BAB 1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Laboratorium atau disingkat lab, adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah yang dilakukan. Sedangkan kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, sifat zat atau materi skala atom hingga molekul, serta perubahan atau transformasi serta interaksi untuk membentuk materi yang ditemukan sehari – hari. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan – kegiatan tersebut secara terkendali. Bahan kimia merupakan zat atau senyawa yang berasal dari alam maupun hasil olah tangan manusia (produksi) yang komponen penyusunnya dapat berupa zat atau senyawa tunggal, maupun hasil perpaduan dari beberapa zat atau senyawa. Audit bahan kimia perlu dilakukan karena adanya unsur keselamatan yang diperhatikan dalam penyimpanan bahan kimia, hal ini dikarenakan kesalahan pada penyimpanan bahan kimia dapat mengakibatkan kecelakaan kerja pada suatu laboratorium. Ketentuan mengenai penyimpanan bahan kimia ini diatur pada PERMEN Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun.
1.2
1.3
Tujuan a.
Mengetahui penyimpanan bahan kimia pada Laboratorium Kimia Fisika
b.
Mengetahui kelengkapan bahan kimia pada Laboratorium Kimia Fisika
c.
Mengetahui penanganan limbah pada Laboratorium Kimia Fisika
Metode yang Digunakan Dengan melakukan pengamatan dengan alat bantu Termometer dan tempat berskala untuk mengetahui kelayakan pada penyimpanan bahan kimia dan limbah yang dihasilkan pada laboratorium tersebut.
BAB 2. Deskripsi Sistem 2.1. Deskripsi Umum
2.2. Proses dan Peralatan 2.3. Data Produksi
BAB 3. Hasil Audit
3.1. Status Manajemen Energi Analisis profil organisasional mengindikasikan kekuatan dan kelemahan dari manajemen energi. Terdapat lima tingkat,“0-4”, yang menggambarkan tingkatan terburuk hingga terbaik. Bentuk yang berbeda dari profil organisasional berarti permasalahan yang berbeda untuk pengambilan tindakan. Baris 0 s/d 4 merepresentasikan tingkat perbaikan status masing–masing isu manajemen energi. Tujuan penerapan matriks untuk memetakan level/status diri. 1) Level 0 Pada level ini manajemen energi belum menjadi agenda organisasi. Artinya tidak ada kebijakan manajemen energi, tidak ada struktur manajemen energi formal, tidak ada pelaporan, tidak ada orang yang khusus menangani energi. 2) Level 1 Status pada level ini sudah selangkah lebih maju dalam manajemen energi. Namun perusahaan belum memiliki kebijakan resmi tentang manajemen energi. Penugasan/penunjukan manajer energi sudah dilakukan. Manajer energi mempromosikan kesadaran energi melalui jaringan informal yang longgar dan berhubungan langsung dengan konsumsi energi. Manajer memberikan saran dan rekomendasi perbaikan efisiensi energi. 3) Level 2 Pentingnya manajemen energi sudah dipahami oleh pihak manajemen senior di perusahaan. Akan tetapi dalam prakteknya komitmen atau dukungan dalam aktifitas manajemen energi belum ada. 4) Level 3 Manajer senior perusahaan sudah memahami nilai dan manfaat program penghematan energi. Isu konsumsi energi sudah masuk secara terintegrasi dalam struktur organisasi. Sistem informasi dan pelaporan yang lengkap juga sudah diterapkan dan sistem manajemen energi dan investasi sudah disetujui.
5)
Level 4 Pada level ini konsumsi energi sudah merupakan prioritas utama di seluruh organisasi. Kinerja aktual dipantau secara rutin dan dibandingkan dengan target, keuntungan finansial dari setiap langkah-langkah efisiensi dihitung. Pencapaian dibidang manajemen energi dilaporkan dengan baik dan konsumsi energi dihubungkan dengan isu lingkungan hidup. Manajer senior sangat berkomitmen dengan efisiensi energi. Setelah status manajemen energi dalam organisasi (profil organisasional) diketahui, maka kelemahan dan kelebihan dari tiap elemen sistem manajemen energi sudah diketahui. Rekomendasi perbaikan dibuat sesuai potret profil organisasional manajemen energi tersebut yaitu: menggeser profil organisasional ke level atas dan menyeimbangkan level masing-masing issu pada kolomnya. Berdasarkan level/status manajemen energi diatas, status manajemen energi di laboratorium kimia organik dan kimia fisika termasuk ke dalam level 2. Pentingnya manajemen energy sudah dipahami oleh pihak manajemen senior di perusahaan, dalam hal ini adalah ketua jurusan teknik kimia. namun, dalam praktiknya belum dilaksanakan secara rutin. 3.2. Profil Penggunaan Pada Laboratorium ini ditemukan bahwa suhu penyimpanan bahan kimia telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan yaitu 30oC, kemudian adanya pemberian label yang kurang jelas dapat menimbulkan kesalahan pengambilan bahan kimia, sehingga menurut PERMEN Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 mewajibkan setiap bahan kimia diberikan label yang jelas sesuai dengan klasifikasinya masing-masing. Kemudian adanya label pada bahan kimia yang telah rusak juga dapat menimbulkan kesalahan pengambilan bahan kimia pada saat proses berlangsung sehingga hal ini dapat merujuk pada PERMEN LH No.3 Tahun 2008. Penanganan limbah pada lab ini juga masih belum memenuhi standar dimana pada limbah padat yang dilarutkan dan limbah cair langsung dibuang pada pembuangan kran air sehingga jika pada unit pengolahan limbah tidak beroperasi maka dapat mencemari lingkungan teritama sungai dan tanah. Dalam hal ini mengacu pada PP No. 18 Tahun 1999 tentang pengolahan limbah B3.
BAB 4. Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1
Pembenahan Manajemen Energi Dalam hal ini perlu adanya pembenahan dalam menyimpan bahan kimia baik itu padatan maupun cairan yang harus memiliki label yang jelas supaya pada proses pengerjaan dapat terbaca dengan jelas dan tidak terjadi kesalahan kerja ataupun kecelakaan kerja. Begitu pula pada pembuangan limbah sebaiknya disimpan pada jerigen ukuran 20L supaya menjadi penampungan sementara dan tidak dibuang langsung pada bak supaya tidak mencemari lingkungan sekitar kampus atau lab.