BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Emfisema paru menjadi kontributor terbesar pada angka kesakitan dan kematian penderita PPOK.Dasar kerusakan jaringan ialah destruksi serat elastin Matriks Ekstra Selluler (MES) cleh elastase MMP-9. Menetapkan diagnosis emfisema paru menggunakan pendekatan patogenesis destruksi serat elastin MES mengalami kesulitan, sehingga cara yang digunakan berdasar manifestasi klinis, yaitu dengan jalan melakukan pengukuran derajat abnormalitas faal paru. Terdapat dua faktor utama penyebab timbulnya emfisema paru, pertama faktor endogen, dan yang kedua faktor eksogen.Faktor endogen dipengaruhi genetic atau heriditer, yang ditemukan defisiensi anti elastase atau protease inhibitor Alfa-1 Antitripsin (ATT). Faktor eksogen misalnya rokok, polusi udara, lingkungan berdebu dapat menjadi penyebab emfisema paru (Suprapto, Imam. 2013 : 98)
B.
Rumusan Masalah 1.
Apa yang dimaksud dengan emfisema ?
2.
Bagaimana etiologi emfisema ?
3.
Bagaimana manifestasi klinis emfisema ?
4.
Bagaimana patofisiologi emfisema ?
5.
Bagaimana pemeriksaan penunjang emfisema ?
6.
Bagaimana penatalaksanaan medis emfisema ?
7.
Bagaimana komplikasi emfisema ?
8.
Bagaimana asuhan keperawatan pada emfisema ?
C.
Tujuan 1.
Untuk mengetahui defenisi emfisema.
2.
Untuk mengetahui etiologi emfisema.
3.
Untuk mengetahui manifestasi klinis emfisema.
4.
Untuk mengetahui patofisiologi dari emfisema.
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang emfisema
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari emfisema.
7.
Untuk mengetahui komplikasi dari emfisema.
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien emfisema.
BAB II PEMBAHASAN Konsep Medis
A.
Defenisi Emfisema adalah gangguan berupa dinding alveolus mengalami kerusakan.Kerusakan tersebut menyebabkan ruang udara terdistensi secara permanen.Aliran udara terhambat sebagai hasil dari perubahan tersebut, bukan dari produksi mukus seperti yang terjadi pada bronkitis kronis. Emfisema terbagi atas tiga tipe yaitu : 1.
Emfisema sentriasiner (sentrilobuler) adalah tipe yang paling sering, menyebabkan kerusakan di bronkiolus, biasanya di bagian atas paru. Inflamasi dimulai di bronkiolus dan menyebar kea rah perifer, namun biasanya kantong alveolus masih utuh. Emfisema jenis ini paling sering terjadi pada perokok.
2.
Emfisema panasiner yaitu menghancurkan seluruh alveolus dan biasanya melibatkan bagian bawah paru. Penyakit tipe ini biasa ditemukan pada klien dengan defisiensi AAT. Emfisema panasiner fokal juga dapat di temukan pada bagian dasar paru perokok dengan bentuk sentriasiner.
3.
Emfisema paraseptal (asiner distal) utamanya melibatkan struktur saluran napas bawah, duktus alveolus, dan kantong alveolus. Prosesnya
terbatas
di
sekitar
septa
paru
atau
pleura,
yang
menyebabkan bleb terisolasi di perifer paru dan dipercaya menjadi penyebab pneumotoraks spontan (Black, Joyce M., dkk : 288)
B.
Etiologi 1. Faktor Genetik Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin. 2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. 3. Rokok Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru.Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan. 4. Infeksi Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi (Suprapto, Imam, 2013 :100-101).
C.
Manifestasi Klinis 1. Penampilan Umum a. Kurus, warna kulit pucat dan flattened hemidiafragma. b. Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir. 2. Usia 65-75 tahun. 3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium Pada klien emfisema paru akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut : a. Nafas pendek persisten dengan peningkatan dispnea. b. Infeksi sistem respirasi. c. Pada auskultasi terdapat penurunan suara napas meskipun dengan napas dalam. d. Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas. e. Produksi sputum dan batuk jarang. f. Hematokrit < 60% 4. Pemeriksaan jantung Tidak terjadi pembesaran jantung.Kor pulmonal timbul pada stadium akhir.
5. Riwayat merokok Biasanya didapatkan, tetapi tidak selalu ada riwayat merokok (Somanti, Irman, 2012 : 63)
D.
Patofisiologi Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembekakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan napas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran pertukaran gas
yang
dapat
terjadi)
dan
mengakibatkan
kerusakan
difusi
oksigen.Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.Pada tahap akhir
penyakit,
eliminasi
karbon
dioksida
mengalami
kerusakan,
mengakibatkan penigkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jarring – jarring kapiler pulmonal berkurang.Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.Dengan demikian gagal jantung sebelah kanan (korpulmonal) adalah satu komplikasi emfisema.Terdapatnya kengesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membakitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.Infeksi akut
dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama eksprirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani pasif involunter, ekspansi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak nafas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku (Smeltzer, Suzanne C, 2002) Patway :
E.
Pemeriksaan Penunjang 1.
Sinar X dada ( Chest X-Ray) : Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diagfragma,
peningkatan
area
udara
retrosternal,
penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). 2.
Tes Fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi untuk mengevaluasi efek terapi, misal bronkodilator. 3.
Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
4.
Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5.
Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
6.
FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
7.
Arteria Blood Gasses (ABGs) : memperkirakan progresi proses penyakit kronis, misal paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat ( bronkitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma ; pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
8.
Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis).
9.
Darah lengkap :terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eosinofil (asma).
10. Kimia darah : Alfa 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.
11. Sputum kultur :untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologidigunakan untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi. 12. EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P ( asma berat ), distritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada leads II , III, AVF panjang, tinggi (pada bronkitis, emfisema ), aksisQRS vertikal (emfisema). 13. EKG latihan, tes stres : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/ evaluasi program latihan (Somanti, Irman, 2012 : 64)
F.
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas: 1.
Penyuluhan Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2.
Pencegahan a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas. c. Vaksin,
dianjurkan
vaksinasi
untuk
mencegah
terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
eksaserbasi,
3.
Terapi Farmakologi Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan: a. Pemberian Bronkodilator Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama. b. Pemberian Kortikosteroid Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi
obstruksi
saluran
nafas.
Hinshaw
dan
Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu.Kalau tidak ada respon baru dihentikan. c. Mengurangi sekresi mucus Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin. 4.
Fisioterapi dan Rehabilitasi Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas. b. Memperbaiki efisiensi ventilasi. c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis 5.
Pemberian O2 Dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
G.
Komplikasi 1.
Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan.
2.
Daya tahan tubuh kurang sempurna.
3.
Tingkat kerusakan paru semakin parah.
4.
Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas.
5.
Pneumonia.
6.
Atelaktasis.
7.
Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian 1.
IdentitasKlien Nama
: Tuan A
TTL
: 17/11/1970
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 40 tahun,
Pekerjaan
: Buruh bangunan
Alamat
: Jl. Kaemuddin, Kendari
Tanggal Masuk Rs.
: 10 April 2018
Agama
: Islam
Suku bangsa
2.
3.
: Jawa
Pendidikan terakhir
: SMA
Diagnosa Medis
: Emfisema
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Yn. B
Umur
: 38 thn
Pekerjaan
: PNS
Hubungan dgn pasien
: Istri
Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama : sesak napas. b. Riwayat Penyakit Sekarang : Tuan A tinggal bersama istri dan empat anaknya.Tuan A mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas.Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental.Tuan A tampak kebiruan pada daerah bibir dan dasar
kuku.Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada.Tuan A cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas. c. Riwayat Penyakit dahulu : Tuan A selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah menderita pneumonia d. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang di derita pasien. Genogram :
Keterangan : : Pasien (Tn. A) : Ayah pasien sudah meninggal 4.
Observasi dan Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum : Baik, Kesadaran Kompos Mentis b. Tanda-Tanda Vital : 1) Suhu 2) Nadi
: 37,40C :102 x/mnit
5.
3) TD
:130/80 mmHg
4) RR
: 30 x/mnt
Review of System a. Pernafasan B1 (breath) 1) Bentuk dada
: barrel chest
2) Pola nafas
: tidak teratur
3) Suara napas
: mengi
4) Batuk
: ya, ada secret
5) Retraksi otot bantu napas
: ada
6) Alat bantu pernapasan
: O2 masker 6 lpm
b. Kardiovaskular B2 (blood) 1) Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal 2) Nyeri dada : ada, skala 6 3) Akral : lembab 4) Tekanan darah: 130/80 mmHg (hipertensi) 5) Saturasi Hb O2 : hipoksia c. Persyarafan B3 (brain) 1) Keluhan pusing (-) 2) Gangguan tidur (-) d. Perkemihan B4 (bladder)
e.
Kebersihan : normal
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal
Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan : anoreksi disertai mual
BB : menurun
Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari
Mulut : bersih
Mukosa : lembab
f.
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
6.
Turgor kulit : Berkeringat
Massa otot : menurun
Pengkajian Psikologi dan Spiritual Klien kooperatif, tetap rajin beribadah dan memohon agar penyakitnya
bisa disembuhkan. 7.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Sinar x dada: Xray tanggal 12 November dengan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma;
peningkatan
area
udara
retrosternal;
penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). Kesimpulan : emfisema paru. b.
pO2 : 75 mmHg (↓)
c.
pCO2 : 50 mmHg (↑)
d.
SO3 : 100%
8.
Analisa Data
No. Data 1.
Etiologi
DS : Klien mengeluh sesak napas
Infeksi / pneumonia
Gangguan pertukaran
Polusi
gas
Usia
DO: Takikardia
Ekonomi rendah
Pola pernapasan
Merokok
abnormal
Masalah
a. Defisiensi enzim alfa-1-
Hipoksia
antitripsin, enzim
Hiperkapnia
protease (Inflamasi)
Dispnea
Elastisitas paru
Warna kulit abnormal Hipoksemia
menurun Destruksi jaringan paru b. Pelebaran ruang udara di dalam paru (bronkus terminal menggembung) c. CO2 meningkat / udara terperangkap dalam paru. Sesak RR > 20 x/menit CO2 (hiperkapnia) O2 (hipoksia)
2.
DS : Klien mengeluh berat
a.Destruktif kapiler paru
saat bernapas
Penurunan perfusi O2
DO :
Sianosis
Takipnea (RR : 30 x/menit) Penggunaan otot bantu pernapasan
b. Penurunan perfusi jaringan perifer e. Penurunan ventilasi f. Peningkatan upaya menangkap O2 g. Peningkatan RR h. Retraksi otot bantu Napas
Pola napas tidak efektif
3.
DS : Klien mengeluh
a. Sesak (dyspnea)
Bersihan jalan napas
adanya rasa penuh di
b. Nyeri dyspnea
tidak efektif
tenggorokan
c. Reflek batuk menurun
DO :
d. Sekret tertahan
Produksi sekret meningkat karena
e. Ronchi f. Perfusi jaringan perifer
klien tidak bisa batuk efektif. Ditemukan suara
menurun g. Ventilasi menurun h. Upaya menangkap O2
napas ronchi
meningkat i. RR meningkat j. Retraksi otot bantu napas
4.
DS : Klien selalu
a. Dispnea setelah
mengeluh kelelahan dan lemas DO :
Intoleransi aktivitas
beraktivitas b. Keletihan c. Ketidaknyamanan setelah
RR meningkat setelah
Beraktivitas
melakukan aktivitas Cepat lelah saat beraktivitas
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ventilasi alveoli.
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
4.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
C.
Intervensi
No. Diagnosa
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
a. Berguna
Kriteria Hasil 1.
Gangguan
Menunjukkan
Mandiri :
pertukaran gas
perbaikan ventilasi
c. Kaji frekuensi,
berhubungan
dan oksigenasi
kedalaman
distres
dengan kerusakan
jaringan adekuat
pernapasan. Catat
pernapasan
alveoli yang
dengan GDA dalam
penggunaan otot
dan/atau
reversible
rentang normal dan
aksesori, napas
kronisnya
bebas
bibir, sesuai
penyakit.
gejala
distres
kebutuhan/toleransi
pernapasan.
individu. d. Tinggikan kepala
dalam
evaluasi derajat
b. Pengiriman
tempat tidur, bantu
oksigen dapat
pasien untuk
diperbaiki
memilih posisi yang
dengan posisi
mudah untuk
duduk tinggi dan
bernapas.
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea,
dan kerja napas. e. Dorong
c. Kental, tebal dan
mengeluarkan sputum
banyaknya ;
eskresi adalah
penghisapan bila
sumber utama
diindikasikan.
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Kolaborasi : a. Awasi/gambarkan
a. PaCO2 biasanya
seri GDA dan nadi
meningkat dan
oksimetri.
PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
b. Berikan oksigen
b. Dapat
tambahan yang
memperbaiki
sesuai dengan
atau mencegah
indikasi hasil GDA
memburuknya
dan toleransi
hipoksia.
pasien. 2.
Pola nafas tidak
Tidak terjadi
a. Latih klien napas
a. Membantu
efektif
perubahan dalam
perlahan-lahan,
ekspansi paru
berhubungan
frekuensi pola
bernapas lebih
yang optimal.
dengan ventilasi
pernapasan.
efektif.
alveoli.
b. Jelaskan pada klien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secara sadar.
3.
Bersihan jalan
a. Mempertahankan Mandiri :
nafas tidak efektif
jalan
napas a. Auskultasi
berhubungan
paten
dengan
dengan adanya
bunyi
napas
sekret.
bersih. b. Menunjukkan
bunyi b. Beberapa derajat
napas. Catat bunyi
spasme bronkus
napas,
misalnya
terjadi
mengi,
krekels,
ronki.
dengan
obstruksi
jalan
napas
dan
perilaku untuk
dapat/tak
memperbaiki
dimanifestasikan
bersihan jalan
adanya
napas, misalnya
napas
batuk efektif dan
adventisius,
mengelurkan
misalnya
sekret.
ekspirasi mengi. b. Kaji/pantau
bunyi
c. Takipnea
frekuensi
biasanya ada
pernapasan. Catat
pada beberapa
rasio
derajat dan dapat
inspirasi/ekspirasi.
ditemukan pada penerimaan atau
selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. d. Peninggian c. Kaji pasien untuk
kepala tempat
posisi yang
tidur
nyaman, misalnya
mempermudah
peninggian kepala
fungsi
tempat tidur, duduk
pernapasan
pada sandaran
dengan
tempat tidur.
menggunakan gravitasi. e. Hidrasi
d. Tingkatkan
membantu
masukkan cairan
menurunkan
sampai 3000
kekentalan
ml/hari sesuai
sekret,
toleransi jantung.
mempermudah
Memberikan air
pengeluaran.
hangat.
Penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme bronkus.
Kolaborasi :
a. Kelembaban
a. Berikan
menurunkan
humidifikasi
kekentalan sekret
tambahan,
mempermudah
misalnya nebuliser
pengeluaran dan
ultranik, humidifier
dapat membantu
aerosol ruangan.
menurunkan atau mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4.
Gangguan
a. Menunjukkan
Mandiri :
pemenuhan
peningkatan
kebutuhan nutrisi :
berat
diet, masukkan
pernapasan akut
kurang dari
badan menuju
makanan saat ini.
sering anoreksia
kebutuhan tubuh
tujuan
Catat derajat
karena
yang berhubungan
tepat.
kesulitan makan.
produksi sputum,
dengan penurunan b. Menunjukkan
valuasi berat
dan obat.
nafsu makan.
perilaku/perubah
badan dan ukuran
an
tubuh.
pola
a. Kaji kebiasaan
yang
hidup
untuk
b. Dorong periode
a. Pasien
distres
dispnea,
b. Membantu
meningkatkan
istirahat semalam
menurunkan
dan/atau
selama 1 jam
kelemahan
mempertahankan
sebelum dan
selama waktu
berat yang tepat.
sesudah
makan.
makan dan
Berikan makan
memberikan
porsi kecil tapi
kesempatan
sering.
untuk meningkatkan masukan kalori total.
c. Timbang berat
c. Berguna untuk
badan sesuai
menentukan
indikasi.
kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi : a. Berikan
a. Mengevaluasi/me
vitamin/mineral
ngatasi
/elektrolit sesuai
kekurangan dan
indikasi.
mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
b. Berikan oksigen
b. Menurunkan
tambahan selama
dispnea dan
makan sesuai
meningkatkan
indikasi.
energi untuk makan meningkatkan
masukan 5.
Intoleransi aktivitas Melaporkan atau
Mandiri :
berhubungan
menunjukkan
a. Evaluasi respon
a. Menetapkan
dengan
peningkatan
pasien terhadap
kemampuan/
ketidakseimbangan toleransi terhadap
aktivitas. Catat
Kebutuhan
antara kebutuhan
aktivitas yang dapat
laporan dispnea,
pasien dan
dansuplai oksigen.
diukur dengan tak
peningkatan
memudahkan
adanya dispnea,
kelemahan/
pilihan intervensi.
kelemahan
kelelahan dan
berlebihan, dan
perubahan
tanda vital dalam
tanda vital selama
rentang normal.
dan setelah aktivitas. b. Bantu pasien
b. Pasien mungkin
memilih posisi
nyaman dengan
nyaman untuk
kepala tinggi,
istirahat dan/tidur.
tidur dikursi, atau menunduk kedepan meja atau bantal.
c. Bantu aktivitas
c. Meminimalkan
perawatan diri
kelelahan dan
yang diperlukan.
membantu
Berikan kemajuan
keseimabangan
peningkatan
suplai dan
aktivitas selama
kebutuhan
fase
oksigen.
penyembuhan.
D.
Implementasi dan Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan 1.
Evaluasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yang reversible
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ventilasi alveoli.
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
4.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
3.9 Evaluasi 1. Diagnosa 1 : a. Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan b. Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas. 2. Diagnosa 2: a. Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru. b. Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui. 3. Diagnosa 3: Sekret encer dan jalan napas bersih
4.
Diagnosa 4: a. Pasien bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleran aktivitas. b. Pasien memperlihatkan kemajuan khususnya dalam hal mobilitas. c. Pasien memperlihatkan turunnya tanda-tanda
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M., dkk, Keperawatan medikal bedah, edisi 8.2014. Indonesia: CV Pentasada media edukasi Suprapto, Imam, 2013 :100-101 Somantri, Irman, Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pernapasan,edisi 2. 2012. Smeltzer, Suzanne C., Keperawatan medical bedah,edisi 8 2002.Jakarta:Penerbit buku kedokteran EKG