ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL SISTEM PENCERNAAN: ATRESIA BILIARIS
KEPERAWATAN ANAK
oleh: Kelompok 12 Kelas B-2016 Riris Nur R.
NIM 162310101054
Afni Nahdhiya D.
NIM 162310101102
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB I. STUDI KASUS
1.1 Analisis Studi Kasus: Atresia Biliaris Bayi laki-laki usia 4 bulan datang ke poli anak bersama ibunya dengan keluhan badan kuning. Hasil anamnesa pasien datang dengan keluhan kuning diseluruh tubuh yang dialami sejak lahir. Awalnya kuning terlihat dimata pasien, namun kuning tidak menghilang malah menjalar ke seluruh tubuh. Perut bayi juga semakin besar yang dialami sejak lahir. Pemeriksaan TTV HR: 121x/mnt, RR 35x/mnt, t 360C, BB 4,7 kg TB 61 cm. Perut membesar, tinja berwarna putih dan BAK berwarna gelap, nafsu makan menurun dan lebih sering rewel dibandingkan sebelumnya. Pemeriksaan Lab Hb; 11,3 g/dL, Ht 33%, Eritrosit 4,1x107/ul, Leukosit 14,2x106/ul, Trombosit 121x103/ul. Bilirubin Total 17,61 mg/dl, bilirubin direct 16,96 mg/dl, Protein Total 5,6 U/I, Albumin 3,3 g/dl. Diagnosa Medis : Atresia Biliaris 1.2 Informasi Kata Sulit 1. Atresia Biliaris: keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau berkembang secara normal 1.3 Indentifikasi Data Abnormal 1. Klien datang dengan keluhan badan kuning, awalnya kuning terlihat dimata, namun malah menjalar ke seleuruh tubuh 2. Perut klien membesar 3. Tinja klien berwarna putih dan BAK berwarna gelap 4. Nafsu makan klien menurun 5. Klien lebih sering rewel dibandingkan sebelumnya
6. Suhu 36°C 7. Trombosit 121x103 8. BB 4,7 kg
BAB II. KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi Atresia biliaris adalah suatu defek kongengital yang merupaka hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstra hepatik atau intrahepatik. Atresia biliar merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian Atresia biliar adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Pada atresia biliar terjadi penyumbatan aliran mepedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakn hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Tipe-tipe atresia biliaris dapat dikelompokan dalam dua tipe 1. Tipe yang dapat dioperasi atau operable. Jika kelainan atau sumbatan terdapat dibagian distalnya sebagian besar dari saluran-saluran ekstra hepatik empedu paten 2. Tipe yang tidak dapat dioperasi atau inoperable. Jika kelainan atau sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatik, tidak bersifat paten seperti pada tipe operatif
Klasifikasin atresia biliaris sesuai dengan area yang terlibat 1. tipe 1: salun empedu umumnya paten pada daerah proksimal 2. tipe 2: atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran empedu ditemukan pada porta hepatis 3. tipe 2a: fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten 4. tipe 2b: umumnya duktus biliaris dan duktus hepatik tidak ada 5. tipe 3: lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatik kanan dan kiri sampai porta hepatik
2.2 Patofisiologi Penyebab sebenarnya atresia biliaris tidak diketaui sekalipun mekanisme imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progesif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan menunjukan bahwa atresia biliaris tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir. Keadaan ini menunjukan bahwa atresia biliaris terjadi pada akhir kehamilan atau periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah melahirkan. Inflamasi terjadi secara progesif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran intra hepatik dan ekstra hepatik. Obstruksi pada saluran empedu ekstra hepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema degenerasi hati bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis. Obstruksi melibatkan dua duktus hepatik yaitu duktus biliaris yang menimbulakn ikterus dan duktus di dalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi terjadi mencegah bilirubin ke dalam usus yang menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapus. Gejala pruritus ditimbulkan karena akumulasi gerak empedu di dalam darah, karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat diabsorbsi sehingga kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak 2.3 Manifestasi Klinis 1. Seluruh tubuh berwarna kuning 2. Feses berwarna putih 3. BAK berwarna gelap 4. Perut membuncit 5. Nafsu makan menurun 2.4 Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap dan fungsi hati pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya hiperbilirubinemia direk, serta peningkatan kadar serum transaminase, fosfatase alkalin, gama glutamil transpeptidase yang dapat membantu diagnosa atrsia biliaris pada tahap awal
2. Pemeriksaan urin. Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, k=tetapi urobilin dalam urin negatif, hal ini menunjukkan bendungan saluran empedu total. 3. Pemeriksaan feses. Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan 4. Biopsi hati. Untuk mengetahu seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan pengambilan jaringan hati. 5. USG abdomen. Kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali adanya tanda triangularcord sangat sensitif menunjukkan adanya atresia biliar
2.5 Pathway
Infeksi virus atau bakteri Inflamasi berkepanjangan Kerusakan pada duktus bilier ekstrahepatik
Obstruksi sal.bilier ekstrahepatik Obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus
Gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut dalam lemak (A, D, E, K)
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Obstruksi total aliran getah empedu
Cairan asam empedu balik ke hati
Atresia Bilier
Hepatomegali
Mual Muntah
Distensi abdomen Menekan diafragma
Nafsu makan menurun Kekurangan Volume Cairan
Peningkatan komplain paru-paru Kebutuhan oksigen meningkat
Frekuensi napas meningkat
Pola Nafas tidak efektif
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Analisa Data Tanggal
Data
Etiologi
Masalah
Nama & paraf
21 oktober
Hepatomegali
DO: -
RR 35x/mnt
2018
Ketidak efektifan pola nafas
Ns. A
Distensi abdomen
DS: -
Ibu
A
pasien
mengatakan
Penekanan
bayi
lebih
diafragma
sering
rewel
dibandingkan sebelumnya
Peningkatan komplain paru-paru
Sesak napas
Pola nafas tidak efektif 21 oktober
Hepatomegali
DO: -
2018
Perut
klien
membesar
-
Ibu
abdomen klien
mengatakan nafsu menurun
Volume cairan Distensi
DS:
Kekurangan
Mual muntah
makan Nafsu makan menurun
Kekurangan
A Ns. A
volume cairan 21 oktober
DO: -
2018
BB 4,7 kg DS:
-
Ibu
Ketidakseimbanga
berkepanjang
n nutrisi : kurang
an
dari kebutuhan
klien
tubuh
mengatakan
Kerusakan
nafsu
pada duktus
makan
klien menurun -
Inflamasi
Ibu
klien
bilier ekstrahepatik
mengatakan Klien
lebih
sering
rewel
dibandingkan sebelumnya
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d
Obstruksi sal.bilier ekstrahepatik
A Ns. A
3.3 Intervensi Keperawatan No
Hari/tanggal/
Diagnosa
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
Nama
jam
& paraf Ketidakefektifa
Setelah
n pola nafas b.d
tindakan
dilakukan 1. Posisikan pasien semi 1. Untuk keperawatan
fowler
memaksimalkan
potensial ventilasi
selama 3 x 24jam pasien 2. Auskultasi suara nafas, 2. Memonitor
kepatenan
menunjukkan keefektifan
catat hasil penurunan
pola
daerah ventilasi atau 3. Memonitor respirasi dan
nafas,
dengan
kriteria hasil: 1. Frekuensi,
tidak irama,
adanya
pernapasan
dan status oksigen yang sesuai
2. Tidak
bantu 4. Mempertahankan jalan
pernapasan 3. Tanda
Tanda
napas paten vital 5. Kolaborasi
4. Menjaga
keadekuatan
ventilasi 5. Meningkatkan
menggunakan
otot-otot
keadekuatan oksigen
adventif
kedalaman pernapasan 3. Monitor dalam batas normal
suara
jalan napas
ventilasi
dan asupan oksigen 6. Menjaga aliran oksigen
dalam
mencukupi
kebutuhan
R Ns. R
dalam rentang normal
pemberian
(tekanan darah, nadi,
terapi
oksigen
7. Monitor
pernafasan) (TD 12090/90-60 mmHg, nadi
pasien
6. Monitor aliran oksigen
keadekuatan
pernapasan
80-100 x/menit, RR : 7. Monitor kecepatan, 8. Melihat apakah ada 18-24 x/menit, suhu ritme, kedalaman dan obstruksi di salah satu 36,5 – 37,5 C) usaha pasien saat bronkus atau adanya bernafas
gangguan pada ventilasi
8. Catat pergerakan dada, 9. Mengetahui simetris
atau
menggunakan
tidak,
sumbatan
otot
adanya pada
jalan
napas
bantu pernafasan 10.
9. Monitor
suara
nafas
seperti snoring 10. Monitor
pola
nafas:
bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi
Memonitor pernapasan klien
keadaan
kussmaul,
respirasi
cheyne-stokes dll
Kekurangan
Setelah
volume cairan
tindakan
dilakukan 1. Identifikasi
penyebab
kemungkinan penyebab
untuk
selama 3 x 24jam pasien
ketidakseimbangan
intervensi penyelesaian
menunjukkan keefektifan
elektrolit
pola
keperawatan
1. mengetahui
nafas,
dengan
1. Turgor kulit elastic (
dan
output
cairan seimbang ( skala 5)
adanya
kehilangan cairan dan elektrolit
skala 5 )
keadaan
umum pasien 2. Monitor
kriteria hasil:
2. Intake
2. mengetahui
menentukan
3. mengurangi
risiko
kekurangan voume cairan semakin bertambah
adanya 4. mengetahui perkembangan rehidrasi mual,muntah dan diare
3. Monitor
5. evaluasi intervensi
4. Monitor status hidrasi ( 6. mengetahui keadaan membran mukus, umum pasien 3. Membrane mucus tekanan ortostatik, 7. rehidrasi optimal lembab ( skala 5 ) keadekuatan denyut
R Ns. R
4.
Vital signs klien dalam
nadi )
rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR :
5. Monitor
keakuratan
intake dan output cairan
15-20 x/menit, HR : 60-
100 x/menit, suhu klien 6. Monitor vital signs 36,5-37,5 7. Monitor pemberian terapi IV 8.
Ketidakseimba ngan
dilakukan 1. Kaji
nutrisi: tindakan
kurang kebutuhan tubuh
Setelah
Monitor vital sign klien
keperawatan
status
nutrisi 1. Pengkajian
pasien
dilakukan
pola
nafas,
kriteria hasil:
dengan
untuk
R
mengetahui status nutrisi Ns. R
dari selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan
penting
2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melalukan oral hygiene.
1. Intake nutrisi tercukupi. 3. Delegatif nutrisi
pemberian yang
sesuai
pasien
sehingga
menentukan
dapat
intervensi
yang diberikan. 2. Mulut yang bersih dapat
2. Asupan makanan dan cairan tercukupi
dengan
kebutuhan
pasien : diet pasien
meningkatkan
nafsu
makan
diabetes mellitus. 3. Penurunan
intensitas
3. Untuk
terjadinya mual muntah 4. Berian informasi yang 4. Penurunan
frekuensi
terjadinya
mual
muntah.
membantu
memenuhi
kebutuhan
tepat terhadap pasien
nutrisi yang dibutuhkan
tentang
pasien.
kebutuhan
nutrisi yang tepat dan 4. Informasi yang diberikan
sesuai.
dapat memotivasi pasien 5.
Pasien peningkatan badan
mengalami berat
5. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
untuk
meningkatkan
intake nutrisi.
makanan tinggi zat besi seperti sayuran hijau
5. Zat besi dapat membantu tubuh
6. Kaji frekuensi mual, durasi,
tingkat
keparahan, frekuensi, yang
faktor presipitasi
menyebabkan
sebagai
zat
penambah darah sehingga mencegah
terjadinya
anemia atau kekurangan darah
mual.
6. Penting
untuk
mengetahui karakteristik 7. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.
mual dan faktor-faktor yang menyebabkan mual. Apabila
8. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
mual dan faktor penyebab mual dapat
9. Diskusikan keluarga
dengan dan
karakteristik
diketahui
menetukan
intervensi yang diberikan.
pasien
intake 7. Makan sedikit sedikit nutrisi dan hal-hal yang meningkatkn menyebabkan pentingnya
penurunan berat badan. 10.
maka
demi dapat intake
nutrisi.
Timbang berat badan 8. Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan pasien jika memungkinan teratur.
dengan
rasa mual sehingga intake nutrisi
dapat
ditingkatkan. 9. Membantu alternatif
memilih pemenuhan
nutrisi yang adekuat. 10.
Dengan menimbang berat badan dapat memantau peningkatan penrunan status gizi.
dan
DAFTAR PUSTAKA