142876563-asuhan-keperawatan-gawat-darurat-pada-trauma-kepala.docx

  • Uploaded by: Rey Sarti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 142876563-asuhan-keperawatan-gawat-darurat-pada-trauma-kepala.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,287
  • Pages: 35
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

Sistem saraf terbagi menjadi Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Tepi (SST). Penyusun dari SSP adalah otak dan medulla spinalis, sedangkan penyusun SST terbagi menjadi divisi aferen dan eferen. Berikut penjelasan mengenai penyusun SSP.1,2

lapisan otak (Meninges) Otak dilindungi oleh tulang tengkorak serta dibungkus membran jaringan ikat yang disebut meninges. Dimulai dari lapisan paling luar, berturut-turut terdapat dura mater, araknoid mater, dan pia mater. Araknoid dan pia mater saling melekat dan seringkali dipandang sebagai 1 membran yang disebut pia-araknoid. 1,2 Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat. Dura mater dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, disebut ruang subdural. Permukaan dalam dan luar dura mater dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim. 1,2 Arachnoidea mater bentuknya seperti jaring laba-laba. Terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Memiliki 2 komponen, yaitu lapisan yang berkontak dengan dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan pia mater. Rongga di antara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang terisi cairan serebrospinal (CSF). Pada beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater, membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran ini (yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena) disebut vili araknoid, fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus. 1,2 Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah. Pia mater dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pia mater menyusuri seluruh lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pembuluh darah menembus SSP melalui terowongan yang

dilapisi oleh pia mater, disebut ruang perivaskular. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah ditransformasi menjadi kapiler. Susunan dari luar ke dalam: Periostem tengkorak  ruang epidural  duramater  ruang subdural  arachnoid  ruang subarachoid  piamater. 1,2

Cerebrospinal Fluid Cerebrospinal Fluid (CSF) merupakan cairan yang mengelilingi

ruang

subarakhnoid sekitar otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak. Cerebrospinal Fluid merupakan cairan tidak berwarna yang melindungi otak dan spinal cord dari cedera yang disebabkan oleh faktor kimia dan fisika. Cairan ini mengangkut oksigen, glukosa, dan bahan kimia yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. Volume total dari CSF adalah 80-150ml. 1,2 Cairan CSF dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari. Sebanyak 2/3 CSF dihasilkan dari plexus choroideus dan 1/3-nya dihasilkan dari sel ependim yang ada di permukaan ventrikel. Darah yang masuk ke dalam otak mengalami ultrafiltrasi pada plexus choroid dan diubah menjadi CSF. 1,2 CSF dihasilkan oleh : 1,2 Plexus choroid : jaring-jaring

kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari

piamater pada ventrikel ke-3 dan ke-4. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun menutupi choroid plexus sebagai blood-brain barrier sehingga berfungsi untuk mengatur komposisi CSF.

Sirkulasi CSF Keterangan: Cairan bergerak dari ventrikel lateral  melalui foramen interventrikular (Munro) → menuju ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) → melalui aquaductus cerebral (Sylvius)  menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan kembali dari pleksus koroid) → melalui tiga lubang pada langit-langit

ventrikel ke-4 → bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis → direabsorsi di vili arakhnoid (granulasi) → ke dalam sinus vena pada duramater  kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut. 1,2

Fungsi CSF1,2 Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord. Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya berat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam cairan ini). Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran zat antara CSF dan sel saraf. Mempertahankan tekanan intracranial Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf Menjaga hemeostatis dengan cara: Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla spinalis.) Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan jaringan saraf) Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang berbahaya) Normal performance of CSF1,2 Jernih (tidak berwarna) seperti air. Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 – 5 sel/ml dan monosit). Tidak ditemukan mikroorganisme Sifatnya basa / alkali Tidak berbau

Perubahan performa CSF karena infeksi : Infeksi bakteri  bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada neutrofil  neutrofil tertarik  kadar neutrofil dalam CSF meningkat Infeksi bakteri  bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi  kadar glukosa dalam CSF menurun Infeksi bakteri  terjadi peradangan  permeabilitas sawar darah otak terganggu  protein berukuran besar dapat masuk  terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF Infeksi bakteri  terjadi pendarahan  warna CSF akan berubah Konstituen CSF1,2 Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel darah putih, tetapi tidak mengandung protein. Protein  Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas BBB). Glukosa  Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah). Asam laktat  Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan glukosa. Ureum  Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah Glutamine  Normal : 20 mg/dl Enzim  enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah Zat-zat lain : Konsentrasi Na sama dengan pada plasma Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma Sedikit ion bikarbonat.

Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal1,2 kadar CSF

relatif

terhadap

kadar

plasma - Tekanan

75-200 mmH2O

- pH

7,32-7,35

Sedikit lebih rendah

- Protein total

15-45 mg/dl

0,2-0,5 %

- Imunoglobin

0,75-3,5 mg/dl

< 0,1 %

- Albumin / globulin

8:1

3-4 kali lebih tinggi

- Glukosa

40-70 mg/dl

50-80 % dari kadar dalam darah

30-60

menit

sebelumnya - Asam Laktat

10-20 mg/dl

Hampir sama

- Urea (sebagai nitrogen 10-15 mg/dl

Hampir sama

urea)

< 20 mg/dl

Hampir sama

- Glutamin

2-5/ml

- Limfosit

OTAK Otak terletak dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis melalui foramen magnum. Secara konvensional otak dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian-bagian tersebut antara lain prosencephalon, mesencephalon, dan rhmbencephalon. Prosencephalon dapat dibagi menjadi diencephalon dan cerebrum. Rhombencephalon dibagi menjadi medulla oblongata, pons, dan cerebellum. Struktur batang otak atau disebut juga truncus encephali merupakan gabungan dari mesencephalon, pons, dan medulla oblongata. 1,2

Encephalon terletak di dalam cavitas cranii dan medulla spinalis berada di dalam canalis vertebralis. Pembagian encephalon adalah sebagai berikut : 1,2 Prosencephalon

Telencephalon (cerebrum) Diencephalon Mesencephalon Rhombencephalon Metencephalon Pons Cerebellum Myelencephalon disebut Medulla Oblongata

Seluruh Encephalon dan Medulla Spinalis dibungkus oleh meninx, yang terdiri dari duramater, arachnoid dan pia mater. Di dalam encephalon dan medulla spinalis terdapat rongga-rongga yang merupakan sisa dari canalis neuralis, yaitu canalis sentralis di dalam medulla spinalis dan di dalam closed part medulla oblongata. Di dalam ronga-rongga tersebut terdapat liquoe cerebrospinalis, yang merupakan hasil filtrasi darah, dan membawa nutrisi kepada sel saraf. Berat encephalon kurang lebih 1400 gram. Menerima dan menggunakan 1/6 atau sekitar 20% bagian cardiac output dan 1/5 bagian oksigen dalam keadaan istirahat. Telencephalon/korteks serebri1,2 Permukaan korteks serebri tampak bergelung-gelung, yang membentuk banyak girus dengan sulkus diantaranya. Sulkus yang paling dalam membentuk fissure

longitudinalis dan lateralis. Fissure-fissura dan sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah atau ‘ lobus’ yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di bawahnya, seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis. Fissura longitudinalis adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sekeping tipis duramater yang disebut falx serebri menyelipkan dirinya ke dalam fissure itu. Sulkus lateralis atau fissure silvius memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis (pada sebelah anterior) dan lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis atau fissure rolandi memisahkan lobus frontalis dan lobus parietalis. Lobus oksipitalis terletak di belakang lobus parietalis dan bersandar pada tentorium serebeli dan dipisahkan oleh sulcus oksipitoparietalis dengan lobus parietal. 1,2

Korteks serebri dibagi menjadi sejumlah area menurut perbedaan-perbedaan dalam susunan arsitektur dari komponen jaringan, seperti misalnya sel-sel saraf, serat-serat bermielin, dan pembuluh-pembuluh darah, oleh karena itu dikatakan sitoarsitektur, mieloarsitektur dan angioarsitektur. Pembagian ini disebut peta Brodmann (1-47). 1,2

Dari penomeran ini dapat dibagi area-area sesuai fungsinya. 1,2 Area Receptif Primer Area Sensoris Primer (Area 3, 1 & 2) Menerima sensasi nyeri, suhu, raba, tekan dan proprioseptif

Area Visualis (Area 17) Menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna Area Auditoria (Area 41 – 42) Menerima suara Area Gustatoria (Area 43) Menerima rasa (pengecapan) Area Wernicke (Area 22) Proses pemahaman apa yang didengar

Beberapa Area Motorik Area Motoris (Area 4) Untuk gerakan-gerakan voluntary Sekitar 40% dari semua serta traktus piramidalis berasal dari area 4 Digambarkan dalam homunculus motorik Area Premotorik (Area 6) Untuk gerakan terlatih Area Broca (Area 44) Untuk pelaksanaan motorik bicara

Area Asosiasi Area kepribadian (Area 9,10,11,12) Untuk beberapa fungsi ingatan, rasa tanggung jawab untuk melakukan tindakan, sikap yang dapat diterima oleh masyarakat, ide-ide & pikiran yang kreatif, penilaian dan pandangan ke masa depan.

Gambar Homunculus motorik

Lobus frontalis Merupakan bagian yang terbesar dari hemispherium cerebri, mempunyai 4 buah gyrus yaitu : Gyrus centralis anterior Gyrus frontalis superior Gyrus frontalis medius Gyrus frontalis inferior Mencakup semua daerah kortikal di depan fisura sentralis. Termasuk korteks somatomotorik primer dari gyrus presentralis (area 4), area premotorik (6 dan 8), area prefrontal (9,10,11,12,45,46 dan 47), dan area motorik bicara (area 44)

Fungsi lobus frontalis : meliputi perencanaan, pengaturan, penyelesaian masalah, dan selective attention. Bagian yang disebut kortex prefrontal mengatur kepribadian dan berbagai macam fungsi kognitif seperti sikap dan emosi. Bagian belakang dari lobus frontal terdiri dari area pre-motorik dan motorik, yang menghasilkan dan mengubah pergerakan, memulai dan mengatur gerakan motoris, speech dan berperan dalam proses berpikir atau evaluation of ideas. Lobus Parietalis1,2 Membentuk sebagian fascies lateralis dan fascies medialis hemispherium cerebri. Fungsi lobus parietalis : Lobus parietal kanan dan kiri terdiri dari kortex primer sensorik yang mengatur sensasi (sentuhan dan tekanan), dan area gabungan yang besar yang mengatur sensasi halus (tekstur, tinggi, ukuran dan bentuk). Kerusakan pada lobus parietal sebelah kanan bisa menyebabkan deficit visio-spacial, membuat pasien sulit untuk menemukan jalan-jalan yang baru, bahkan tempat yang sudah dikenal. Kerusakan pada lobus parietal sebelah kiri mungkin mengganggu kemampuan pasien untuk memahami pada saat berbicara dan/atau menulis kata-kata, menerima stimulus somatosensibel, memori yang berkaitan dengan bahasa dan belajar. Lobus Occipitalis1,2 Berbentuk pyramid dengan polus occipitalis sebgai puncaknya, dan mempunyia fascies medialis, lateralis dan inferior. Fungsi : primary center of vision, memproses informasi visual. Kebanyakan bertanggung jawab untuk resepsi visual dan terdiri dari area gabungan yang membantu dalam pengenalan visual dari bentuk dan warna. Kerusakan pada lobus ini bisa menyebabkan deficit visual. Lobus Temporalis1,2 Lobus ini terpisah dari lobus frontalis oleh fissure lateralis cerebri. Fungsi : terletak di sekitar daerah telinga, membuat orang bisa mencium dan mendengar hal yang berbeda. Selain itu, juga membantu dalam memilih informasi baru dan

terpercaya untuk short-term memory. Lobus kanan yang utama meliputi visual memory (contoh : memori untuk wajah dan gambar). Lobus kiri yang utama meliputi verbal memory (contoh : memori untuk kata-kata dan nama).

Diencephalon1,2 Bangunan ini menghubungkan mesencephalon dengan hemispherium cerebri. Di dalam diencephalon terdapat ventriculus tertius. Batas-batas diencephalon adalah sebagai berikut : Batas posterior ditentukan oleh suatu bidang yang idbuat melalui commisura posterior ke tepi caudal corpora mamilaria, Batas anterior ditentukan oleh foramen interventriculare Monroi dan tepi posterosuperior chiasma opticum,

Batas lateral dibentuk oleh cauda nuclei caudate, stria terminalis dan crus posterior capsulae internae, Batas medial adalah ventriculus tertius. Terdiri atas : 1,2 Thalamus Semua jaras sensorik utama (kecuali N.olfactorius) membenruk sinaps dengan nucleus thalamus dalam perjalanannya menuju korteks serebri. Berfungsi sebagai pusat sensorik primitive dari nyeri (dapat dirasakan tetapi tidak dapat ditentukan tempatnya). Tekanan, raba, getar dan suhu yang ekstrim. Hypothalamus Sebagai pusat otonom Fungsi :

mengatur cairan tubuh dan susunan elektrolit mengatur suhu tubuh fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dan reproduksi pengaturan hormone ekspresi

Subthalamus Bagian Diencephalon paling inferior Terletak di antara Thalamus dengan Tegmen Mesencephali Terdapat Nucleus Subthalamicus Epithalamus Membentuk atap dari diencephalon Terdiri atas : Trigonum habenulare Corpus pineale Commissurl posterior Metathalamus Terletak bagian posterior Pulvinar Thalami Terdiri dari : Corpus geniculatum mediale  terkait fungsi pendengaran

Corpus geniculatum laterale  terkait fungsi penglihatan Mesenephalon1,2 Mesencephalon atau mid brain menghubungkan rhombecenphalon dengan prosencephalon. Terdiri atas pars dorsalis yang membentuk lamina quadrigemina dan corpora quadrigemina, dan bagian ventral yang bentuknya lebih besar, disebut pedunculus cerebri yang mengandung serabut-serabut motorik yang berjalan turun dari serebrum. Di dalam mesencephalon terdapat aquaeductus cerebri Sylvii, suatu saluran (kanal) yang sempit, yang menghubungkan ventrikulus tertius dengan ventrikulus quartus, saluran ini terletak lebih ke bagian dorsal. Struktur dalam mesencephalon, di sekitar aquaeductus cerebri Sylvii terdapat substansia grisea central, bagian sebelah dorsalnya disebut tectum. Tectum terdiri dari kolikulus superior yang berfungsi sebagai reflex penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan dan kolikulus inferior yang berfungsi sebagai reflex pendengaran (menggerakkan kepala kea rah datangnya suara). Pada substansia grisea centralis terdapat 3 buah gugusan nucleus, yaitu : Nucleus nervi oculomotorius Nucleus nervi trochlearis Nucleus mesencephalicus nervi trigemini Metencephalon1,2 Pons1,2 Pons merupakan bagian ventral dari metencephalon yang terletak di antara medulla oblongata dan pedunculus cerebri, dan berada di sebelah ventral cerebellum. Pada aspectus ventral terdapat serabut-serabut transversal yang berjalan kea rah lateral, bersatu membentuk pedunculus cerebelli medius (brachium pontis), masuk ke dalam hemispherium cerebella. Serabut-serabut tersebut membentuk pars basilaris pontis, dan di sebelah dorsalnya (pars dorsalis) merupakan lanjutan dari medulla oblongata.serabut-serabut transversal tadi adalah bagian dari lintasan yang menghubungkan hemispherium cerebri dengan hemispherium cerebelli yang kontralateral.

Struktur dalam pons terdiri dari dua bagian yang berbeda dalam bentuk dan struktur, yaitu: Pars basilaris atau pars ventralis Tegmentum atau pars dorsalis, yang merupakan lanjutan dari formatio retikularis medullae oblongatae. Nuclei yang terdapat di dalam tegmentum adalah : Nucleus nervi abducentis Nucleus motoris nervi facialis Nucleus motoris nervi trigemini Nucleus sensibilis nervi trigemini Nucleus cochlearis Nucleus olivarius superior Nuclei vestibulari Cerebelum1,2 Terletak di fossa crania posterior. Secara anatomis terdiri dari 1 vermis cerebelli (struktur di mediana) dan 2 hemispherium cerebella. Dihubungkan dengan medulla oblongata oleh pedunculus serebelli (superior, media dan inferior). Semua aktivitas pada bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utamanya yaitu mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Mielencephalon/ Medula Oblongata1,2 Medulla oblongata merupakan bagian dari brain stem, terletak di dalam fossa crania posterior bersama-sama dengan pon sdan cerebellum. rostral medulla spinalis melanjutkan diri menjadi medulla oblongata tanpa suatu batas yang tegas, dimulai setinggi foramen occipital magnum, bentuknya lebih besar dari medulla spinalis. Ke arah rostral medulla oblongata menjadi pons

Veroli dengan batas tegas pada facies ventralis, berupa suatu celah horizontalis. Struktur dalam medulla oblongata dibentuk oleh substansia grisea di bagian profunda dan substansia alba di bagian perifer. Medula oblongata berfungsi sebagai pusat reflex untuk : Jantung Pembuluh darah (vasokonstriktor) Paru-paru (pernafasan) Saluran cerna (menelan, muntah, pengeluaran air liur) Fisiologi Otak1,2 Secara fungsional, otak dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian tersebut memiliki fungsi dan berkoordinasi dengan organ lainnya. Fungsi utama dari bagian-bagian otak tersebut dijabarkan dalam tabel berikut: Tabel . Fungsi Utama Bagian-Bagian Otak Bagian Otak Korteks cerebrum

Fungsi Utama 1.

Persepsi sensorik

2.

Kontrol gerakan volunteer

3.

Kemampuan berbahasa

4.

Sifat dan kepribadian

5.

Berpikir, memori, pembuatan keputusan, kreatifitas, dan kesadaran diri

Ganglia basalis

Thalamus

Hipothalamus

1.

Inhibisi tonus otot

2.

Koordinasi gerakan berulang dan lambat

3.

Supresi gerakan yang tidak dibutuhkan

1.

Stasiun relay input sensorik

2.

Kesadaran terhadap sensasi

3.

Kesadaran

4.

Berperan dalam control motorik

1.

Regulasi fungsi homeostatic seperti control suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan rasa lapar

2.

Penghubung antara sistem saraf dan sistem endokrin

Cerebellum

3.

Pengatur emosi dan pola sifat dasar

1.

Keseimbangan

2.

Pengaturan tonus otot

3.

Koordinasi pergerakan

Batang otak (mesenchepalon, pons, dan 1. medulla oblongata)

2.

Tempat keluar nervus cranialis Pusat pernapasan, kardiovaskular, dan pencernaan

3.

Pengaturan refleks otot yang berhubungan dengan kesembangan dan postur

4.

Penerima dan pengintregasi input sinaptik dari medulla spinalis, aktivasi korteks cerebrum

5.

Pengatur siklus tidur

Secara umum, terdapat 4 lobus pada otak yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis, dan occipital. Tabel di bawah ini menjabarkan fungsi korteks serebri masingmasing lobus. Tabel 1. Fungsi Korteks Serebri Masing-Masing Lobus Lobus Frontalis

Letak Anterior

Fungsi sulkus 1.

frontalis

Aktivitas motorik volunter pada sisi tubuh yang berlawanan (terletak di gyrus presentralis).

2.

Sebagai area bicara motorik yang sering disebut area broca (terletak di gyrus frontalis inferior).

3. Parietalis

Elaborasi pikiran

Di sulkus sentralis Bertanggung sensoris

jawab

yaitu

dalam

area

menerima

dan

mengintreprestasikan sensasi nyeri,

raba, tekanan dari permukaan tubuh (terletak di gyrus postsentralis). Temporalis

Di sebelah lateral Menerima dan menginterprestasikan suara. Area

wernicke

yang

berfungsi

sebagai area pemahaman bahasa (asosiasi) afasia reseptif. Occipitalis

Posterior occipital Area visual primer yang berfungsi menerima informasi dari retina mata. Area asosiasi visual yang berperan untuk

menginterprestasikan

pengalaman visual. Medulla Spinalis1,2 Sistem saraf pusat yang terkumpul dlm kanalis vertebralis ,ia memanjang dari foramen magnum yg berlanjut dengan medula oblongata. Korda spinalis berjalan melaui kanalis vertebralis dan dihubungkan dengan saraf spinalis. Berakhir diantara sering vertebra lumbalis k2 dan k1(sekitar pinggang). Korda spinalis akan membentuk akar-akar saraf untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis serabut-serabut saraf yang membentuk tractus. Tractus-tractus spinalis dibagi menjadi tractus ascenden, descenden dan intersegmentalis. Terdapat 3 lapisan :durameter,arachnoid dan pia mater. 31 nervus medula spinalis : (CI-VIII) (TI-XII)(LI-V)(SI-V) dan (CoI) Saat memasuki medulla spinalis, serabut saraf sensorik akan dipisahkan menjadi tractus di substansia alba. Beberapa serabut saraf berperan menghubungkan segmensegmen medulla spinalis sedangakn serabut yang lain naik menuju ke otak. Berkas serabut saraf yang berjalan menuju otak inilah yang disebut tractus ascenden. Tractus ascenden menghantarkan informasi aferen baik yang disadari maupun tidak. Informasi ini dapat dibagi menjadi informasi eksteroseptif (input dari luar tubuh seperti nyeri, suhu dll.) dan proprioreseptif (input dari dalam tubuh seperti dari otot atau sendi). Berikut nama tractus ascenden dan rangsang yang dibawa: Tractus spinothalamicus lateralis

: jaras nyeri dan suhu.

Tractus spinothalamicus anterior

: jaras raba dan tekanan ringan.

Tractus spinocerebellaris posterior

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

Tractus spinocerebellaris anterior

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

Tractus cuneocerebellaris

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

Tractus spinotectalis

: jaras refleks spinovisual

Tractus spinoreticularis

: mempengaruhi kesadaran.

Tractus descenden merupakan serabut saraf yang turun di dalam substansia alba dari berbagai pusat saraf. Berikut nama tractus descenden dan fungsinya: Tractus corticospinalis

: jaras gerakan volunter

Tractus reticulospinalis

: memfasilitasi dan menghambat aktivitas refleks dan gerakan volunter.

Tractus tectospinalis

: respon stimulus visual.

Tractus rubrospinalis

: antigravitasi

Tractus vestibulospinalis

: memfasilitasi otot ekstensor, menghambat otot fleksor dan keseimbangan.

Tractus olivospinalis

: belum diketahui, berhubungan dengan aktivitas otot

Perdarahan otak1,2 Disuplai oleh 2 arteri carotis dan 2 arteri vertebralis, keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus willis (circulus arteriosus) Arteri carotis interna Keluar dari sinus cavernosus pada sisis medial proscessus clinoideus anterior dengan menembus durameter ,kemudian arteri ini membelok menuju sulcus cerebri lateralis, bercabang menjadi 2 yaitu a.cerebri anterior dan a.cerebri media Cabang-cabang cerebral a. carotis cerebral : A.opthalamica A.communicans posterior

A.choroidea A.cerebri anterior A.cerebri media Arteria verterbralis1,2 Cabang dari pertama a.subcalvia ,berjalan keatas melalui foramne procesus tranvesus vertebra.pembuluh darah ini masuk ketengkorak melalui foramen magnum dan berjalan keatas ,depan dan medial medulla oblongata.pada pinggiran pons arteri ini bergabung denganarteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris. Cabang cranial Aa.meningeae A.spinalis anterior dan posterior A.cerebelli posteroinferior Aa.medullares Arteri basilaris Dibentuk dari k2 a.vertebralis derjalan naik kdlm alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang 2 menjadi a.cerebri posterior Cabang-cabang Cabang-cang untuk pons ,cerebellum dan telingga dalam A.cerebri posterior Vena otak Keluar dari otak dan bermuara kedalam sinus venosus cranialis Terdapat vena cerebri,cerebelli dan batang otak

Nervus otak N.olfactorius(sensoris) N.opticus(sensoris) N.oculomotorius(motoris) N.trochlearis(motoris)

N.trigemenus(campuran) N.abducens (motoris) N facialis (campuran) N.vestibulcochlearis(sensoris) N.glossopharyngeus9campuran) N.vagus(campuran) N.acessorius(motoris) N.hypoglossus(motoris)

Daftar Pustaka 1. Snell, Richard. 2010. Anatomi Klinik. Jakarta:EGC. 2. Guyton. 2010. Fisiologi Kedokteran edisi 11`. Jakarta: EGC.

Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

B. Klasifikasi Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG): 1.

Minor

 SKG 13 – 15  Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.  Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2.

Sedang

 SKG 9 – 12  Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.  Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3.   

Berat SKG 3 – 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi  Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.  Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.  Cedera akibat kekerasan.

D. Patofisiologis Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

E. Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial

Tulang cranial

Intra

kranial Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler Girus medialis lobus temporalis tergeser

F. Jenis Trauma Kepala 1. Robekan kulit kepala. Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi. 2. Fraktur tulang tengkorak. Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak : a. Garis patahan atau tekanan. b. Sederhana, remuk atau compound. c. Terbuka atau tertutup.

Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung atau tidak. Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata). Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign). Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjunctiva atau edema periorbital. Commotio serebral : Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi secara nyata tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan kesadaran sebagai akibat saat adanya stres/tekanan/rangsang pada reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya beberapa detik atau beberapa jam. Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.

Contusio serebral Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya asam laktat dan menurunnya konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.

Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury. Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral. Diffuse axonal injury. Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.

Injury Batang Otak Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas. G. Manifestasi Klinis  Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih  Kebungungan  Iritabel  Pucat  Mual dan muntah  Pusing kepala  Terdapat hematoma  Kecemasan  Sukar untuk dibangunkan  Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

H. Komplikasi    

Hemorrhagie Infeksi Edema Herniasi

Epidural hematoma. Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah. Subdural Hematoma. Terjadi perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada permukaan otak masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural hematoma. Oleh karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik. Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar. Hematoma menunjukkan tanda2 dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala. Pupil dilatasi. Subakut biasanya terjadi dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury. Kronik subdural hematoma terjadi beberapa minggu atau bulan setelah injury. Somnolence, confusio, lethargy, kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan subdural hematoma. Intracerebral Hematoma. Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head injury. Biasanya terjadi pada lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury. Akibat robekan intaserebral hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi subarachnoid hemorrhage. Collaborative Care. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan mendeteksi edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen dan CO2. Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa

serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma. CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal injury. Pemeriksaan lain adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji kemungkinan adanya perdarahan. Sehubungan dengan contusio, klien perlu diobservasi 1 – 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran terjadi lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi. Klien yangmengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah sakit dan dilakukan observasi ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna menurunkan edema otak dan mempertahankan perfusi otak. Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau dexamethasone dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti mannitol digunakan untuk menurunkan edema serebral. Klien dengan trauma kepala yang berat diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal dan mencegah kecacatan yang nmenetap. Dapat juga diberikan infus, enteral atau parenteral feeding, pengaturan posisi dan ROM exercise untuk mensegah konraktur dan mempertahankan mobilitas

I. Pemeriksaan Penunjang    

Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT) Rotgen Foto CT Scan MRI

J. Penatalaksanaan Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Observasi 24 jam Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. Anak diistirahatkan atau tirah baring. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. Pemberian obat-obat analgetik. Pembedahan bila ada indikasi.

K. Rencana Pemulangan 1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan. 2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. 3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. 4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. 5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik. 6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. 7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. 8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 2. Pemeriksaan fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf :  Kesadaran  GCS.  Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.  Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. d. Sistem pencernaan  Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?  Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.  Retensi urine, konstipasi, inkontinensia. e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah: 1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

C. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal. Intervensi:  Kaji Airway, Breathing, Circulasi.  Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.  Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.  Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.  Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.  Pemberian oksigen sesuai program.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi:  Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.  Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya  peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).  tekanan pada vena leher.  pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).

 Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).  Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.  Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.  Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.  Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.  Monitor intake dan out put.  Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.  Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.  Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu. Intervensi:  Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.  Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.  Perawatan kateter bila terpasang.  Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.  Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak. 4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi:  Kaji intake dan out put.  Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun atau mata cekung dan out put urine.  Berikan cairan intra vena sesuai program. 5. Resiko injuri berhubungan meningkatnya tekanan intrakranial.

dengan

menurunnya

kesadaran

ubun-

atau

Tujuan: Anak terbebas dari injuri. Intervensi:  Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.  Kaji tingkat kesadaran dengan GCS  Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.  Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.  Berikan analgetik sesuai program. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi:  Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.  Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.  Kurangi rangsangan.  Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.  Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.  Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Intervensi:  Kaji adanya drainage pada area luka.  Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.  Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.  Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang. 8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak. Intervensi:  Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.  Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.  Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.  Gunakan komunikasi terapeutik.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi:  Lakukan latihan pergerakan (ROM).  Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.  Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.  Kaji area kulit: adanya lecet.  Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001. 2. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996. 3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000. 4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

More Documents from "Rey Sarti"