LAPORAN PENDAHULUAN HEMATOMESIS
1. Definisi Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Sjaifoellah Noor Dkk, 2013). Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal(Grace & Borley, 2007) Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi
perdarahan
sebanyak
50-100
ml,
baru
dijumpai
keadaan
melena.Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit (Mansjoer, 2009)
2. Etiologi Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. (Sjaifoellah Noer, dkk, 2013) Etiologi dari hematemesis adalah : a. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan. b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain. c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain. d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain. e. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas. 3. Anatomi Fisiologi pencernaan a. Anatomi
b. Fisiologi Lambung adalah rongga seperti kantung berbentuk J yang terletak antara esophagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pembedaan anatomi,histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian yang terletak di atas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan yang polos di fundus dan korpus relative tipis, tetapi bagian bawah lambung antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Perbedaan ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebut. Fungsi lambung terdiri dari: · menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. · getah asam lambung yang dihasilkan: - Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). - HCl, fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin. - Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kaseinogen (kaseinogen dan protein susu). - Lipase lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. - Otot lambung yang tebal berfungsi untuk mengaduk dan menggerus bahan makanan didalamnya serta mencampur secara sempurna dengan getah sekret pencernaan yang dikeluarkan oleh lambung. Dinding lambung terdiri atas 4 lapisan, yaitu : - Mukosa, berfungsi mensekresikan sesuatu yang diperlukan untuk mengabsorpsi vitamin B12. Didalam mukosa terdapat kalenjar yang berbeda yang dibagi menjadi tiga zona, yaitu : - kelenjar kardia, berfungsi menghasikan lisozom. - kelenjar lambung, berfungsi mensekresikan asam, enzim-enzim, mukus, dan hormon-hormon. - kelenjar pilorus, berfungsi menghasilkan hormon dan mukus. - Submukosa, mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan syaraf perifer. - Muskularis. - Serosa, mengandung banyak lemak apabila umur bertambah.
4. Komplikasi a. Syok hipovolemik Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam. b. Gagal Ginjal Akut Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler. c. Penurunan kesadaran Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran. d. Ensefalopati Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
5. Patoflow dan Patofisiologi a. Patoflow Infeksi hepatitis viral tipe B/C
Peradangan hati dan nekrosis sel-sel hati
Sel hati kolaps secara ekstensi
Meluasnya jaringan fibrosis
Distorsi pembuluh-pembuluh darah hati
Hipertensi portal
Ostropsi vena portal
Terbentuknya varises esofagus, lambung, pembesaran limfe, dan
Sirosis hepatis
asites
Pembuluh ruptur
Sesak
Perdarahan lambung
Muntah darah dan berak darah
Hb menurun → anemis
Mual, muntah, dan nafsu makan menurun
Penurunan ekspansi paru
Ketidakefektifan pola nafas
Kurangnya informasi yang didapat
Plasma darah menurun
Risiko syok (hipovolemik)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas Ansietas
Defisiensi pengetahuan
b. Patofisiologi Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
6. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39° C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000) Gejala yang ada yaitu : a. Muntah darah (hematemesis) b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia) d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah e. Akral teraba dingin dan basah f. Nyeri perut g. Nafsu makan menurun h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing. 7. Penatalaksanaan Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : a. Pengawasan dan pengobatan umum. 1) Tirah baring. 2) Diet makanan lunak 3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah 4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena) 5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP monitor. 7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan. 8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal. 9) Pemberian
obat-obatan
hemostatik
seperti
vitamin
K,
4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menanggulangi perdarahan. 10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic. 11) Pemasangan pipa naso-gastrik Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih. 12) Pemberian pitresin (vasopresin) Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhatihati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai. 14) Pemakaian bahan sklerotik Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus. 15) Tindakan operasi Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik. 8. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium a. b. c. d. e. f. b.
Cek darah SGOT, SGPT Albumin Pemeriksaan CHE Pemeriksaan kadar elektrolit Pemeriksaan Kadar gula darah
Radiologik
a. b. c.
USG Esofagus Angiograpi
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1. PENGKAJIAN EMERGENCY dan KRITIS a. Primary Survey 1) Airway a) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan. b) Sumbatan atau penumpukan secret. c) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor. d) Diaporesis
2) Brething a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat. b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal. c) Ronki, krekels. d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh. e) Penggunaan obat bantu nafas. f) Tampak sianosis / pucat g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
3) Circulation Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia, hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan
darah,
kelembaban
kulit/membrane
mukosa:
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik). a) Nadi lemah/tidak teratur. b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi c) TD meningkat/menurun. d) Edema. e) Gelisah. f) Akral dingin.
berkeringat
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia) h) Kulit pucat atau sianosis. i) Output urine menurun / meningkat
4) Disability a) Penurunan kesadaran. b) Penurunan refleks. c) Tonus otot menurun d) kekuatan otot menurun karena kelemahan. e) Kelemahan f) Iritabilitas, g) Turgor kulit tidak elastis
5) Exposure Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
b. Secondary Survey 1) TTV a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur sampai duduk/berdiri. b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia). c) RR lebih dari 20 x/menit. d) Suhu hipotermi/hipertermia. 2) Pemeriksaan fisik a) Pemakaian otot pernafasan tambahan. b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun, pekat, c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels, mengi, whwzing, ), sputum. d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis 3) Pemeriksaan selanjutnya a) Keluhan nyeri abdomen. b) Obat-obat anti biotic, analgeti. c) Makan-makanan tinggi natrium. d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis. e) Riwayat alergi.
c. Tirtiery Survey 1) Pemeriksaan Laboratorium a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu pembekuan,
protrombin),
elektrolit
(Na,K
Cl),
perdarahan, Fungsi
hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin) b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung c) CPKMB, LDH, AST d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi). e) Sel darah putih (10.000-20.000). f) GDA (hipoksia). g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati 2. Diagnose Keperawatan Emergency dan Kritis a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat badan tiba – tiba, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan. b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut). d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang penyakitnya. f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan NO 1
DIAGNOSA
NOC
Kekurangan volume
Fluid balance
cairan berhubungan
Hydration
dengan perdarahan
Nutritional status :
NIC Fluid management Pertahankan catatan intake dan output yang
food and fluid Intake
akurat Monitor status hidrasi ( kelembapan membran
Kriteria hasil :
mukosa,nadi
Mempertahankan urine
adekuat,tekanan darah
output sesuai dengan usia dan BB Tekanan darah,nadi
ortostatik ) Monitor vital sign Monitor masukan
suhu tubuh, dalam batas normal
makanan Kolaborasikan
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Elastisitas turgor kulit baik,membran mukosa
pemberian cairan Iv Monitor status nutrisi Dorong masukan oral Dorong keluarga untuk
lembab,tidak ada rasa haus yang berlebihan
membantu pasien makan
Kolaborasikan pengamatan hasil elektrolit serum
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan Monitor tingkat HB dan hematokrit Monitor tanda vital Monitor berat badan Dorong pasien untuk menambah intake oral Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan Monitor adanya tanda gagal ginjal 2
Risiko ketidakefektifan
Circulation status
perfusi gastrointestinal
Elektrolit and acid
dan/atau ginjal
Base balance
(kelembapan membran
berhubungan dengan
Fluid balance
mukosa, TD ortostatik,
hipovolemik karena
Hidration
dan keadekuatan dinding
perdarahan.
Urinary elimination
nadi )
Acid-base management Observasi status hidrasi
Monitor HMT, Kriteria hasil : Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal Tidak ada ganguan mental,orientasi kognitif dan kekuatan otot Tidak ada distensi vena leher
ureum,albumin,total protein,serum osmolalitas dan urine Observasi tanda-tanda cairan berlebih Pertahankan intake dan output secara akurat Monitor ttv Monitor glukosa darah arteri dan
Tidak ada bunyi paru tambahan Intake dan output seimbang Tidak ada oedem perifer dan asites
serum,elektrolit urine Monitor hemodinamik status Bebaskan jalan nafas Menejemen akses intravena
Pasien hemodialisis Observasi terhadap dehidrasi Monitor TD Monitor BUN,creat,HMT dan elaktrolit Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur Kaji status mental Monitor CT Pasien peritoneal dialysis Kaji temperatur,TD,denyut perifer,RR,dan BB Monitor adanya respiratory distress 3
a. Nyeri
akut Kriteria hasil :
berhubungan dengan Adanya penurunan agen cedera biologis
intensitas nyeri
(rasa panas/terbakar Ketidaknyamanan pada
mukosa
akibat nyeri berkurang
lambung dan rongga Tidak menunjukkan mulut atau spasme
tanda-tanda fisik dan
otot dinding perut).
perilaku dalam nyeri
Kaji nyeri Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien Berikan analgetik sesuai jadwal Kolaborasikan dengan dokter pemberian
akut
antibiotik Observasi TTV Pastikan keadaan nadi,RR,Td dalam rengtang normal
4
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Nutritional status
Nutrition manegemnt :
Weight control Kaji adanya alergi
tubuh
berhubungan
Kriteria hasil :
dengan
Adanya peningkatan
makanan Kolaborasika dengan
ketidakmampuan
berat badan sesuai
ahli gizi untuk
mencerna makanan
tujuan
menentukan jumlah
akibat
perdarahan
pada pencernaan
saluran
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
badan
Anjurkan pasien untuk
Mampu
meningkatkan intake
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutris Tidak menunjukakan penurunan berat badan berati
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein vitamin c Berikan makanan yang sudah dikonsulkan oleh ahli gizi Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan
DAFTAR PUSTAKA Amin, Huda Nurarif.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga. H. M. Syaifoellah Noer, dkk. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah rd ed.). Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius. Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta: EGC.
Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis (105-110). Jakarta: Binarupa Aksara. Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC