDL) hanya dilakukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi dan sangat tinggi yang target kolesterol LDLnya telah tercapai sementara konsentrasi TG masih di atas 200 mg/dL.
c. Intervensi kolesterol LDL Mempertimbangkan adanya penyebab sekunder peningkatan kolesterol LDL, seperti : -
Hipotiroidisme
-
Sindrom nefrotik
-
Kehamilan
-
Sindrom cushing
-
Anoreksia nervosa
-
Penggunaan agen-agen imunosupresan
-
Kortikosteroid
Strategi intervensi sebagai fungsi dari risiko kardiovaskular total dan konsentrasi kolesterol LDL Nilai Kolesterol LDL Total
Risiko
70
-
Kardiovaskular
<70 mg/dL
mg/dL
(SCORE)
<1,8 mmol/L
1,8–2,5
<100
mmol/L
100
-
<155
155
-
<190
mg/dL
mg/dL
2,5-4 mmol/L
4-4,9 mmol/L
>190 mg/dL >4,9 mmol/L
Intervensi Tidak <1
ada
Tidak
ada
intervensi
intervensi
lipid
lipid
Intervensi
Intervensi
gaya hidup
gaya hidup
gaya
hidup,
pertimbangkan obat bila tidak terkontrol
≥1-<5
Intervensi
Intervensi
gaya hidup
gaya hidup
Intervensi
Intervensi
Intervensi
gaya
gaya
gaya
hidup,
hidup,
hidup,
pertimbangkan
pertimbangkan
pertimbangkan
obat bila tidak
obat bila tidak
obat bila tidak
terkontrol
terkontrol
terkontrol
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
> 5 - <10
gaya
gaya
gaya
gaya
gaya
(Resiko tinggi)
pertimbangkan
pertimbangkan
pemberian
pemberian
pemberian
obat*
obat*
obat segera
obat segera
obat segera
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Intervensi
gaya
gaya
gaya
gaya
gaya
≥ 10 (Resiko
sangat
tinggi)
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
hidup,
pertimbangkan
pemberian
pemberian
pemberian
pemberian
obat*
obat segera
obat segera
obat segera
obat segera
*Pada pasien dengan infark miokard, terapi statin harus dipertimbangkan tanpa melihat nilai kolesterol LDL
(Perki, 2013)
Adapun terapi bagi penderita dislipidemia terdiri dari dua hal, yakni terapi farmakologis dan terapi non farmakologis, yang dilaksanakan bergantung pada indikasi penderita (Gerber, J, 2006 ; Perki, 2013 ; Setiati et al., 2014).
A. Terapi Farmakologis 1. Statin (inhibitor HMG-CoA reduktase) Tujuan terapi Statin merupakan obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan terbukti aman tanpa efek samping yang berarti. Selain menurunkan kolesterol LDL, statin juga mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida.
Berbagai jenis statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%,
meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan menurunkan TG 7-30%. Cara kerja Statin menghambat kerja HMG-CoA reduktase. Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga meningkatkan pembersihan kolesterol
LDL.
Dalam
keadaan
hipertrigliseridemia
(tidak
berlaku
bagi
normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL. *Penggunaan statin untuk menurunkan kolesterol LDL menunjukkan penurunan laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark miokard, prosedur revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Dosis Statin
Dosis maksimal yang direkomendasikan (mg/hari)
Lovastatin
80
Pravastatin
80
Simvastatin
80
Fluvastatin
80
Atorvastatin
80
Rosuvastatin
40
Pitavastatin
4
Tabel : (Perki, 2013)
Efek samping
Mual dan muntah
Nyeri otot
Pusing
Mengantuk
Hilangnya memori secara reversibel (pada pasien di atas 50 tahun, ingatan dapat kembali setelah terapi statin dihentikan)
Kontraindikasi
Penyakit hati
Miopati
Rabdomiolisis
Alternatif obat lain Fibrat, asam nikotinat, resin (Perki, 2013 ; Tanto, 2016) 2. Inhibitor absorpsi kolesterol Cara kerja Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan kolesterol dari diet dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis Ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin, kecuali pada keadaan tidak toleran terhadap statin, sehingga ezetimibe dapat dipergunakan secara tunggal. Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada menggandakan dosis statin. (Perki, 2013)
3. Bile acid sequestrant Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu kolestiramin, kolesevelam, dan kolestipol. Cara kerja Bile acid sequestrant mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga menghambat sirkulasi enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam empedu di hati.
Dosis Dosis harian kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam berturutan adalah 4-24 gram, 5-30 gram, dan 3,8-4,5 gram. Penggunaan dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol) menurunkan konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. Efek samping Efek sampingnya terutama berkenaan dengan sistem pencernaan seperti rasa kenyang, terbentuknya gas, dan konstipasi. Bile acid sequestrant berinteraksi dengan obat lain seperti digoksin, warfarin, tiroksin, atau tiazid, sehingga obat-obatan tersebut hendaknya diminum 1 jam sebelum atau 4 jam sesudah bile acid sequestrant. Absorpsi vitamin K dihambat oleh bile acid sequestrant dengan akibat mudah terjadi perdarahan dan sensitisasi terhadap terapi warfarin. (Perki, 2013)
4. Fibrat Cara kerja Fibrat adalah agonis dari PPAR-α. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I dan apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol HDL. Dosis Dosis fenofibrat adalah 200 mg/hari, dengan dosis maksimal 200 mg/hari. Dosis gemfibrozil adalah 600 mg diberikan 2 kali sehari, dengan dosis maksimal 1200 mg/hari. Efek samping Fibrat dapat menyebabkan miopati, peningkatan enzim hepar, dan kolelitiasis. Risiko miopati lebih besar pada pasien dengan gagal ginjal kronik dan bervariasi menurut jenis fibrat. Gemfibrozil lebih berisiko menyebabkan miopati dibandingkan fenofibrat jika dikombinasikan dengan statin. (Perki, 2013)
5. Asam nikotinat (niasin) Cara kerja Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang. Asam
nikotinat juga mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi kolesterol LDL, mengubah kolesterol LDL dari partikel kecil (small, dense) menjadi partikel besar, dan menurunkan konsentrasi Lp(a). Dosis Dosis awal yang direkomendasikan adalah 500 mg/hari selama 4 minggu dan dinaikkan setiap 4 minggu berikutnya sebesar 500 mg selama masih dapat ditoleransi sampai konsentrasi lipid yang dikehendaki tercapai. Dosis maksimum 2000 mg/hari menurunkan TG 20-40%, kolesterol LDL 15-18%, dan meningkatkan konsentrasi HDL 15-35%. Efek samping
Keluhan pada kulit (ruam, pruritis, flushing)
Keluhan gastrointestinal
Keluhan muskuloskeletal.
(Perki, 2013)
6. Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan bagi pasien yang target kolesterol LDL-nya tidak tercapai dengan terapi statin dosis tinggi atau bagi pasien yang tidak toleran terhadap statin. (Perki, 2013) B. Terapi Non Farmakologis Terapi non farmakologis berupa perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah serta untuk mengontrol kadar kolesterol secara keseluruhan. Secara spesifik, perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk mengurangi kolesterol LDL, mengurangi konsentrasi trigliserida, dan meningkatkan kolesterol HDL (Gerber, J, 2006 ; Perki, 2013) 1. Pola makan a. Pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak jenuh b. Konsumsi lemak tidak jenuh lebih dianjurkan c. Konsumsi sayur dan buah (makanan tinggi serat) d. Mengurangi asupan karbohidrat e. Mengurangi asupan alkohol (Gerber, J, 2006 ; Perki, 2013)
2. Menghentikan kebiasaan merokok Merokok berkaitan erat dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dalam darah. Sedangkan menghentikan merokok dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL sebesar 5-10% (Perki, 2013). 3. Meningkatkan aktivitas fisik Meningkatkan aktifitas fisik ditujukan untuk membantu menurunkan berat badan sehingga berat badan yang ideal dapat tercapai, mengurangi resiko terjadinya sindrom metabolik, dan mengontrol risiko PJK. Secara spesifik, aktivitas fisik dapat mempengaruhi parameter lipid terutama dalam penurunan trigliserida dan peningkatan kolesterol HDL. Efek penurunan trigliserida dari aktivitas fisik sangat tergantung pada konsentrasi trigliserida awal, tingkat aktivitas fisik, dan penurunan berat badan. Tanpa disertai diet dan penurunan berat badan, aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap kolesterol total dan LDL.
Olahraga aerobik (olahraga ini dapat dapat menurunkan konsentrasi trigliserida hingga 20% dan meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL hingga 10%)
Berjalan cepat 30 menit per hari selama 5 hari per minggu
Berjalan cepat (4,8-6,4 km per jam) selama 30-40 menit
Berenang – selama 20 menit
Bersepeda untuk kesenangan atau transportasi, jarak 8 km dalam 30 menit
Bermain voli selama 45 menit
Menyapu halaman selama 30 menit
Menggunakan mesin pemotong rumput yang didorong selama 30 menit
Membersihkan rumah (secara besar-besaran)
Bermain basket selama 15 hingga 20 menit
Bermain golf tanpa caddy (mengangkat peralatan golf sendiri)
Berdansa selama 30 menit
(Perki, 2013) 4. Mengurangi berat badan berlebih Konsep obesitas erat dihubungkan dengan konsep sindrom metabolik. Ukuran yang digunakan untuk menilai obesitas umum dan obesitas abdominal adalah Indeks Masa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Untuk semua pasien dengan kelebihan berat badan hendaknya diusahakan untuk mengurangi 10% berat badan, dan mencapai
lingkar pinggang normal untuk Asia yakni <90 cm untuk pria dan <80 cm untuk wanita. Setiap penurunan 10 kg berat badan berhubungan dengan penurunan kolesterol LDL sebesar 8 mg/dL. Konsentrasi kolesterol HDL justru berkurang saat sedang aktif menurunkan berat badan dan akan meningkat ketika berat badan sudah stabil. Setiap penurunan 1 kg berat badan berhubungan dengan peningkatan kolesterol HDL sebesar 4 mg/dL dan penurunan konsentrasi TG sebesar 1,3 mg/dL (Perki, 2013).
Konsep intervensi gaya hidup Intervensi gaya hidup ditunjukkan untuk Menurunkan Kolesterol LDL
Meningkatkan Kolesterol HDL
Menurunkan Trigliserida
Kurangi asupan lemak jenuh Tingkatkan asupan serat Kurangi jumlah asupan karbohidrat Kurangi asupan alkohol Tingkatkan aktivitas fisik sehari-hari Kurangi berat badan berlebih Berhenti merokok
(Perki, 2013)
SIMPULAN Dislipidemia merupakan kelainan penguraian lemak yang ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL , trigliserida , serta penurunan kolesterol HDL yang memiliki peran yang penting dan keterkaitan yang erat terhadap proses aterosklerosis. Dislipidemia dapat diklasifikasikan atas dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer tidak diketahui penyebabnya sedangkan dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom nefrotik, DM, dan hipotiroidisme. Faktor risiko terjadinya dislipidemia bisa disebabkan riwayat keluarga yang mengidap dislipidemia, penuaan, obesitas, kurang aktivitas fisik, menopause, resistensi insulin, hipotiroidisme, dan diet tinggi lemak jenuh, lemak trans, serta kolesterol. Rokok merupakan faktor risiko lain yang dapat berkontribusi dalam penurunan jumlah kolesterol HDL. Keluhan pada orang yang menderita dislipidemia bersifat asimtomatik atau tanpa gejala. Sehingga untuk mengetahui apakah seseorang mengalami dislipidemia dilakukan dengan rutin mengecek profil lipid seperti kolesterol total, trigliserid, LDL, dan HDL. Dalam penatalaksanaan dislipidemia target utama terapi adalah untuk menurunkan kadar kolesterol LDL. Besarnya penurunan konsentrasi kolesterol LDL di dalam darah berkaitan erat dengan reduksi resiko penyakit kardiovaskular. Terapi non farmakologis berupa perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah serta untuk mengontrol kadar kolesterol secara keseluruhan. Seperti memperbanyak konsumsi buah dan sayur, berhenti merokok, dan memperbanyak aktifitas tubuh. Lalu apabila terapi Non-Farmakologis tidak dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dapat dilanjutkan dengan terapi Farmaklogis. Namun alangkah baiknya bila kita bias menjaga pola hidu sehingga mengurangi resiko dislipidemia itu sendiri, berhubung pengobatan Farmakologis tentunya memiliki efeksamping yang cukup berat sehingga mencegah terjadinya Dislipidemia merupakan cara terbaik mengobati kelainan yang telah terjadi dimasyarakat.
SARAN Setelah kami melakukan sosialisasi mengenai Dislipidemia disalah satu pusat kesehatan masyarakat di NTB kami rasa masyarakat masih membuuhkan sosialisasi yang lebih merata, berhubung jangkauan sosialisasi kami hanya tertarget pada masyarakat yag berobat ketempat pusat kesehatan, sedangkan masyarakat yang tidak sakit atau merasa tidak sakit yang tentunya tidak dating ke pusat kesehatan pastinya belum mengetahui bahwa penting untuk mengecek kadar kolesterol ditubuhnya, sedangkan Dislipidemia ini senndiri memiliki gelaja Asimptomatik yang hanya akan disadari ketika tingkat penyakit telah jatuh parah.
DAFTAR PUSTAKA Gerber, J, 2006. Dyslipidemia. Western States Chiropractic College Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam –jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Tanto, C, 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Indonesia