Aspek Hukum Terkait Malpraktik Bila terjadi pelanggaran yang berdampak negatif bagi kliennya, perawat dihadapkan pada tuntutan atau gugatan konsumen sebagaimana yang tertera pada UU No. 8/1999. Pasal 8 : (1) Pada poin (a) tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan terhadap pelanggaran pada pasal ini maka sanksi hukumannya sebagaimana dinyatakan pada (2) Pasal 62 ayat (1) yaitu pidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah. Hal serupa juga ditegaskan pada Undang-Undang No.23/1992 pada pasal 53 ayat 2 dan 3, pasal 54 ayat 1 dan 2, pasal 55 ayat 1 dan 2, sebagaimana tersebut berikut ini. Pasal 53 : (2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. Pasal 54 : (1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. Pasal 55 : (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menangani masalah terkait dengan pelanggaran etika keperawatan, PPNI baru membentuk suatu badan yaitu Majelis Kode Etik Keperawatan (Anggaran Dasar PPNI Bab VIII) pada tanggal 25 Januari 2002, Bunyi pasal 27, “Majelis Kode Etik Keperawatan berwenang menyelidiki dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pelanggaran etik profesi keperawatan.” Tuntutan malpraktik dapat bersifat pelanggaran-pelanggaran berikut : 1) Pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini sepenuhnya tanggung jawab organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercantum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya dokter, perawat pun merupakan tenaga kesehatan profesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik, antara lain moral unpreparedness, moral blindness,amoralism, dan moral fanatism. Masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan ditangani organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui majelis kode etik keperawatan.
2) Sanksi administratif. Berdasakan Keppres No.56 Tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objektif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pemeriksaan MDTK, hasilnya akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan yang berwenang untuk diambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur sarjana hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada di tingkat pusat dan di tingkat provinsi. 3) Pelanggaran Hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana yang tertera pada UU No.23 Tahun 1992 pada pasal 53 ayat (1) dan ayat (2). Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau selesaikan melalui pengadilan.
Bentuk Penyelesaian Sengketa Malpraktik Penyelesaian sengketa bisa dalam bentuk hukum pidana, hukum perdata, etik, atau administrasi, tergantung pelanggarannya. Bisa pula lebih dari satu bentuk, misalnya, hukum pidana bersama-sama hukum perdata. 1) Bentuk penyelesaian sengketa hukum pidana
2) Bentuk penyelesaian sengketa hukum perdata
3) Bentuk penyelesaian sengketa kode etik
Aspek Agama terhadap Malpraktik Jauh sebelum kedokteran modern merumuskan tentang malpraktik, dan ketentuannya, agama Islam telah meletakkan dasar mengenai hal ini. Rasulullah Saw. Bersabda :
“Barang siapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui ilmunya sebelum itu maka dia yang bertanggungjawab.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan yang lain, hadits hasan no.54 Kitab Bahjah Qulub Al-Abrar) “Tidak boleh bagi seseorang melakukan suatu praktik pekerjaan dimana ia tidak mumpuni dalam hal tersebut. Demikian juga dengan praktik kedokteran dan lainnya. Barangsiapa lancang melanggar maka ia berdosa. Dan apa yang
ditimbulkan dari perbuatannya berupa hilang nyawa dan kerusakan anggota tubuh atau sejenisnya, maka ia harus bertanggungjawab.” (Bahjah Qulubil Abrar hal.155. Dari kutub Al-Ilmiyah, Beirut, cet-ke-1,1423 H)