ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN TRAUMA DADA
Disusun oleh: 1. Zulfatun Nadhifah
(1603087)
2. Irma Setiawati
(1603039)
3. Satria Yosi .
(1603067)
4. Hendra
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2018/ 2019
A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Trauma Dada Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan
paru-paru, diafragma ,atau organ-organ dalam mediastinum baik oleh
benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan. Cedera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok: cedera penetrasi dan tumpul. Cedera penetrasi (misalkan: pneumotoraks terbuka, hemotoraks, ceder trekheobronkhial, kontusio pulmonal, ruptur diafragma) mengganggu integritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekan intratoraks. Cedera tumpul (nonpenetrasi) (misalkan: neumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cedera trakheobronkhial, flail chest, rupture diafragma, cedera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur didalam rongga dada tanpa mengganggu integritas dinding dada. Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999 dan Lap. UPF bedah, 1994). 2. Penyebab / Faktor Predisposisi a. Trauma Tembus Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan “stretching dan crushing” dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor –faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi.Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal. Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang sama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas.Tempat keluar peluru mempunya diameter 20-30 kali dari diameter peluru. b. Trauma Tumpul Trauma
tumpul
lebih
sering
didapatkan
berbanding
trauma
tembus,kira-kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: (1) transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks dan (2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak. Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga.Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ – organ yang berisi cairan atau gas. Contoh penyebab trauma tumpul adalah : c. Kecelakaan kendaraan bermotor d. Jatuh e. Pukulan pada dada
3. Patofisiologi Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentukkompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru Trauma
benda
tumpul
yang
mengenai
bagian
dada
atau
dinding
thorax juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.Sedangkan trauma
dada/
thorax
dengan
benda
tajam
seringkali
berdampaklenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya.
Kondisi
ini
menyebabkan
perdaharan
pada
rongga
dada
(Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax , penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema.
PHATWAY
4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada : a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek d. Dipnea e. Takipnea f. Takikardi g. Tekanan darah menurun h. Gelisah dan agitasi i. Kemungkinan cyanosis j. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah k. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit
5. Penatalaksanaan A. Terapi : a. Nyeri biasanya berkurang dengan analgetik oral, seperti : Hidrokodon atau kodein dengan kombinasinya aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. b. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur iga seperti : 1. Bupivakain (Marcaine), 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada iga yang fraktur, serta iga-iga di atas dan di bawah yang cidera. 2. Tempat penyuntikan dibawah tepi bawa iga, antara tempat fraktur dan prosesus
spinosus.
Jangan
sampai
mengenai
pembuluh
darah
interkostales dan parenkim paru. c. Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan. Sabuk iga yang mudah dilepas, dikaitkan dengan Velcro dapat memberikan rasa nyaman, tetapi pasien harus diingatkan tentang perlunya bernapas dalam dan panjang secara periodic untuk mencegah hipoaerasi, retensi secret, dan pnemounia. Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cidera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri, penanganan batuk, pengisapan endotrakeal. 1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika) 2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks) 3. Penatalaksanaan
pada
fraktur
iga
multipel
tanpa
penyulit
pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks yang lain, namun tidak perlu identifikasi fraktur iga.
Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya.
Pemeriksaan jumlah darah lengkap.
Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal.
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1. Kasus Triger Klien Tn. K (33 Tahun) agama islam, suku Jakarta, pendidikan SMA, bahasa yang digunakan Indonesia, klien bekerja sebagai hansip (penjaga keamanan). Klien masuk RS M. Djamil pada tanggal 29 Maret 2011 karena keadaan klien semakin parah dan disarankan untuk rawat inap. Klien mengatakan sebelum dirawat di RS, klien mengalami kecelakaan dan pernah di operasi bagian dada sebelah kiri. Klien tidak pernah mengeluh sakit, tetapi tiba-tiba klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu. Ketika dilakukan pengkajian S : 36,10C, N : 84 x / mnt, RR : 22 x / mnt, TD : 110 / 70 mmHg, kesadaran : CM terdapat luka bekas operasi di bagian dada sebelah kiri, badan klien kurus, batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6. Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-), sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kasmaul, kedalaman dangkal, fremitus kiri. Sebelumnya klien pernah berobat ke Puskesmas terdekat. Tapi karena di Puskesmas tersebut tidak memadai alat-alat dan obatnya maka klien dirujuk ke RS M. Djamil. Klien mendapat terapi amoxicyllin 3 x/gr IV selama 7 hari dari tanggal 20-27 maret 2011 (terakhir hari ini) sebagai antibiotik, inhalasi dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi sesak dan sekret mudah keluar. Rencana streptomicyin 1 x 550 mg IM (menunggu evaluasi THT) sebagai antibiotik dan diet TKTP 2300 KKal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari untuk mengurangi terjadi edema. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Maret 2011 didapatkan :
Anemia
Leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000)
Na : 132 mmol / l (N : 135 – 1147)
Kalium : 2,9 mmo; / l (N : 3,10 – 5,10)
Cl : 91 mmol / l (N : 95 – 108)
2. Pengkajian Keperawatan a.
Identitas Klien
Nama
: Tn.K
Umur
: 33 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Hansip
b. Keluhan Utama Klien mengeluh tidak pernah sakit, tetapi tiba-tiba klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu Sebelumnya klien pernah dioperasi terkait dengan penyakit.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien masuk RS M. Djamil pada tanggal 29 Maret 2011 karena keadaan klien semakin parah dan disarankan untuk rawat inap akibat kecelakaan yang dialami pada dada sebelah kiri.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji apakah klien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
f. Pemeriksaan Fisik 1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk
Terdapat retraksi klavikula/dada
Pengambangan paru tidak simetris
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
Pada
asukultasi
suara
nafas
menurun,
bising
napas
yang
berkurang/menghilang
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas
Pada kasus, ditemui klien batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6. Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-), sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kasmaul, kedalaman dangkal, fremitus kiri
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada karena pernapasan dan batuk
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal
Hipotensi
3. Sistem Persyarafan :
Kesadaran Compos mentis
4. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Terdapat kelemahan
g. Pengkajian 11 Fungsional Gordon 1. Pola persepsi dan Manajemen Kesehatan Biasanya
klien
tidak
mengetahui
tentang
factor
resiko
yang
menyebabkan klien menderita suatu penyakit pneumothoraks. Perlu dikaji juga bagaimana prilaku sehat klien sehari-hari dan seperti apa pencegahan penyakit yang diderita. 2. Pola Nutrisi Metabolik Biasanya status nutrisi klien tidak mengalami gangguan (adekuat). Tidak terjadi penurunan nafsu makan, Berat badan. Selain itu, perlu dikaji juga bagaimana intake dan output makanan serta keseimbangan cairan tubuh klien. 3. Pola Elimasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi baik itu BAB dan BAK masih dalam keadaan normal. Perlu dikaji juga bagaimana frekurnsi, konsistensi dari eliminasi klien. 4. Pola Aktivitas latihan Klien mengalami gangguan dalam beraktivitas disebabkan oleh sesak napas dan batuk yang dideritanya. Pada kasus didapatkan klien mengalami batuk produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri, redup dari sela iga 1-6. Terdapat ronhi, batuk produktif, sputum kental berwarna putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kasmaul, kedalaman dangkal, fremitus kiri, batuk berdarah (-). 5. Pola Istirahat Tidur Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur akibat sesak napas dan batuk produktif disertai dengan sputum yang dialaminya. Biasanya klien akan sering terbangun di malam hari. Selain itu. Tanyakan berapa jam klien tidur dan beristirahat efektif dalam sehari. 6. Pola Persepsi Kognitif Biasanya
klien
tidak
mengalami
gangguan
penginderaan
(penglihatan,pendenagran,penciuman,perabaan, dan pembauan) dan proses kognitif (berpikir, mengambil keputusan). 7. Pola Persepsi Konsep Diri Biasanya klien tidak begitu mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Ketika ditanyakan mengenai penyakitnya,klien hanya menjawab seperlunya saja. Tanyakan pandangan klien terhadap dirinya. 8. Pola Peran Hubungan Biasanya klien tidak mampu menjalankan perannya khususnya di keluarga. Klien juga mengalami gangguan interaksi social dengan sesama. 9. Pola Coping toleransi Stres Pada kasus didapatkan bahwa klien masih mampu mencari pengobatan terdekat (PUSKESMAS). Biasanya klien mampu untuk mengatasi stress akibat penyakit denagn cara sering bertanya. 10. Pola Reproduksi seksualitas
Biasanya klien mengalami gangguan seksualitas akibat kondisi klien yang lemah sehingga terjadi penurunan hubungan seksualitas. 11. Pola Nilai Keyakinan Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk kesembuhan penyakit. Perlu dikaji juga bagaimana pendekatan spiritual klien. 3. Diagnosa Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum. 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. 4. Analisa Data : No. Dx
Data Fokus
Etiologi
Problem
1
Data subjektif:
Peningkatan
Inefektif
Klien mengatakan lemas,
sekresi sekret dan
bersihan
batuk sejak 3 minggu.
penurunan batuk
napas
Data objektif:
sekunder
Kulit
pucat,
batuk
produktif, sputum kental berwarna putih, leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000). Terdapat ronhi, batuk produktif, sputum kental berwarna putih.
nyeri keletihan
akibat dan
jalan
2
Ekpansi
Data subjektif:
Klien mengatakan sesak yang
paru
Ketidakefektifan
tidak
pola pernapasan
napas sejak 3 bulan yang maksimal karena lalu.
klien
mengatakan akumulasi
sulit bernapas dan saat udara/cairan. bernapas terasa berat.
(p.
308)
Data objektif: Pernapasan
kasmaul,
kedalaman dangkal. Klien mendapat
terapi
amoxicyllin 3 x (gr IV selama 7 hari dari tanggal 20-27 Maret 2011 (terakhir hari ini) sebagai antibiotik, inhalasi dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi sesak dan sekret mudah keluar.
5. Diagnosa Keperawatan : 1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
6. Intervensi Keperawatan No.
Tujuan
Intervensi
Dx Tujuan: Pasien tidak mengalami sesak NIC : Airway 1
nafas setelah dilakukan tindakan selama management 1x24 jam dengan kriteria hasil :
(Pengaturan
NOC : Status pernapasan:Jalan napas jalan paten (p. 348)
(p.95)
napas)
Ttd
Domain: kesehatan psikologi (II)
Defenisi:
Kela: kardiopulmonar (E)
fasilitasi
patensi
Skala: extremely compromised to not dari saluran udara compromised Defenisi:
ketika
Aktivitas: trakeobronkial
tetap 1. Buka
jalan
terbuka
napas
dengan
Indikator :
teknik chin lift
1. Batuk tidak muncul
atau jaw trust
2. Tingkat pernapasan dalam rentang yang diharapkan (normal)
pasien
3. Irama pernapasan dalam rentang yang diharapkan (normal)
tidak disengaja
napas
pada
posisi ventilasi yang maksimal
4. Bebas dari suara pernapasan yang
5. Mengeluarkan
2. Posisikan
3. Mengidentifika si pasien yang
sputum
dari
jalan
membutuhkan aktual/ penyisipan potensi
jalan
nafas 4. Tunjukkan terapi
fisik
dada
yang
cepat 5. Keluarkan secret
dengan
mendorong batuk
atau
suctioning 6. Dorongan pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan
batuk 7. Instruksikan bagaimana batuk
yang
efektif 8. Dengarkan suara pernapasan 9. Atur
posisi
untuk mengurangi sesak napas 10. Pantau
status
pernapasan dan oksigenasi dengan tepat
2
NOC: status pernapasan :ventilasi
NIC: Memonitor pernapasan
Defenisi: inspirasi/ekspirasi yang tidak
(p.473)
memberikan ventilasi yang cukup. Defenisi: Hasil yang disarankan: -
status pernapasan: ventilasi
Mengumpulkan dan menganalisis data dari pasien untuk
menjamin
kepatenan jalan napas
dan
keadekuatan pertukaran gas. Aktivitas: 1. Memonitor
rata-rata irama, kedalaman, dan
usaha
pernapasan 2. Catat pergerakan dada,
lihat
kesimetrisann ya, penggunaan otot pernapasan, dan supraklavikul a dan retraksi otot interkostal 3. Memonitor suara pernapasan, krowing atau snoring 4. Memonitor pola pernapasan:b radypnea, takypnea, hyperventilas i, pernapasan kusmaul 5. Auskultasi suara
paru
setelah perawatan untuk mencatat hasil 6. Memantau sesak
napas
dan kejadian yang memicu dan memperburu knya. Ventilation assistance (bantuan ventilasi)
(p.59)
Definisi: promosi pola
pernapasan
spontan
yang
optimal
yang
memaksimalkan pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru Aktivitas : 1. Mempertaha nkan kepatenan jalan napas 2. Memberikan posisi untuk mengurangi
dispnea 3. Membantu pertukaran posisi secara teratur 4. Memposisik an
untuk
mengurangi upaya pernapasan
DAFTAR PUSTAKA https://www.pdfcoke.com/doc/170772513/kegawat-daruratan-Trauma-ThorakNew#download https://www.pdfcoke.com/doc/225277803/Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-TraumaThoraks http://www.academia.edu/31571866/askep_trauma_dada.docx