Askep Anestesi 2.docx

  • Uploaded by: Rio Fidrio
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Anestesi 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,632
  • Pages: 33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009) Meskipun tulang patah jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan odema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &Sudarth, 2001). Fraktur radius ulna sering terjadi pada anak laki-laki dengan usia 11 sampai 14 tahun, sedangkan pada anak perempuan sering pada usia 8 sampai 11 tahun. Pada usia tua biasanya menderita trauma minimal dan mempunyai faktor resiko osteoporosis. (Lukman, 2009). Anesthesia adalah hilangnya sensasi atau kontrol terhadap tubuh. Biasa digunakan untuk mendeskribsikan proses reversibel yang membiarkan prosedur operasi atau terapi apapun yang menyebabkan rasa nyeri hebat untuk dilakukan tanpa pasien merasa stres atau tidak nyaman (Marcovitch, H.,2005) Anaesthesia umum adalah hilangnya kontrol terhadap tubuh karena penekanan terhadap sistem syaraf pusat secara reversible (Weish, L.2009) B.

Tujuan Penulisan Tujuan Umum Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien dengan fraktur radius dengan tekhik general anestesi serta sebagai salah satu persayaratan dalam menyelesaikan program pelatihan penata anestesi Tujuan Khusus 1. Peserta didik pelatihan mampu menjelaskan keseluruhan konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur radius

1

2. Peserta didik diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre, intra dan post operasi yang akan dilakukan pemberian anestesi. 3. Peserta didik pelatihan diharapakan mampu melakukan perhitungan dan pemberian terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi. 4. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis pembrian obat-obat anestesi. 5. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan tindakan intubasi dan memberikan pemeliharaan tindakan anestesi. 6. Peserta didik diharapakan mampu memberikan asuhan keperawatan setelah selesai operasi dan akhir dari anestesi. 7. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu mengembalikan keadaan pasien dalam keadaan normal ke ruangan perawatan.

2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi (Brunner & Suddarth, 2002). Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang (Mansjoer, 2000). Fraktur radius dan ulna dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal. Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau radius saja dengan atau tanpa dislokasi sendi.

Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel yang disebabkan oleh agen anestetik dengan kehilangan sensasi nyeri di seluruh tubuh. Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri bisa juga disebut suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya N2O, halotan, enfluran, metoksikfluran, dan isofluran. Obat anestesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamin (Munaf, 2008) Beberapa keuntungan dari anestesi umum diantaranya pasien tidak sadar yang dapat mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung, efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang diperoleh akibat ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis, memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama, memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien. Beberapa keruguan anestesi umum diantaranya sangat mempengaruhi fisiologis hampir semua regulasi tubuh menjaditumoul di bawah anestesi umum, memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit, tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya 3

perubahan kesadaran, risiko komplikasi pasca bedah lebih besar, memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama. B. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya fraktur pada lengan (Oswari, 2005) : 1. Trauma langsung/ direct trauma Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). 2.

Trauma yang tak langsung/ indirect trauma Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3.

Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

4.

Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C.

Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi Tulang Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya : a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang 4

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang

suatu

tulang

panjang

memiliki

rongga

yang

disebut kanalis

medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang. b.

Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

c.

Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.

d.

Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.

e.

Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut). Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri

atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui

prosesus

yang

berlanjut

kedalam kanalikuli yang

halus

(kanal

yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). 5

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).

6

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang. Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat. Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas 7

osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon. Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas

akibat

melonjaknya

kadar

hormon-hormon

tersebut. Estrogen

dan

testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang. Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada

osteoblas

dan

secara

tidak

langsung

dengan

merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat 8

sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan

aktivitas

osteoklas

dan

merangsang pemecahan

tulang untuk

membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. Efek

lain

Hormon

paratiroid adalah meningkatkan kalsium

serum

dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum. 2. Fisiologi Tulang Fungsi tulang adalah sebagai berikut : a.

Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

b.

Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.

c.

Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).

d.

Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).

e.

Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

9

D. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur 1.

Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2.

Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E. Penatalaksaan

Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan pembedahan. Pentalaksaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1). Pertimbangan psikologis. 2). Terapi obat-obatan 3). Penatalaksanaan ortopedi 4). Terapi fisik dan okupasi 10

5). Manipulasi bedah 6). Terapi bedah 7). Terapi radiasi 8). Program rehabilitasi.

11

BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Pre Anestesi a. Biodata Pasien Nama : Tn. A No.RM : T 19020603 Umur : 52 th Alamat : Jln. Komp.anggrek mas Blk I No.68 Rt 02 Pendidikan : SMA Pekerjaan : Swasta Diagn ose : Fraktur Colles Dekstra Tindakan : Pro Orif Nilai ASA : II Tindakan pembiusan : General Anetesi Tanggal Masuk Rumah Sakit : 22 Februari 2019 Tanggal Pengkajian di IBS : 23 Februari 2019, Jam : 12.00 wita b. Riwayat kesehatan 1. Keluhan Utama Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan kanan dengan skala 6 - 7 2. Keluhan Tambahan Pasien mengatakan nyeri semakin bertambah jika tangannya digerakan, serta menanyakan apakah proses operasi akan berlangsung lama atau tidak. Serta mengatkan takut di operasi 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun, sebelumnya hanya flu dan nyeri perut biasa. Tidak ada riwayat penyakit sistemik. 4. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri serta adanya pembengkakan pada pergelangan tangan kanan. Pasien mengatakan satu hari sebelumnya jatuh di kamar mandi dengan posisi tangan jatuh terlebih dahulu. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan orang tuanya tidak memiliki riwayat penyakit apapun

12

 Pemeriksaan Fisik 1. Breath Keadaan jalan nafas baik, suara nafas vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan. bibir terlihat kering dan simetris, serta tidak sumbing, buka mulut > 2 jari, jarak thromental > 3 jari, mallampati I, gerak leher maksimal tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan , jumlah gigi tidak lengkap, tidak ada gigi palsu. 2. Blood TD

: 130/90 mmHg, Nadi 90x/menit teraba kuat, perfusi jaringan perifer baik

crt< 2 dtk, tidak ada tanda-tanda syok maupun perdarahan aktif. 3. Brain Keadaan baik, kesadaran CM, GCS 15: E4 V5 M6 tidak ada muntah ataupun tanda peningkatan TIK 4. Bladder Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan proses BAK 5. Bowel Tidak ada mual muntah, Bising usus 12x/menit, peristaltik usus terdengar baik, tidak ada nyeri abdomen, tidak ada distensi abdomen, pasien mengatakan tidak ada masalah dengan proses BAB. 6. Bone Ditemukan nyeri pada 1/3 tulang radius dekstra, dan pembengkakan pada daerah pergelangan tangan kanan. Tidak ada kaku kuduk, tulang belakang sejajar tidak tampak kelainan.        

Tanda-tanda vital : Keadaan umum : Kesadaran CM, baik dan kooperatif Tanda Vital : TD : 130/90 mmHg Nadi : 90x/menit, reguler, adekuat Pernapasan : 22x/menit Suhu : 36,6 º C BB : 60 kg TB : 165 cm

13

 Pemeriksaan fisik fokus Pada ektremitas atas tangan kanan tidak simetris denga tangan kiri, tangan kanan terpasang eksternal fiksasi (spalk), tangan kanan tampak kemerahan dan sedikit bengkak,serta nyeri saat di gerakan Pemeriksaan Laboratorium

LEUKOSIT HEMOGLOBIN TROMBOSIT LIMFOSIT MONOSIT N SEGMEN EOSINOFIL BASOFIL N BATANG ERITROSIT MCV MCH MCHC HEMATOKRIT

10,8 13,6 159 34 6 60 4,27 87 32 37 37

NILAI RUJUKAN 4—10 14,0-18,0 150-450 20-40 2-6 40-60 1-3 0-1 3-5 4-5 82-89 32-37 32-37 38-58

MASA PERDARAHAN MASA PEMBEKUAN

3,30 10,0

1-5 5-10

MENIT MENIT

CREATININ GLUKOSA SEWAKTU SGOT SGPT UREUM

0,6 91 28 39 18

0,6-1,3 60-140 W<31, L<37 W<31, L<40 11-36,5

MG/DL MG/DL U/L U/L MG/DL

JENIS PEMERIKSAAN

HASIL

1. Pemeriksaan Rontgen Pemeriksaan X-foto Wrist Joint dekstra AP/Lat : Tampak diskontinuitas os radius dekstra 1/3 distal Struktur tulang baik Tak tampak dislokasi Tak tampak gambaran sklerotik Kesan : Fraktur os Radius dekstra 1/3 distal

14

SATUAN K/UL G/DL K/UL % % % % % % M/UL MIKR KU PIKO GR % %

2. Intra Anestesi A. Persiapan anestesi 1. Mesin Anestesi a. Gas terdiri dari Oksigen b. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren 2. Pasien monitor (EKG, TD, Nadi, Spo2) 3. STATICS a. Laringoskop dengan blade lengkung no 3 dan stetoskop dewasa b. Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT non kingking no 7.5 dengan cuff c. Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 4 d. Tape ( Plester ) e. Introducer ( mandrein, stilet ) f. Conector g. Suction 4. Persiapan obat anestesi a. Premedikasi : - Midazolam 0,05 mg/Kg BB = 0,05 x 60 kg = 3 mg - Fentanyl 1- 2 mcg/KgBB = 1 x 60 kg = 60 mcg, 2 x 60 kg = 120 mcg b. Induksi : - Propofol 2 mg/kg BB = 2 x 60 kg = 120 mg - Atracurium 0,5 mg/kgBB = 0,5 x 60 = 30 mg B. Penatalaksanaan Anestesi 1. Ruang Persiapan Pasien masuk ke kamar persiapan pada pukul 12.00 WITA, pasien langsung diganti baju operasi, infus terpasang pada tangan kiri dengan iv line ukuran 18 dan lancar. Selama di ruang persiapan, pasien kooperatif dengan tingkat kesadaran compos mentis GCS 15. Sebelum tindakan anestesi diperlukan pengecekan surat izin anestesi (SIA) dan surat izin operasi (SIO) terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang (sign in). Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi apapun, baik terhadap obat maupun makanan. Pasien mengatakan sudah puasa sejak jam 06.00 pagi (6 jam) Tanda –tanda vital pasien : Tekanan darah : 128 / 78 mm/Hg Nadi : 88 x/menit Respirasi : 22 x/menit Saturasi : 98 % 15

2.

Ruang operasi Pre operasi a. Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 12.30 WITA, Pasien di baringkan dengan posisi supine di meja operasi dan atur kecepatan infus 20 TPM b. Nyalakan monitor dan mesin anestesi c. Pasien dilakukan pemasangan monitor tanda-tanda vital, EKG dan Spo2 d. Menunggu intruksi dan laporkan bila pasien sudah siap. e. Menganjurkan pasien untuk berdoa f. Pasien dilakukan pemberian premedikasi : midazolam 3 mg dan ondansentron 8 mg g. Kemudian dilakuka induksi pada jam 13.00 WITA dengan obat : - fentanyl 100 mcg IV - Propofol 100 mg IV - Atracurium 25 mg IV - sevofluran 2 MAC ( sesuai kebutuhan pasien) h. Reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan dilakukan baging dengan jaw trust dan chin lift. i. Pelaksanaan intubasi dilakukan pada jam 13.00 wita dengan prosedur : - Posisikan kepala pasien dengan ekstensi - Buka mulut pasien dengan cross finger pegang laringoskop dengan tangan kiri kemudian masukan kedalam mulut kemudian menyingkirkan lidah ke kiri pasien dengan posisi laringoskop membuka rongga mulut - Cari epiglottis, tempatkan ujug bilah laringoskop di valekula. - Angkat epiglottis denga elevasi laringoskop ke atas ( jangan menekan gigi) untuk melihat plica vocalis. - Bila sudah terlihat ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan tangan kanan. - Masukan ETT dari sisi mulut kanan, sampai masuk ke saluran trakea dengan ukuran batas mulut minimal 20 cm. - lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian hubungkan dengan konektor koregatet mesin anestesi. - Tes kedalam ETT dengan stetoskope pada daerah apex kanan dan kiri untuk memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek kesimbangan pengembangan antara paru-paru kanan dan kiri.Stelah ETT sudah dipastikan dalam keadaan seimbang maka

16

j. 1.

2.

3.

dilakukan fiksasi dengan menggunakan plester agar tidak terjadi perubahan letak posisi ETT. - Jam 13.15 wita pernapasan pasien terhubung ke ventilator dan operasi dimulai Perhitungan respirasi selama operasi. Perhitungan rencana pemberian ventilasi : Tidal Volume Tidal Volume = BB (Kg) x Konstanta (6-10) = 60 x 8 = 480 ml Minute Volume Minute Volume = Tidal volume x Respirasi rate ( 12-16 x/menit) = 480 x 12/menit = 5760 ml = 5,7 L/menit Menggunkan teknik ventilator IPPV TV RR PEEP I:E 480 ml 12x/menit 4 1: 2

Intra operasi Pasein sudah terintubasi dengan ETT non kingking no 7.5 cuff, mayo ukuran medium no 4 pada jam 13.15 dan terhubung ke ventilator mesin anestesi. 1. Monitoring Intake dan output cairan i. Perhitungan cairan pasien selama operasi : BB : 60 kg Jenis Operasi : Ringan Puasa : 6 jam ii. Kebutuhan cairan pengganti puasa (2ml/kgBB/jam puasa) 2ml/60kgBB/6 jam puasa = 720 ml Pemberian dibagi dalam 3 jam selama anestesi 50 % dalam 1 jam pertama = 360 ml 25 % dalam 1 jam kedua = 180 ml 25 % dalam 1 jam ketiga = 180 ml iii. Terapi cairan Durante operasi (stress operasi ringan) 60 kgBB X 4 ml = 240 ml/ jam iv. Menghitung cairan pengganti perdarahan Rumus EBV = kgBB X EBV = 60kgBB X 70 = 4200ml.EBV Perdarahan 10% = 420ml 17

Perdarahan 20% = 840ml Perdarahan 30% = 1260ml Perdarahan 40% = 16580ml v. Insensible Water Lose (IWL) 15 𝑋 𝐵𝐵 15 𝑋 60 𝑘𝑔𝐵𝐵 = = 𝟑𝟕, 𝟓𝒄𝒄/𝒋𝒂𝒎 24 𝑗𝑎𝑚 24 𝑗𝑎𝑚 vi. Jumlah pendarahan 1 jam pertama : Suction = 0 cc 5 Kasa (1 kasa = 10 ml) = 50 ml vii. Kebutuhan cairan selama operasi 360 ml + 240 ml + 37,5 ml + 50 ml = 687,5ml/jam 2. Rekam Monitor Pasien Intra Operasi (Terlampir) Post operasi Operasi selesai pada pukul 14.00 wita pasien dilakukan spontanisasi pada pernapasan dengan baging tanpa menggunakan ventilator dan di berikan terapi injeksi neostigmine 1 mg + sulfat atropine 0.5 mg untuk menghilangkan efek dari obat relaksan (atrakurium). Pasien bernapas spontan dengan adekuat dengan tanda bisa menelan, pasien sadar penuh, mampu bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah pulih, tensi normal, saturasi normal dan tidak ada distensi lambung. Pasien dilakukan ektubasi pada jam 14.10 Wita.

18

B. Analisa Data NO. 1.

SYMPTOM/SIGN

ETIOLOGI

Pre Anestesi

Kurang

DS:

pengetahuan

-

Pasien mengatakan takut di operasi masalah

-

DO:

pembiusan /

-

Pasien terus menanyalan tentang

operasi

MASALAH

Cemas

proses operasinya -

Wajah pasien tampak gelisah Persiapan anestesi Risiko gangguan

DS: -

Pasien mengatakan sudah puasa

dan operasi

selama 6 jam

(puasa)

cairan dan elektrolit

DO: -

keseimbangan

Bibir terlihat kering Vasodilatasi

Risiko gangguan

DS: -

pembuluh darah

keseimbangan

DO:

dampak obat

cairan dan

anestesi

elektrolit

2. Intra Anestesi

-

Penggunaan obat-obatan anestesi yang memiliki efek samping vasodilatasi

-

Perdarahan 50 cc

3. Post Anestesi DS: -

Pasien mengatakan luka operasi Cidera fisik sudah terasa nyeri

(tindakan operasi)

DO: -

Wajah pasien tampak kesakitan

-

TD : 150/85 mmHg

-

Nadi: 96 x/menit

19

Nyeri akut

C. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implentasi dan Evaluasi NO DIAGNOSA TUJUAN / NOC INTERVENSI/NIC Pre Operasi 1. Cemas b.d Kontrol Diri 1. Bina hubungan Kurang Terhadap saling percaya pengetahuan Ketakutan 2. Kaji tanda verbal masalah kriteria hasil: dan nonverbal pembiusan /  Memantau kecemasan operasi intensitas 3. Instruksikan ketakutan Menggunakan  Menghilangk teknik relaksasi an penyebab 4. Jelaskan prosedur ketakutan dan sensasi yang di  Mencari rasakan selama informasi prosedur di lakukan untuk mengurangi nyeri  Menghindari sumber ketakutan jika memungkinan Menggunakn strategi koping yang efektif

20

IMPLEMENTASI 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mengkaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan 3. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakuta 4. Menganjurkan menggunakan teknik relaksasi

EVALUASI S : - Klien mengatakan cemas berkurang klien mengatakan ketakutan operasi berkurang setelah di jelaskan tindakan pembedahan dan pembiusan. Klien mengatakan merasa ngantuk setelah di lakukan pemberian obat O : - Klien tampak mulai tenang saat menjelang Operasi Klien tampak mengantuk, gelisah berkurang setelah pemberian midazolam 2 mg IV TTV : TD : 120/78 mmHg N : 82 x/menit RR : 19 x/ menitSuhu : 36,6oC

A : Cemas P : - Cemas pasien mulai teratasi 1.

Nyeri b/d agen Haraan nyeri cidera fisik berkurang dengan kriteria hasil:  Melaporkan nyeri  Melaporkan panjangnya episode nyeri  Ekspresi nyeri wajah

1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset atau durasi, frekusensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan 3. Dukung istirahat atau tidur yang adekuat 4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri di rasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur 5. Ajarkan penggunaaan teknik nonfarmakologi (misalnya relaksasi, terapi musik, aplikasi 21

1. Menentukan Intervensi yang sesuai dan keefektifan terapi 2. Mengidentifikasi ketidaknyamanan 4. Menurunkan Nyeri 5. Mencegah nyeri muncul kembali 4. Meningkatkan relaksasi dan memfokuskan perhatian 5. Keluarga dapat memahami kebutuhan klien 6. Mengurangi Nyeri

1.

panas atau dingin dan pijatan,bimbingan antisipatif) 6. Kolaborasi pemberian analgetik. 2

Ansietas tindakan operasi

b/d

Kontrol Diri Terhadap Ketakutan kriteria hasil:  Memantau intensitas ketakutan  Menghilangk an penyebab ketakutan  Mencari informasi untuk mengurangi nyeri  Menghindari sumber ketakutan jika memungkinan Menggunakn strategi koping yang efektif

5. Bina hubungan saling percaya 6. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan 7. Instruksikan Menggunakan teknik relaksasi 8. Jelaskan prosedur dan sensasi yang di rasakan selama prosedur di lakukan

22

2. Mempermudahi ntervensi 3. Mengidentifikas i derajat kecemasan 4. Untuk mengurangi kecemasan 5. Agar klien merasa lebih nyaman dan aman

6.

1

1

Resiko perdarahan

Bersihan napas

jalan

- Blood lose severity -Blood coagulation Kriteria hasil : 1. Tidak ada hematuria dan hematemesis 2. Kehilangan darah yang terlihat 3. Tekanan darah dalam batas normal diastole dan sistol 4. Tidak ada pendrahan selam operasi 5. Hemogblobin dan hatokrit dalam atas normal - respirasi status : ventilasi - Air way patency Krteria Hasil :

Intra Anestesi 1. Monitor tanda-tada perdarahan 2. Catan nilai hb dan Ht sesudah terjdi perdarahan 3. Monitor nilai lab ( koagulasi yan meliputi PT, PTT, Trobosit) 4. Monitor TTV ortostatik 5. Kolaborasi pemberian produk darah 6. Kolaborasi pemberian obat antifibrinolitik

Post Anestesi 1. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah di sucton 2. Berikan oksigen dengan 23

1. Mengetahui adanya 7. perdarahan yang hebat. 2. Mengetahui kondisi hemostatic dalam batas normal 3. Mencegah terjadi perdarahan akibat koagulasi tidak normal 4. Memantau hemosttik dalam batas normal 5. Untuk memenuhi kebutuhan darah 6. Mecegah terjadi pedarahan

1. Mengetahui adanya sumbaan pada jalan napas. 2. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen

10.

1. Memdemontr asika batuk efektif dan suara napas yang bersih, mampu mengekuarka n sputum dan mampu bernapas dengan mudah. 2. Menunjukan jalan napas yang paten dengan pernapasan dalam dan normal 3. Mampu mengidentifik asi dan memcegah factor yng dapat menghambat jalan napas.

3.

4. 5.

6.

7. 8.

9.

mengunakan nasal kanul Anjukan pasien untuk napas dalam setelah ETT di kelukan Monitor status oksigen pasien Buka jalan napas degan teknik chin lift atau jaw trush bila perlu. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu. Keluarkan secret atau batuk dengan suction Monitor status oksigen dan sturasi

I. Implementasi keperawatan No. Dx

Tgl/Jam

Implementasi

Respon 24

3. 4.

5.

6.

7.

8.

9.

dalam tubuh Memaksimalkan ventilasi yang masuk Mengetahui kebutuhan oksigen dalam tubuh Memaksimalkan ventilasi udara yang masuk Memaksimalkan ventilasi udara yang masuk Mecegah tertutup jalan napas oleh lidah Mengurangi sumbatan jalan napas Mengetahu kebutuhan oksigen dalam tubuh

1.

2.

3. 4.

1

24/02/2019 Jam 12.00

5.

6.

2 24/02/2019

Pre Anestesi Mengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset atau durasi, frekusensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan Mendukung istirahat atau tidur yang adekuat Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri di rasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur Mengajarkan penggunaaan teknik nonfarmakologi (relaksasi,) Melakukan kolaborasi dengan dokter anestesi untuk pemberian analgetik : - Ketorolac 30 mg IV

5. Membina hubungan saling percaya 6. Mengkaji tanda verbal dan

1. Untuk mengetahui pencetus dari nyeri yang di timbulkan 2. Mengetahui adanya dari efek nyeri yang di timbulkan 3. Menurunkan tingkat dari nyeri 4. Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri di rasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur 5. Membantu mengalihkan rasa nyeri 6. Memberikan therapy analgetik sesuai intruksi dokter

1. Mendekatkan diri untuk membina kepercayaan 2. Untuk meihat tanda dari 25

Jam 12.15

nonverbal kecemasan 7. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakuta 8. Menganjurkan menggunakan teknik relaksasi

kecemasan pada wajah klien 3. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan 4. Untuk mengalihkan perhatianpasien

Intra Anestesi 1. Memonitor tanda-tada 2. 3.

24 /02/2019 1 Jam 13.00

4. 5.

6.

1

perdarahan Mencatat nilai hb dan Ht sesudah terjdi perdarahan Memonitor nilai lab ( koagulasi yan meliputi PT, PTT, Trobosit) Memonitor TTV ortostatik Berkolaborasi pemberian produk darah jika perdarahan melebihi dari 15 % Berkolaborasi pemberian obat antifibrinolitik : Asam traneksamat 1 gr IV

Post Anestesi 07 /02/2019 1. Mengauskultasi suara napas sebelum dan sesudah di Jam 14.15 sucton 2. Memberikan oksigen dengan mengunakan nasal kanul 3. Menganjukan pasien untuk

1. Monitor tanda-tada 2.

3.

4. 5. 6.

perdarahan mencatan nilai hb dan Ht sesudah terjdi perdarahan Monitor nilai lab ( koagulasi yan meliputi PT, PTT, Trobosit) Monitor TTV ortostatik Kolaborasi pemberian produk darah Kolaborasi pemberian obat antifibrinolitik

1. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah di sucton 2. Memerikan oksigen dengan mengunakan nasal kanul 26

4. 5.

6. 7. 8.

napas dalam setelah ETT di keluakan Memonitor status oksigen pasien Membuka jalan napas degan teknik chin lift atau jaw trush bila perlu. Memasang mayo bila perlu. Mengeluarkan secret atau batuk dengan suction Memonitor status oksigen dan sturasi dengan pemberian oksigen 3 liter dan saturasi 99 %

3. Menganjukan pasien untuk napas dalam setelah ETT di kelukan 4. Monitor status oksigen pasien 5. Membuka jalan napas lebih terbuka 6. Membebaskan hambatan pada jalan napas 7. Mengeluarkan secret atau batuk dengan suction 8. Monitor status oksigen dan sturasi

EVALUASI PASIEN DI RUANG PEMULIHAN (RR) (SOAP) Nama Pasien No. Med. Rec. No. Dx 1.

: Tn. E : A302554

Tgl / Jam SOAP 24 /02/2019 S : -

Paraf

27

Jam 14.45

P: Klien mengatakan nyeri saat tangan kanan mengalami pergerakan Q: Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk R: Klien mengatakan nyeri di bagian paha kiri S:Klien menunjukkan nyeri dengan skala 6 T: Klien mengatakan nyeri hilang timbul, saat nyeri muncul sekitar 5 menit. O : - wajah klien tampak meringis kesakitan - Klien di berikan injeksi ketorolac 30 mg - TTV : TD : 130/83 mmHg N : 83 x/menit RR: 23 x/ menit Suhu : 36,6oC A : Nyeri P : - Masalah belum teratasi - lanjutkan itervensi

2.

24 /02/2019 S : - Klien mengatakan cemas berkurang - klien mengatakan ketakutan operasi 28

Jam 12.45

3.

berkurang setelah di jelaskan tindakan pembedahan dan pembiusan. - Klien mengatakan merasa ngantuk setelah di lakukan pemberian obat O : - Klien tampak mulai tenang saat menjelang Operasi - Klien tampak mengantuk, gelisah berkurang setelah pemberian midazolam 2 mg IV TTV : TD : 120/78 mmHg N : 82 x/menit RR: 19 x/ menit Suhu : 36,6oC A : Cemas P : - Cemas pasien mulai teratasi

24 /02/2019 S : O : - banyak darah yang keluar selama operasi 50 Jam 13.30 cc. - Perdarahan termasuk kategori perdarahan Ringan dengan kehilangan <10 %. - Pemberian resusitasi cairan sesuai dengan kehilangan - TTV : TD : 106 / 69 mmHg Nadi : 98 x/menit Respiasi : 12 x / menit Suhu : 36,40C 29

A : Resiko perdarahan melebihi 15 % tidak terjadi P :- masalah teratasi - lanjutkan intervensi

4.

S:07 /02/2019 O : -Terdapat banyak mucus pada rongga mulut pada saat ektubasi dan setelah di ektubasi. Jam 14.05 - pasien sudah bernapas spontan. - Terdengar suara stidor pada rongga mulut. - setalah dilakukan suction, ektubasi dilakukan napas pasien mengalami kesulitan bernapas. - Refplek menelan masih sangat lemah TTV : TD : 124 / 78 mmHg Nadi : 82 x/menit Respiasi : 21 x / menit Suhu : 36,40C A : Bersihan jalan napas tidak efektif P :- masalah teratasi sebagian - lanjutkan intervensi

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN 30

Fraktur coless adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (andi, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

B.

SARAN Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi peserta pelatihan penata anestesi dan dapat menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan anestesi tetang penyakit fibroadenoma mammae. Semoga dalam pembuatan asuhan keperwatan anestesi berikutnya lebih teliti dan lebih lengkap dalam pengkajian anestesi.

31

BAB V DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Marcovitch,H, 2005.,Blacks Medical dictionary 21 edition.,A & C Black, London Welsh, L.,2009., Anesthesia for veterinar Nurses Second edition. Wiley blackwell., Singapore Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika 32

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

33

Related Documents

Askep Anestesi 1.docx
June 2020 5
Askep Anestesi 2.docx
June 2020 3
Anestesi
November 2019 48
Anestesi Endotracheal.pptx
November 2019 42
Anestesi Infiltrasi
August 2019 51
Obat Anestesi
May 2020 25

More Documents from "Indah Sari"

Bab I Candra.docx
June 2020 4
Askep Anestesi 1.docx
June 2020 5
Askep Anestesi 2.docx
June 2020 3
Contoh Kak Ku.docx
August 2019 63
Proposal Ptk.docx
October 2019 52
Surat Pernyataan.docx
August 2019 54